Mr. Roberto || 3. Pelayan

2
1
Deskripsi

Pertemuan Sheren dengan Felix

post-image-67f641c51b915.jpg

Felix Roberto 

post-image-67d3b96d57333.jpg

Sheren Davis

••••

Medellin—Kolombia,

Sheren tetap membuka toko bunga seperti biasanya, meski pikirannya sedang kacau akan beberapa hal yang tak nyaman sejak terbangun dari tidurnya. Sudah dua hari ini, ia selalu merasakan lemas juga nyeri di bagian inti miliknya seakan sudah merasakan yang namanya bercinta. Berulang kali, ia mengacak frustasi rambutnya bahkan mengusap kasar wajah cantiknya.

“Sebenarnya ada apa denganku,” gumam Sheren berulang kali. Tubuhnya seperti merasa telah dijamah oleh tangan seorang pria. “Ku rasa itu cuma mimpi, namun kenapa…”

Lamunannya buyar saat pembeli datang dan memesan bunga untuk diantarkan ke salah satu rumah di kawasan elit Medellin. Dengan segera Sheren menyiapkannya agar ia tak terlalu malam untuk kembali pulang, karna pembeli ingin dirinya merangkainya di tempat. 

Meski sedikit aneh, Sheren membuang pikiran buruknya karna sudah pasti nanti ia di bantu pelayan disana. Bagaimana pun tugasnya cuma merangkaikan bunga bukan untuk menaruhnya pada vas setiap sudut rumah milik pembeli. Setelah selesai mengepak bunga yang di inginkan, Sheren memakai mantelnya lalu keluar dan mengunci tokonya.

Dalam perjalanan, Sheren menatap setiap jalan yang dilaluinya dengan seulas senyum tipis tanpa ia tahu itu telah mengundang kesenangan pada sopir taksi. Seringaian tipis itu penuh makna luas saat ia menatap Sheren melalui kaca spion tengah, sambil mengetukkan jari pada roda kemudi. Hanya butuh waktu beberapa menit, Sheren tiba di tempat tujuan dimana itu sebuah mansion mewah yang cukup besar namun letaknya sedikit jauh ke dalam.

Menarik napas pelan, Sheren harap didalam nanti tak ada masalah berarti untuknya karna bagaimana pun juga ia ingin hidup tenang sesudah terlepas dari Pamannya. Dipersilahkan masuk dan dibantu membawakan bunga, Sheren mengikuti arahan pelayan pada tempat ia harus merangkainya.

“Terimakasih,” ucap Sheren mendapat anggukan. “Sangat nyaman,” gumamnya lagi setelah ia ternyata dibawa ke samping halaman duduk dekat kolam ikan.

Tangan Sheren mulai merangkai bunga yang harus di pasang pada vas, dengan mulai memotong tangkai juga sebagian daun. Hal menyenangkan itu tentunya tetap diawasi sepasang mata setajam elang dengan wajah tampan. 

Beberapa kali, pria yang duduk di kursi kerjanya itu mengusap dagu sambil menatap layar tablet, meski asistennya tengah melaporkan hal penting. Bahkan ia mulai memperbesar gambar Sheren yang sedikit bersenandung kecil agar tidak merasa bosan.

“Dan pengiriman narkoba besok, pihak kita di perbatasan sudah bersiap menyingkirkan musuh.”

“Hm. Jangan sampai ada kesalahan lagi seperti di Cali. Jika mereka tetap menyerang, maka langsung bunuh tanpa pikir panjang namun tetap perhatikan keselamatan kalian.”

“Baik Tuan.” Karna sudah tak ada masalah penting lainnya, tentu Vito undur diri, tapi baru ia memutar knop pintu suara Felix membuatnya berbalik lagi. “Kenapa tak menemuinya dengan keadaan anda seperti ini saja? Ku rasa Nona pasti akan mengingatnya.”

Felix nampak berpikir, saran Vito ada benarnya juga karna mereka pernah bertemu sebelumnya dan ini untuk ketiga kalinya. Selang 10 menit Felix turun dimana ia menuju ke arah Sheren yang sendirian saja tanpa ditemani pelayannya sampai wajah cantik dengan fokus tinggi itu tidak tahu kedatangannya. Felix berdiri di belakang tempat duduk Sheren, bahkan ia mulai menunduk, matanya memejam menghirup aroma yang cukup menenangkan.

Sheren yang merasa aneh, tentu berbalik setelah merasa diperhatikan dengan begitu intens oleh seseorang. Tapi alangkah terkejutnya ia ketika wajah tampan penuh tipu muslihat itu kini jaraknya begitu dekat dengannya. Aroma mint dari nafas segarnya dapat Sheren cium dengan samar, hingga ia mulai sadar.

“Maaf,” kata Sheren sedikit kaku. “Sa-saya datang untuk membawa pesanan.”

Tak ada sahutan, Sheren mengangkat pandangannya matanya yang indah menerjang kegelapan di dalam diri Felix karna rasa penasaran. Ingatan Sheren kembali ke kejadian beberapa hari lalu saat ia di tolong seseorang, dan…

“Astaga, anda bukankah yang menolong saya waktu itu Tuan?” tanya Sheren antusias. "Benarkan? Ketika berada di Cali."

Masih tak ada jawaban, Sheren menjelaskan rinciannya sampai Felix mengulum senyum demi menciptakan suasana tegang baginya. Sheren mengatur diri agar lebih tenang, dan menunggu Felix kembali berbicara.

“Hm. Jadi, apa balasanmu?”

“Balasan?” ulang Sheren merasa mulai terjebak dalam penjara Felix. “Maaf, anda ingin apa untuk bantuan itu?”

“Menurutmu?”

Sheren bingung, hingga ia menawarkan beberapa hal yang di punya. Namun Felix malah meminta sesuatu yang sangat melebihi ekspetasinya.

“Jadilah pelayan ku. Tugasmu hanya melayani ku,” terang Felix tegas dan memberikan keangkuhan pada Sheren yang terdiam. 

“Tu-tuan, tapi…”

“Jika tidak mau, tak masalah. Hanya itu balasan yang bisa kau berikan,” potong Felix lalu pergi meninggalkan Sheren yang terpaku dalam diamnya.

Felix mencoba mengikat tali pada Sheren, meski wanita itu menolak ia akan memastikan jebakannya berhasil dengan cara lain. Sheren terus memikirkan kata-kata Felix sampai ia selesai menyelesaikam tugasnya merangkai bunga dan meletakkan pada vas yang ada. Bahkan ia menginjak lantai atas dimana kamar Felix berada untuk dipasangkan beberapa rangkaian.

Masuk bersama pelayan, Sheren hanya melirik ruangan dengan nuansa gelap itu yang memberi sensasi aneh dalam dirinya. Aroma ruangan sangat sama seperti yang digunakan Felix, hingga Sheren menyimpulkan memang inilah tempat istirahat pria penolong hidupnya.

Sheren berpamitan pulang, tapi ia tanpa sadar pulang bersama pengagumnya yang lagi-lagi menjelma sebagai sopir taxi. Gumaman lirih Sheren cukup di dengar oleh Felix yang memakai topi untuk menyembunyikan separuh wajahnya.

“Pelayan? Haruskah aku melakukan itu? Tapi jika tidak…” helaan napas Sheren nampak terasa frustasi atas pilihan yang Felix berikan. “Dia sudah menolongku. Bagaimana bisa aku tidak membalas. Tapi, apa yang akan ku lakukan sebagai pelayan pribadinya? Pasti menyiapkan segala keperluan pribadinya saja kan?”

••

Sheren kembali mendatangi kediaman Felix, dan meminta untuk bertemu karna ia memang telah memikirkan ucapan yang tempo hari. Balas budi harus Sheren lakukan karna ia tak mau merasa memiliki hutang pada orang yang sudah baik mau membantunya. Dibawa masuk ke ruang kerja Felix, sebenarnya Sheren sangatlah gugup sampai menautkan jari-jarinya dengan penuh kecemasan.

Felix nampak duduk di kursi kerjanya, membuat Sheren terkesima pada sosoknya yang begitu kuat dan dominan dalam segala hal. Wajah tampan itu membuat Sheren sangatlah betah memandangnya tanpa tahu jika itu sangatlah berbahaya.

"Katakan," suara berat Felix menusuk ke relung Sheren menggetarkan jiwanya.

“Be-begini…” Sheren menarik dalam napasnya agar tidak terlalu gugup. “Saya datang untuk menerima tawaran anda.”

Felix mengamati Sheren seakan bagai predator buas yang siap menerkam mangsanya hidup-hidup. “Tawaran apa?”

“Menjadi pelayan. Ini balasan atas pertolongan anda di Cali,” jelas Sheren lugas.

Felix beranjak dan kini berdiri tepat di hadapan Sheren yang tingginya hanya sebatas dadanya saja. Memasukkan kedua tangan ke saku celana, Felix memberi kesan intimidasi untuk menekan Sheren agar tidak berubah pikiran.

“Kau yakin? Aku tak suka memiliki pekerja yang mengundurkan diri dipertengahan jalan.”

Sheren mencerna semua penjelasan Felix dan mulai mengangguk mantap, memastikan ia berkerja dengan baik hingga memberi kebahagiaan tersembunyi pada pria di depannya. Felix berhasil membawa Sheren terjebak di dalam mansionnya tanpa bisa keluar lagi setelah bersikukuh untuk masuk dan mengikutinya.

Felix pun menerangkan bila pekerjaan Sheren hanya untuk melayani saja, selain itu dia dilarang melakukan hal lain. Kalau pun Felix tidak berada di mansion maka Sheren lebih baik menikmati waktu istirahat daripada turut membantu pekerja yang lain. Sheren akan dipanggil Felix jika memang diperlukan, selebihnya ia tak perlu repot-repot membuat dirinya kelelahan.

Dimulai sekarang, Sheren menyiapkan air mandi untuk Felix tanpa bantuan pelayan mansion karna ini memang tugasnya. Sheren tidak tahu akan dibebaskan sampai kapan menjadi pelayan, tetapi ia berusaha untuk tidak mengeluh. Lagipula, Sheren sudah berpamitan pada orang tua angkatnya dan tidak perlu mengkhawatirkan keselamtannya karna ia yakin Felix tak mungkin menyakitinya.

“Sudah siap?” tanya Felix mengejutkan Sheren yang memang membelakangi pintu.

“Oh, ya. Sudah Tuan.” Sheren bergegas berdiri dan keluar dari kamar mandi setelah terpaku beberapa menit menatap penampilan Felix. “Saya akan menyiapkan pakaian anda.”

Felix hanya bergumam, membiarkan pintu tertutup dan membuat kekosongan menghinggapinya sampai mulai merendamkan diri di dalam bathtub. Kepala Felix bersandar ke belakang, matanya mulai tertutup tapi dipikirannya selalj terlintas senyuman manis Sheren.

“Shit, dia sungguh racun penggoda. Kau memang sudah menggilainya, Felix Roberto."

Felix keluar dengan handuk melingkar di pinggang membuat Sheren hampir tersedak salivanya sendiri akibat melihat lipatan otot keras. Sheren segera menunduk, padahal Felix menyeringai karna dia sudah tertangkap basah telah mengagumi.

“Tidurlah.”

“Tidur? Dimana?” mendadak Sheren menjadi wanita bodoh membuat Felix mengunci tatapannya.

“Memangnya kau ingin dimana?”

“Hah? aku…” Sheren gugup sampai ia jadi sadar jika sudah salah bicara. “Maaf Tuan. Itu tidak akan terjadi lagi.”

“Begitukah? Jika ingin tidur disini juga tak masalah,” kata Felix duduk di tepi ranjang menunggu Sheren bergerak. “Kemarilah jika mau,” imbuhnya.

Sheren menggelengkan kepalanya dan menunduk singkat lalu pergi begitu saja dari kamar Felix. Menutup pintu dengan sedikit keras, Sheren tanpa sadar mengumpat lirih dan memukul kepalanya karna tak berpikir benar. Didalam kamar, Felix malah melebarkan senyumnya yang tak akan pernah siapun dapatkan selain Sheren saja.

“Kelinci ku sangat manis. Aku tidak sabar membuatmu menjerit disini,” Felix merangkai cara licik untuk melempar tubuh itu ke ranjangnya.

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Mr. Roberto || 2. Tak Nyaman 🔞
4
0
Tumbuhnya rasa obsesi
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan