
Bielle si bocah mandiri yang tumbuh di pedesaan tidak pernah mengeluh walau semua orang menganggapnya aneh. Dia memendam itu sendirian karena tidak mau membebani sang ibu yang sibuk mencari uang demi menyembuhkan penyakitnya. Namun, semua berubah sejak seorang bangsawan yang angkuh dan menyebalkan sering kali datang.
Di satu hari pria tampan itu mengaku cuma bertemu kebetulan, tetapi di hari lainnya ia akan membawa kue, permen dan mengajari Bielle membaca. Bielle hanya bisa bertanya pada boneka...
PROLOG
🍁Penyesalan terbesar pria sombong itu adalah ketika dia bersumpah akan selalu membenci anak-anak yang berisik, suka menangis, berlarian dan membuat kegaduhan di halaman🍁
BAB SATU
🍁LELAKI DENGAN SOROT MATAHARI🍁
“Sudah lama sekali, bukan? Tuan Bellion.”
Siluet iringan wajah pemilik nama Bellion Azazel itu menghalau sinar mentari. Bibir tipisnya yang sewarna buah persik lantas melengkung samar. "Sudah lima tahun, ya," gumam Bellion, tanpa mengalihkan atensi berisi iris emas dari jendela kereta kuda.
Hiruk pikuk masyarakat St.South dengan mata pencaharian mereka terlalu menarik untuk dilewatkan baginya yang sudah terbiasa hidup serba ada. "Tapi, menurutku ini masih terlalu singkat, Vincent," sambungnya, mengeluh dengan tenang.
Si lelaki tua bernama Vincent meringis pelan. Setengahnya merasa bersalah karena telah merenggut kebebasan orang yang duduk bersedekap sambil menyilangkan kaki di hadapannya. "Maaf, Tuan. Saya hanya melaksanakan perintah Margrave."
Lima tahun sudah berlalu, namun Vincent tidak menemukan banyak perubahan dari aura Tuan Bellion selain fisiknya yang semakin matang. "Anda benar-benar sudah besar," monolog Vincent terharu sendiri. Bangga rasanya melihat anak nakal yang dulunya suka tantrum telah menjelma menjadi laki-laki dewasa.
Bellion terkekeh pelan. “Apa yang kau bicarakan di depan pria 29 tahun?”
“Ahaha, maafkan kelancangan saya. Orang tua ini memang berubah menjadi sentimentil jika menyangkut pertumbuhan Anda. Omong-omong, bagaimana kehidupan Anda di Goldshire? Tampaknya Anda cukup menikmatinya.”
Bellion menyugar separuh rambutnya dengan angkuh seperti biasa. "Lumayan. Udaranya segar dan lautnya cukup indah. Meski berjalan-jalan di sana kadang membuatku lelah."
“Biar saya tebak. Anda kewalahan karena para gadis mengerumuni Anda?”
Lagi-lagi, dengan penuh arogan bibir menyeringai itu memamerkan betapa eloknya ia yang tiada tara. "Tentu saja. Kau pikir aku ini siapa?" sombongnya, bersamaan dengan munculnya ilusi pancaran matahari ketika ia berkata demikian.
Hening.
Bukannya terkagum, tawa Vincent malah muncul. “Pfft.”
“...,”
"Hahahahahahaha!" Andai dunia ini ada pertandingan kenarsisan, Bellion pasti menjadi pemenangnya. “Tuan Bellion Tuan Bellion. Anda tidak berubah sama sekali. Hahahahahahaha!”
Ekspresi Bellion mendatar. “Hei, aku serius. Jika Paman tidak mengirimmu untuk memaksaku pulang, aku pasti sudah menggaet lima istri sekarang.”
"Akwokwokwokwok!" Vincent kembali terpingkal. Sarat keangkuhan yang selalu terpancar di nada suara Tuan Bellion menjadi hal lucu bagi Vincent yang telah mengenalnya sedari muda.
Memang benar, sih, Tuan Bellion digilai oleh banyak wanita. Pria itu sangat tampan baik dari segi wajah maupun badan. Hidungnya selurus busur panah yang ditembakkan ke arah sasaran, tampak elok dengan rambut pirang dan sepasang netra emas berpendar dalam aura mahal.
Tapi masalahnya, Tuan Bellion ini tidak sadar diri kalau sifatnya yang pengecut dan menyebalkan selalu membuat perempuan manapun kabur. Salah satunya adalah, ia akan melompat ke atas kursi lebih cepat dibanding wanita ketika seekor serangga tiba-tiba muncul.
"Tawamu kencang sekali. Sudah puas mengejekku?" interupsi Bellion, lama-lama kesal juga menghadapi Vincent. Mungkin karena sudah terlalu lama berbaur dengan Margrave, selera humor pria tua itu jadi ikut aneh.
"Tidak, Tuan. Jangan salam paham, saya hanya teringat kenangan yang dulu-dulu," sanggah Vincent, mengusap ujung mata dengan punggung jari. “Daripada itu, saya lega Anda bersedia kembali ke Aslett tanpa harus saya paksa. Tahukah Anda? Margrave menyuruh saya meledakkan biji Anda dengan petasan jika Anda bersikeras tidak mau kembali.”
Hening lagi.
Muka tenang Vincent membuat Bellion berpikir dia mungkin hanya mengada-ada. Lantas, seperti biasa, Bellion menyunggingkan smirk arogan. "Bercanda pun tetap ada batasnya, Vincent." Aku adalah satu-satunya anak Ibu. Mana mungkin pak tua jenggotan itu berani melukai keponakannya sendiri?
Ketika Vincent benar-benar mengeluarkan dua petasan dari balik saku jas, Bellion tarik kembali ucapannya yang mengira Vincent hanya bercanda. Dia spontan menutup asetnya dengan kedua tangan. “Kau gila!”
"Hahaha, jangan khawatir. Saya tidak mungkin menghancurkan masa depan Anda," sahut Vincent, kembali memasukkan petasan seolah itu adalah barang biasa yang wajar dibawa kemana-mana.
Sungguh sinting pak tua yang dilayani Vincent itu! Masa menyuruh bawahannya membunuh keponakan sendiri? Margrave Delzaka merupakan kakak dari pihak ibunya. Usai memenangkan sebuah peperangan besar, ia menerima gelar 'Margrave' serta properti berlimpah sebagai tanda jasa.
Orang-orang mungkin mengenalnya sebagai Legenda Perang yang gahar dan kharismatik. Namun, bagi Bellion, ia tidak lebih dari sekedar pria tua dengan tekanan darah tinggi. Bellion sangat mengenal betapa tegasnya pria itu. Margrave pasti memerintahkan Vincent, sang Asisten, untuk membawanya pulang apapun yang terjadi. Entah dalam kondisi gila atau sekarat, yang penting dirinya masih bernapas.
“Vincent, aku heran kau masih bisa waras setelah bekerja dengan Paman.”
“Awalnya memang sulit. Tapi sekarang saya sudah terbiasa. Sebagai orang yang masih muda, tolong maklumilah saja, Tuan. Beliau hanya berharap seluruh anggota keluarga berkumpul bersama.”
Vincent mengerti mengapa Margrave begitu kesal. Tuan Bellion telah meninggalkan tanah kelahirannya sejak lima tahun lalu, tapi ia bahkan tidak menengok pulang setelah itu. Seperti anak durhaka yang melupakan keluarga sendiri, singkatnya.
Obrolan mereka terhenti begitu Bellion tiba-tiba terkesiap saat melihat sesuatu di luar. Dia langsung memberi sinyal pada sang kusir untuk menepi. Kurang dari satu detik usai roda kereta berhenti, pria itu bergegas keluar.
"Tunggu, Tuan! Anda mau kemana?" cegah Vincent.
"Tenanglah, Pak Tua Cerewet. Aku bukan mencoba kabur."
Entah karena tampang, atau mantel mewah yang tersampir dikedua bahu gagah itu terlalu mencolok di antara keramaian rakyat biasa, kemunculan Bellion dari kereta berkuda putih memberi efek sihir bagi orang-orang sekitar. Mereka tersipu tanpa sadar.
“Tuan, Anda dilihat orang-orang.”
“Bukankah justru aneh kalau mereka tidak terpukau begitu melihatku?”
"...," Huft, mulai lagi. Vincent berharap dapat menutup telinganya mulai sekarang.
Berjalan tak jauh dari kereta menepi, Bellion memandang sebuah bangunan cukup besar di hadapannya. “Mari kita mampir di sini sebentar.”
Alis Vincent terangkat heran, mengira pria itu salah tempat. “Anda sungguh akan menginjakkan kaki di tempat yang menurut Anda sangat kotor ini?”
Bellion menatap Vincent datar. Rasanya seperti tekadnya dipatahkan dalam sekejap. Padahal ia sudah berusaha mengumpulkan keberanian untuk mendatangi toko kumuh ini sejak berangkat dari Goldshire. "Hei, seburuk apa aku di matamu? Setidaknya diam atau beri aku dukungan mental daripada mengatai yang tidak-tidak."
"Baiklah, maafkan saya. Tapi, dari sekian banyak toko buku di wilayah Aslett, mengapa Anda memilih Loca?"
Loca adalah nama toko buku sederhana di depan mereka yang sebentar lagi akan menjadi tempat bersejarah bagi kaum elit bernama Bellion menapakkan kaki. Tentu ini bukan hal luar biasa, tapi BENAR-BENAR SANGAT LUAR BIASA!
Sembari mengapit dagu dengan jari, Bellion menyahut pertanyaan Vincent. “Seseorang pernah merekomendasikan padaku tempat ini. Yah, meskipun dari luar bangunannya jelek sekali dan bukan seleraku. Tidak apa-apa, aku hanya akan masuk sebentar dan melupakannya seumur hidup.”
Ha?
Tanpa menunggu Vincent berhenti menatapnya cengo, Bellion segera berjalan mendekati bangunan. Sebentar lagi, dia akan memecahkan rekor. Bellion Azazel, laki-laki 29 tahun yang hampir tidak pernah menginjakkan kaki di toko rakyat biasa, memasuki area tersebut atas inisiatifnya sendi-,
Bruk!
To be continue…
BAB DUA
🍁GADIS KECIL BERAMBUT KEPANG🍁
Bellion segera berjalan mendekati bangunan. Sebentar lagi, dia akan memecahkan rekor. Bellion Azazel, laki-laki 29 tahun yang hampir tidak pernah menginjakkan kaki di toko rakyat biasa, memasuki area tersebut atas inisiatifnya sendi-,
Bruk!
Saking fokusnya mencapai pintu masuk, Bellion tidak menyadari dua remaja berlari ke arahnya. Mereka menabraknya hingga terpental mundur. Meskipun badan kokoh Bellion tak terguncang, benda kecil seukuran telapak tangan yang ia simpan di dalam saku justru menjadi korban. Benda itu terhempas keluar dan menggelinding masuk ke lubang horisontal berukuran kecil begitu saja.
"TIDAAAK!" pekik Bellion tak terelakan.
Nyali dua remaja tersebut sontak menciut bahkan sebelum Bellion menoleh. Bagaimana tidak panik? Suara geramnya saja sudah cukup memberi tekanan luar biasa pada mereka.
Gawat! Dilihat dari penampilannya, jelas-jelas lelaki berbadan tinggi yang tak sengaja mereka buat marah ini adalah seorang bangsawan elit. Masalah sepele pasti tidak akan dibiarkan berlalu begitu saja!
“Maaf, Tu-tuan!”
"To-tolong ampuni kami!"
Bellion mengencangkan rahang, sementara mata intensnya menyelami gua kecil dimana jam kompasnya tertelan. “Rakyat jelata menyebalkan.”
“Maaf?”
"Ini tidak akan terjadi seandainya kalian punya mata!" Gertakan nyalang Bellion kontan membuat mereka terperanjat.
Nah, ini dia. Seburuk itulah Tuan Bellion di mata Vincent. Bellion memiliki dendam tersendiri terhadap sesuatu yang namanya rakyat jelata. Mau tua, muda, laki-laki atau perempuan, kalau orang itu bukan berasal dari kaum bangsawan, maka Bellion akan melihatnya seperti hama.
Vincent bergegas menengahi sebelum Tuan Bellion berbicara menggunakan tinjunya. “Tuan, tolong sabarlah. Lagipula mereka sudah minta maaf.”
"Vincent! Gara-gara mereka jamku masuk ke gorong-gorong yang gelap dan kotor itu! Bagaimana kalau dihinggapi serangga?!"
Vincent menghela napas lelah. Percaya atau tidak, menghadapi orang seperti Tuan Bellion lebih menguras tenaga dibanding Margrave. Meskipun galak dan keras kepala, setidaknya Margrave tidak rewel seperti anak manja yang harus dikabulkan permintaannya.
Oh, ayolah! Itu cuma jam kompas model lama. Beliau bahkan bisa memborong seratus buah lagi. Ada apa dengan orang yang suka membuang barang yang telah dipakai sekali ini? Seperti bukan Tuan Bellion saja.
"Tuan, itu cuma rongsokan. Anda bisa memborong seratus buah lagi," sarkas Vincent.
“Rongsokan?! Itu benda yang sangat berharga! Nyawa mereka saja tidak cukup untuk membayarnya!”
Orang-orang mulai berkerumun, tertarik menonton pertunjukkan baku hantam tersebut. Kapan lagi mereka bisa menyaksikan drama gratisan. Iya, kan?
"Tuan, sudah cukup. Berhenti membuat keributan. Anda bisa dicincang habis kalau berita ini sampai terdengar ke telinga Margrave." Sekali lagi, Vincent memperingati. Agaknya seluruh ucapannya hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri karena Tuan Bellion tidak mau dengar sama sekali!
Dia mencekal kemeja salah satu remaja pucat tersebut, kemudian mengangkatnya hingga tatapan mereka sejajar. Tidak tahu harus menghentikan dengan cara apa lagi, Vincent akhirnya menggunakan jalan terakhir. "Tuan, tolong berhenti jika Anda masih sayang 'biji'!"
Rupanya, ancaman barusan terbukti ampuh. Bellion menghempaskan cengkramannya biarpun masih belum rela seratus persen. "Sial!" Kalau saja bukan karena Vincent membawa petasan, dia pasti sudah memberi mereka pelajaran.
"Baiklah, aku akan melepaskan kalian. Sebagai gantinya, bagaimana kalian akan bertanggung jawab atas benda berhargaku yang masuk ke sana?" Bellion bersedekap tanpa mengubah ekspresi kerasnya, berusaha menahan diri untuk tidak menghajar mereka.
"Anu, saya-, saya akan coba cari tongkat untuk meraih-,"
“Dengan cara itu kau yakin bisa mengambilnya tanpa membuat jamku tergores?! Belum lagi tanah yang becek! Di dalam sana mungkin lembab dan berlumut! Kalian yakin jam itu akan baik-,”
Sesuatu di bawah tiba-tiba menarik-narik celana Bellion. Perhatian Bellion pun spontan teralihkan. Ternyata ada makhluk kecil sedang memberanikan diri menghadapinya di bawah sana.
Kepang?
Itu adalah kata yang terbesit pertama kali di pikiran Bellion saat melihat si bocah. "Apa?!" ketusnya, malas beramah tamah. Mengganggu saja!
Toh, tidak ada gunanya bersikap baik pada anak kecil. Bellion benci semua anak-anak di muka bumi ini. Mau mereka gemuk, imut, nakal, cengeng, atau sangat menurut sekalipun tidak ada yang terkecuali.
Alih-alih takut dengan gertakannya, bocah kecil itu justru melakukan sesuatu yang agak lain. "Ung." Dia meraih tangan Bellion, menitipkan boneka usang miliknya di sana dan merangkak masuk ke dalam gorong-gorong.
"Tuan, apa yang Anda lakukan pada anak kecil?!" heboh Vincent, menatap Bellion seakan-akan lelaki itu telah melakukan perbuatan tercela.
“Vincent, apa maksudmu? Aku tidak melakukan apapun, loh.”
“Cepat keluarkan dia!”
“Kenapa harus aku?”
“Anda, kan, orang jahat yang menyuruhnya masuk ke sana!”
"Ha? Kapan aku melakukannya?"
“Barusan Anda melakukannya!”
“Apa? Tidak! Itu bukan-,”
Kalimat Bellion terjeda. Si kecil rupanya tidak butuh waktu lama berada di dalam sana. Dia segera keluar, mengambil alih bonekanya dari genggaman Bellion dan menggantikan tempat kosong itu dengan jam kompas.
Dalam seperkian detik, Bellion termangu. Dia kira bocah itu memasuki lubang gorong-gorong hanya untuk bermain. Siapa sangka ternyata dia justru membantu? Tetapi, tetap saja tidak ada kebaikan gratis di dunia ini. Ya, kan?
"Kau. Berapa yang kau minta?" Bellion yakin cebol berponi ini juga mengincar sesuatu darinya. Entah uang, perhiasan, rumah atau barang-,
"U-ung." Si kecil menggeleng.
“Jangan bohong. Tidak mungkin kau membantu tanpa mengharapkan imbalan dariku.”
Alih-alih menyahut, cebol aneh dengan poni hitam membenam separuh wajah itu hanya mengeluarkan senyuman lebar. “Hehe.”
Deg!
Bulu kuduk Bellion berdiri tanpa sadar. Barusan anak ini..., mengancamku, kan?
Luar biasa. Seumur hidup, baru kali ini Bellion bertemu anak kecil yang berani menantangnya. Padahal dia cuma sekecil biji, tapi nyalinya sungguh tak terkira. Istilah fisik helokiti tapi mental setangguh mafia cocok menggambarkan sosoknya yang berkepang dua.
Mana tingginya cuma sepaha.
Bak pemimpin klan, si cebol kemudian pergi diikuti dua remaja korban penindasan Bellion sebelumnya. Dia bahkan tidak perlu melakukan apa-apa saat melewati keramaian. Orang-orang secara otomatis memberinya jalan.
Rasanya aku pernah melihat wajah itu, tapi dimana? Bellion terus terpana menyaksikan punggung mini si cebol membelah kerumunan dengan gagah berani. Sampai dia sendiri tidak sadar jam kompasnya telah dipenuhi lumpur.
Detik berikutnya, Vincent menyadarkan itu dengan tawa puas sekali. “Haha. Tuan, lihat tangan Anda.”
“Akh! SHIBAL!”
To be continue…
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
