Asing Di Rumah Sendiri

2
0
Deskripsi

Lanjutan dari Chapter 1 : Rumah Tusuk Sate Series | Karya ini akan terbuka untuk publik ketika vlog cerita ku rilis di youtube • 

kabut asap tipis berwarna kebiruan itu menembus sudut itu kemudian aku mendengar hentakan suara dari telinga kanan ku, hentakan nya begitu ramai di tanah. Namun aku tidak bisa menoleh kesebelah kanan, kepala dan leher ku juga kaku, hanya mataku yang bisa bergerak ke kanan dan ke kiri. Aku semakin ketakutan dan sosok itu hadir berduyun duyun, aku melihat…

Chapter 2

Asing Di Rumah Sendiri

                 Jam menunjukan waktu 11 siang, mentari begitu terik namun belum terlalu panas. Aku berjalan pulang sekolah  bersama 1 teman ku di kelas 6 SD, atik namanya rumah nya terpaut 4 rumah dari rumah ku. Aku berhenti di depan rumah ku dan atik melanjutkan kepulangannya. Di depan muka rumah aku melihat ke arah dalam, dari tempat aku berdiri ini sebenarnya hanya telihat atap rumah ku saja karena bentuk rumah ku seperti masuk kedalam tanah, lebih rendah dari jalan umum, tapi aku masih bisa melihat jendela kaca dan dalamnya yang gelap hanya tersinari satu garis sinar matahari yang menembus genting kaca di atap rumah, pintu rumah dari kayu berwarna coklat dan masih tertutup. Aku sudah bisa menebak pasti ayah ku belum pulang dari warung, dan ke empat kaka ku juga belum pulang dari kegiatan mereka masing masing, ada yang sekolah SMP ada yang sudah kerja. Seketika aku menghela nafas, ingin masuk ganti baju tapi aku begitu merasa ketakutan untuk masuk rumah sendiri yang dalam pandangan ku terasa mencekam. Alhasil aku menunggu ayah ku pulang kerumah, aku memanjat pendek pohon apel sawo yang berada di depan rumah ku sebelah kanan dengan masih menggunakan seragam SD merah putih lengkap dengan sepatu dan tas. Depan rumah ku terdapat 3 pohon apel sawo besar dan 1 pohon jambu air besar, bagian depan terdapat tanaman tumpang sari sebagai pagar tumbuhan. Aku kini menghadap ke arah utara sedangkan rumah ku menghadap ke selatan. Di sana terdapat sumur yang terlihat tua entah itu sumur baru yang dibikin oleh orang tua ku atau dari dulu sudah ada di sana. di area sumur itu daratannya lebih rendah lagi dari rumah ku. Ku lihat ke arah langit, awan putih bergelantungan. Angin sumilir menerpa ku dan dedaunan sekitar ku pun bergoyang. "kruyuk kriyuk" suara perut ku lapar mulai berbunyi, tak berselang lama ayah dengan mengendarai motor jialingnya yang rusak rusak itu datang, hati ku sebagai anak kecil begitu bahagia. Akhirnya ayah pulang dari warung ibu dan membawakan ku sebungkus nasi sambel dan telur dadar. Kami pun masuk kedalam rumah. Udara didalam rumah ku terasa lembab dan dingin, mungkin karena bentuk rumah ku yang lebih rendah dari jalan umum seperti masuk kedalam tanah, entahlah. Setelah selesai ganti baju, sholat dzuhur dan makan bekal yang dibawa oleh ayah ku, aku mengambil mainan yang berada di dalam ruangan menuju ke kamar mandi bawah tanah. Sebenarnya aku takut sekali untuk masuk ruangan ini, meskipun aku tidak melihat ke bawah tangga yang menuju ke kamar mandi bawah tanah yang gelap dan hanya bercahayakan lampu bolam kuning orange 5 watt seperti jalan menuju goa. Namun bagaimana lagi orang tua ku menaruh sekardus mainan ku di sana. Ku lihat ayah ku berada di teras memperbaiki motornya, di sekeliling ku 4 kamar tidur tertutup rapat, aku coba mencari alat yang bisa ku buat untuk mendorong pintu ruangan kamar mandi bawah tanah tersebut dari jarak jauh agar terbuka dahulu tapi tidak ada yang bisa ku pakai. Akhirnya ku beranikan diri untuk mendekat ke ruangan tersebut, dan mendorong pintunya kemudian aku secepat mungkin berlari ke teras rumah. Setelah ku lihat dari luar pintu sudah terbuka dan aku bisa melihat sekotak kardus mainan ku disana tersinari segaris cahaya matahari dari atap. Aku menghela nafas kembali karena tidak ada apa apa yang terjadi. Dengan gerakan cepat lagi aku mengambil sekardus mainan ku dan menutup pintu ruangan tersebut.

illustration by fawsharam

 

                Sore itu ayah ku mulai pergi keluar rumah dengan motornya, dan tinggal lah aku sendirian masih bermain dengan sekardus mainan ku, ke empat kaka ku masih belum pulang juga. Aku berpindah tempat untuk bermain dari ruang tengah rumah ke area teras yang tertutupi oleh tanaman pagar tumpang sari, di sini aku merasa aman dan tidak takut, cahaya matahari mulai bersinar dari arah barat menerpa tiang tiang dan lantai rumah ku yang berwarna kuning. Ditengah permainan aku merasa ingin kencing, namun aku takut untuk masuk rumah kembali. Karena sudah tak tertahan akhirnya aku beranikan diri lari ke kamar mandi kedua. Kamar mandi ini melewati ruang tengah, musola dan dapur. aku berlari agak kencang dan menghidupkan lampu kamar mandi berwarna putih. Dikamar mandi ini aku tidak terlalu takut karena aku sering memakai nya, begitu juga dengan kakak kakak ku, jarang ada yang mau pakai kamar mandi bawah tanah. Selesai kencing aku keluar dari kamar mandi dan melihat ke arah timur, disini adalah tempat untuk menjemur baju, dan dibawahnya ada sebuah ruangan gudang gelap dan lembab dihubungkan dengan tangga kecil. Dari tempat jemuran aku bisa melihat ke belakang rumah ku berupa kebun pohon pisang agak luas karena bentuk rumah ku bagian sini terbuka, dan aku sering merasa seperti ada yang membisiki ku, sebuah dorongan untuk meloncat dari atas ke bawah, hal ini sering terjadi dan membuat ku takut untuk berlama lama di ruang jemur menuju ruang gudang bawah ini, jika disuruh mengambil sesuatu di sini aku juga akan bergerak cepat agar bisa segera pergi dari sini, jika malam tiba aku juga tidak berani untuk menoleh ke arah sini, biasanya aku akan berlari dari dalam kamar mandi kedua ini menuju ruang tengah.

                Mentari semakin meredup, keluarga ku belum ada yang pulang. Aku bersihkan mainan ku kedalam kardus dan aku taruh di ruang tengah. Jam menunjukan pukul 3 sore, denting loncengnya bergema mengisi seluruh ruangan di rumah ini menyatu dengan kesunyian dan remang remang. "deeeenggg deeeengggg deeenggg" suara jam dinding kuno yang terbuat dari kayu dan masih ada bandul yang mengayun ke kanan dan ke kiri, mungkin ini jam antik karena ayah ku juga pernah berjualan barang barang antik. Takut takut namun aku beranikan diri karena ada acara tv kesukaan ku, di ruang tengah aku hidupkan televisi jadul yang masih berlayar cembung hitam putih, dan pencari cenel yang di putar untuk mencari acara televisi kesukaan ku di TVRI yaitu unyil usro. Aku tiduran di lantai sambil menonton acara ini, sebelah kiri ku tepat pintu dapur, angin terasa sepoy menerpa ku dari arah dapur. Nafas ku mulai santai sambil menikmati acara televisi dan melupakan segala hal yang aku takutkan di rumah ini. Selang beberapa waktu tiba tiba sekujur badan ku terasa kaku dan tidak bisa bergerak, "ada apa ini ?" suara ku dalam hati karena mulut ku pun tidak bisa terbuka, mata ku bisa berkedip namun aku tidak bisa menutupnya lama, seolah dipaksa untuk terbuka dan melihat apa yang ada di sekitar ku. Nafas ku yang mulanya santai kini mulai terengah berat, aku melihat kabut tipis mulai muncul dari sebelah sisi mata kanan ku menuju ke kiri melewati atas tubuh ku, seketika cahaya sore makin meredup dengan cepat namun belum begitu gelap dan aku masih bisa melihat semuanya dengan jelas apa saja di sekitar ku. Televisi ku masih menyala namun tidak ada suaranya, di antara televisi dan pintu dapur di situ ada sudut siku tembok 90 derajat, kabut asap tipis berwarna kebiruan itu menembus sudut itu kemudian aku mendengar hentakan suara dari telinga kanan ku, hentakan nya begitu ramai di tanah. Namun aku tidak bisa menoleh kesebelah kanan, kepala dan leher ku juga kaku, hanya mataku yang bisa bergerak ke kanan dan ke kiri. Aku semakin ketakutan dan sosok itu hadir berduyun duyun, aku melihat pocong, kuntilanak berbaju putih, sosok kakek kurus bercaping, mereka membawa tandu dan terlihat bersuka cita, berjalan berarakan semua serba putih dan pucat, mereka melayang tidak menapak tanah dan menginjak tepat di atas tubuh ku melewati ku, berjalan berduyun duyun menembus sudut siku di tembok tadi. Begitu banyak dan panjang hingga aku sangat ketakutan, aku tidak bisa menutup mata ku untuk tidak melihat mereka semua. Kejadian itu terasa begitu lama, hingga mereka semua selesai menghilang sampai baris terakhir menembus tembok beserta kabut asap kebiruan tadi, seketika sekujur tubuhku bisa bergerak kembali, aku terbangun dan ibu ku sudah pulang dari warung dengan sisa jualan yang tidak laku berjalan masuk melalui teras. Aku masih terengah dan merasa takut, aku hanya bisa diam dan tidak menceritakannya kepada ibu ku. ( to be continue… )

*****

Title Series : Rumah Tusuk Sate

Genre : Heavy Horror

Terima kasih sudah membaca karya ku, jangan lupa beri dukungan buat saya ya. Dengan cara meninggalkan komentar positif, like, serta kalian juga bisa memberi ku tip untuk menyemangati ku membuat konten di karyakarsa ini.

Salam, Fawsharam

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Nestapa Dewasa
2
0
Lanjutan Chapter 2 : Rumah Tusuk Sate Series Dengan sangat perlahan mata ini mengikuti pergerakan kepala ku, astaga dalam batin ku. Itu apa ? sebuah kaki berwarna hitam seperti bayangan siluet nampak dalam pandangan ku pertama kali, semakin ku mendangakan kepala ku semakin terlihat bagian tubuh lainnya. aaaa jerit ku sambil…
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan