
Episode 10 : Dua Rencana Anggun
"Dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang?" tegur Akmal kepada putrinya yang baru saja pulang.
Mata Akmal berkilat marah namun begitu Anggun tetap bersikap tenang. Justru gadis itu mengulas senyuman tipis seraya membalas tatapan mata Akmal.
"Jawab Papa, Anggun! Kamu punya telinga untuk mendengar dan punya mulut untuk berbicara," kesal Akmal lalu menatap jarum jam dinding yang berhenti tepat di angka lima.
"Anggun dari rumah Nenek, Pa!" Anggun akhirnya memberikan jawaban pada papanya. Anggun gerah, mau mandi dulu!" sambung Anggun dengan acuh lalu pergi begitu saja.
"Astaghfirullah!" sebut Akmal seraya mengusap dada. Berharap hal itu mampu meredam emosinya. Menghadapi Anggun selalu saja berhasil membuat tekanan darahnya meningkat. Akmal yang dulunya sehat sejak satu tahun yang lalu mengidap penyakit hipertensi. Dan menghadapi Anggun adalah salah satu pemicu penyakit itu kambuh. Untung saja ia memiliki Intan sebagai istri yang selalu mampu menenangkan dirinya.
Akmal lantas kembali ke dapur di mana Intan berada.
"Jangan terlalu keras kepada Anggun, Mas!" ucap Intan yang tengah mengaduk kopi untuk suaminya.
"Kamu itu jangan membela Anggun terus. Sebagai orang tua kita harus mengingatkan jika dia berbuat salah," sahut Akmal seraya mengambil kopi miliknya lalu merangkul Intan, mengajaknya ke ruang keluarga.
"Aku bukannya membela Mas. Tapi alangkah baiknya kita berusaha memahami perasaannya. Sekarang aku tanya, apakah sejak dulu Anggun seperti ini?" balas Intan seraya menatap suaminya yang seketika menggelengkan kepala. Dulu, Anggun adalah gadis yang manis dan periang. Mana pernah gadis itu membantah apapun yang dikatakan oleh orang tuanya.
"Anggun itu hanya butuh seseorang yang mengerti dirinya. Meskipun Anggun belum menerima kehadiranku dia juga tidak pernah bersikap kurang ajar padaku. Ya.. Meskipun selalu acuh," terang Intan dengan lembut.
Akmal terdiam mendengarkan semua perkataan istrinya. Sejujurnya Akmal akui dalam hati jika dirinya kurang memberikan perhatian pada putrinya. Bukannya mendekati gadis itu Akmal justru mengabaikannya jika suasana hatinya sedang kurang baik. Bagi Akmal menghindari perdebatan dengan Anggun adalah solusi terbaik demi ketentraman keluarganya. Tapi nyatanya, Anggun semakin jauh darinya.
***
Di kamar Anggun mengurung diri. Setelah mandi dan mengenakan kimono Anggun memilih bersantai di ranjangnya. Ke luar dari kamar tentu saja bukan menjadi keinginan Anggun saat ini. Ia malas mendengarkan ceramah dari papanya karena pulang terlambat. Lagipula ia masih kenyang karena tadi sebelum pulang dari rumah neneknya makan terlebih dahulu. Jadi melewatkan makan malam bersama kedua orang tuanya tidak akan membuat cacing di dalam perutnya berdemo.
Tiba-tiba Anggun teringat sesuatu.
"Bisa-bisanya aku tadi ngomong ke nenek klo pengen nikah. Gila ni mulut nyerocos aja!" kesal Anggun dengan ide gilanya.
"Duh klo nenek anggep serius trus bilang ke Papa gimana nasib kamu Gun Anggun!" Anggun menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Tadi, ia asal saja mengatakan hal itu lantaran merasa frustasi dengan kehidupannya. Anggun ingin mendapatkan kebebasan dan ide gila itu muncul begitu saja. Padahal sedikit pun mana pernah Anggun berpikir untuk menikah muda, terlebih lagi saat ini. Saat seragam putih abu-abu masih menjadi identitasnya.
"Tapi, nggak mungkin juga Papa kasih izin aku menikah. Lagian Papa malah nyuruh aku kuliah kedokteran setelah lulus nanti." Seperti orang tidak waras Anggun bermonolog. Berbicara sendiri di kamarnya seraya menatap ke atas langit-langit kamarnya.
"Eh begok, lagian kamu mau nikah sama siapa? Gebetan aja nggak ada, pacar nggak punya, apalagi calon suami."
Tiba-tiba Anggun mendengar suara sahutan yang berisi ejekan. Gegas Anggun memindai ke seluruh sudut kamar, mencari seseorang yang baru saja berbicara padanya.
"Eh siapa yang bicara!" ujar Anggun saat tak mendapati siapapun di kamarnya. "Tunjukkan wujudmu!" imbuh Anggun seraya bangun dari tidurnya.
"Apa kamu hantu?" tanya Anggun seraya mencari di setiap sudut kamar. Katanya, mahluk Tuhan tak berwujud itu suka tinggal di sana.
Bukannya merasa takut Anggun malah berharap bisa melihat hantu lalu dijadikan teman. Siapa tahu Anggun bisa memanfaatkannya.
"Klo kamu hantu tampakkan wujudmu sekarang!" sambung Anggun. "Mungkin kita bisa berteman?" Anggun menawarkan sesuatu yang seharusnya tidak pernah dilakukannya.
"Anggun ayo makan dulu!" Tiba-tiba suara ketuk pintu dibarengi panggilan berhasil menghentikan kegilaan Anggun.
Dengan malas Anggun menyeret kakinya menuju pintu lalu membukanya.
"Yuk makan dulu! Atau mau saya ambilkan?" ucap perempuan berhijab di hadapannya.
Anggun menghela napas dalam-dalam seraya menatap perempuan itu tanpa ekspresi. "Napa juga perempuan sok perhatian ini di sini!" gerutu Anggun dengan kesal.
"Anggun sudah makan di rumah Nenek. Tante dan Papa makan aja duluan!" Anggun menjawab lantas menutup kembali pintu kamarnya. Tanpa memberikan kesempatan kepada ibu tirinya berbicara lagi.
***
Waktu berjalan dengan cepat. Tapi itu tak berlaku bagi Anggun, sebulan menyaksikan perlakuan papanya kepada ibu tirinya membuat Anggun muak. Waktu yang ia lalui seakan tak bergerak. Rasanya ia sudah tak sabar ingin ke luar dari rumah. Anggun berencana setelah ujian akhir sekolah akan mencari pekerjaan saja. Untuk melanjutkan pendidikan Anggun akan memikirkan nanti, yang terpenting baginya saat ini segera angkat kaki dari rumah papanya. Tepatnya bulan depan ujian akhir sekolah akan dilaksanakan. Dan Anggun sudah menanti-nanti hal itu.
Akmal yang merasa usahanya sia-sia untuk meluluhkan hati Anggun akhirnya memilih bersikap acuh. Hampir tiga minggu lamanya mereka tak bicara. Akmal sendiri disibukkan dengan pekerjaan di kantor dan saat di rumah perhatiannya fokus kepada Intan yang mengalami morning sickness. Anggun sendiri lebih banyak menghabiskan waktu di kamar ketika berada di rumah. Kegiatan Anggun di sekolah juga mengharuskannya pulang sore setiap hari untuk mendapatkan pelajaran tambahan sebagai persiapan menghadapi ujian.
"Gun kamu serius mau kerja setelah lulus? Nggak kuliah dulu?" cecar Jessica saat mendengarkan curhatan hati sahabatnya.
"Daripada kerja mending nikah aja. Cari sandaran yang kuat Gun. Cari duren sawit lah biar hidup terjamin!" sahut Wulan mengingat pengakuan Anggun sebelumnya.
"Apaan duren sawit???" Anggun dan Jessica serempak bertanya.
"Duren sawit. Duda keren sarang duit!" papar Wulan dengan tersenyum lebar.
"Sableng!" Kembali Jessica dan Anggun berujar.
"Entar malam hangout yuk!" ajak Anggun mengalihkan obrolan absurd mereka. Dari dua pilihan yang disebut di atas memang pernah Anggun ucapkan, tapi untuk serius 100%? Jelas tidak. Anggun hanya asal bicara tanpa pikir panjang. Di dalam otaknya hanya dipenuhi cara untuk segera angkat kaki dari rumahnya dan dua pilihan itulah yang menurutnya masuk akal.
"Ok siap!" Kita kumpul di rumah Jessica aja ya?" balas Wulan dengan antusias. Sudah lama sekali mereka tidak bersenang-senang. Setelah beberapa waktu serius dengan materi ujian dan latihan soal tentu saja mereka sangat membutuhkan hiburan.
"Siap!!" sahut Jessica dan Anggun dengan penuh semangat.
***
Karena tidak ingin mendapatkan masalah baru Anggun pulang sekolah tepat waktu. Pukul 2 siang Anggun sudah bersantai di rumah. Nanti selepas waktu magrib Anggun baru akan pamit kepada papanya. Ya walaupun ia sadar jika papanya sekarang lebih bersikap acuh padanya. Tapi meminta izin ke luar rumah harus tetap Anggun lakukan demi menghormati orang tuanya tersebut.
Saat azan magrib berkumandang Anggun segera mengambil air wudhu dan salat. Tak butuh waktu lama Anggun menyelesaikan kewajiban sebagai seorang muslimah tersebut kemudian segera berganti pakaian. Seperti biasa Anggun memilih pakaian kasual untuk penampilannya. Celana jeans dipadu dengan kaos dan jaket.
Dirasa sudah siap Anggun bergegas ke luar dari kamar untuk menemui Akmal. Pemandangan yang membuat Anggun tidak betah di rumah kembali disaksikannya. Akmal tengah bercanda bersama istri mudanya di ruang keluarga. Sembari menghela napas panjang Anggun mendekat.
"Pa, Anggun mau ke luar sama Jessica dan Wulan sebentar," pamit Anggun yang seketika membuat Akmal menoleh, menatap ke arah Anggun.
"Ok. Jangan pulang larut malam!" balas Akmal dengan santai. Laki-laki itu mengenal dua sahabat putrinya. Jadi sedikitpun Akmal tidak menaruh curiga atau merasa khawatir. Kedua sahabat putrinya adalah remaja baik-baik di mata Akmal. Justru hanya Anggun yang selama ini menjadi biang onar di sekolah mereka.
"Iya Pa," sahut Anggun singkat lalu segera menyalami pasangan tersebut dan bergegas pergi.
***
"Lets go!" teriak Jessica saat mereka bertiga sudah berada di dalam mobilnya.
Dalam perjalanan mereka bertiga bernyanyi mengikuti musik yang mengalun di dalam mobil dengan bersemangat. Sama semangatnya dengan para muda-mudi yang memenuhi jalan raya demi menikmati waktu malam minggu bersama pasangan atau teman-temannya. Sebelum ke tempat tujuan utama mereka mampir terlebih dahulu ke kafe untuk sekadar membeli makanan ringan dan minuman. Lagipula tempat tujuan utama mereka baru akan buka pukul 9 malam nanti.
Waktu yang mereka nanti-nantikan pun tiba. Tak butuh waktu lama mereka pun sampai di tempat tujuan. Gegas mereka turun dari mobil.
"Akhirnya kita bisa datang lagi ke sini!" ujar Anggun lalu membaca tulisan besar di depannya. "Butterfly Club!"
"Eh bentar!" cegah Anggun saat mereka baru melangkah.
"Ada apa sih?" kesal Wulan yang sudah tak sabar ingin memasuki klub malam.
"Aku lupa belum matikan ponsel," jawab Anggun yang sontak membuat kedua sahabatnya menatap penuh makna.
"Jangan bilang ka..."
"Lets Go!!! potong Anggun sebelum Jessica dan Wulan mencecarnya dengan pertanyaan. Malam ini Anggun ingin bersenang-senang dengan sepuasnya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
