Pelakor Perebut Ayahku 2

0
0
Deskripsi

Part : Pengkhianatan Ayah dan Sahabatku

Kuhela napas panjang sebelum membuka pintu. Lantas kuucapkan salam dengan lantang seperti biasa. Tak ada suara sahutan aku bergegas masuk ke dalam kamar. Untuk sementara waktu aku ingin sendiri, menenangkan emosi yang tengah meledak-ledak dalam hatiku. Namun aku tak bisa tenang, kuraih ponselku dan memutar video yang tadi dikirim oleh Fika. Untung saja tadi tanpa kuperintah Fika merekam semua kejadian di hotel sebagai barang bukti yang akurat.

"Astaghfirullahaladzim." Berulang kali kugaungkan istighfar untuk meredam emosi. "Ibu, aku harus bagaimana sekarang?" Kembali aku bermonolog. Kepada siapa lagi aku mengadu sekarang ibu?

Baru saja aku memejamkan mata setelah memutar video itu suara lembut seseorang yang sangat aku sayangi menyapa. Wanita itu duduk di tepi ranjang seraya menatapku dengan seulas senyuman.

"Kamu kenapa Sayang, kok tumben pulang kuliah langsung tidur?" tanyanya sambil meraih kaos kaki yang masih lengkap membungkus kedua kakiku.

"Nggak papa Bu, aku capek aja habis kuis dadakan," sahutku dengan terkekeh lantas duduk, menatap wanita itu dengan tatapan sendu. Terlintas kembali dalam benakku bayangan ayah bersama Cindy tadi. Demi Tuhan, aku tak rela ibu dikhianati mereka berdua seperti ini. Aku terluka, lantas luka seperti apa yang nanti akan ibu rasakan setelah tau kelakuan busuk ayah di belakangnya.

"Ya udah kamu mandi dulu biar seger, Ibu mau siapin makanan dulu sebelum Ayah pulang," ucapnya kemudian beranjak setelah membelai kepalaku.

"Iya Bu. Oya Khanza kemana Bu, kok tumben sepi?" tanyaku karena sejak masuk rumah tadi aku tak melihat sosok centil dan jahil tersebut. Khanza adalah satu-satunya saudara yang kumiliki.

"Tadi dia telpon Ibu katanya mau ngerjakan tugas kelompok di rumah temannya," jawab ibu lalu menghilang di balik pintu kamarku.

Tak langsung beranjak, aku menatap jarum jam dinding yang berdetak. Sekarang tepat pukul dua siang, biasanya jam segini ayah sudah pulang dan kita makan siang bersama. Tapi kali ini aku tak yakin ayah pulang tepat waktu, mereka pasti sekarang sedang bersenang-senang. Membayangkan apa yang sedang mereka lakukan seketika membuatku merasa j1-jik dan mual.

Benar saja ketika aku turun dari kamar suara ayah terdengar dari arah ruang makan. Dengan perasaan enggan aku mendatangi sumber suara kedua orang tuaku. Tiba-tiba jantungku berdebar kencang, tak sanggup menahan emosi. Ingin sekali aku langsung memakinya tapi sekarang belum waktunya.

"Sini duduk di samping Ayah!" Panggil ayah dengan tersenyum tanpa dosa, seolah tak pernah terjadi sesuatu. Tentu saja aku tak sudi duduk dengan laki-laki pengkhianat tersebut. Lantas aku memilih duduk di kursi lain tanpa sedikitpun menatapnya.

"Ayah punya hadiah untukmu," ucap ayah seraya mengeluarkan sesuatu dari dalam tas yang diletakkan di bawahnya. Kotak persegi panjang digeser ke arahku perlahan.

"Nyogok nih cerita," gumamku dalam hati seraya menatap ayah tajam, perilaku yang selama ini tidak pernah kulakukan. Biarlah aku dianggap anak durhaka karena berani melawan ayah. Kalau perbuatanku ini dicap sebagai anak durhana, lantas ayah apa? Laki-laki itu berani s3l1ng-kuh di belakang ibu, lebih parah ya lagi s3l1ngkuhannya itu sahabat putrinya sendiri.

Aku menghela napas panjang, d4-daku bergemuruh hebat, saat tanpa sengaja menelisik penampilan ayah yang terlihat segar, bahkan rambutnya terlihat masih sedikit basah. Selama ini aku percaya ketika ayah mengatakan mandi di kampus sebelum pulang ke rumah. Ternyata faktanya begitu mengejutkan. Ayah pasti mandi setelah bersenang-senang bersama Cindy. "Awas kau Cindy, akan kuhancurkan reputasimu di kampus." Sumpah serapah menguasai benakku.

"Khalisa, bukankah kamu sudah lama menginginkan iphone ini?" Ibu yang tengah menyiapkan makanan di atas meja menyahut. Ibu pasti heran dengan perilakuku yang tak biasa.

"Berikan aja ke s3-l1ng-kuhan Ayah," sahutku seraya beranjak. "Aku masih kenyang!" Imbuhku kemudian pergi begitu saja. Mengabaikan panggilan yang terdengar bingung.

"Khalisa barusan bilang apa Mas?" Kudengar ibu bertanya.

"Ah mungkin Khalisa tidak suka dengan hadiah ini, nanti aku tukarkan yang lain aja," jawab ayah mengalihkan pembicaraan. Yakin seyakinnya jika ucapan frontalku tadi didengar oleh mereka berdua dengan sangat jelas.

***

Esoknya di kampus aku langsung menemui Fika untuk Menyusun rencana selanjutkan karena aku tidak mau mengulur waktu lebih lama. Kebusukan ayah dan Cindy akan aku bongkar secara perlahan.

"Apa rencana kamu sekarang?" Tanya Fika penuh antusias.

"Mmmm ...," gumamku karena bingung memulai dari mana.

"Aku ada ide."

"Apa??" Sahutku dengan cepat.

"Kita temui Cindy dulu, kita buat perhitungan padanya," jawab Fika dengan tersenyum penuh arti.

"Untuk apa?" tanyaku bingung. Mana sudi aku menemui gadis sun-d3l itu.

"Kamu nggak pengen kasih perhitungan sama dia gitu?" Tanyanya terlihat kesal. Jujur sih aku tidak tau rencana Fika.

"Kamu sepertinya belum tau sifat asli sahabatmu itu," sindir Fika yang lansung membuatku melotot.

"Kamu telpon dia, ajak ketemu di lapangan tengah atau di kantin!" Titah Fika yang masih membuatku kebingungan. Tapi aku nurut saja dengan menuruti perintahnya.

Aku dan Cindy sepakat bertemu di kantin kampus pukul 10, setelah kelas kita selesai.

"Udah kamu tenang aja." Fika menghiburku yang jelas terlihat gelisah saat kelas berlangsung.

Waktu yang ditentukan pun tiba. Kita berdua segera menuju kantin kampus. Karena bertepatan jam istirahat kantin tampak ramai dan kita harus mencari keberadaan Cindy. Dari kejauhan gadis itu melambaikan tangan. Ekspresi wajahnya begitu menyebalkan, tak ada sedikitpun rasa bersalah.

"Duduklah! Kita memang perlu bicara, tapi bisakah berdua saja?" ucapnya sembari menatap Fika yang ada di sebelahku.

Aku setuju dengan permintaan Cindy karena memang masalah yang akan kita bahas adalah masalah keluarga. Hanya dengan bahasa isyarat Fika beranjak dan duduk di bangku lain agak jauh dari kita berdua.

"Sejak kapan kamu menjadi simpanan Ayahku?" Todongku tanpa basa-basi. Sejujurnya ingin sekali aku menghajarnya. Tapi tidak sekarang.

"Tebak saja sendiri," jawabnya dengan senyuman licik. Senyuman yang baru pertama kali kudapatkan darinya. Cindy terlihat penuh percaya diri. Justru seolah akulah yang menjadi tersangka sekarang.

"Cin, kenapa kamu lakukan ini padaku? Apa 5 tahun persahabatan kita nggak ada artinya bagimu?" Cecarku dengan d4-da bergemuruh. Tanpa kupinta kedua mataku tiba-tiba berembun merasakan kecewa yang begitu dalam. Kecewa yang ditorehkan oleh orang terdekatku sendiri.

"Ya gimana Khalisa, aku juga butuh shoping, butuh jajan, dan memenuhi kebutuhanku lainnya," balasnya dengan tanpa beban.

"Astagfirullah," ucapku seraya memegangi d4-da. Tak percaya dengan jawaban Cindy. Ternyata semua ini hanya demi uang Cindy tega mengkhianatinya.

Cindy tersenyum seraya kembali bicara, "Hidupmu terlalu sempurna Khalisa, sedangkan aku?" Dia menunjuk dirinya sendiri. "Aku menjadi yatim sejak balita, ibuku hanyalah buruh cuci yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aku sering diremahkan dan dihina karena miskin oleh teman-temanku," terangnya dengan mata berkaca-kaca.

"Apa kebaikan keluargaku selama ini nggak berarti bagimu Cin?" Sahutku. Itu bukanlah alasan yang bisa diterima oleh logikaku. Justru selama ini aku dan keluargaku sangat menyayanginya dengan tulus.

"Tentu saja berarti Khalisa. Buktinya sekarang aku mendapatkan semua yang kuinginkan dari ayah kamu!" Jawabnya penuh penekanan dan senyuman li-cik.

"Dasar p3-l4-cur!" Teriakku sontak berdiri. Tak peduli menjadi tontonan semua orang di sana.

"Klo aku p3-l4-cur, ayah kamu apa?" Jawabnya lirih dengan senyuman meremehkan.

"Ka kamu!" Kutunjuk tepat di depan wajahnya. "Akan aku sebar video kamu di hotel," ancamku lirih pula. Namun yang tak kuduga, Cindy bukannya takut gadis itu justru tertawa kecil seolah-olah ancamanku hanya main-main.

"Nggak usah ngeladenin rubah betina ini Sha," ucap Fika yang sudah berdiri di sampingku sambil memegang minumannya.

Dalam hitungan detik gelas itu berpindah ke tanganku dan tentu saja isinya telah mendarat di wajah Cindy. "Akan kubalas semua perbuatanmu P3-L4-CUR!"

Sembari mengusap wajahnya yang basah dengan tisu Cindy berdiri. Menatapku dengan menyeringai, "Silahkan sebarkan!"

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi πŸ₯°

Selanjutnya My Possessive CEO 21-22
0
0
Part 21 : KonspirasiPart 22 : Susahnya Bilang Cinta
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan