JUWITA PART 1 dan 2

29
10
Deskripsi

Juwita dan Jelita, dua wanita cantik dengan paras serupa tersebut menjadi primadona sedari mereka kecil, sayangnya semakin mereka beranjak dewasa semakin jelas perbedaan di antara keduanya. Juwita menyukai stroberi, dan Jelita menyukai cokelat, sayangnya Jelita selalu merebut stroberi yang Juwita sukai hanya agar kembarannya itu tidak bahagia.

Namun dalam kisah ini bukan tentang stroberi dan coklat semata, melainkan tentang kasih sayang yang terbedakan hingga berujung perampasan cinta yang menyakitkan.

Part 1. 
 

Holaaaa/Holaaaa

Ikuti juga yuk kisah baru Mamak

Kisah si kakak kembar Juwita dan adiknya Jelita.

Idk gimana kedepannya, tapi semoga segala hal yang Mamak tulis bisa menghibur kalian ya


 


 


 

Happy Birthday, Arjuna Sayang.

Semoga tambah dewasa dan buruan lamar aku, ya.


 

Kembali aku melirik kue ulang tahun yang berdasar brownies coklat kesukaan pacarku tersebut, seperti orang sinting aku tersenyum sendiri membayangkan wajah terkejut dan bahagianya nanti saat dia melihatku datang di hari jadinya yang ke 27 tahun ini karena setahu Arjuna, kekasihku, aku memang ada jadwal flight ke Bali karena pekerjaanku sebagai pramugari di sebuah maskapai yang beroperasi di dalam negeri, tapi Arjuna tidak tahu jika aku mengambil cuti khusus untuk bisa memberinya kejutan di hari bahagianya ini.


 

1,5 tahun berpacaran bagiku bukan waktu yang sebentar, berawal dari Arjuna yang merupakan seorang arsitek seringkali mondar-mandir untuk urusan pekerjaan dengan maskapai tempatku bekerja berujung dengan perkenalan hingga akhirnya aku menerima pernyataan cintanya untuk sebuah hubungan yang lebih serius.


 

Jika kalian bertanya apa aku mencintainya? Entahlah, di usiaku yang ke 25 tahun ini aku tidak benar-benar mengerti apa itu yang disebut cinta karena saat Arjuna mendekatiku, dia memiliki segala hal yang aku inginkan dari pria di dirinya. Wajah tampan, proporsi badan yang oke, pekerjaan mapan, penghasilan stabil, masa depan cerah, dan yang membuatku paling mempertimbangkan Arjuna adalah dia tidak jelalatan seperti kebanyakan pria yang mendekatiku hanya karena berpikiran jika seorang Pramugari itu adalah escort di atas awan yang bisa dihargai dengan dollar maupun rupiah.


 

Entah itu disebut cinta atau rasa nyaman belaka, namun aku merasa jika untuk hubungan jangka panjang, Arjuna adalah sosok yang pas. Kami sudah berpacaran cukup lama, dan apa lagi tujuan kami berdua saat menjalin hubungan selain menikah. Satu-satunya cara untuk aku bisa keluar dari rumah yang sudah seperti neraka.


 

Kembali ke kue brownis dan juga bayangan wajah sumringah Arjuna, aku fokus pada jalanan, enggan untuk memikirkan rumah dan segala masalah yang ada. Untuk menyempurnakan kejutanku, aku sudah memikirkan segalanya dengan masak-masak. Jika biasanya aku akan main ngeloyor saja kali ini aku memarkirkan mobil yang sudah aku lunasi dua bulan kemarin di pos satpam. Tidak apa berjalan sedikit untuk membuat kejutan makin sempurna.


 

Senyumku mengembang, untuk terakhir kalinya sebelum aku turun aku mematut bayanganku di cermin. Banyak orang yang mengatakan jika aku cantik, namun aku lebih memilih kata menarik untuk dilekatkan pada diriku. Saat merasa penampilanku sudah sempurna tanpa makeup yang berlebihan, aku akhirnya turun meninggalkan mobilku di pos satpam untuk berjalan menuju rumah Arjuna, hebat bukan pacarku itu, usia 27 tahun tapi dia sudah memiliki tempat tinggal sendiri. Definisi mapan idaman.


 

"Mbak Juwita, loh kok Mbak ada disini, sih?"


 

Pertanyaan dari Pak Pardi, satpam komplek yang memang sudah sangat hafal dengan wajahku membuat langkahku terhenti. Kernyitan muncul di wajah beliau saat melihatku sekarang, bahkan aku bisa melihat jika beliau tengah ketakutan. Sungguh, mendapati reaksi Pak Pardi ini membuat rasa antusias yang menyalurkan euforia bahagia seketika menguap. Aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi merusak hariku yang indah ini. Dan benar saja, saat Pak Pardi menjelaskan dengan wajah paniknya, seketika hatiku mencelos dengan perasaan kecewa.


 

"Mana bawa mobil lagi. Bukannya satu jam yang lalu Mbak Juwita baru saja masuk ke dalam sama Mas Juna barengan satu mobil? Kapan keluarnya, Mbak? Jangan bikin saya takut ahhh Mbak."

Part 2. 
 

"Mana bawa mobil lagi. Bukannya satu jam yang lalu Mbak Juwita baru saja masuk ke dalam sama Mas Juna barengan satu mobil? Kapan keluarnya, Mbak? Jangan bikin saya takut ahhh Mbak."


 

Genggaman tanganku pada kotak kue mengerat, ada rasa marah yang sangat luar biasa menjalar di tubuhku saat aku sudah bisa menebak apa yang tengah terjadi sekarang. Entah untuk keberapa juta kalinya, kebahagiaan yang aku kira sudah bisa aku genggam dengan erat nyatanya harus rusak karena ulah orang yang sama.


 

Selama ini aku penyuka stroberi, tidak pernah secuilpun aku menyukai coklat seperti-nya. Tapi kenapa dia selalu menginginkan stroberi yang aku miliki, bukan untuk dia nikmati namun sekadar merebutnya agar aku tidak bahagia. 

Namun yang terjadi sekarang bukan tentang coklat dan stroberi semata.


 

Perlahan aku mengulas senyumku. Bersandiwara di hadapan dunia adalah salah satu keahlianku. Sungguh, berusaha tetap kuat dan berpura-pura baik-baik saja di hadapan orang lain sementara hati kita hancur adalah hal yang sangat menguras energi, aku sudah tahu ada hal buruk yang akan aku dapatkan, namun aku bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.


 

"Pasti tadi Juna sama kembaran saya, Pak Pardi. Jangan takut, saya bukan hantu, kok." Selorohku mencoba mencairkan suasana. Dan bisa aku tebak petugas keamanan ini terkejut mendengar jika aku memiliki kembaran. 


 

Ya, baik Pak Pardi dan kalian yang akan mengikuti kisahku, semua yang terjadi dalam hidupku berawal dari aku yang memiliki saudara sedarah yang memiliki rupa persis denganku, namun percayalah, dalam kehidupan ini aku sungguh berharap aku tidak pernah dilahirkan bersamaan dengan wanita bernama Jelita Rembulan tersebut. Perempuan yang selalu menjadi sumber masalah utama dalam hidupku. 


 

"Mbak Juwita punya kembaran? Jadi kembaran Mbak yang tadi sama Mas Juna?" Raut wajah terkejut di wajah tua tersebut seketika berubah menjadi raut wajah penuh tanya sekaligus kasihan. Sepertinya Pak Pardi sudah bisa menarik kesimpulan apa yang tengah terjadi, "Tapi Mbak tahu kan kalau kembaran Mbak pergi sama pacar, Mbak?! Duuuh, Ya Allah ini mulut, maaf ya Mbak, mulut orang tua ini sering......"


 

"Nggak apa-apa, Pak. Pak Pardi benar kok, saya nggak tahu kalau kembaran saya pergi sama pacar saya." Kutepuk bahu pria paruh baya tersebut sembari tersenyum, agar beliau tidak perlu merasa bersalah padaku, "terimakasih ya Pak. Kalau Bapak nggak ngasih tahu mungkin saya bisa kena serangan jantung nanti lihat pemandangan di sana."


 

Tanpa menunggu jawaban dari Pak Pardi aku berlalu, niatku untuk memberikan kejutan kepada Juna rupanya membuatku sendiri yang terkejut. Benar ya, kebusukan memang tidak bisa disembunyikan. Kecurangan sebaik apapun akan terungkap dengan sendirinya.


 

"Mbak Juwita, jangan berprasangka buruk dulu. Siapa tahu mereka nggak ngapa-ngapain!"


 

Aku berbalik mengangkat tanganku pada Pak Pardi sembari tertawa sarkas. "Iya Pak, tenang saja! Saya positif thinking mereka lagi main congklak di belakang saya, kok!"


 

Hahaha, lucu sekali Pak Satpam ini saat memintaku untuk berpikiran positif, ya kali dua orang bertemu diam-diam dibalik pacar mereka nggak ngapa-ngapain. Jangan tanya bagaimana perasaanku sekarang, karena rasa marah, kecewa, dan muak sudah campur aduk menjadi satu hingga rasanya dada dan kepalaku serasa ingin meledak. Entah untuk keberapa kalinya kebahagiaanku kembali dihancurkan oleh Jelita, kembaranku sendiri.


 

Kebuka ponselku dan dengan segera aku menekan tombol panggil pada nama Juna yang aku berikan emotikon love, hal yang memualkan dan membuatku ingin muntah, aku sangat penasaran sampai sejauh mana sandiwara ini bisa dimainkan oleh pacar dan juga kembaranku.


 

"Halo, tumben telpon jam segini, Yang." Tidak perlu waktu lama, panggilan itu terangkat, hal yang sangat mengagumkan untuk seorang yang tengah berselingkuh, namun nada suara Juna yang seolah terengah-engah menegaskan pemikiran liar yang muncul di kepalaku. Aku bukan seorang yang naif.


 

"Memangnya kenapa? Nggak boleh telepon pagar sendiri. Lagian kamu lagi ngapain, kok ngos-ngosan!"


 

Percayalah, aku bukan seorang yang suka berbasa-basi, dan saat akhirnya langkah kakiku sampai di depan rumah Juna, tempat yang aku kira akan menjadi istana untuk kami berdua, pria brengsek itu menjawab dengan santainya.


 

"Iya nih Yang, aku ada di gym sekarang. Udah dulu ya. Sambung nanti habis olahraga akunya."

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya JUWITA Part 3 dan 4
55
14
Karena free bayarnya pakai cinta dan komentar buat Mamak ya โค๏ธโค๏ธโค๏ธ
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan