FIRST DAY

0
0
Deskripsi

Secarik kertas tidak sengaja terinjak olehnya. Perlahan badannya membungkuk dan mengambil kertas itu. Tanpa banyak bicara, matanya perlahan membaca satu demi satu kalimat yang tertulis di dalamnya. Senyum manis pun terukir di wajahnya sebelum berbicara, “Boleh, ayo jadian.”

 

01-FIRST DAY

Hembusan angin menerpa wajah seorang pria yang duduk termangu di bangkunya. Helaian rambutnya sesekali menari pelan mengikuti hembusan angin. Matanya menatap kosong lapangan basket yang sudah dibasahi hujan. Rasanya hatinya juga sedang ikut menangis bersama hujan yang turun dengan deras. Bahkan teman di sebelahnya beberapa kali melihat ke arahnya dan menatap ke arahnya sedih.
 

“Haah...”
 

Entah sudah berapa kali hembusan napas berat keluar dari bibir pria ini. Tatapan matanya mulai kosong dan keheningan mendadak meliputinya setelah dirinya mengunjungi balkon sekolah.
 

Plak!
 

Tangannya tiba-tiba menampar pipinya sendiri dan membuatnya melenguh pelan. Tiba-tiba saja kilasan balik akan kisahnya saat di teras atas sekolah tadi membuatnya bergidik. Satu kalimat yang terus terngiang-ngiang di kepalanyalah yang membuat semua kekacauan di hari ini.
 

‘Boleh, ayo jadian.’
 

Kalimat yang seharusnya membuat semua orang yang menyatakan cinta mereka senang bukan main malah menjadi kalimat yang sekarang menghantui pria ini. Rasanya ingin menghilang di saat itu juga saat mendengarnya.
 

“El-!"

"Ciel!”
 

Ciel dengan cepat menoleh ke asal suara yang memanggilnya dengan lantang. Senyum pasrahnya mengembang melihat guru yang sudah melihat ke arahnya dengan galak.
 

“Pertemuan besok, kamu yang presentasi pertama.”
 

Ciel dengan cepat ingin berdalih namun terhentikan oleh suara bel yang sangat keras. Pak guru dengan senyum kemenangan melihat ke arahnya dan kembali ke meja guru bergegas keluar dari kelas.
 

“Gokil bro! Semangat ye, bagian lu besok lumayan lah. Perbedaan Bahasa Indonesia sekarang dan lampau aja sih, gua yakin kalo lu mah pasti bisa.” Ciel melihat ke arahnya malas dan mengeluh kesal.
 

“Males banget ya Tuhan... semoga besoknya lagi yang ditunjuk elu, please banget God.”
 

“Ngaco banget sih lu kalo doa.”
 

Leo mendorong bahu Ciel pelan sebelum merangkulnya akrab.
 

“Btw, gimana tadi? Diterima?”
 

Ciel melihat ke arahnya dan menghembuskan napas lagi dengan berat. Ingin rasanya Ciel meninju temannya ini, namun tenaganya bahkan sekarang tidak ada. Doanya bahkan sekarang ganti dengan pulang cepat. Ciel ingin rasanya kabur dan menghilang di hari yang rasanya berjalan sangat lama.
 

Leo yang melihat perubahan pada raut wajah Ciel membuatnya dengan cepat mengelus bahu Ciel pelan.
 

“Tenang El, masih banyak cewe di luar sana yang pasti mau sama lu.”
 

Ciel hanya menatap Leo sebentar dan matanya kembali melihat ke lapangan basket yang sekarang sudah diwarnai payung warna-warni. Beberapa murid sudah berjalan dengan payung mereka ke arah kantin yang letaknya berseberangan dengan kelas mereka. Biasanya Ciel dan Leo menerobos hujan untuk bersantai di kantin. Hanya saja, rasa malas Ciel ke kantin sepertinya merambat ke Leo yang memilih bermain dengan HPnya sekarang.
 

“Ciel? Ada yang cari kamu.”
 

Seorang siswi menghampirinya dan menunjuk ke arah pintu kelas yang setengah terbuka. Terlihat seseorang memang sedang berdiri menunggunya. Rambutnya yang agak panjang berwarna coklat kekuningan sedikit terlihat dari kaca pintu kelas.
 

Ciel yang menyadari siapa gerangan orang yang berdiri di pintu itu pun menatap ke arah Leo dengan horor.
 

“Le... mati dah.”
 

Leo yang masih serius bermain dengan HP nya pun menganggukan kepalanya dan malah bergumam, “Iya deh ini kayaknya bentar lagi gua mati.”
 

Ciel yang mendengar jawaban dari Leo pun menatap ke arahnya yang memang sangat serius dengan permainan di antara tangannya itu dengan pasrah. Senyum tipis terukir di wajahnya dan matanya kembali melirik ke arah pintu kelas. Matanya seketika sedikit terbelalak dan bibirnya spontan terangkat pelan saat matanya bertabrakan dengan sepasang mata yang ternyata sedari tadi sudah melihat ke arahnya.
Perlahan Ciel bangkit dari duduknya dan menghampiri pria yang perlahan tersenyum ke arahnya. Tanpa memberitahu Leo yang masih sibuk bermain, Ciel sudah keluar dari kelas dan berjalan bersama pria tadi dengan tangisan di dalam hatinya meskipun senyum manis terukir di wajahnya.

 

-WHY ME-

“Tadi siapa?”


Ciel yang melihat ke arah pagar sekolah pun menolehkan wajahnya ke arah pria yang sudah duduk di sebelahnya.
 

“Temenku, Leo namanya.”
 

Pria itu pun menganggukkan kepalanya pelan dan membuka botol pokawi di tangannya. Pria itu dengan santai memberikan botol itu untuk Ciel yang juga mengambilnya dengan tidak lupa menundukan kepalanya sedikit untuk berterima kasih.
 

“Ini hari pertama kita ya? Kalo Ciel besok gak sibuk, mau kencan?”
 

Ciel yang sedang meneguk pokawi pun sontak menelan kasar cairan itu sebelum menoleh ke lawan bicaranya kaget.
 

“Kencan? Kak Ray sama aku?”
 

Ray tersenyum ke arah Ciel dan mengelus rambutnya pelan. Kepalanya mengangguk dan matanya masih melihat ke arah Ciel yang sudah menolehkan wajahnya ke arah lain dengan kikuk.
 

“Aku... ada les.”
 

Suaranya yang kecil membuat Ray berdeham pelan dan mendekatkan telinganya. Ciel yang menyadari hal itu pun mengulang kembali perkataannya dengan pelan. Entah kenapa wajahnya terasa panas hanya dengan melakukan hal ini. Bahkan Ray hanya menyuruhnya mengulang kembali kata-katanya bukan menyuruh Ciel menciumnya. Ciel yang sedang mencoba menenangkan diri pun berakhir berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah pagar pembatas rooftop. 
 

Ray tersenyum ke arah Ciel setelah mendengar jawabannya. Ray tau Ciel berbohong, namun bibirnya hanya tersenyum menanggapinya. Sikap Ciel sekarang sudah cukup untuk Ray memaafkannya.
 

Lucu.
 

Satu kata terucapkan di dalam hati Ray yang membuatnya duduk dengan santai melihat ke arah pria yang masih berdiri di dekat pagar yang membuatnya tersenyum sepanjang hari. Pria yang membuatnya tertawa saat melihat wajahnya yang sangat panik tadi pagi. Pria yang membuatnya menerima pengakuan seseorang. Pria yang sukses membuatnya ingin menyadarkannya karena ini merupakan kesalahan besar telah mempermainkannya.
 

Bukanlah suatu berita baru yang mengejutkan seorang pria menyatakan cinta kepadanya. Bahkan beberapa kali, baik itu pria dan wanita, menyatakan cinta mereka kepada Ray. Hanya saja pagi hari ini, pengakuan pertama yang membuatnya tertarik untuk melanjutkannya.
Bayangkan saja, tidak ada penjelasan lebih tapi secarik kertas yang disobek dengan tidak elegannya mampir di mejanya. Tidak seperti pengakuan biasanya yang menggunakan kertas bagus yang dilipat rapih di laci mejanya. Melainkan kertas yang disobek tidak rapih dan ditaruh di bawah botol minumnya yang dingin. Alhasil kertas itupun basah dan Ray hanya bisa melihat tulisan ‘...at rooftop...’ yang sepertinya memang tertulis dari siapa kertas itu, namun karena sudah terkena air cukup lama tintanya pudar dan sulit dibaca.
 

Terlihat sangat tidak niat, bukan?
 

Saat Ray menuju ke rooftop, sudah ada seorang pria yang sibuk melihat ke arah langit dengan senyum manis di wajahnya. Senyum yang sempat membuatnya lupa akan kertas tidak elegan yang membawanya ke rooftop sekarang. Ray pun tersenyum ke arah pria itu yang belum menyadari kehadirannya.
 

Secarik kertas yang kali ini terlipat dengan rapi terlihat di depan pintu. Sayangnya tidak sengaja terinjak oleh Ray dan membuat kertas itu agak kotor. Suara kertas yang terinjak pun membuat pria itu membalikkan badannya dan melihat ke arah Ray kaget. Ray yang sudah memungut secarik kertas itu pun membuka perlahan dan membaca dalam hati isi surat itu. Sedangkan pria di hadapannya berdiri kaku dan hanya bisa melihat ke arahnya dengan pandangan horor.
 

Setelah Ray selesai membaca pesan di dalamnya, senyum terukir di wajahnya dan melihat ke arah pria itu. Sebuah tatapan horor diterimanya dan membuat senyum di wajahnya kembali melebar. Rasanya Ia tau kenapa tatapan tersebut diterimanya. Hanya saja, Ray ingin melihat lebih jauh sampai mana pria ini akan bermain. Sudah lama rasanya Ray tidak merasakan perasaan semenyenangkan ini yang cukup membuat harinya sekilas anehnya terasa lebih baik.
 

“Boleh, ayo jadian.”

-To be Continue-

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya First Date
0
0
“Sudah lama ya?”Ray melihat jam di pergelangan tangannya dan tersenyum lagi ke arah pria tadi.“Baru 30 menit.”Ciel membelalakan matanya panik. Tangannya dengan cepat mengambil HP di tasnya dan melihat jam yang sudah menunjukkan jam 10 lewat. Matanya semakin terbelalak karena dirinya tidaklah telat 30 menit tapi satu jam lebih. Ray yang menyadari hal itu hanya menggenggam tangan Ciel yang lain dan menariknya masuk ke dalam.
Komentar dinonaktifkan
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan