BAB 10

11
5
Deskripsi

Ra Tanca cemburu dan marah melihat kedekatan Dyah Wiyat dan Kudamerta.

Sejak pertemuan mereka di tempat latihan memanah kerajaan Majapahit, Putri Dyah Wiyat dan Raden Kudamerta semakin dekat. Namun, kedekatan keduanya hanya dianggap sebuah pertemanan oleh Dyah Wiyat berbeda dengan yang dirasakan oleh Raden Kudamerta.

Raden Kudamerta pun semakin sering datang ke istana kerajaan Majapahit. Meski jarak jauh,dia tetap mendatangi Putri Dyah Wiyat demi tercapainya tujuannya.

Suatu hari, Raden Kudamerta kembali mengunjungi Putri Dyah Wiyat didampingi dengan beberapa prajurit Wengker.

"Selamat sore putri !" sapa Raden Kudamerta mendatangi Putri Dyah Wiyat yang sedang duduk di area taman depan istana. Menjadi kebiasaan putri Dyah Wiyat saat dia mulai merindukan kekasihnya itu selalu duduk di taman depan. Saat itu bunga-bunga di taman itu bermekar indah sehingga membuat hati Putri cantik itu merasa tenang.

"Selamat sore Raden. Raden datang kesini lagi? ada keperluan apa Raden?" tanya Dyah Wiyat. Raden Kudamerta selalu membuat alasan saat dia datang ke istana Majapahit karena dia tahu bahwa sebenarnya Putri Dyah Wiyat belum mencintainya.

"Ehm…ada sedikit kepentingan dengan Raja Jayanegara. Tapi saat melihat tuan putri disini, aku ingin duduk disini juga bersama Putri Dyah Wiyat sambil melihat bunga yang indah," jawab Kudamerta. Sebenarnya tidak sedikitpun dia ada kepentingan di Majapahit. Dia berusaha untuk terus mendekati sang Putri pujaan hati.

Dyah Wiyat hanya diam mendengar jawaban dari Raden Kudamerta. Dia masih belum berhenti memikirkan kekasihnya Ra Tanca. Sudah beberapa hari Ra Tanca tidak datang ke Istana Majapahit. Dia hanya datang jika ada orang di istana yang sedang sakit. Kadang dia berharap sering sakit agar kekasihnya itu sering datang ke istana Majapahit. Tapi, sekalipun dia tidak pernah sakit sampai detik ini. Seolah alam tidak mengizinkan mereka untuk bertemu.

"Aku lihat kau bermuram durja hari ini? Ada apa Putri?" tanya Kudamerta saat melihat sang Putri terlihat muram dan tidak seceria biasanya.

"Tidak ada apa-apa Raden! Aku hanya sedikit memiliki masalah yang tidak bisa aku bagi dengan siapapun," kata Dyah Wiyat.

"Kau bisa berbagi cerita denganku,Putri! tidak usah sungkan."

"Tidak perlu Raden, masalah yang aku hadapi tidak bisa aku beritahukan siapapun termasuk Raden."

"Owh…baiklah tidak apa-apa."

Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang baru saja masuk gerbang istana dan menyaksikan kedekatan mereka dengan hati yang terbakar api cemburu. Mereka berdua memang duduk di kursi taman yang membelakangi gerbang.

Dyah Wiyat dan Kudamerta masih asik berbincang-bincang bahkan kadang mereka tertawa. Raden Kudamerta sedikit mampu mengalihkan pikiran Dyah Wiyat dari kekasihnya. 

"Sebentar Putri," kata Kudamerta.

"Ada apa Raden?"tanya Dyah Wiyat.

Tanpa menjawab Kudamerta sedikit menjauh dari Dyah Wiyat dan memetik setangkai bunga mawar, setelahnya diberikan kepada putri Raja Wijaya itu.

"Ini untuk tuan Putri yang cantik dan baik hati," kata Kudamerta sedikit merayu Dyah Wiyat sambil memberikan setangkai mawar itu.

"Ini untuk apa Raden?" tanya Dyah Wiyat.

"Tidak ada apa-apa putri. Hanya untuk mengurangi kesedihanmu saja."

"Terimakasih Raden, sebenarnya aku tidak membutuhkan ini," kata Dyah Wiyat. Ya…yang dibutuhkan putri itu hanyalah kedatangan Ra Tanca. 

Gerak-gerik mereka berdua tak luput dari pandangan Ra Tanca yang diliputi amarah tapi dia mencoba menahan diri. Tidak mungkin dia akan memarahi laki-laki yang mencoba mendekati kekasihnya itu disini.

"Kau sedang melihat apa Tanca?" tanya prajurit yang hendak masuk ke istana dan melihat Ra Tanca sedang mengamati kedua insan itu.

"Tidak ada apa-apa," jawab Ra Tanca sedikit kaget.

"Kau melihat tuan putri bersama dengan Raden Kudamerta itu ya?" tanya prajurit itu.

"Siapa Raden Kudamerta?"

"Dia raja dari kerajaan Wengker. Sejak undangan perjamuan itu, dia sering datang kesini menemui putri Dyah Wiyat. Sepertinya dia menyukai putri tetapi sampai sekarang di belum meminang putri," jelas prajurit itu yang semakin membuat Ra Tanca memanas.

"...."

"Bukankah mereka sangat cocok?" tanya prajurit itu yang tidak menyadari kecemburuan Ra Tanca.

"Apa kau mengagumi Putri? Sehingga kau mengamati keduanya sejak tadi. Semua prajurit pun mengagumi tuan Putri mungkin termasuk kau juga. Tapi apalah daya, kita hanyalah bawahan yang derajatnya jauh di bawah putri jadi hanya bisa mengaguminya dari jauh saja," kata prajurit itu.

"...."

"Ya sudahlah aku masuk dulu, ada sedikit urusan di dalam. Apakah ada yang sakit, Tanca?"

"Ya, ada beberapa abdi yang sakit hari ini," jawab Ra Tanca singkat.

"Ayo, kita masuk bersama," ajak prajurit itu sambil menggandeng tangan Ra Tanca masuk. Dengan terpaksa Ra Tanca masuk ke dalam istana dengan matanya masih mengawasi gerak gerik keduanya. Dia berharap bahwa cinta sang putri tidak akan berubah kepadanya.

Bahkan saat di dalam dan memeriksa pasien, Ra Tanca tidak terlalu fokus karena memikirkan dua insan yang duduk berdua di taman tadi. Mau tidak mau, dia harus meminta kejelasan pada Putri pujaan hatinya itu. Dia tidak ingin kehilangan cinta sang putri apalagi mereka jarang bertemu akhir-akhir ini karena banyak rakyat yang sakit dan membutuhkan bantuannya.

Selesai memeriksa abdi yang sakit, Ra Tanca segera keluar dari peristirahatan para abdi yang terletak di belakang istana.

Ra Tanca akan melewati taman itu agar Putri Dyah Wiyat mengetahui keberadaanya. Dia ingin tahu apa yang akan dilakukan putri saat mengetahui keberadaannya.

Dengan perlahan-lahan dia berjalan melewati taman yang bisa dilihat oleh sang Putri. Saat sampai di area taman, apa yang diharapkannya terjadi. Putri Dyah Wiyat mengetahui kehadiran kekasihnya itu. Ia begitu kaget dengan keberadaan Ra Tanca sedangkan dia masih duduk bersama Kudamerta. Terlihat jelas oleh Putri Dyah Wiyat bagaimana ekspresi Ra Tanca tanpa sedikit senyuman di wajahnya yang selalu dikaguminya saat mereka bertemu. Mata mereka saling memandang tanpa sedikitpun kata yang keluar dari mulut mereka. Kudamerta belum menyadari keadaan itu. Dia masih terus berbicara kepada Dyah Wiyat sampai akhirnya Ra Tanca pergi menuju ke arah gerbang istana untuk kembali pulang.

Sejak saat itu, hati Dyah Wiyat tidak merasa tenang karena dia tahu bahwa kekasihnya itu sedang diliputi api cemburu. Semua yang dibicarakan Kudamerta tidak ada sedikitpun yang didengar oleh telinganya.

"Maaf Raden, aku harus pergi. Masih ada yang harus aku kerjakan sekarang," kata Dyah Wiyat.

"Baiklah Putri, Silahkan! Kalau urusan putri sudah selesai, bisakah aku berbincang-bincang denganmu lagi?" tanya Kudamerta.

"Maaf Raden aku tidak bisa berjanji. Tapi sepertinya untuk hari ini tidak bisa," jawab Dyah Wiyat tegas tanpa senyuman sedikitpun. 

"Aku permisi Raden," lanjut Dyah Wiyat sambil berlalu meninggalkan Kudamerta yang masih bingung dengan perubahan sikap putri cantik itu.

Dyah Wiyat seger melihat Ra Tanca keluar istana tapi dia tak menemukan siapapun disana dan kudanya pun sudah tidak ada. Dyah Wiyat begitu galau dan takut jika Ra Tanca marah dan menjauhinya. Ia harus menjelaskan kepada Ra Tanca nantinya. Dyah Wiyat akhirnya kembali ke kamarnya untuk menenangkan diri dan tidak ingin diganggu siapapun termasuk Kudamerta.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya BAB 11
10
5
Dyah Wiyat begitu gelisah mengingat kecemburuan Ra Tanca kemarin. Akhirnya dia menemui Ra Tanca dan mencoba menjelaskannya.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan