Mamaku Mantan Antagonis: 2

4
0
Deskripsi

🥲 Maaf belum bisa update Ivy. Di sini berisik banget. Saya update Mamaku Mantan Antagonis episode 2 dulu, ya? Nulis yang ringan suasananya. 🥹 Terima kasih.

Andai boleh memilih, lebih baik tidak usah lahir sebagai manusia. Kalau bisa, tidak perlu hidup saja. Aku kenyang makan asam garam bergelut dengan kemiskinan. Romantisasi kemiskinan dalam novel maupun film sungguh tidak sama dengan mencicipi langsung dari piring kemelaratan. Jangankan bermimpi, sekadar menyumpal perut agar tidak keroncongan pun jadi tugas berat.

Sekarang? Sungguh hidup bercandanya keterlaluan. Seolah aku perlu ditempa dengan palu lantas kemudian dibakar menggunakan bara api terpanas. Aku tidak butuh isekai sebagai siapa pun, termasuk putri Kyara dan Karl. Memangnya tidak ada pilihan lain? Maksudku dengan pilihan lain, tidak perlu mendalami asyiknya jadi bayi mantan penjahat kelas teri.

“Lila, Ibu akan menjual dua lukisan terbaru,” Kyara menjelaskan kepadaku rencana mencari uang. Dia tidak peduli bahwa bayi yang bahkan belum tumbuh gigi ini sedang meratapi nasib. Terus saja dia berkicau di hadapanku seolah aku merupakan pendengar yang baik. “Ibu akan membelikanmu mainan, pakaian, dan pakaian!”

Susah payah aku berusaha berguling. Kegiatan ini menguras tenaga. Terlebih, bayi hobi rebahan tidak suka diajak berolahraga dalam bentuk apa pun. Kyara sudah pergi ke sudut lain, entah di mana, dan terdengar suara berisik benda ditumpuk. Aku ingin memberi Kyara ceramah panjang dan lebar, tapi yang keluar dari bibirku cuma waaaaa atau liurku! Aaaaaaa harga diriku!

“Lila tidak boleh nakal,” Kyara memperingatkan. Dia masih belum terlihat dan aku bersumpah akan menghancurkan dunia dengan kutukan kentut bila ketidakberdayaan ini berlangsung melebihi-eh? “Ibu akan menitipkanmu kepada Bibi Eli. Kau tidak boleh nakal, ya?”

Tunggu dulu! Bagaimana bisa Kyara tega meninggalkan bayi imut nan menggemaskan sepertiku?

“Waaaaaaaaaaaaaaa!” raungku, menolak bekerja sama.

Aku mulai memukul alas tidur, menggerakkan seluruh tubuh seolah hendak renang gaya bebas, dan mengerahkan nyanyian terindah.

“Oh astaga!”

Akhirnya Kyara muncul. Dia meraupku dari ranjang bayi, menepuk pelan bahuku, dan berusaha menenangkanku.

“Ibu tidak bisa membawamu, Sayang.”

Omong kosong. Aku tahu Kyara hanya akan pergi mengunjungi seorang penjual lukisan. Dia tidak bisa langsung menjual sendiri hasil karyanya, perlu bantuan semacam anggap saja tengkulak.

“Lila, manisku.”

Tidak perlu rayuan gombal! Aku mau ikut!

“Waaaaaaaaaaaa!”

***

Aku menang! Ahahahahahahahaha! Jangan remehkan kelicikan mantan korban kehidupan! Iya, aku. Dengan bangga kuakui kecerdikanku yang mungkin mengalahkan tokoh mana pun dalam buku dongeng anak-anak. Ahahahahaha!

“Maaf merepotkan.”

Kyara menatap melas kepada Eli yang sedang membantu Kyara memasukkan lukisan ke dalam gerobak. Iya, tidak salah baca. Gerobak. Gerobak sayur! Gerobak yang ditarik oleh seekor bagal gemuk. Di dalam gerobak ada dua keranjang kentang, dua keranjang ubi, dan tambahan penumpang: Eli beserta lukisan yang dibungkus rapi.

Aku berada dalam gendongan Kyara. Pura-pura tertarik mengamati kupu-kupu sebesar kepalan tangan orang dewasa.

“Tidak masalah,” kata Eli sembari melempar senyum. “Akan kupastikan kau mendapat harga yang layak.”

“Maafkan aku. Lila mendadak tidak bisa diajak bekerjasama.”

Idih. Aku tidak mau ditinggal! Enak saja menitipkanku kepada Eli! Lagi pula, aku cemas ada orang yang mengenali Kyara sebagai salah satu anggota keluarga kerajaan. Sekalipun Karl sendiri telah melepaskan Kyara, tapi tidak menutup kemungkinan ada manusia ember yang melaporkan kami!

Kyara melambaikan tangan, mengantar kepergian Eli.

“Wadaaaa!” seruku terlampau bersemangat.

“Kenapa kau mendadak tidak mau dititipkan?” Kyara mengeluh. Dia mengamatiku dengan tatapan sedih seolah aku telah melakukan hal buruk. “Ibu berencana menemui pelanggan baru.”

“Awawawawa!” Aku menepuk wajah ibuku. Gerakan yang ampuh membuatnya tersenyum.

“Benar juga. Ibu bisa mendapatkan pelanggan baru!”

Itu baru semangat!

***

Eli pulang membawa uang dan beberapa barang. Buah, peralatan lukis, dan mainan-hah? Siapa yang butuh mainan?! Beri aku uang!

“Waaaaa!” Aku berusaha memeluk kantong berisi uang, tapi benda indah itu dirampas oleh Kyara. Dia menjauhkanku dari uang. Oh uangku! “Wa!”

Dengan teganya Kyara membaringkanku di ranjang bayi! Dia sibuk menjamu Eli dengan teh dan kue. Mereka bercakap-cakap dan tidak peduli ada bayi yang butuh uang!

“Pelanggan yang seharusnya bertemu denganmu menitipkan pesan.”

“Eli, apa dia marah?”

Bisa kudengar nada waswas dalam suara Kyara. Mungkin dia menyesal telah terpikat diriku, tapi hmmm aku memang sulit ditolak siapa pun. Aku bayi sakti! Sakti!

“Dia akan menemuimu,” Eli menjelaskan, “besok. Di sini.”

“Astaga. Apa tidak salah dengar?”

“Ky, aku tidak tahu identitas pelangganmu. Namun, satu hal yang bisa kupastikan. Dia bukan orang biasa. Mungkin seorang count?”

“Aku hanya bekerja sesuai dengan peraturan kerajaan,” keluh Kyara. “Tidak ada aturan yang kulanggar. Jadi, kau tidak perlu cemas. Lagi pula, dia hanya ingin dibuatkan sebuah lukisan. Sayangnya siang ini aku tidak sempat menemuinya karena Lila tidak ingin ditinggal. Dia memang menggemaskan. Semoga dia selalu lengket kepadaku.”

Hmmm aku lengket kepada uang. Motivasi terbesarku menjalani hidup, yang semakin tidak ingin kujalani, ialah uang.

“Dia sepertinya orang yang baik,” komentar Eli memberi bintang lima kepada entah siapa. “Aku juga telah memperingatkan dia bahwa kau memiliki seorang bayi yang sangat sensitif terhadap orang asing. Mainan yang kubawa ini pun hadiah darinya. Jarang aku bertemu pria sebaik itu.”

Sogokan! Iiiiiih aku minta mentahan saja.

“Oh hampir saja,” Eli menambahkan. “Raja membuat peraturan baru. Semua bangsawan wajib membayar ganti rugi kepada penyihir yang telah menjadi korban perbudakan mereka. Astaga, Ky. Raja kita jelas selalu bisa mengejutkanku. Setelah menghukum mati putra baron dan seorang count, dia pasti akan mengubah beberapa peraturan. Kupastikan peraturan itu akan berpihak kepada penyihir.”

“O-oh benarkah? Eli, apa kau bisa mengajariku cara membuat sup labu? Masakanmu sungguh sedap dan aku ingin tahu caranya.”

Pengalih perhatian. Kyara pasti tidak suka mendengar kabar mantan pacar yang mungkin bisa kusebut mantan kekasih. Buktinya, dia langsung menggiring Eli ke dapur.

Terus terang aku tidak peduli kepada si penyumbang benih. Dia menyebalkan. Aku tidak suka karakternya dan baguslah ibuku telah sadar dan memilih menjauh.

Hmmm tunggu dulu. Aku sepertinya melupakan sesuatu yang penting.

“Waaaaaaaaaaa!”

“Astaga, Lila! Maaf Ibu lupa! Kenapa kau belum tidur, Sayang?”

Hiks ini menyebalkan. Padahal dia tahu bahwa aku tidak suka berjauhan dengannya. Namun, masih saja dia membiarkanku sendirian di ranjang bayi. Sekalipun rumah kami kecil dan lebih cocok disebut sarang kurcaci, tapi astagaaaa jangan tinggalkan aku!

“Awaaaaa!”

“Iya, Ibu salah. Maaf. Maaf!”

Kyara membawaku serta ke dapur. Di sana pun sudah ada kotak kayu yang khusus diperuntukkan bagiku. Tenang, tidak keras. Di sana sudah ada alas empuk dan aku bisa mengamati ibuku memasak dari jarak aman.

“Lila, jangan nakal.”

Aku berbaring dengan nyaman. Sesekali melatih gerakan berguling, setelah itu aku akan berusaha merangkak, lalu berdiri, lalu MENGUASAI DUNIA AHAHAHAHAHA!

“Lila pasti akan suka sup sayur, ‘kan?”

“...”

Tidaaaaaaaaaak!

*** 
Selesai ditulis pada 31 Oktober 2024.

*** 
Maaf Ivy telat update. Di sini berisik banget! Saya nggak bisa konsentrasi nulis adegan serius! Nangis!

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Dear Lady Ivy: 40
4
0
Halooooooooo! Dear Lady Ivy episode 40 sudah terbiiiiit!🥹♥️
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan