Kedekatan Dyah Wiyat dengan Ra Tanca seorang tabib kerajaan Majapahit
Seorang gadis yang memiliki kulit seperti berlian tengah mengisi waktu luangnya dengan berjalan-jalan berkeliling istana. Melihat para prajurit yang berjaga ketat di area istana. Terdengar juga prajurit-prajurit yang sedang berlatih perang di tempat latihan perang yang berada di area belakang istana. Tumbuhan-tumbuhan rindang di sekitar istana memberikan kesejukan dan ketenangan pada putri kedua Raja Wijaya itu. Setelah puas berkeliling melihat keadaan luar istana, kursi yang terletak dekat dengan taman dan menghadap pintu gerbang istana menjadi persinggahannya untuk menikmati indahnya pagi. Ia mengingat akhir-akhir ini banyak putra kerajaan dan ksatria yang datang berniat meminang gadis cantik dan anggun itu. Namun tidak ada satupun dari pemuda-pemuda itu yang memikat hati putri yang sedang menikmati semilir angin pagi itu. Rambut bagian bawah yang tergerai itu, terlihat melambai-lambai tertiup angin. Tubuh tinggi semampai dengan badan ideal yang dibalut pakaian indah khas putri raja dilengkapi dengan perhiasan-perhiasan yang cantik menambah keanggunan bunga Majapahit itu, membuat siapapun yang melihatnya tak akan mampu memalingkan wajahnya dari keindahan alami ciptaan Tuhan itu.
“Mari, Tuan Putri!” sapa dayang-dayang dan pelayan istana yang berlalu lalang melakukan aktifitas pagi mereka. Mereka sedikit menunduk dan menyapa sang putri saat mereka tidak sengaja berpapasan dengan putri yang cantik jelita itu. Putri itu tak henti menebarkan senyum saat para dayang menyapanya. Keramahan gadis itu tidak diragukan lagi. Sikapnya yang lemah lembut kepada siapapun dan kebijaksanaannya sudah tersohor di kalangan kerajaan Majapahit.
“Kanda datang ke sini?” tanya gadis itu dengan mata berbinar dan bibir merah alami yang tak henti tersenyum melihat kedatangan seorang pemuda gagah yang muncul dari arah gerbang istana. Dia langsung berdiri menyambut kedatangannya.
“Iya, Dinda Wiyat. Tadi ada seorang prajurit datang menemui kanda dan mengatakan bahwa ada salah satu prajurit yang sakit," kata pemuda jangkung yang berkulit bersih cerah itu. Pakaiannya terlihat biasa namun wajah manisnya mampu membuat terpesona para gadis yang melihatnya. Udeng-udeng di kepala selalu melekat kemanapun dia pergi. Dia adalah Ra Tanca seorang tabib kepercayaan raja Majapahit pertama. Kemampuannya meramu obat dan mengobati para penduduk Majapahit sudah sangat tersohor di kalangan kerajaan, karena itulah raja Wijaya memasukkannya ke dalam anggota Dharmaputra jabatan khusus di kerajaan besar itu yang terdiri dari tujuh orang.
"Aku boleh ikut kanda? Aaku juga ingin melihat kondisi prajurit yang sakit," kata Dyah Wiyat.
"Tentu boleh Dinda. Apa yang Dinda lakukan di taman ini sendiri?" tanya Tanca.
"Hanya ingin menikmati suasana pagi dan melihat-lihat keadaan sekeliling istana," jawab Dyah Wiyat dengan senyum yang merekah.
"Dinda, aku mendengar banyak pangeran dan ksatria yang datang meminangu. Apakah itu benar?,"Tanya Ra Tanca.
"Iya Kanda, akhir-akhir ini banyak yang datang meminangku,tapi belum ada satupun yang cocok dan mampu masuk ke dalam hatiku".
Tidak lama setelah percakapan mereka, akhirnya mereka sampai di tempat peristirahatan prajurit yang sedang sakit. Ruangan kecil yang terletak di bagian belakang istana dengan beberapa kendi di depannya sebagai wadah minum para prajurit. Di depannya juga terdapat tempat latihan perang mereka. Tidak menunggu lama, Ra Tanca dan Dyah Wiyat segera masuk ke ruangan berukuran tidak terlalu luas itu dan memeriksa keadaan prajurit yang sedang berbaring. Ada tiga prajurit yang berada di ruangan itu, dua prajurit sedang sakit dan satu prajurit bertugas menjaga mereka jika membutuhkan sesuatu. Dyah Wiyat berdiri tak jauh dari mereka sambil memperhatikan Ra Tanca yang memulai mempersiapkan peralatan tabibnya. Salah satu prajurit mempersilahkan Dyah Wiyat duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Dyah Wiyat segara duduk dan memperhatikan setiap gerak gerik pemuda tabib itu. Ra Tanca segera memeriksa dua prajurit yang sedang sakit itu. Setelah selesai memeriksa kedua prajurit tersebut, Ra Tanca segera membuat resep ramuan obat yang harus mereka minum.
"Ini ramuan yang harus kalian minum dengan teratur, setelah dua hari aku akan kembali dan memeriksa kalian,"kata Ra Tanca sembari memberikan ramuan tersebut.
"Terimakasih tuan, saya akan meminumnya dengan teratur," jawab kedua prajurit itu serempak.
"Baiklah, saya pergi dulu. Semoga kalian cepat sembuh." Ra Tanca berpamitan dan tersenyum kepada mereka.
Ra Tanca segera membereskan peralatannya dan menemui Dyah Wiyat yang memperhatikannya dengan duduk tak jauh dari tempatnya.
"Dinda, aku sudah selesai memeriksa. Apakah kau masih ingin tetap di sini?"
"Oh…iya Kanda mari kita pergi. Aku berharap para prajurit itu segara sembuh dan bisa kembali bergabung dengan yang lain menjaga keamanan Majapahit" jawab Dyah Wiyat.
"Benar Dinda, mereka pasti juga ingin cepat sembuh dan menjaga putri yang cantik ini karena mereka tidak ingin jika putri mahkota cantik mereka lecet sedikitpun. Hahaha," canda Ra Tanca pada Dyah Wiyat.
"Kanda ada-ada saja, aku juga bisa menjaga diriku Kanda. Aku kan juga berlatih bela diri," jawab Dyah Wiyat dengan tersenyum lebar, tanpa terasa hatinya menghangat saat dia bersama dengan tabib kerajaan itu. Dia selalu merasa senang dan bahagia.
Untuk kembali ke area depan istana, mereka memilih memutar melewati jalan samping istana untuk melihat bunga-bunga indah yang ditanam di sekeliling istana. Pagar-pagar dengan ukiran indah menjulang tinggi, untuk membentengi istana.
Mereka memang sudah berteman dekat sejak lama. Sehingga meski mereka berjalan berdua, tidak ada yang berpikir aneh-aneh tentang mereka. Mereka saling merasa nyaman menjadi teman meski jarak usia mereka lebih jauh.
Setelah cukup lama berjalan, sampailah mereka di depan istana arah dimana pintu gerbang kerajaan berada. Entah mengapa hati Ra Tanca enggan untuk berpisah dengan Dyah Wiyat.
"Dinda, aku harus pergi dulu ya. Karena ada pasien lain yang membutuhkan bantuanku. Lain kali aku akan datang kesini menemuimu," pamit Ra Tanca pada Dyah Wiyat.
"Baiklah Kanda, meski sebenarnya berat karena aku masih ingin berbincang banyak dengan Kanda," kata Wiyat dengan wajah sedikit tidak rela dengan kepergian Ra Tanca.
"Lain kali, Dinda. Kita masih punya banyak waktu untuk berbincang-bincang. Kasihan orang sakit yang menungguku. Mereka lebih membutuhkan bantuanku."
"Iya Kanda, aku mengerti. Pergilah!"
"Sampai jumpa lain waktu Dinda."
Ra Tanca pergi meninggalkan Dyah Wiyat yang masih berdiri memperhatikan kepergian tabib kerajaan itu. Ada perasaan tidak biasa yang dia rasakan. Namun, dia belum sepenuhnya menyadari perasaan apa itu.
Ia sudah cukup lama mengenal Ra Tanca sejak pemuda yang sedikit mengusik hatinya itu mulai bekerja di istana sampai akhirnya dinobatkan menjadi anggota Dharmaputra, sehingga mereka lebih sering bertemu.
Dyah Wiyat merasa bahagia menghabiskan paginya hari ini dengan Ra Tanca. Tanpa sadar dia tersenyum sendiri karena rasa itu. Namun saat dia berbalik dan ingin kembali ke dalam istana dengan senyum yang masih mengembang, Raja Jayanegara muncul di hadapannya dengan muka yang kurang bersahabat.
"Apa yang kau lakukan di sini bersama Ra Tanca?," tanya Raja Jayanegara penuh selidik. Dyah Wiyat begitu kaget mendengarnya. Dia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh kakaknya itu tapi dia sadar bahwa seorang putri dan pekerja kerajaan biasa seperti Ra Tanca tidak mungkin bisa dekat. Apakah dia berharap lebih pada tabib itu? Entahlah dia tidak tahu apa yang dia sendiri rasakan.
"Tidak ada Kanda, aku hanya tidak sengaja bertemu dengannya dan ikut melihat kondisi prajurit yang sedang sakit," jawab putri cantik itu.
"Wiyat! Banyak putra mahkota yang melamarmu tapi sampai saat ini belum ada keputusan yang kamu berikan. Siapa yang akan kamu pilih?"
"Saya belum tahu, Kanda, karena belum ada yang menarik hatiku. Maaf Kanda, saya harus pergi dulu karena masih banyak yang harus saya kerjakan," jawab Dyah Wiyat untuk berpamitan. Setelah itu, ia berlalu pergi dari hadapan kakaknya. Ia tahu jika dia tetap di sana, percakapan itu akan panjang.
Note: Dharmaputra adalah Jabatan khusus yang dibentuk oleh raja pertama kerajaan Majapahit yaitu Raden Wijaya, ayah dari Dyah Wiyat.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
