
Seorang Pria berdiri tegap memegang belati, wajahnya santai seperti tiada beban akan apa yang menanti. Tiada rasa takut tersirat diwajahnya, padahal dia dikelilingi 6 orang berparas tegap nan sangar yang jua mengengam senjata tajam. Tatapan ke 6 orang itu buas memandang pria yang akrab disebut dengan nama Jhony.
Iya Dialah Jhony si Anjing Gila.
Part 1
Lo Jual, Gw beli
Setiap tahun pasti ada saja duel maut yang terjadi ditanah merah ini. Tanah berbentuk persegi, mirip dengan lapangan sepak bola. Gedung gedung tinggi menjulang kelangit bak atribun kehormatan bagi penonton menyaksikan laga panas penuh darah. Hanya yang terkuat layak mengukir sejarah, sementara bagi yang lemah tentu saja kain kafan akan menyapa.
Malam itu suasana sangat sepi dan hening, hewan malam seolah engan berkeliaran, tergemparkan pertarungan brutal yang segera berlangsung, duel maut bagi mereka para Gladiator.
Seorang Pria berdiri tegap memegang belati, wajahnya santai seperti tiada beban akan apa yang menanti. Tiada rasa takut tersirat diwajahnya, padahal dia dikelilingi 6 orang berparas tegap nan sangar yang jua mengengam senjata tajam. Tatapan ke 6 orang itu buas memandang pria yang akrab disebut dengan nama Jhony.
Iya Dialah Jhony si Anjing Gila.
*****
Hari itu lebaran ke 2, ditahun 2005, rumah keluarga besar Alm Bapak Miharjo terasa ramai. Untuk kali pertama setelah 20 tahun berlalu, 4 saudara kandung yang terlahir dari satu darah kembali berkumpul di atap rumah warisan yang penuh kenangan.
Perkenalkan saya Galih, cucu tertua almarhum Bapak Miharjo, saat ini usia ku menginjak 18 tahun, dan selama itu juga aku hanya mengetahui Mba Dwi satu satunya saudara kandung ayah, sementara Om Jonny dan si bungsu Tante Rita, hanya ku ketahui lewat dogeng malam yang sering diceritakan ayah.
Samar dalam ingatan ku, Ayah pernah bercerita bawasannya adiknya Jhony merupakan jagoan yang tak terkalahkan, sementara untuk tante Rita merupakan adik bungsu ayah yang tidak banyak mendapat jatah sorotan cerita.
Dan Hari itu tangisan haru pecah di rumah Pak Miharjo, seiring kedatangan tamu spesial, pasangan pasutri dengan anak semata wayang mereka yang berumur sekitar 4-5 tahun. Si Suami tampak dipapah oleh istrinya untuk berjalan.
Yap.. Pria tuna Netra dengan bagian wajah yang memiliki goresan panjang seperti tertebas.
Pria Itu adalah Om Jhony, sementara istrinya merupakan sibungsu Tante Rita dan bocah perempuan yang dibawa mereka merupakan sepupu ku.
Om Jhony berperawakan kurus dimana sekujur tangannya dipenuhi tato, jauh dari apa yang ku bayangkan, apalagi mengingat cerita ayah, bahwa beliau merupakan jagoan tak terkalah kan. Angan ku berharap sosok itu akan seperti Rambo, atau Terminator.
Beliau sosok yang ramah, dan layaknya orang pasaran, dia cepat dekat dan mendapatkan simpati orang sekitar, sama seperti saat itu, dirinya mengumpulkan kami para keponakan, guna mengenalkan Dela sepupu yang kamipun baru mengetahuinya pada hari itu.
Om Jhony sangat pintar membangun suasana sampai salah satu sepupu ku yang bernama Rudi (12 tahun) mengajukan permohonan.
“Om ceritakan dong bagaimana om bisa kebal dan jadi jagoan” katanya.
Canda tawa tetiba menghilang, terganti keheningan yang nyata, wajah para anak bapak Miharjo seketika menjadi serius.
“Ha.. Ha.. Ha.. Kamu namanya siapa nak?” tanya om Jhony.
“Rudi om”Jawab bocah itu dengan polosnya.
“Rudi toh, anak Mba Dwi” Balas Om Jhony padanya.
Nah pada saat itu entah kebetulan apa tidak, sewaktu mengatakan nama tante Dwi, pandangan Om Jhony tepat mengarah dimana Tante Dwi berada yang pasti nya membuat tante Dwi merasa tidak nyaman.
Sudah sudah main keluar, kata ayah memotong pembicaran, seolah mencoba mencairkan suasana. Semua anak anak keluar menuruti perintah ayah ku, hanya aku yang tak mengikuti amanah. Wajar saja, sebagai cucu tertua aku memiliki perbedaan umur yang jauh dengan adik ku
yang baru berumur 12 tahun, dan 3 orang anak tante Dwi.
Hal itu juga yang lagi lagi membuat aku sedikit takut dengan sosok Om Jhony, walau matanya tertutup, tapi dia seperti bisa memandang.
“Kamu ga ikutan Main Galih” Ucapnya berbicara mengarah pada ku, seakan tau keberadaan ku.
“Engak Om” Jawab ku singkat.
“Kamu mau dengar cerita Om gak?” Ucapnya kembali.
Mendengar itu sebenarnya aku sudah tidak tertarik, apalagi melihat fisik Om Jhony saja sudah membuat aku kecewa.
“Fisik ku sekarang bukan jadi alasan kamu ga percaya dengan cerita ayah mu” Katanya Tetiba.
“Deg.. Deg..” Jantung ku berdebar hebat, aku sungguh tersentak, bagaimana bisa Om Jhony membaca pikiran ku. Seketika itu ku tarik kursi mendekati posisi Om Jhony, Ku siapkan 2 gelas kopi, berharap apa yang ku dengar akan menjadi cerita nyata yang paling menarik dalam hidup ku.
Om Jhony tampak senang, dirogohnya kantong baju sembari mengeluarkan sebatang rokok, agak lama dia berbicara karna asik dengan hisapan tembakau itu, sebelum nafas panjangnya mengembuskan asap mengebul dan mulai menceritakan kisah kelam mengenai hidupnya.
“Lo jual Gw beli”, begitulah perkataan pertama yang terucap dari mulut Om Jhony, seolah tidak ada kata komfromi bila berurusan dengan Nya.
Part 2
Cindy
Siapapun tidak akan pernah memiliki cita cita menjadi seorang preman, hidup dikerasnya kenyataan dengan mengandalkan otot guna mempertahankan singgasana. Begitu juga dengan Aku, kadang aku tersenyum menilas kembali jalan hidup yang menyapa lucu, hobby ku dengan seni bela diri malah mengantarkan ku menjadi penguasa dunia malam.
Terngiang jelas dikepala bagaimana Ayah memohon ke Pak Ruslan (Kepala Sekolah) ke 4 yang mendrop out diri ku di kala SMA, sejak saat itu juga ke 2 orang tua ku seakan mati rasa yang malah ku tanggapi dengan cara yang salah.
Aku malah semakin akrab dengan riuhnya suasana pasar, gelamornya dunia malam, dan dinginnya jeruji besi.
Saat itu usia ku baru menginjak 18 tahun, kali pertama tangan ini menebas seorang lelaki pertenteng hanya karna masalah uang parkir 50 Rp. Sejak saat itu juga julukan si Anjing gila melekat pada diri ini.
Pamor ku kian menanjak, banyak kelompok yang ingin merekrut, keberanian yang mereka anggap sinting menjadi alasan nyata untuk mengajak bergabung. Aku memang tidak suka berkrompomi, karna setiap masalah yang datang selalu kuselesaikan dengan kekerasan.
Malah dipenjara aku sempat menghajar seorang jawara, preman sepuh yang katanya tidak tersentuh, beberapa kali bogem mentah ku berhasil mengalirkan darah dihidungnya, walau diakhir cerita akulah yang menginap di RS hampir seminggu, karna habis dikeroyok puluhan anggotanya.
Buah dari kejadian itu semakin melambungkan nama ini, tidak ada yang berani menyentuh Jhony. Terlebih pasca kejadian, Alex, salah satu pimpinan kelompok Gengster yang cukup disegani kala itu, secara langsung meminta ku untuk bergabung dengan Kelompok GS (God Satan), jaringan gengsteryang acap kali mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Hampir semua bisnis kriminal dijalankan oleh Kelompok GS, dari perebutan lahan, penagihan, judi, narkoba, pelacuran, bahkan jasa pembunuhan yang kerap kali dipesan oleh elite politik atau pengusaha berduit pada masa tersebut.
2 tahun setengah aku mendekam, sebelum menghirup udara kebebasan, layaknya film seriga terakhir dijaman milenia, kisah itu lebih dulu aku jalani. Perasaan hancur tak kala mata ku menyadari, bawasannya tiada keluarga yang datang menjemput, hanya sekali mereka datang melihat, itu pun kala awal aku dipenjara.
Dan kalian berpikir aku dijemput oleh Alex, layaknya film tersebut?
“Tentu..”
Tentu saja tidak, Beliau terlalu sibuk bila hanya menjemput 1 anjing liar seperti diri ku, Yang pasti kala itu aku malu untuk kembali ke rumah, berbekal alamat yang diberikan Alex sebelum dia bebas, akupun memberanikan diri untuk menjumpai dirinya guna meminta pekerjaan.
Singkat cerita diri ini berhasil menemui Alex, reputasi ku sebagai tanggan kanan sewaktu dipenjara, nyatanya tidak membuat aku dianak emaskan. Tiada pengistimewaan yang ku terima, malah sebagai kerjaan awal, beliau memperkerjaan ku kembali diposisi yang membuat diri ku dibui dulu.
“Yap..” Hanya menjadi penjaga Parkir disalah 1 klub malam, disitulah dia menempatkan diri ini.
3 bulan berlalu, karir ku didunia kriminal semakin meredup, Nama Jhony si Anjing Gila memudar, berganti Kang Parkir, sangat menyedihkan, apalagi saat itu pendapatan yang ku dapatkan juga sangat minim, tak jarang aku suka bermain harga parkir demi dapat membutuhi kehidupan sehari hari.
Kala itu merupakan saat tersulit untuk diri ini, bahkan emperan tak jarang menjadi tempat ku bernaung, bila club malam sedang diprivate oleh kaum borjuis. Sempat terpikir untuk mengakhiri kerja disana, namun kedekataan ku kepada seorang pelacur bernama Cindy, membuat aku bertahan dengan keadaan yang tak bersahaja.
Dan Wanita inilah yang kelak membuat dunia ku semakin hitam nan kelam. Awal pertama aku memulai debut profesional, menjadi penghuni gladiator tanah merah guna menancapkan nama ku di puncak tertinggi Kelompok biadab tersebut.
Om Jhony terdiam sebentar, dia seperti berusaha mengingat part kelam dalam kehidupan, senyum kecil dengan sedikit suara tawa menghiasi wajahnya, sebelum dia kembali bercerita :
“Cindy tidak sehina yang mereka katakana, raut mengairahkan kala dia melayani tamu hanya topeng palsu yang harus dilakukan guna mendulang Rp yang lebih banyak. Dia tidak juga wanita liar yang haus akan S*X, bukan pula wanita yang dapat digratiskan demi mendapatkan kepuasan sebatang Pe*is, seperti celoteh para tamu yang kerap ku dengar, aku tau betapa baik nya dia, dan aku sangat mencintai Nya” Ucap Om Jhony melanjutkan ceritanya.
Entah dari mana bermula, aku menjadi dekat dengan Nya, kerap kali dia menjadikan aku sebagai tempat mengeluh akan deRita harian, dia tak tau sampai kapan dirinya harus menjadi Wanita hina seperti saat ini.
Setelah berpulangnya ayahanda, beban ada di pundaknya. Bukan satu keharusan memang untuk dia memberikan uang, namun apa daya, ibu nya hanya seorang ART, yang pasti tidak akan sanggup memenuhi kebutuhan dirinya dan ke 2 orang adiknya.
“Untuk makan saja susah, apalagi berpikir mau sekolah” celoteh Cindy pada ku.
Setiap bulan hasil yang didapatkan hanya diambil sesuai dengan kebutuhan sewajarnya saja, tiada niatan untuk menikmati lebih uang haram itu, dia sangat berharap kelak ke 2 adiknya akan tumbuh menjadi manusia sukses.
Dan sejak semua tutur kata itu dia ucapkan berkali kali pada ku, benih asmara hidup dalam hati, bak pelet pemikat Kuntilanak, perasaan sayang hadir tak dapat ku bendung. Aku benar benar tulus ikhlas mencintainya, walau 1001 cerita miring tajam menempel padanya.
Om Jhony kembali tertawa pada ku,
“Ha... Ha.. Ha.., Kamu dah besarkan Galih?” Tanyanya tetiba menghentikan cerita tersebut.
“Bijak dalam menafsirkan, dan jangan mengikuti jalan Om mu ini” Ujarnya kembali yang membuat diri ini semakin antusia mendengar.
Hampir 1 tahun lamanya profesi menjadi tukang parkir ku jalani, karna saat itu aku sudah kepincut dengan Cindy. Namun kami memiliki masalah lain kala itu, adanya hubungan disesama anggota merupakan pelanggaran keras dan sangat diharamkan. Hanya saja karna kami saling mencintai, hubungan itu tetap berjalan secara rahasia.
Walau mata ku kini buta, namun jelas ku ingat bagaimana Cindy merampok diri ku.
“Merampok Om?” seketika aku meyela perkataan Om Jhony.
Kurang lebih 7 bulan bekerja disana, aku sudah mendapatkan hati Cindy, walau tubuhnya masih digilir kala malam menjelang.
Tiada niatan bagi ku tuk menikmati tubuh itu, sekalipun status ku sebagai kekasih, sudah pasti aku dapat mendapatkan secara gratis. Tapi benar Cinta itu Buta, aku tak punya niatan sedikit pun menakalinya.
Tapi mungkin karena perasaan tidak enak dalam hati cindi. Pernah satu waktu dia menjebak diri ini dengan 1 botol Miras dan obat perangsang, dan malam itu Cindy berhasil merampok keperjakaan pria yang kala itu berusia 22 tahun.
Kejadian itu membuat aku tau arti Nikmatnya... Nikmatnya....
“Otak kamu jangan ngeras Galih, jangan seperti para pembaca tulisan ini yang mengharapkan banyak cerita lendir akan om Ceritakan. Om maksud nikmatnya membina rumah tangga” Ucapnya yang membuat Galih sedikit tersenyum.
Malam itu juga Aku berjanji akan menikahinya. Aku tidak peduli akan status yang disandang Cindy,dibenak ku kala itu hanya bagaimana bisa melepaskan dirinya dalam kekang belengu hitam, dan membina rumah tangga layaknya manusia normal lainnya.
Kehidupan sebagai penjaga parkir sudah pasti tidak akan cukup menafkahi Cindy apa lagi keluarganya, buat aku saja jauh dari kata cukup. Saat itu lah ego ku menurun, ku buang rasa malu jauh dari hidup.
Aku kembali berlutut dihadapan ke 2 orang tua ku, kehadiran ini disamput pelukan hangat dari mereka semua, kami sempat menangis haru bersama, namun kehangatan itu tidak berlangsung lama, selang mereka mengetahui niatan ku untuk menikahi seorang wanita tuna susila, perlakuan mereka kembali datar nan sinis.
Padahal sudah berjuta janji tobat yang ku ucapkan, namun tiada 1 dukungan untuk menyemangati, rumah ini kembali panas, dengan berpuluh kalimat yang mencoba meredam niat baik itu.
Usaha dan kerja keras ku selama 30 hari akhirnya membuahkan hasil, walau tanpa restu dari orang tua, setidaknya emas dan uang yang cukup lumayan dapat ku Amankan dari lemari ibunda tercinta, dimana nantinya uang itu akan ku gunakan untuk menebus Cindy, perkara Ibu dan Ayah akan marah biarlah menjadi urusan belakang, ketika Cindy telah ku persunting, pikir ku kala itu.
Aku datang menemui Alex, ku utarakan permohonan ku menebus Cindy dari tempat pelacuran tersebut, dia tertawa geli mendengar apa yang ku ucapkan.
“Jhony.. Jhony... seburuk buruknya pria, pasti tetap ingin seorang wanita sholeh untuk menjadi ibu dari anak anak nya kelak” Ucapnya pada ku.
Alex sempat menolak permohonan itu, dan mengangap aku hanya bocah yang baru beranjak dewasa, tiada yang salah dengan apa yang dia katakan, malah dia sama seperti keluarga ku, berharap aku mencari wanita lain yang lebih layak, hanya saja aku memang sudah buta dengan cinta.
Keadaan sempat memanas, kala aku mengungkit hutang budi yang dia miliki, kala kami dipenjara, Alex seperti geram akan perkataan tersebut, belum lagi saat itu para pengikutnya tampak siap memberikan pelajaran pada ku.
“Pelajaran mengenai arti pentingnya memahami posisi dengan siapa kita berbicara”.
“Ok Jhony, Kamu benar! aku memiliki hutang budi, kali ini aku memaafkan ucapan mu, kembalilah dengan uang 500 Ribu dan bawa pergi wanita murahan itu” Ucapnya dengan nada meninggi.
Walau perkataan Alex sangat kasar, namun aku lega mendengar ucapan tersebut. Saat itu juga aku mengucapkan terima kasih dan pergi meninggalkan Nya. Dalam hemat ku, ini akan menjadi kabar gembira untuk Cindy, dan besok dia akan mulai kehidupan baru yang lebih baik.
Sesampainya didepan gedung club malam, langkah ku terhenti, mata ini kusyuk memandang ke arah tanah merah, riuhnya teriakan nyaring terdengar berasal dari sebidang tanah yang sempat membuyarkan maksud dan tujuan awal ku pergi ke sana.
Lahan itu memang sering dipergunakan oleh warga sekitar untuk bermain sepak bola dikala pagi atau sore hari, namun saat itu jam sudah menunjukan angka 9, langit pun telah hitam di pekatnya malam, aneh bila masih ada orang yang bermain.
Belum lagi para pemain yang ada ditengah lapangan menggunakan pakaian lengkap dengan rata rata bersetelkan jeans dan kaos oblong, tiap tangan pun terlihat kencang mengengam senjata, yang seolah siap mencari tumbal.
Langkah ku perlahan menuju kesana, tanpa dapat tertahan. Jiwa tarung yang setahun bak mati suri tetiba bangkit dari kubur. Batin ku berkata tinggalkan, namun pikiran berkata ini saat yang dinanti.
Darah ku semakin mendidih kala mengetahui malam itu kelompok Alex mendapatkan tamu yang tidak diundang. DDjagat Sediro hadir disana sebagai komando yang siap mengambil tahta kekuasan, seorang pentolan jawara yang juga berasal dari Kelompok GS.
Pemimpin GS sendiri sangat banyak, namun hanya 3 orang yang benar benar mempunyai reputasi tertinggi, dan malam itu 1 peminpin GS yang cukup disegani, Robert Gondrong jua tampak berdiri dibarisan DDjagat Sediro, dengan kata lain hanya Alex dari ke 3 orang teratas di kelompok itu yang tidak menampakan batang hidungnya.
Perang saudara sangat diharamkan, GS identik dengan persaudaraan, namun kelompok ini tidak memiliki pemimpin utama, sekalipun Alex memang menjadi pemimpin yang paling berpengaruh dari ke 3 nama tersebut, tidak serta merta membuat Alex dapat memerintah jaringan lainnya.
Keras aku berpikir soal apa yang telah diperbuat Alex, hingga ke 2 orang itu memantik pertikaian berdarah, atau mungkin pula ke 2 orang ini sedang melakukan makar untuk mempermudah jalan menjadi yang teratas.
Tak butuh waktu lama, pertikaian itu dimulai, dengan sekejap saja sudah banyak manusia tumbang bersimbah darah, Aku semakin terpacu, ku percepat langkah ku. Langkah untuk mencari tempat aman dan terbaik guna melihat pertarungan itu, jangan berharap aku hadir bak jagoan, yang akan membalikan keadaan, atau jangan pula berpikir kehadiran diri ini disana, sekalipun menjadi pesakitan kelak akan memulai debut Jhony si anjing gila.
Melihat kehadiran DDjagat dan Robert sudah cukup membuat aku menjadi pecundang. Terlalu naif bagi ku untuk menebas kepala mereka, mendegar nama mereka saja sudah menyiutkan nyali.
“Mungkin bagi Mu cerita ini terlalu mengada ngada ya Galih” Ucap Om Jhony pada ku menghentikan sejenak cerita itu.
“Era 80 an sangat beringas, pertikaian itu lazim terjadi tanpa ada jejak yang tertinggal, tidak ada liputan,berita apalagi keadilan, hukum rimba kental berlaku. Makanya dulu banyak Petrus dan Matius” Serunya sembari melanjutkan Cerita.
Mudah untuk ditebak, kelompok Alex sirna dalam semalam, bahkan sampai detik ini, aku tidak tau bagaimana nasib Alex, entah dia kabur dan selamat, atau bisa jua sudah menyatu dengan coran aspal jalanan.
Yang pasti kiprah Alex telah usai, orang yang dekat dengannya juga hilang tanpa jejak, bahkan aku pun tidak diperbolehkan menjadi tukang parkir lagi disana. Tentu saja perkara itu membuat perjalanan kian terasa terjal tak berujung.
Part 3
Era baru
Perpindahan tambuk kekuasaan pastinya menghasilkan peraturan baru bagi mereka para pemenang. Dibawah kepemimpinan DDjagat Sediro, GS semakin dicap sebagai kelompok yang meresahkan, peredaran barang haram narkoba semakin menjadi bisnis utama kelompok ini.
Dan Lokalisasi maupun club malam yang berada dibawah kekuasan mereka, sudah pasti menjadi pusat peredaran narkoba pada saat itu. Hal ini cukup membuat aku semakin sedih, bawasannya prilaku kelompok GS priode baru sungguh sangat mengerikan bagi mereka para Wanita tuna Susila.
Mereka dipaksa harus mengkomsumsi obat obatan terlarang, dengan dalih agar lebih kuat dalam melayani tamu, untuk para WTS yang menolak sudah pasti siksa akan menanti, tak jarang benda haram itu dicekokin paksa masuk kedalam tubuh.
Dibalik itu semua tersimpan kunci rahasia, mereka berharap banyak hidung belang yang haus akan S*X terjerat pula dengan Narkoba. Terlebih lagi para WTS kini lebih giat bekerja hanya untuk mengumpulkan uang guna membeli barang haram itu, mereka dijadikan pecandu kelas berat, begitu juga dengan Cindy.
Aku memang suka dengan dunia malam tapi tidak untuk narkoba, namun apa daya Diri ini akhirnya terjerumus dan mulai menjadi pecandu, sudah pasti Cindy lah manusia pertama yang memberikan barang haram itu kepada ku.
Tak khayal menjadi Copet, Jambret atau mungkin Begal dalam bahasa manusia saat ini aku lakoni, semua dijalani hanya untuk memuaskan hasrat mengkomsumsi barang terkutuk itu. Kehidupan semakin kelam, hari lepas hari hanya memikirkan bagaimana cara mendapatkan barang terkutuk itu dan bisa menikmatinya bersama Cindy. Niatan ku untuk membawa Cindy menjadi putih, hanya harapan yang ada diangan, terlebih Cindy lah yang berhasil membuat aku semakin kelam.
Hembusan angin santai menerpa wajah ini, malam itu aku berdiri didepan pintu club malam, seperti biasa berteman sebatang rokok aku duduk menanti kepulangan Cindy. Hati ku cukup ria, karna saat itu dompet telah terisi penuh hasil mencopet tadi pagi, sudah kubayangkan sesaat lagi akan ku gunakan uang itu untuk bersenang bersama Cindy. Malah celana ku terasa mengetat dengan pikiran pikiran nakal yang mungkin akan terjadi, ucap ku dalam hati.
2 jam menanti Cindy tak jua keluar, bayang pria hidung belang yang sedang menikmatinya jelas hadir dialam sadarku, rasa cemburu pasti ada, tapi aku menyadari belum dapat bertangung jawab secara materi padanya.
Hingga teriakan sayu seorang wanita, kembali membuat aku sadar dari amunan sesat yang merusak jiwa mala itu.
“Ampun... Ampun.. Mas” Suara wanita yang tak lain adalah Cindy, memelas penuh dengan derai tangisan, wajahnya memar dengan darah yang mengalir dari hidungnya.
Didepan Ke 2 mata ku, tersaji pemandangan yang tak akan pernah terlupakan, saat itu aku sudah tidak memperdulikan lagi kenapa penganiayaan itu terjadi, yang ku tau, aku harus menolong Cindy sekalipun dirinya memang bersalah.
Tak akan ku biarkan sang bidadari hati diperlakukan layaknya binatang, dalam sekejap aku berlari menghampiri kerumunan itu, diri ini langsung menarik tubuh Cindy berusaha untuk melindungi.
“Sabar Man, Jangan kasar sama Wanita” Seru ku pada ke 3 pria banci yang menganiayanya.
Perkataan itu tak disambut hangat, mereka sepertinya tidak memiliki waktu untuk berdiskusi, salah satu dari mereka langsung melayangkan tinju yang mengarah tepat ke wajah dan membuat aku tersengkur.
Seketika itu juga setan yang sudah lama tertidur, bangun dan mengamuk, Jhony si Anjing Gila kembali kepentas. Aku bangun dan langsung membalas perlakuan kasar tersebut, walau sendiri tak sedikitpun aku gentar untuk meratakan manusia brengsek itu.
Tendangan terukur berkali kali ku layangkan kepada mereka, dan mereka pun cukup tangguh, berkali kali pula mereka bangun dan membalas, dan hitam yang ku peroleh semasa SMA seakan tak dapat membendung perlawan dari mereka yang menyandang Dan Kawan Kawan.
Kelompok itu tidak ada habisnya, lebih dari 10 orang kini menghujani ku, bahkan Cindy juga berlari, mencoba menjadi tameng injakan, dia berusaha melindungi diri ku yang sudah terkapar. Bila saja Robert tidak ada disitu, dan menjadi penegah mungkin kami akan mengukir kisah cinta yang sangat romantis.
Dimana Aku lebih memilih mati pada saat itu, namun takdir berkata lain. Kedatangan Robert tak ubahnya hanya memperlambat kematian bagi kami, benar dia menghentikan sesaat penganiayaan, tapi tak lebih untuk memuaskan hasratnya akan drama yang lebih mengerikan.
Tubuh kami diseret menuju tanah merah itu, layaknya binatang kami digiring dengan sangat kasar, bahkan aku tidak sampai hati melihat pakaian Cindy yang hampir hanya mengenakan pakaian dalam.
“Kau punya nyali juga anak muda, siapa namu mu?” Tanya Robert pada ku.
“Jhony” Jawab ku singkat.
“Jhony... Jhony... Jhony... sepertinya dulu Alex pernah bercerita tentang nama itu, entahlah
aku lupa..Ha.. Ha.. Ha..” Ucapnya sembari tertawa.
“Jadi katakan apa mau anak muda?” tanyanya kembali.
“Izinkan aku pergi membawa Cindy dari sini” Jawab ku lantang
Robert semakin tertawa mendengar permintaan ku “Kamu mau membawa wanita ini? Sampai kapan pun, dia tidak akan ku izinkan pergi dari tempat ini” Ucap Robert pada ku sembari meletakkan kakinya tepat diatas kepala Cindy.
“Tapi tenang, semua orang tau betapa baiknya Aku, keberanian mu patut diapresiasi, kalau kamu bisa menang melawan ku, kau boleh pergi dengan wanita sampah ini” serunya menantang diri ku.
Walau badan sudah terasa remuk, perkataan itu membakar semangat ku, dengan tertatih aku kembali berdiri.
“Ku harap kau seorang pria, yang tidak akan ingkar janji, bersiaplah Robert” Teriak ku padanya. Keadaan 1 lawan 1 membuat ku sesumbar, walau Robert merupakan pentolan GS, aku yakin bsa menghabisi dirinya malam ini.
Rasa percaya diri, dan keyakinan berlebih mampu membebaskan Cindy, justru menjadi bomerang, sebelum akhirnya kembali keadaan mengajarkan aku untuk paham posisi level berada.
Robert sangat berpengalaman, wajahnya sumringah, tiada sedikitpun kesan dia akan kalah malam itu, dia berjalan kearah ku tanpa memberikan ancang ancang, tepat dimana kami saling bertatap, aku tidak mau kehilangan moment dan langsung memulai pertarungan.
Ku berikan tinju terkeras kearah nya, pukulan telak ku hanya membuat kakinya selangkah mundur, tak ingin diriku melihat kebangkitannya, secara bertubi tendangan dan uper cut ku lancarkan, yang akhirnya berhasil membuat Robert jatuh tersungkur.
Saat itu aku seperti pecundang, sampai dia terjatuh pun aku tetap melancarkan serangan, karena khawatir dia dapat bangkit, namun aku lengah, satu bogem diarahkannya pada ku, yang membuat diri ku langsung terpental.
Dia tertawa sembari berdiri kembali.” Ha.. Ha.. Ha.. Kau sangat mengecewakan, tidak seperti apa yang dikatakan Alex” Ujarnya berkata.
Aku bergedik, melihat Robert bangkit, wajahnya memang terlihat memar, namun untuk pukulan telak berkali kali yang ku berikan, tak ku dapati setetes darahpun mengalir di wajahnya.
Dia kembali berjalan dengan santai, sama seperti diawal perkelahian, melihat itu, aku langsung menyadari saat ini aku bukanlah orang yang pantas menjadi lawannya.
Sekali lagi dia melancarkan pukulan, aku menangkis dengan tangan ku, namun pukulan itu sangat keras, bahkan aku merasa nyeri yang teramat sangat. Kali ini dia tidak memberi ampun, hanya dengan sekali hok kiri dan uper cut yang mengalir deras tepat di dagu, aku kembali terkapar untuk kesekian kalinya.
Riuh tepuk tangan salut akan kekuatan Robert berkumandang, tanpa ada seorangpun simpati terhadap kondisi kami. Aku menyadari, Robert hanya ingin mengambil panggung dalam pristiwa itu, dia ingin menanamkan rasa takut pada siapapun, hinga tak seorangpun akan berani mempermainkannya.
Sudah jelas dia yang menjadi pemenang, tapi sepertinya itu belum memuaskan hatinya, dia melemparkan belati tepat dihadapan ku.
“Bangun Jhony, Jangan buat aku kecewa!!, Bangun pakai belati itu, 1 kali kesempatan akan ku berikan pada mu” Serunya pada ku.
Dia sungguh menghina ku, ku paksakan kembali bangun, ku raih belati itu dan berlari kerahnya, bertubi tubi kutikamkan belati tersebut kearah perut, dada bahkan lehernya, hingga aku terjatuh dan merasa takut, mungkin pula semua yang ada disana. Belati itu tak mampu menembus kulitnya, bahkan mengukir goresan saja tidak.
“Kamu sudah puas anak muda” Katanya mengintimidasi.
Dia berjalan, mengambil belati yang telah terlepas dari gengaman ku.
“Untuk menjadi Pria hal pertama harus dapat memusnakan kelemahan”
“Crott...” Belati itu dihunuskannya pas dipunggung Cindy, seketika itu juga Cindy mati dihadapan ku.
Aku terdiam kaku, seakan sudah tidak memiliki keinginan yang tertunda, pikiran ku kosong dan kematian yang saat itu ku harap. Sambil merangkak kearah mayat Cindy, aku memohon agar dibunuh pada malam itu, Robert semakin tertawa, dia bahagia akan peristiwa itu.
“Nikmati hari mu” katanya kembali.
Tanganya mengengam belati, dia mengukir wajah ku dengan 1 goresan Panjang mengarah kemata. Belum hilang ronta ku menahan luka yang menganga di wajah, satu tendang dilancarkan kembali tepat dikepala, yang membuat aku seketika terkapar pingsan. Malam itu aku merasa Azal seperti tak lebih dari 1 hembusan nafas.
Part 4
Ajian Taring Babi
Ada 1 pertanyaan besar yang sampai saat ini belum kutemukan jawabnya, entah aku harus berterima kasih atau bersumpah serapah pada sosok yang menyelamatkan ku.
Kudapati diri ku tersadar diriuhnya lalu lalang kegiatan Rumah Sakit, dan aku tidak tau saat itu sudah berapa lama tertidur disana, sebelum kelopak mata ku terbuka dan mimpi buruk itu seperti baru beberapa menit lalu terjadi.
Teriakan ku yang penuh amukan sempat membuat heboh petugas medis serta pasien yang berada disana, berkali kali mereka mencoba menenangkan diri ku yang tak kunjung berhenti, hingga akhirnya lebih dari 2 jarum disuntikan kedalam tubuh guna membuat aku kembali trtidur.
Namun tetap saja hal itu hanya meredam tuk sesaat, aku yang pada dasarnya sekarang seorang pecandu pastinya membuat halusinasi ku kian tak terkontrol, detail pertikaian itu selalu hadir dikala diri ku tersadar.
Pak Miharjo, selaku ayahanda tercinta kian jengkel melihat tingkah anak ke 3 nya, belum kelar perkara tuduhan pembunuhan atas seorang wanita bernama Cindy yang dialamatkan pada ku, kini aku juga menghadapi kasus lain, karna pihak kepolisian mendapati hasil tes ku postive Narkoba.
Tak ada pilihan lain bagi keluarga selain menjebloskan diri ku dalam dekapan perawatan kejiwaan, Ayah mengeluarkan banyak biaya untuk mengurus itu semua, melihat aku membusuk di rumah sakit jiwa mungkin lebih baik daripada mengantarkan ku kembali ke Bui.
Saat itu, banyak saksi palsu yang mengatakan aku lah pembunuh Cindy, belum lagi hasil investigasi dan lain sebagainya, mengarahkan diri ini sebagai pelaku utama. Sidik jari ku bertebaran dibelati yang menghabisi dirinya.
8 bulan lamanya aku bersemedi disana menemukan sisi lain dari diri ku, tiada tanda aku akan terbebas dari belengu Rumah Sakit Jiwa ini. Hingga disuatu malam yang suram, tidak ku hiraukan lagi status ku yang masih dalam pengawasan Rumah sakit maupun kepolisian.
Status ku sebagai ODGJ tidak semerta merta membebaskan dari tuntutan, sekalipun benar kasus itu tenggelam karena terbantu laporan kejiwaan yang ku jalani, namun tetap saja aku masih dalam pengawasan ketat.
Malam itu ku persiapkan semua, ku telah celah yang akan ku lalui guna membebaskan diri ku dari segala belengu ini. Hati ku sudah mantap melancarkan aksi heroik, kabur dari tempat yang tak ubah penjara yang nyata.
Mimpi ini tidak akan pernah menjadi nyata bila aku terus tertidur, Aku harus bangun, dan memulai rencana besar yang sudah menunggu dieksekusi. Tak akan ku biarkan diri ini membusuk dibalik cerita bohong yang terus menghantui.
Dengan seluruh amarah dari iblis yang bersemayam di jiwa ku. AKU BERSUMPAH akan membalas kematian Cindy. AKU BERSUMPAH akan mengancurkan mereka sampai ke semua keluarganya. Perdetik ini tidak akan ada yang berani mempermainkan Jonny. Begitulah aku berjanji kala itu.
Hanya berbekal baju yang membungkus tubuh, aku berhasil melarikan diri. Menyebrang pulau menjadi pilihan, tak aman bagi ku bila harus memulai dikota yang sama, atau mengunjungi kota besar yang pastinya ketat dengan penjagaan preman preman sipil.
Pasar sudah pasti menjadi pilihan tempat ku bernaung dan Kerasnya pengalaman hidup cukup membuat diri ku menerima kondisi yang datang bersingah, saat ini bagaimana bisa mengisi sejengkal perut sudah lebih dari cukup, tak sedikitpun ku mengeluh dan menjalani semuanya sebaik yang ku mampu.
Ku ubah pola pikir, otot dan nyali memang dibutuhkan, tapi tanpa otak yang encer, kekuasaan tak akan bertahan. Perlahan namun pasti, nama ku pun semakin tertancap dipasar itu. Image dari kuli kasar merangkak menjadi tukang pukul nan bernyali, yang kemudian ku kombinasikan dengan kepintaran memanage otak.
Aku berhasil menghimpun para manusia kasar itu kedalam 1 perkumpulan. Namun itu belum memuaskan hasrat, menjadi jawara dipasar kecil tidak akan membuat ku mampu mewujudkan mimpi yang telah ku rancang, belum lagi kekuatan ku dipasar itu kerap kali mendapat cobaan dari kelompok lain yang ingin berebut tahta.
Menconter serangan kelompok lain saja sudah membuat ku harus mengerahkan seluruh tenaga, belum lagi perlakuan makar tak ubahnya kelakuan DDjagat Sediro dan Robert juga terjadi pada diriku.
Walau nasib ku tidak seburuk Alex, namun ku sadari, aku masih jauh dari level Robert dan tak mungkin saat ini ku buat perhitungan padanya. Diri ku belum terlalu cakep, hanya pasar kecil dan berorintasi pada uang keamanan saja sudah membuat ku keteter.
Disinilah akal gila ku seperti haus akan pengakuan, belum lagi hawa panas akan dendam yang masih membara terus mengingatkan ku agar tidak berpuas diri, apalagi melupakan maksud dan tujuan untuk semua yang ku kerjakan.
Ingatan akan kekuatan Robert, membuat diri ku gencar mencari informasi untuk bisa menjadi tangguh melebihi diri nya. Keseriusan itu pula yang membuat diri ku bertemu dengan seorang dukun tua, bernama Lek Panjalo.
Orang yang membukakan jalan, dan petunjuk mengenai cara agar aku bisa mempertahankan tahta ini. Jelas diingatan akan satu Kalimat dari nya yang seakan merogoh jiwa larut dalam janji janji neraka.
“Ajian Taring Babi, akan mengantarkan mu pada kekuatan yang tanpa batas” Ucapnya kala itu.
Ajian rantai babi hanya membuat mu kebal dari senjata, tapi Ajian taring babi, selain diri mu kebal dari senjata, kekuatan siluman babi itu akan menyatu kedalam tubuh. Tentu saja tidak semudah itu mendapatkannya, untuk memulai ritual nya saja sudah susah, aku harus terlebih dahulu mengisi jiwa ku dengan khodam guna membantu tuk menaklukan siluman babi itu.
Belum lagi syarat pengikat nya aku harus menyetubuhi..
“Hemmm… ayuk kita makan dulu” Terdengar suara tante Dwi memangil, seolah dia engan mendengar Om Jhony melanjutkan ceritanya pada ku.
Cerita pun terhenti dengan tawa Om Jhony yang senang akan gerutu ku. Baru saja aku merasa hanyut dalam perjalanan dan coba merasakan setiap ucap kejadian, pembicaraan itu berakhir, dengan rasa penasaran yang sangat menganjal.
“Galih !!, kamu jangan kwatir, om janji tidak ada kentang diantara kita, hanya saja tolong bantu Om. Sampaikan kepada pembaca untuk Like, Follow dan dukung cerita ini” Pesan Om jhony pada Galih.
Part 5
Ajian Taring Babi 2
Kala senja kembali tiba, aku selalu bergegas pergi menuju rumah Lek Panjalo, kedekataan ku dengan beliau tak ubahnya murid dan guru. Apapun yang diamanahkan selalu ku kerjakan tanpa ada bantahan maupun pertanyaan, printah dari beliau pun terkadang cukup nyeleneh, mulai dari mngambil tanah dimakam, bersmedi semalam suntuk ditengah hutan, dan yang paling tidak ku suka, sekali seminggu aku diwajibkan meminum darah babi.
Tak jarang pula ritual itu membuat aku tertawa, kala dirinya menyuruh menyediakan wanita dimana aku harus bersetubuh dihari tertentu, dan semuanya harus dilakukan di lembah yang berada di tengah hutan.
Ok semua aku lakukan, namun jauh di dalam benak ku, bila kelak Pria paruh baya ini merupakan dukun palsu, aku berjanji akan mengeluarkan seluruh isi perutnya, dan memberikannya ke anjing anjing liar.
2 bulan lama nya ritual itu ku jalani, dan tidak ada hal aneh yang kurasa, jangan kan ilmu kekebalan, melihat pocong atau kuntilanak saja tidak, saat itu aku mulai merasa dikerjain oleh sosok manusia tua ini.
Hampir saja di satu malam diri ku mantap untuk mengantarkan dia kembali pulang ke pangkuan iblis di Neraka, dan aku bersyukur hal itu tidak terjadi. Bila saja Lek Panjalo telat berbicara sudah pasti akan ku jadikan dia makanan anjing sesuai janji ku.
“4 hari lagi Malam 1 suro, besok engkau sudah harus berada ditempat itu, bersemedilah di sana dan jangan beranjak sampai kau dapati raja siluman babi muncul dihadapan mu, dan kesempatan itu hanya sekali, bila engkau gagal pilihannya hanya kematian” Ucapnya menjelaskan padaku.
Arahan itu tidak semerta membuat aku senang, malah aku jadi panik mendegar hal itu, ini benar atau hanya akal akalan nya saja untuk mengelabui pikir ku dalam hati. Kalau dia berbohong dapat ku pastikan azal nya tidak akan lama, namun andai kata, apa yang diucapkan Lek Panjalo benar, sudah pasti aku akan mati.
Sebab 2 bulan rutin melakoni ritual tidak ada perbedaan kebatinan yang kurasakan. Mana khodam yang dijanjikan? Mana kekuatan gaib yang kelak aku pakai guna melawan Siluman Babi itu? Tanya ku ketus padanya.
“Tak perlu engkau bimbang, darah babi yang sudah rutin dikau kosumsi akan menyamarkan bau mu, dia tidak akan mengangap mu manusia, dan disitulah kesempatan yang engkau miliki”
Mbah Panjalo kumudian memberikan sebilah belati kecil pada ku.
“Tepat demid itu ada dihadap mu, hunus kan belati ini pas dijantungnya” Begitulah dia berpesan.
Mendegar penjelasan itu tdak membuat ku puas, masih terus mulut ini mencecar dirinya, karena sudah pasti aku bertaruh nyawa kali ini, dan Dia cukup tenang menjawab pertanyaan ku.
Secara garis besar apa yang sudah ku jalani tak lebih untuk membuat jiwa ku hitam, karna hanya jiwa yang sangat kotor yang akan mampu menjadi rumah bersemayamnya taring babi itu.
Sesuai dengan amanah, seorang diri aku menapaki perkara rumit nan buruk, sepanjang perjalanan juga semesta seakan tidak mendukung langkah yang ku jalani. Kehadiran ku ke lembah itu disambut hujan badai, kabut beberapa kali jua turun menghadang jalan, bak memberikan isyarat agar aku mengurungkan niat.
Beberapa kali juga aku terhenti, mencari tempat berteduh, mencoba berlindung dari deras nya air yang menerpa, kilatan guntur beberapa kali terpancar, seakan mengabadikan seorang tolol yang salah mengambil langkah.
8 jam berlalu baru diriku menapaki tempat perjanjian, hanya pancaran cahaya dari senter yang ku genggam, menjadi penerangan di malam itu. Genangan air memenuhi daratan, membuat ku harus berjibaku guna mendapatkan posisi strategis untuk bersemedi.
Tubuh ku sedikit menggigil menahan kencangnya angin yang bertiup, Ku silangkan kaki duduk menanti kehadiran calon mangsa yang pasti datang tanpa mengucapkan salam. 3 hari waktu yang dinanti, tidak boleh ada sedikit kesalahan bila nyawa tak ingin melayang.
Jangan ada hal konyol, selambatnya 3 hari, hanya 3 hari semua akan berakhir ketika belati ini ku tancapkan, Ucapan itu lah yang terus ku katakan sebagai penyemangat. Sehari berlalu tanpa ada tanda kehadiran demid buas itu, ditengah kondisi mata yang sudah sayup aku tetap memaksa agar terjaga.
Batin ku tdak akan ikhlas bila diakhir cerita semua hanya sia sia, namun apa daya, ditengah cuaca yang sedari kemarin tak bersahaja, aku akhirnya tertidur. Cukup lama tubuh ku membutuhkan waktu untuk kembali tersadar, ada rasa kecewa di dalam jiwa, tak kala tempat ku bersemedi sangat bau dengan kotoran, belum lagi tampak bulu bulu binatang tepat di samping aku bersemedi.
“Apakah demid sialan itu telah datang kemarin?” tanya ku sendiri. Sementara aku hentikan hipotesis yang bermunculan dikepala, tanpa tau arah melintang, tetap ku bersemedi hingga habis hari yang dijanjikan.
Malam nanti 1 suro, semoga dia akan datang, karna bila dia tidak datang, akan ku antar kan Panjalo ke nafas terakhirnya, sekalipun benar ada kesalahan yang ku lakukan, tetap hal itu akan ku lakukan.
Sabar aku menanti dipenghunjung amanah, hingga hari penentuan datang menyapa. Malam ini agak berbeda, langit tampak cerah dihiasi bulan purnama, nuansa horor kental menyapa, seiring dengan lolongan anjing hutan yang tak kunjung berhenti.
Hari belum terlalu larut, namun tamu seperti nya tak sabar tuk mengoda, sedari tadi aku merasa ada orang yang berjalan di dekat ku, beberapa kali kepala ku menilik kanan dan kiri, karna terbisik suara tawa pelan yang membuat bulu kuduk ku merinding.
Belum lagi dari setiap pohon pohon kurasakan ada mata yang memandang tajam seakan tidak senang dengan keberadaan ku, dan untuk kali pertama kilasan kilasan makhluk goib tampak dihadapan.
Beberapa kali, perawakan pocong, dan manusia raksasa yang mungkin genderuwo menampakan diri, walau sekejap mata memandang, sudah cukup membuat diri ku basah dengan keringat dingin yang mengalir.
Apa yang akan aku ceritakan selanjutnya bukan lah sesuatu yang menyenangkan, mungkin bisa menjadi mimpi buruk bagi setiap pembaca. Malam itu ganguan makin brutal terjadi, makhluk goib itu tak hanya sekedar menampakan diri, lemparan batu berkali kali mereka hujamkan kerarah ku, tawa cekikikan meraung keras diseantero lembah.
Seketika itu juga genderuwo yang sedari tadi menampakan diri, tampak berdiri dihadapan ku, tangan nya cepat mencengkram pundak, menekan ku seperti ingin mengandaskan masuk ke dalam tanah.
Sakit yang teramat sangat membuat pikiran menjadi panik, tangan ku spontan menghujamkan belati pemberian Lek Panjalo ke demid sialan ini. Ku tusukan belati itu keperutnya, sketika darah berwarna hitam muncrat kearah wajah ku, darah itu sungguh bau layaknya bangkai, demid itu melepaskan cengkraman, namun dia tidak terjtuh, wajahnya malah terlihat semakin marah.
“Akan ku kuliti diri mu manusia laknat” Bentak nya dengan suara yang mengelegar.
Aku dihadapkan pada posisi yang tak dapat memilih, bila pun aku mencoba lari dari tempat ini apakah dia tidak akan mampu mengejar, sementara bila aku berduel sudah pasti dia akan menguliti.
Hanya mengatur jarak yang dapat ku lakukan, aku sigap melihat langkahnya, ku persiapkan ancang ancang untuk kembali menusuk, tak kala dia mulai berlari kearah ku.
“Bruuuuuaakkk...... “Seokor babi hutan yang sangat besar, mungkin 3 kali ukuran lazim babi hutan normalnya, menyeruduk gendruwo itu, membuatnya terpental hingga menghantam pohon, dan menghilang disana.
“Dia datang” ucap ku dalam hati.
Aku sungguh tak siap dengan semua ini, takut rencana yang sudah disampaikan lek panjalo tidak berjalan sesuai dengan skenario. Babi itu menuju kepada ku, Taring itu tampak besar hampir setengah lengan manusia dewasa, aku terdiam kaku, tangan ku bersilang ke belakang berusaha menyembunyikan belati dibalik baju.
Dan hal yang ku takutkan terjadi, Babi itu pas di depan wajah ku, dia tampak mengendus dan menjilati wajah ku, seakan menelaah aroma tubuh ini, hidungnya berlendir menempel di wajah, bahkan kala itu aku tidak berani membuka mata, sebelum hidungnya terasa tidak menyentuh wajah ku.
Ku buka mata dan ku dapati prawakan bentuk silumannya sunguh mengerikan, wujud itu sangat mirip dengan makhluk yang ada di film predators. Bertubuh manusia dengam mulut lebar menganga, taring panjang tampak menjulalar dari mulut nya.
Belum lagi aroma dari siluman babi itu lebih parah dibanding darah genderuwo yang masih menempel diwajah ku, aku benar seperti berada di kandang babi yang tidak pernah dibersihkan, hampir hampir aku muntah mencium aroma itu.
Tetapi pertarungan ini sungguh membosankan, tak kala dia seperti memberikan isyarat pada ku untuk mendekat, saat itu pula waktu yang tepat bagi ku. Aku menghitung jangkauan jarak, ku persiapakan diri dan,
“Crott.......”Belati itu bersarang tepat dibagian jantungnya, Raungan meronta yang dikeluarkannya benar benar luar biasa, membuat pepohonan bergetar.
Sempat dia memberikan 1 balasan pukulan yang membuat aku terpental, bahkan 5 gigi palsu yang ku pakai ini, merupakan kenang kenangan dari siluman babi itu Galih” Seru Om Jhony sembari menunjukan gigi ompongnya.
10 menit lamanya baru tubuh ku bisa sedikit meradaptasi dengan rasa sakit, rahang ku seperti remuk, belum lagi darah masih mecucur dari gigi yang rontok akibat hantaman Siluman babi sialan itu. Kulihat siluman itu tidak lagi berwujud setengah manusia, namun sudah berbentuk babi dengan tubuh yang normal.
Hewan itu bergelinjang, seperti sedang menuju ke akhir sakaratul, dengan tertatih aku menuju ke arah hewan siluman itu, hati ku sangat bahagia melihat tangkapan besar yang sudah lama ku incar, tak sabar aku mencabik taring itu dari tubuhnya.
Dan belum juga ajian itu aku miliki, permalam itu iblis seperti sudah menyatu dalam diri ini, ku tendangi perut babi itu berkali kali, bahkan sampai bagian perut itu seperti mengeluarkan organ dalam. Aku tertawa, ku katakan kepada siluman yang mungkin sudah tewas itu:
“Kau sudah tidak membutuhkan taring ini lagi” Ujar ku sembari menarik taring itu hingga terlepes dari tubuhnya.
Misi ku selesai, tapi tak juga Hasrat ku merasa puas. Masih kutikamkan belati itu kembali beratus kali ke tubuhnya, aku sangat menikmati malam itu, belum lagi saat ku lepaskan ke 2 mata nya 1 per satu.
Lembah itu sangat penuh dengan kumpulan demid, mereka ada disekeliling, namun tidak ada yang berani mendekat, seperti tau saat ini siapa yang lebih iblis dari mereka. Bahkan tawa Jhony malam itu bergema, mengentarkan semua demid yang ada disana.
Part 6
Koalisi
Usai mengamankan taring dan puas melampiaskan emosi di dalam jiwa, Rumah Lek Panjalo kemudian menjadi tujuan, tidak ku kenal rasa lelah, bagi ku segera menyatukan taring ini ditubuh menjadi prioRitas utama.
Hampir menjelang sore aku sampai kesana, dan seperti yang ku katakan, belum juga ilmu itu sempurna, aku sudah berubah sikap, seakan jiwa ini bukanlah diri ku lagi. Lek Panjalo yang saat itu meminta sedikit waktu, langsung ku ancam dengan perkataan yang kasar, kadang aku binggung apa dia memang seorang dukun apa tidak, karna bagi orang yang memiliki ilmu kebatinan aku merasa dia hanya seorang pengecut.
Saat itu juga dia melakukan ritual dadakan, dan benar saja, entah bagaimana ceritanya taring itu hilang dari gengamannya, sesaat tubuh ku terasa nyeri tepat dibagian kiri. Sesuatu seperti menjalar dijantung ku, mata ku melotot menahan sakit, sebelum benda yang menjalar itu seperti berhenti disatu titik.
Aku masih terbaring, dan terkejut ketika Lek Panjalo menghujamkan parang besar tepat di kepala ku.
“Braaakkkk.......” Parang tepat menghantam kepala ku, mata ku tertutup menahan rasa sakit, dalam hati aku merasa bodoh sudah mempercayai orang tua sialan ini.
“Ha.. Ha.. Ha.. Apa yang kau mau sudah kau dapat” Ucap nya yang langsung membuat diri ku membuka mata, benar saja parang itu tidak mampu meretakan kepala ku.
“Kau jangan senang dulu Jhony, ilmu itu belum sempurna tapi diri mu sudah kehilangan kendali” katanya kembali pada ku.
“Aku termenung, menyadari apa yang dikatakannya benar, maaf lek, benar yang Lek katakana” Jawab ku padanya.
“1 Syarat lagi, ajian itu akan utuh bersama mu, dan tidak akan ada yang bisa mngeluarkan taring itu dari tubuh mu, kecuali 1 pantangan itu kau langgar, sampai mati pun taring itu akan bersemayam di tubuh.
*****
*Sudah pak, sabar, sebentar lagi Rita juga pulang kok” terdengar ucapan Ibu Miharjo yang mencoba menenangkan suami nya. Emosi Pak Miharjo malam itu semakin menjadi, masih belum selesai penyesalannya dalam mendidik anak ke 3 nya Jhony, putri bungsu nya Rita tak ubahnya seperti kakaknya tersebut.
usianya baru 18 tahun tapi dia sudah mengarah ke pergaulan yang salah. Sudah 2 hari dia tidak pulang kerumah, tanpa sedikitpun kabar keberadaan. Wajar saja semua orang dirumah menjadi amukan Pak Miharjo yang cemas dan kesal akan kelakuan Rita. Jati diri, ingin diakui, dicap sebagai anak yang gaul pada masanya, membawa Rita dekat dengan pergaulan menyimpang, tak jarang tingkahnya membuat semua orang bergeleng kepala.
Hari itu sudah 2 hari dia tidak menampakan batang hidungnya, dan bukan hal yang pertama kali terjadi, namun perasaan seorang ayah kental terasa, dia merasakan sesuatu yang buruk telah terjadi pada putri bungsunya.
Hutang budi dibalas body, itulah yang terjadi pada Rita, tubuhnya terikat, dia di sekap dalam satu kamar hotel yang gelap. Entah siapa yang tega melakukan itu pada gadis yang baru beranjak dewasa.
Sekalipun darah perawan memang sudah tidak menetes kala kejadian, namun bagi Rita diperkosa oleh seseorang yang tidak diketahuinya, sudah cukup membuat dia semakin jatuh ke dalam dosa terbesar dalam hidup.
*****
1 pribahasa menghiasi perjanjian 2 orang lelaki yang memiliki tujuan yang sama. Tentu saja Musuh dari Musuh Ku adalah teman ku, maka tak ada alasan menunda peperangan akhir.
“Mari kita hancurkan” Kata ku pada seseorang yang duduk didedapan ku.
Setahun lamanya menanti, Aku menemukan celah untuk membalaskan dendam ini, tentu saja DDjagat Sediro yang akan kembali menjadi aktor makar dalam menuntaskan akhir skenario.
Selama setahun aku hanya dapat memantau perkembangan kelomlok GS, aku tidak dapat mengembangkan sayap, apalagi berbuat banyak, karna memang status ku sebagai tersangka pembunuhan Cindy belum sepenuhnya tertutup.
Kapanpun kasus itu dapat bangkit dari kuburnya, dan siap mengembalikan aku kedalam dinginya jeruji besi. Aku hanya bsa memantau dan terus memantau. Sampai saat itu tiba, Usia DDjagat yang semakin tua membuat dia semakin tersingkir, malah beberapa bulan lalu apa yang ditakutinya menjadi kenyataan, dimana grombolan Robert nyaris saja mengulungnya dalam satu pertemuan.
Dan sejak saat itu Nama Djagat tengelam, sekalipun dia masih memiliki pengikut setia, tetap saja dia sudah tidak cukup kuat untuk menjungkalkan Robert. 2 kali dia mencoba melakukan pembalasan, 2 kali jua pasukannya dipecundangi Robert dengan sangat memalukan.
Skenario penyerangan telah dipersiapkan, hal utama dimulai dengan membuat teror kecil, sebagai sinyal warning kepada Robert. Berbekal orang orang setia DDjagat Sediro, dari situ pula aku berhasil mendapatkan informasi keberadaan 2 dari 3 orang bedebah yang membuat Cindy merengang nyawa.
Informan itu merupakan salah seorang yang pada saat kejadian jua melihat perlakuan Robert kepada diri ku, dan dari mulutnya, Aku mengetahui nama mereka ber 3 adalah Galang, Rimto dan Josep.
Untuk 2 nama pertama masih berkerja menjadi anjing anjing penjaga Robert di club malam itu, sementara untuk 1 bedebah lain yang bernama Josep, sudah 3 tahun meninggalkan tempat ini terangnya kembali.
Dan dari dia juga aku mengetahui amal mula penganiayaan itu terjadi, dimana Cindy mereka tuduh telah mencuri narkoba, namun tuduhan itu sebenarnya hanya bualan belaka, karna cerita sebenarnya malam itu mereka ingin bersenang dengan Cindy, namun Cindy menolak dan ingin pulang.
Singkat cerita mereka merasa tertipu karna telah memberikan Cindy narkoba, namun Cindy menghianati janji dengan tidak jadi bersenang bersama mereka, begitulah kisah asli yang ku dengar dari dirinya.
Mendegar itu membuat bayang kelam dalam hidup ku kembali hadir, dan malam itu juga aku menawarkan diri menjadi aktor utama, untuk menjadi komando pembantaian awal peperangan ini. Dengan ditemani 4 orang anak buah Djagat, kami berangkat menuju club malam yang penuh kenangan bagi ku, dan aku pastikan malam ini 2 dari 3 orang bedebah itu akan membayar mahal untuk semua yang telah mereka lakukan pada Cindy.
Part 7
Pertikaian di Mulai
Sistematis dan praktis startegi yang akan dijalankan, 1 orang akan menjadi mata mata melihat kondisi dan kekuatan musuh, sementara 2 orang akan ikut bersama ku sebagai eksekutor, sementara seseorang lagi akan menunggu di mobil, standy by membawa kami kabur bila rencana ini gagal.
Keadaan cukup aman terkondisi, hanya 6 orang yang berjaga malam itu, dan Robert sendiri tdak berada disana, dengan kekuatan yang ku miliki, belum lagi kami berjumlah 5 orang, pasti urusan ini akan sangat cepat terselesaikan pikir ku.
Belum lagi info bawasanya ke 2 manusia sampah itu ada disna kala itu, semakin aku terpacu untuk menguliti mereka hari ini. Namun rencana ku buyar, tak kala 1 dari 3 pelaku itu terlihat keluar dari club malam itu, dia menuju ke arah parkiran.
“Yap” parkiran yang bersebelahan dengan tanah merah, lapangan gladiator tempat dimana Cindy menghembuskan nafas. Seketika itu juga aku berlari, tak ingin dirinya selamat malam ini.
“Kalian tunggu disini, dia bagian ku” Seru ku kepada mereka.
Dalam hemat ku, mangsa terpantau sendiri, sungguh hati ini tidak akan ikhlas bila kami ber 5 bersenang dengan 1 orang kadal gurun tak berguna. Biar Cindy tenang, tangan ku yang harus menghabisi dia, bisik iblis di dalam jiwa.
Tanpa panjang kali lebar, langsung ku berikan 1 tendangan ke arah punggungnya, dia terjungal meringis kesakitan.
“Anjing, kau ga tau siapa aku” Bentaknya sesumbar.
Aku tertawa mendengar itu, sungguh lucu bagi ku mendengar celotehan busuk dari orang yang akan menuju alam baka. Saat itu, satu belati terselip di balik baju ku, namun tak akan seru bila dia mati dengan semudah itu.
Ku giring langkah nya menuju tanah merah, perlahan dia mundur melangkah kesana, sampai posisi kami berada tepat ditengah tanah merah. Dia tidak membawa senjata tajam, jadi tak perlu bagi ku mengeluarkan belati yang sudah haus akan darah ini.
Ku biarkan dia melancarkan serangan, berkali kali dia menghujani wajah ku dengan bogeman mentah, sebelum 1 pukulan balasan ku layangkan yang langsung menyungkurkan dirinya.
Mengetahui aku bukanlah lawan sepadan, mulutnya berteriak memohon bantuan. Aku sempat panik dan menendang wajahnya, karna sampai saat kejadian itu terjadi, jujur aku belum dapat memprediksi seberapa kuat kekuatan Robert. Sekalipun kini aku memiliki kekuatan yang sama dengannya.
Ada rasa kwatir dalam jiwa apa bila kejadian beberapa tahun lalu terulang, dimana Robert tetiba datang ketempat itu tanpa ada aba aba. Walau pikiran jauh ku tidak menjadi kenyataan, setidaknya teriakan diri nya membuat 1,2 sampai 5 orang datang membantu.
Total ke 6 anjing Robert sudah ada di hadapan ku saat ini, lengkap dengan senjata tajam di setiap kepalan tangan mereka. Ku keluarkan belati yang sedari tadi malu untuk menampakan diri, Aku merasa santai, tanpa tersirat sedikitpun rasa takut, padahal saat ini aku telah dikeliling oleh 6 orang berparas tegap nan sangar yang jua mengengam senjata tajam.
Tatapan ke 6 orang itu buas memandang ku, walaupun 1 diantaranya sepertinya hanya sebagai pelengkap pendeRita. Aku terhibur dia masih sanggup berdiri malah kini mengacungkan parang pemberian temannya. Dan tanpa aba aba, aku memulai pertikaian itu, langkah ku pasti menuju manusia yang barusan ku hajar, langsung kuhujamkan belati itu menembus tengorokannya.
Dengan sigap teman bedebah tersebut pun mengayuhkan parang nya ke arah diri ku. Dari kejauhan pasukan berani mati DDjagat berlari mencoba menolong ku, walau hal itu malah merepotkan, karna aku tak dapat memastikan nyawa mereka 1-1 , aku bukanlah baby sister pengasuh yang harus mengawasi mereka.
Berkali kali pasukan Robert itu menghujani diri ku dengan tebasan parang parang yang sangat tajam, hingga mental mereka rontok dengan sendirinya melihat benda itu tidak mompan pada ku, belum lagi kini keadaan kami sama kuat 5 lawan 5. Dan tidak perlu dilanjut, anjing anjing itu lari lululantah, namun hanya 1 orang yang ku perintahkan untuk dikejar.
Tentu saja manusia itu adalah salah 1 manusia laknat yang sudah ku tuliskan azal nya cukup sampai malam ini. Sembari menunggu kabar dari pasukan itu, ku nikmati sedikit permainan dengan mengurai usus dari manusia yang barusan ku tembus tenggorokannya.
Dia juga tidak membutuhkan mata ini, akan bagus bila matanya tidak ada pikir ku, ku congkel ke 2 mata nya. Ada rasa penasaran dalam hati akan rasa organ manusia, membuat diri ku menelan mata itu, sungguh amis, lendir seperti menyangkut di tenggorokan.
Tak lama berselang pasukan DDjagat kembali ke posisi dimana aku berada. Walau dia tidak tewas di tangan ku, namun aku cukup bahagia, dirinya mati dengan kepala terpengal, begitulah laporan gerombolan kroco itu berkata pada ku.
Kami pulang dengan membawa berita besar, entah berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai kabar ini terdengar di kuping Robert. Aku tidak sabar menanti apa yang akan dilakukan Robert berikutnya, dalam benak ku DDjagat akan menjadi kambing hitam untuk semua ini.
Akan seru melihat Robert membantai DDjagat, dan Aku hanya perlu menyingkirkan 1 orang saja untuk mengambil alih tahta kekuasan ini. Yang harus aku lakukan, hanya lah menanti dan menutupi identitas untuk sementara waktu.
Kejadian hari itu, menjadi pemantik keributan dimana mana, lambat laun pristiwa yang ku dalangi menjadi cikal bakal dunia premanisme menjadi liputan media cetak saat itu. Hampir beberapa bulan lamanya, pemberitaan media hanya berkutat pada pertikaian kelompok gengster.
Unik nya pristiwa itu menjalar bak api yang melahap kayu, sangat cepat dan memotivasi perebutakan kekuasaan dunia hitam seantero nasional. Tidak lagi kelomlok GS, tapi kelompok kelompok lain dibelahan bumi nusantara bak tumbuh subur, berusaha menunjukan taring kekuasaan.
Dan alhasil dunia kami menjadi perhatian khusus pemerintah kala itu, tindak kriminal yang semakin merajalela, memaksa penguasa tertinggi mengeluarkan kebijakan fenomenal, yang pastinya tercatat dalam sejarah kelam bangsa ini. Kita akhiri sejenak masalah perpolitikan, karna saya bukanlah orang yang ahli dalam ranah premanisme tingkat tinggi seperti itu.
Selang kejadian, apa yang ku skenariokan berjalan mulus, Robert benar benar membuat perhitungan kepada Djagat Sediro. Sama seperti nasib Alex, nama Djagat pun sirna dalam sekejap tanpa tau kepastian akan akhir takdir hidupnya. Yang pasti aku sudah tidak pernah bertemu dengan dia, namun beberapa kali kabar burung yang kudapat mengatakan Djagat masih hidup dan bersembunyi di luar provinsi ini.
Part 8
1 lawan 1
Bermodalkan sisa pasukan setia Djagat Sediro yang juga menyimpan dendam kepada Robert, perlahan namun pasti kekuatan pasukan tempur ku mulai terbentuk. Hanya saja, jangan sama kan diri ini dengan pereman berotot itu.
Keenceran Otak membuat kumpulan brandalan ini hidup dalam satu struktur organisasi jelas yang tumbuh pesat dikala itu, dalam sekejal pamor GS pun dapat ku tengelamkan, walau Robert belum dapat ku musnakan.
Perlahan identitas ini terkuak, tapi kekuatan uang membungkam segala, walau sempat kembali berurusan dengan pihak berwajib, aku dengan gampang melengang bebas dari segala tuntutan yang memang bukan aku lah pelakunya.
Dan saat yang dinanti pun tiba, aku mendapatkan lokasi pasti keadaan Robert, Hampir 10 mobil penuh pasukan terjun langsung bersama ku, sengaja ku lakukan hal itu, supaya tidak ada istilah dendam, namun semua akan mengarah kepada pemberitaan perebutan daerah kekuasaan.
Singkat saja seluruh anggota Robert tewas tertebas, kini hanya robert yang masih hidup bersembunyi dibalik salah 1 pintu kamar hotel berangka 24. Hanya sebentar pintu itu dapat memperpanjang nyawanya, sebelum para anggota ku mendobrak dengan paksa.
Salut!! Dia memang preman sejati, tidak sedikit pun dia terlihat takut akan keberadaan ku beserta berpuluh manusia bringas yang siap meratakan dia kala itu.
“Aku menyesal membiarkan dirimu hidup Jhony” Serunya pada ku.
“Ha .. Ha.. Ha..” Tawa ku pecah.
“Aku salut pada mu, kau memang preman sejati Robert” Balas ku berkata.
“Ok Robert, kau pasti tak akan dapat keluar hidup hidup dari sini, tapi biar semua tau betapa baik nya Jhony. Semuanya dengar kan, 1 lawan 1 Bila manusia ini bisa membunuh ku, kalian tidak boleh membunuhnya biarkan dia pergi dari sini” Ucap ku memberikan arahan.
Mendengar perkataan itu, semua pasukan terlihat bimbang, karna nama besar Robert sudah sangat dikenal saat itu. Banyak tatapan ragu dari mata mereka, bawasannya aku dapat membinasakan manusia binatang ini seorang diri.
Mereka takut pertarungan itu malah membubarkan kelompok yang sedang di masa jaya nya. Namun bagi seorang pria, perkataan haruslah dipegang, dikamar ukuran 6x6 meter kami selesaikan segala urusan itu.
Tidak seperti pertarungan sebelumnya Robert tidak lagi pertenteng membiarkan aku memukul nya. Dia malah langsung menghujamkan pisaunya pada ku, dan yang pasti terjadi kali ini dia tau aku bukanlah Jhony si anjing gila yang lemah seperti dulu kala.
Baru kali ini mungkin dia merasa gugup, karna menemukan lawan yang sepadan, aku tidak langsung mengeluarkan belati kesayangan ku, lama kami beradu tinju sebelum dia terkapar dan memohon ampun. Kali ini wajahnya penuh dengan darah, begitu pula diri ku.
Hingga saat yang dinanti tiba, belati pemberian Lek Panjalo lah penuntas segala, belati yang mampu menembus Ajian rantai babi yang dimiliki nya. Ajian yang lebih rendah dari apa yang melekat di tubuh ku.
“Croootttt.. Croootttt.. Croootttt..” Belati itu kutusukan berkali kali ketubuhnya, tanpa sadar aku menangis, mengingat kembali bagaimana Cindy mati ditangannya.
Singkat cerita dendam itu terbalas, namun belum akhir dari cerita, karna pihak kepolisian menjemput ku beberapa hari kemudian. Hanya saja kekayaan ku dan kesetiaan para pengikut, membuat anak buah yang ku miliki berani memasang badan mengantikan aku sebagai pelaku.
Hanya dengan bermodalkan menjamin keluarganya dan juga dalam 1-2 tahun aku berjanji untuk mengeluarkan dia dari dalam penjara itu.
“Maaf Om” Potong Galih berbicara
“Iya Galih” Jawab Om Jhony padanya.
“Lalu kenapa keadaan Om sekarang berbeda dengan cerita heroik yang baru aku dengar” Tanya Galih keheranan.
“Ha..ha..Ha.. Galih.... Kau benar benar sangat kepo, cerita ini masih panjang, Om mau pulang dulu, kasian tante mu bila harus plang malam. Sampaikan kepada pembaca, Om tunggu Like, Follow dan dukungannya, nanti kita akan ngopi lagi sambil om ceritakan kenapa om bisa menjadi pesakitan seperti ini” Ucap Om Jhony mengakhiri cerita itu .
Part 9
Pemburu Berita
Mendung tanpa hujan mewarnai langit dikala senja yang mulai menyapa, sekelebat awan hitam bersenandung lirih seolah bersedih melihat jenajah terakhir datang tuk dikuburkan. 2 orang petugas pemakaman berlari kecil, sigap mengotong tubuh kaku dari dalam ambulance, petugas itu seperti tidak mengenal lelah, padahal hari ini sudah 7 mayat disemayamkan disana.
Hanya prosesi kecil yang dilakukan sebagai penunai hukum agama, kado perpisahan penutup sepak terjang riwayat selama berkarya diatas bumi. Keheningan terasa nyata, tiada tangis terdengar kala mayat itu mulai ditimbun tanah kembali ke alam baka.
Malah bagi beberapa orang, berpulangnya meraka,menjadi suatu keberuntungan yang melepaskan mereka dari cengkraman kebiadaban dunia kriminal yang semakin merajalela.
Saat itu seorang wartawan masih terlihat berjaga, berharap sesuatu yang menarik akan terjadi di TPU itu, sebut saja namanya “Kirno”, salah 1 wartawan senior yang kerap menulis berita sampah yang mereka katakan suara kebenaran.
Instingnya memang sungguh tajam, dikala wartawan lain memilih berada di kantor polisi guna menungu konfrensi pers, sementara dia lebih memilih menilik prosesi dari pemakaman para begundal pasca pecahnya keributan antara para pemimpin dunia kriminal.
Matanya fokus menatap tajam, menilik seorang pria yang keluar dari balik mobil hitam, hati Kirno sumringah, bagai melihat buruan yang siap ditembak mati dengan goresan tinta hitam yang siap dicetak.
“Dor... Kenak kamu Jhon, akan ku bongkar semua, aku yakin kamu akar dari masalah ini” Katanya, sembari memfoto Jhony yang tampak berdiri disamping makam Robert.
Nyali Kirno memang wahid, tidak ada terbesik rasa takut bahaya akan mengintai dirinya, atau mungkin menyasar keluarganya, dengan sebatang rokok dia asik berbicara bersama pemilik warung tempat dia berteduh.
Sesekali matanya mencuri pandang, melirik kearah gerombolan itu, Kirno sangat penasaran apa yang dilakukan mereka disana, terlebih kala Jhony menendang Nisan nama makam itu, sontak lisan Kirno berkata kaget, “Waduh… Udah mati masih dicecar” Ucapnya yang membuat pemilik warung sedikit bingung.
“kenapa Mas?” tanya nya pada Kirno.
“Ndak apa pak, kaget aja saya tadi hampir jatuhi gelas” Kata Kirno berbohong.
Kirno masih setia menunggu mereka pulang sembari pena ditangannya gesit menari diatas secarik kertas, dia menulis seutas catatan buram yang besok siap dipublikasikan untuk menjadi kosumsi khalayak luas.
“Memburu dalang aksi Anarkis (Ada Jhony di Pemakaman Robert ?)” Judul ini pasti akan menjadi Hot News ucapnya, tanpa sedikitpun terbesit dalam pikiran soal keselamatan di hari esok.
Dan benar saja, berpuluh ribu exsemplar koran laris terjual, berita yang ditulis Kirno menjadi barang hangat yang mengusik jawara jawara dunia kriminalitas, tidak sampai disitu, berita itu turut menjadi warning bawasannya keadaan memang sedang tidak baik adanya.
*****
Lampu penerangan jalan sedikit sayu terhadang hujan yang turun dengan deras, genangan kian membuat beberapa pemotor pontang panting jatuh terjebak lubang menganga yang tertutup oleh genangan air itu.
Sudah 4 jam berlalu, Galih masih menepi diwarung antah berantah, menunggu hujan mereda guna pulang kerumah tercinta, dan sepanjang itu juga 3 pengendara motor jatuh didepan matanya, yang semakin membuat dia enggan untuk menerjang badai yang tampak dimata.
Hp menjadi satu satunya sahabat sejati kala bosan mengusik lara, sesekali SMS membuat Hp nya berbunyi.
“Dimana Nak?” tanya bunda melalui SMS padanya.
Sempat dia mengirim balasan, namun apa daya tangan tak sampai, pulsa anda tidak cukup untuk mengirm pesan ini, Pingin dibelikan pulsa tekan *666# balasan operator yang didapatnya, hatinya sedikit ngedumel.
“Ah Emak, dah kayak anak sekolah SMS terus, dah tau Mas ga pernah dibeliin pulsa” celotehnya sendiri.
Tidak ada sekelebat awan hitang, atau wajah pocong gosong yang menganga, apa lagi kuntilanak yang tertawa Hi..Hi..Hi..., yang ada hanya seorang Wanita tampak bergegas masuk ke dalam rumah, rumah yang tepat berada di samping warung yang disingahinya.
“Tante Rita” ucapnya spontan.
Wanita itu menatap kusyuk mencoba mengingat siapa bocah remaja yang tadi memangil namanya, wajah itu seperti pernah dilihat oleh dirinya.
Belum sempat pikirannya mengingat, Galih kembali berteriak “Tante Rita, ini aku Galih” sembari melambaikan tangan kearahnya. Mendengar ucapan itu, Rita langsung mengenali sosok remaja tersebut.
“Eh. . kamu dari mana? ngapain disitu? sini main kerumah!!!” Ucap tante Rita kepada Galih. Galih menyalakan motornya, menuju masuk ke rumah itu, rumah yang berukuran sedang namun cukup mewah untuk kondisi didalamnya.
“Kamu dari mana? Kok malam malam masih disini?” Kembali Tante Rita menanyakan prihal terkait pada Galih.
“Iya tante, tadi main kerumah teman, mau jalan pulang malah hujan deras” Jawab Galih padanya.
Keadaan rumah terlihat sepi, tidak ada Dela apalagi Om Jhony, hanya ada Galih dan Tante Rita kala itu, hal itu membuat Galih sedikit sungkan, dia juga tidak tau harus menempatkan Tante Rita sebagai istri dari Paman, atau mengangap beliau sebagai adik dari ayahandanya.
Belum lagi pakaian Tante Rita tampak menyeplak, basah terkena hujan, membuat pakaian dalamnya dapat diterawang yang semakin membuat Galih menjadi salah tingkah dan merasa tidak enak mampir disana.
Sedari tadi dirinya mencoba memalingkan pandangan karna memang Galih tidak mau memanjakan Hasrat para pembaca biadab yang ingin threat ini berubah menjadi cerita 17 + .
Setelah menganti pakaian, Tante Rita kembali membawa secangkir teh panas untuk Galih, Tante Rita tergolong orang yang tidak banyak berbicara, sesekali dia memang menanyai, namun lebih kearah seperlunya, malah sempat dia meninggalkan Galih masuk ke kamar cukup lama, dan pada saat dia kembali, dirinya memberitaukan bawasannya Dela sedang dirawat inap di RS, dan Om Jhony yang lagi menjaga dia disana.
Malam itu rencananya tante Rita jua akan kembali ke RS untuk menemani Om Jhony menjaga buah hati mereka, tetapi karna keberadaan Galih membuat Tante Rita masih bertahan sembari menunggu hujan mereda.
Banyak hal ditanyakan beliau padanya, mulai dari kehidupan keluarga Galih, Tante Dwi dan lain sebagainya, hingga satu pertanyaan keceplosan dari mulut Galih.
“Tante kok bisa menikah dengan Om Jhony?” Tanyanya kala itu.
Suasana seketika hening, tampak riak raut wajah Tante Rita murung, sedih dan berat untuk menjawab.
“Panjang Ceritanya Nak” Jawab tante Rita dengan suara parau.
Jadi Awalnya ….
Part 10
Perjalanan Hidup
Sudut pandang Rita.
“Jujur tante bingung bagaimana menjelaskan kepada mu, setiap kali pertanyaan itu terlontar, seolah tangan sedang mencengkram erat leher ini, selalu muncul keraguan dalam jiwa, apa jalan Tuhan memang menempatkan ku hidup ditempat ini, dan membina rumah tangga dengan orang yang notabane nya saudara kandung tante sendiri” Ucap tante Rita memulai cerita.
Gak pernah terpikir harus hidup dalam aib abadi yang mungkin tak akan pernah mendapat kata maaf dari ke 2 orang tua kami, kesalahan dalam menata hidup malah membuat diri ini kian terkubur jatuh dalam dosa.
“Gaul, Tenar, serta sanjungan menjadi kata yang selalu diharapkan terucap oleh setiap mata yang memandang diri ini, sebagai pucuk bunga yang mulai bersemi, aku malah layu sebelum berkembang” Ucap tante Rita lebih dalam mengisahkan hal itu.
Semua terjadi secepat cahaya, yang hanya meningalkan luka dihati, saat itu umur ku baru 17 tahun, aku sudah kehilangan barang paling berharga bagi seorang perempuan, tidak ada penyesalan, karna memang pria yang mendapatkan mahkota itu tidak pernah memperkosa ku, atau memaksa.
Well, dia pria yang cukup baik, dan kalau saja aku menghentikan semua kenakalan itu, mungkin dia mau mempertangung jawabkan perbuatan yang kami lakukan, namun jalan yang ku tapaki justru membuat aku terkatung, hidup dalam lika liku dunia malam, sama seperti Om mu dikala dulu.
Benar Tuhan tak akan mencoba hambanya melebihi batas kemampuan, tapi saat itu aku sadar tidak sepenuhnya mengerahkan kemampuan untuk bertobat. Terlanjur basah, ya sudah sekalian nyebur, tanpa bantuan orang orang aku bisa sukses, biar suatu saat ku tampar mulut miring yang mengunjing dengan kesuksesan, begitulah pikiran setan selalu muncul di kepala.
Tapi tetap saja sebagai manusia biasa, aku pun tak akan sanggup menerima kenyataan, jauh didalam hati rasa hina selalu menyelimuti, terlebih saat aku diperkosa oleh orang yang seharusnya menjadi panutan yang mengayomi diri ini.
Tante Rita berhenti sejenak, dia menyandarkan punggung di sofa ruangan itu, tangan nya mengambil tas yang ada tepat disebelah dia berada, tampak dirinya mengambil sebungkus rokok mentol.
“Kamu merokok Galih* tanyanya pada ku sembari menawarkan rokok itu.
“Iya Tan” Singkat ku jawab sembari mengambil sebatang rokok yang ditawarkan oleh tante Rita.
Melihat Adik bungsu bapak merokok, tak ubahnya melihat Wanita nakal di club malam yang sering ku tonton lewat youtube, dia terlihat pro dalam merokok sesekali bibir tipisnya meniup asap dengan bentuk huruf O, yang aku saja tidak dapat melakukannya.
“2 hari lamanya” Ucap tante Rita tetiba melanjutkan kisah itu.
“Kalian jangan macam macam ya, Aku pasti akan bayar hutang, LEPAS !!!!” Teriak tante Rita kala itu di salah 1 club malam yang disingahinya.
Rita muda memiliki hutang pada salah 1 bandar narkoba disana, tidak pernah ada dalam bayangannya bawasannya hutang budi akan dibalas body olehnya. Tubuh mungilnya ditarik paksa masuk kedalam salah 1 Mobil JIP oleh 3 pemuda yang selama ini memasok kebutuhan barang haram itu.
Kala itu banyak mata yang sebenarnya menyaksikan kejadian itu, tapi tak ada yang berani menolong dirinya, wajar saja, selain memang Rita cukup dikenal sebagai Wanita gampangan yang kerap membuat onar, dan pastinya tidak ada orang yang mau berurusan dengan gangster pimpinan Robert.
2 hari lamanya dia disekap, entah berapa kali tubuhnya diladangi oleh pria yang tidak dikenalnya, dia juga tidak tau berapa orang yang saat itu mencicipi tubuh indahnya.
Ya setidaknya sebelum seseorang pria yang saat itu turut menculik dirinya memberitahukan 1 rahasia besar, yang membuat Rita masih sedikit menyimpan dendam hingga saat ini.
Sebut saja pria itu Toyo, dialah yang membongkar aib kelam, akan sosok yang membayar mereka hingga melakukan penyekapan paksa pada Rita, Bukan seorang Robert yang melakukannya, tetapi orang yang seharusnya membantu aku untuk hijrah, bukan membuat aku semakin terpuruk.
Karna jujur, aku memang sudah tidak bersegel, tapi tidak ada dalam benak ku untuk turun, menaungi hidup sebagai Wanita Tuna Susila, tapi pasca kejadian itu, aku sungguh terpukul dan semakin jatuh ke dalam dosa, jelas tante Rita kepada Galih dengan sedikit menangis.
Pasca nama om mu semakin tenar, aku seperti mendapatkan angin surga, dan berharap Mas Jhony dapat menolong ku, tapi kenyataan pahit harus ku telan mentah mentah, secara tidak sengaja aku bertemu kembali dengan Toyo, dia yang menceritakan bahwa aksi kala itu merupakan ulah dari Mas Jhony, Mas Jhony menjadi dalang tunggal yang menyuruh mereka untuk menyekap ku, dan selama 2 hari berkali kali dia melakukan itu kepada adik kandungnya sendiri.
Ku urungkan niatan untuk memohon bantuan merubah nasib padanya, malah diawal mendengar kenyataan itu aku sangat benci, jijik dan pastinya menyimpan dendam yang sangat dalam kepada Mas Jhony. Aku tidak habis pikir kala mengingat kejadian kelam selama 2 hari itu, kenapa dia harus melakukan itu pada adiknya sendiri.
Terlebih pada saat itu dia juga sudah mempunyai taring kekuasaan yang pastinya diikuti oleh uang yang mengalir deras, wanita manapun dapat dicicipinnya dengan gampang, tapi kenapa harus aku adiknya sendiri.
Berdasarkan itu pula aku berkeinginan untuk membalas dendam padanya, namun sepak terjang Mas Jhony semakin mencapai masa jaya, belum lagi simpang siur kabar yang mengatakan bahwa dia jawara yang tidak dapat dilukai senjata tajam, bahkan dengan timah panas sekalipun, membuat jarak yang jauh bagi ku untuk dapat menjangkau dirinya.
Hanya saja, 1 kelemahan Mas Jonny, dia sangat maniak, minimal dalam sebulan pasti 1 kali dia akan mampir di club malam itu, dan nafsu biadanya membuat sekali dia kesana, bisa 5 sampai 7 wanita yang melayani dirinya langsung dalam 1 ruangan. Aku cukup terbantu dengan identitas palsu yang selama ini ku pakai semenjak turun ke dalam dunia malam, pernah sekali aku bertatap wajah dengan dirinya, namun penampilan ku yang sudah berubah membuat dia tidak mengenali adik bungsu nya lagi.
Dan Awal kesempatan itu tiba, tempat dimana aku bisa membalas dendam ini, walau sempat ragu untuk melakukan itu kembali dengan saudara kandung ku sendiri, tapi niatan diri ini untuk membunuhnya sudah sangat besar, aku berniat memberikan dia minuman yang sudah ku isi dengan racun.
“Serius tan?” Ucap galih memotong cerita dirinya.
Tante Rita menatap Galih, “hmmmmm, anak muda jaman now memang kurang sopan santun, suka nya instan tapi minim support” jawab Tante Rita menyela ucapan Galih.
“Suruh noh yang baca Like dulu, Follow dan dukung” Ucap tante Rita berbicara, sebelum melanjutkan kembali kisah tersebut.
Gemerlap kilatan cahaya lampu disalah satu ruangan diiringi oleh alunan musik dari para wanita penghibur menjadi sajian utama ruangan tak bertuah yang sedang didatangi Jhony kala itu.
Lebih dari 6 wanita berlebel A, turun ke sana untuk menyenangkan hati si sang penguasa kegelapan. Tak terkecuali Rita, dia juga ambil bagian menjadi salah 1 sajian empuk yang dihidangkan sipemilik tempat untuk menyenangkan hati Jhony si anjing Gila.
Layaknya syair Iwan fals yang menceritakan sugali, suasana malam itu pun sama, Jhony menari walau tidak di lokalisasi kelas tri, wajar saja, grade nya bukan lagi kepala preman, tapi mafia yang lebih mengandalkan otaknya untuk bekerja.
Kisah kelam adu otot untuk mengaris wilayah kekuasaan hanya cerita lalu, tangannya kian bersih jauh dari darah yang tertumpah, walau banyak mayat bergelempang yang sebenarnya dialah sebagai aktor utama disetiap pristiwa.
“Seeeeett.... dek” terdengar Jhony memangil wanita muda yang terdiam di sofa bagian pojok. Mendengar panggilan itu membuat Rita kaget, wajahnya tampak pucat, gugup menjawab pertanyaan dari Kakak kandungnya sendiri.
“kok diam saja!!, sini, mari aku puaskan” Ucap Jhony nyeleneh.
“Iii..ii.. Ya.. Pak” jawab Rita terbatah sembari melangkah pelan berjalan ke arah Jhony. Belum sempat dia menenangkan diri, tangan Jhony sigap meraih dirinya, membuat Rita terperanjak, jatuh dalam peluk Jhony.
“Aku seperti mengenali diri mu, Wajah ini sangat tidak asing?” Ucap Jhony.
Jantung Rita berdetak hebat, tubuhnya gemetar, takut bila jati dirinya akan terbongkar. Rita menarik kepala Jhony, 1 ciuman mesrah disingahinya ke bibir Jhony, yang sontak membuat jonny lupa akan pertanyaannya, belum lagi waktu itu Jhony sudah dibawah pengaruh alkohol yang semakin membuat nafsunya begitu mengebu.
“Apaan sih Lin” sahut salah satu WTS yang ada disana sembari mendorong tubuh Rita.
“Aku dulu yang bersama Aa” Ucapnya ketus.
Rita sendiri mengunakan nama palsu sebagai identitas nya di club malam itu, semua orang memangilnya dengan sebutan Lina. Kejadian malam itu menyelamatkan Rita, dia merasa tenang tatkala melihat kakaknya sudah melupakan pertanyaan itu.
“Hari ini belum waktunya, aku belum siap”, ujar Rita dalam hati.
Rita kemudian pergi meninggalkan ruangan dengan alasan dirinya baru saja kedatangan tamu bulanan.
Part 11
Asmara
Sudut pandang Rita,
“Lin, tunggu” Ucap seorang Wanita memangil nama samaran ku.
“Ini ada titipan dari bos Jhony, beruntung banget kamu” ucapnya sembari memberikan beberapa lembaran uang kepada ku, dan berlalu pergi dari sana.
“Uang?” Tanya ku dalam hati, kan aku tidak melakukan apa-apa dan tak pula diapa-apain, aku menjadi cukup aneh dan sempat berfikir buruk, apa mas Jonny sudah mengenali aku, atau memang jiwa sosialnya yang suka membagikan uang untuk kami para Wanita Tuna Susila.
Singkat cerita, lama waktu yang dibutuhkan baru aku kembali bertemu dengan Mas Jonny, aktivitasnya sebagai kepala salah 1 organisasi massa, membuat dia cukup sulit untuk dijumpai, selain itu pergerakan dirinya jarang diketahui oleh orang lain, wajar mengingat dia memiliki musuh dimana mana yang membuat dia harus extra hati hati disetiap harinya.
5 bulan berlalu, hingga satu informasi dari pemilik tempat aku bekerja memberitaukan bahwa ada permintaan khusus dari dirinya (Jonny) agar dimalam minggu nanti aku menemani dirinya disalah satu hotel berbintang.
Hal yang pasti nya tidak dapat aku cerna, mengingat cukup lama waktu berjalan, kali terakhir aku bertemu dengannya, dan dia masih dapat mengingat nama Lina. Sempat diri ini terdiam dan masih ragu tuk menjawab, sebelum jawaban singkat ku ucapkan dengan terbatah.
“Ha.. oo.oh.. baik Pak” Jawab ku masih tidak mempercai perkataan tersebut.
Otak ku seperti kembali bekerja memikirkan cara licik bagaimana cara mengeksekusi pria biadab ini, namun 1 pernyataan bos ku, langsung membuat mental ku down.
“Kamu pakai susuk Lin?” tanya nya.
“Engak lah pak, apaan pakai susuk segala” ku jawab pertanyaan tersebut dengan sejujur nya.
Dirinya memandangi aku, lama matanya memperhatikan diri ini, dari ujung kaki sampai ke kepala.
“Iya kamu memang cantik, tapi banyak yang lebih cantik, baru kali ini si big bos minta Wanita 1 orang saja” Ucapnya yang langsung membuat jantung ku berdetak cepat.
“Deg..Deg..”
“Sa.. Satu orang pak, Lina sendiri yang diundang?” tanya ku ragu.
“Iya!! kamu istirahat saja, nanti malam dan besok kamu OFF, Lusa dandan yang paling seksi
dan cantik, kabarnya nafsu beliau seperti binatang, buat dia puas ya, kali kamu bisa jadi istrinya, Ha..ha..Ha..” Ucapnya sembari mengakhiri percakapan kala itu.
Tubuh ku langsung lemas, darah sepertinya tidak mengalir lagi seiring wajah yang tetiba memucat, “Mati lah aku kali ini, apa Mas sudah tau? Aku harus bagaimana?”Kata ku dalam jiwa sembari berpikir keras apa yang harus dilakukan.
*****
Waktu yang dinanti tiba, aku diantar langsung menggunakan mobil si pemilik club malam.
“Pokoknya kamu ingat ya Lin!! Service dia dengan baik, kasih apapun yang dia inginkan” pesan dari pemilik club malam itu pada ku.
“Ini..Kamu minum, biar kuat ngelayani Bos Jhony” Ujarnya sembari memberikan 2 pil extasi kepada ku. Walau ragu tetap ku angukan kepala menandakan iya, sembari mengambil pil itu darinya.
Tingkahku semakin tidak karuan kala waktu yang dinanti akan segera tiba, dia menurunkan aku tepat didepan salah 1 hotel mewah yang ada disana. Kamar nomor 21 dilantai 5, disanalah kakak kandung ku sedang menanti, entah tuk mengagahi tubuh mungil ini, atau mungkin dia sudah tau siapa aku.
Langkah terasa ragu tatkala diri ini sudah memasuki lobby hotel, tampak petugas berpakain jas rapi membukakan pintu.
“Bisa dibantu Bu” tanyanya singkat penuh dengan keramahan.
“Iya Mas, saya sudah ada janji dengan teman” Jawab ku padanya sembari memberikan secarik kertas bertuliskan nama pengunjung dan nomor kamar.
Sejenak aku berpaling, menuju kearah toilet, tangan ku meraba isi didalam tas, mengambil sebotol air mineral guna melegakan tengorakan yang baru saja menelan 2 extesi pemberian dari bos tadi.
“Tenang Rita..tenang..Ini kesempatan mu membunuh manusia biadab itu” Guman ku berbicara sendiri didepan cermin yang ada disana.
Ku tatap kembali tas yang ku bawa, tampak sebotol kecil racun yang akan kucampurkan ke dalam minumannya.
“Maafkan aku Mas, tapi Rita sumpah ingin kamu Mati” Kembali aku bersumpah serapah dihari itu.
Singkat kisah diri ini sudah berada di depan pintu kamar tempat dimana Jhony si Anjing gila berada, dengan satu tarikan nafas ,ku coba menenangkan batin, ku ketuk pintu kamar itu.
“Tok… Tok… Tok…”
Pintu itu terbuka, Mas Jonny tepat ada di hadapan ku dengan hanya mengenakan celana pendek, dia tidak mengenakan baju, aku melihat badanya yang berotot, beberapa goret tato menghiasi tubuh kekar itu.
“Akhirnya kamu datang juga Lin” ucapnya pada ku.
Tatapannya sungguh tajam, bak siap menerkam aku hingga tewas, baru saja satu langkah ku masuk kedalam kamar, tangan kekarnya langsung memeluk tubuh ini dengan erat, di tendangnya pintu kamar itu sampai tertutup. Dia mengendong diri ini, melemparkan aku ke ranjang, bak mainan yang siap dihancurkan.
“Mari kita bersenang senang adik kecil ku” Ucapnya dengan nada bicara sedikit membentak.
Wajahnya tampak beringas, tanpa banyak berbasa basi dia memperlakuan aku dengan sangat kasar dan hina, namun anehnya aku malah terpancing, aku terlena dalam nafsu sesat. Malam itu segala rencana yang ada diangan gagal total, malah aku dijadikan bulan bulanan pemuas nafsu oleh kakak kandung ku sendiri.
Tak dapat ku ingat entah apa yang terjadi malam itu, selain aku yang memang terbawa nafsu dan menikmati perbuatan terkutuk itu, efek extesi itu membuat kepala ku jua berkunang.
Perlakuan dirinya benar benar seperti binatang, diri ini habis disiksa oleh kakak kandung ku sendiri, bahkan aku sampai tidak sadarkan diri kala dia mulai menghujani aku dengan tamparan ke arah wajah, dan bagian sensitive ku.
Dia seperti psikopat, belum lagi sesaat sebelum diri ini pingsan, aku merasa sosok Mas Jonny seperti berubah menjadi besar dengan wajah tak ubah nya binatang babi, entah lah, apa itu efek dari pil setan tersebut, atau memang benar adanya.
Satu yang pasti, aku terbangun dengan wajah lebam dan memar, badan ku terasa remuk, terlebih bagian kelamin ku, sangat nyeri, belum lagi disekujur paha darah kering terlihat yang bersumber dari alat kelamin ku.
Mata ini seketika menilik ke setiap ruangan, mencari keberadaan manusai terkutuk itu, namun dia sepertinya telah pergi meninggalkan ku dengan segepok uang yang ada di atas meja.
Kembali aku menyesal, kenapa harus ku ulang kembali kesalahan ini, dan niatan untuk membunuh Mas Jhony gagal, malah aku yang nyaris mati.
“Namun pasca kejadian malam itu, sebenarnya aku telah menang, dan berhasil menghancurkan om mu Galih” ucap tante Rita yang membuat Galih semakin penasaran.
“Kok bisa tan?” tanya Galih keheranan.
“sudahlah, kamu masih terlalu muda tak perlu semua kamu tau apa yang terjadi kepada ke 2 adik ayah mu” Ucap tante Rita menjawab.
Jam sudah menunjukan angka 9 malam, hujan juga sudah mereda.
“Maaf Galih, kamu mau pulang atau jagain rumah? bukan ngusir, Tante mau kembali ke RS, kasian Om mu dan Adik mu” ucap nya pada Galih.
“Pulang saja Tan, ayok sekalian Galih antar ke RS, Galih juga mau ngejemuk adek, syukur syukur disana dapat tambahan cerita dari om Jhony” Ucap Galih dengan sedikit tersenyum mengakhiri kunjungan pertamanya di rumah Om Jhony.
“Secara logika manusia normal, apa yang dialami dalam kehidupan Om Jhony dan Tante Rita sungguh Out the box, yang mungkin tidak akan pernah terpikirkan oleh manusia manapun untuk menjalankan kehidupan nyeleneh seperti ini” Pikir Galih sembari focus mengendari sepeda motornya guna mengantarkan tante Rita menuju Rumah Sakit.
“Nanti didepan berhenti sebentar ya dek, mau beliin makanan dulu buat om mu” terdengar ucapannya di hening malam itu.
“Siap tan”Jawabnya.
Tante Rita kembali pada sifat introvert nya selama perjalanan itu, membuat Galih merasa bagai tukang ojek yang sedang dinas mengantarkan penumpang, lama mereka terdiam menikmati hembusan angin sepoi, sesekali Tante Rita tampak membenarkan posisi duduknya, karena rem dadakan yang kulakukan.
Bukan mau mengambil keuntungan didalam kesuntukan, tapi saat itu memang jalanan rada tergenang dan keadan yang macet, sehinga skill Moto Gp harus sedikit ku keluarkan, walau tak ku pungkiri kala tubuh beliau menyentuh punggung, ada sesuatu yang mengeras dari bawah sana, dan membuat pikiran ini serasa bertamasya.
“Awas Galih”, teriak tante Rita, sedikit shock tatkala aku menyalip truck yang ada didepan.
“kamu ini ugal ugalan bawa motor, gak takut kenapa kenapa, kasian Pacar mu kalau nanti kamu Mati” Gumannya berucap nyeleneh.
“Ha..ha..Ha.. iya tante, Maaf,” “Galih belum boleh pacarana Tante, bisa di gebuk bapak nanti” Ucap Galih membalas.
“Halah, gaya mu, paling juga kerjaan mu Cuma nakalin cewek kan?, sudah pernah kamu K*wek belum?” tanyanya, yang membuat galih seketika down.
“Punya Tante kok sembrono banget ya” Tanya Galih dalam hati, namun Galih merasa senang mempunyai saudara segokil mereka, karna bila berhadapan dengan ke 2 orang tuanya, sudah pasti tata hidup penuh dengan S.O.P kromo yang harus dilakoni, boro boro ngomong nyeleneh, ngomong sedikit kasar saja, Ayat sudah pasti diberikan mereka untuk kembali menyadarkan.
Kurang lebih 35 menit, dengan sekali pitstop untuk membeli makanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit tempat dimana adek Dila, sepupu terkecil ku berada.
Langkah kaki menapak pelan menyelusuri lorong rumah sakit, susana terasa gelap, dengan beberapa lampu yang sudah padam, wajar mengingat sudah jam 10 malam, dan bukan waktunya lagi untuk beraktivitas atau membesuk.
“Ting...” terdangar suara lift terbuka, bergegas ke 2 nya masuk kedalam lift tersebut, dan didalam lift itu Tante Rita kembali berbicara :
“Cinta yang tumbuh dengan keikhlasan membutuhkan pengertian yang lebih mendalam dari sekedar ucapan yang terlontar dan harus ada bukti nyata bila kamu ingin merubahnya”, Ucapnya Tante Rita dengan nada bicara sayu.
“Kamu percaya takdir Galih?” Tanyanya.
“Soal apa dulu ini tan?”Tanya galih kembali.
“Bukan Tante mencoba mencari pembenaran ya!! tapi entah kenapa aku merasa memang tercipta dari tulang rusuk Om mu. Tidak mudah bagi kami menjalani kehidupan ini,namun bukan berarti mulut mulut kotor yang mengetahui tentang hal ini dapat mengatasnamakan ketidak pantasan sebagai sebuah alasan untuk membenarkan penghakiman” Jelas tante Rita melanjutkan pembicaraan itu.
Sulit bagi Galih menjawab pertanyaan itu, terlebih karna fase kehidupan dirinya pun belumlah sampai pada tahap memiliki pasangan hidup yang pastinya membutuhkan suatu komitmen.
“Namun mohon maaf Tan, ya bagi Galih sendiri pun aneh, bingung jawabnya”Kataku mencoba memberikan pemikiran.
“ha..ha..ha’’ Tawa tante Rita pecah mendengara ucapan ku
“Kebenaran hanyalah sebuah kenyataan pahit yang memutuskan saraf otak satu persatu, sedangkan ketidak percayaan menjadi landasan telah matinya pengharapan itu, dan kamu sama seperti manusia lainnya” Ucapnya tersenyum.
Sedikit Galih gugup, takut perkataan sok dewasa yang baru dilontarkan akan menyakiti perasaan tante Rita. “Bodoh, sok tau kamu Galih, kamu itu masih bocah”Makinya sendiri dalam hati terhadap kebodohan yang baru terucap dari mulutnya.
Pintu lift kembali terbuka, mereka telah berada dilantai 5, langkah ke luar lift langsung disambut lampu temaram remang, hanya sekedar memberikan petunjuk jalan. Diujung lorong terlihat satu meja dan kursi dengan bertumpuk kertas yang berisi daftar kesehatan pasien dan buku tamu.
Tempat dimana suster berjaga jua terlihat lengang, entah memang tidak ada piket, apa seseorang sedang mangkir dari sana pikir Galih. Langkah mereka terhenti tepat di depan salah 1 kamar vip berangka 2, mereka masuk kedalam, tempat dimana Dila dan Om Jhony berada.
"Masih hujan dek? " tanya Om Jhony seketika langkah itu baru memasuki ruangan tersebut. Galih terlihat mengekor masuk ke dalam ruangan, dan lagi lagi seperti awal beliau dulu memangil nya, kali ini dia kembali berhasil membuat Galih bergedik dan takut akan sosok om Jhony.
"Kamu dah izin sama ibu mu Galih? kok ga salim om ? " ucapnya spontan, seperti tau akan keberadaan dirinya.
"i.. Iya om, "ucapnya terbatah sembari menyalim tangan beliau. "ga perlu heran, bukan om bisa melihat, tapi beberapa menit lalu tante mu nelpon dan memberitaukan gak sengaja ketemu sama kamu" kata om Jhony sembari tertawa.
Galih sedikit tersenyum mendengar hal itu, karna sedari tadi dia masih berpikir apa masih ada sisa sisa kekuatan taring babi itu pada diri Om jhony. Lama mereka berbasa basi, banyak hal dibincangkan, namun tidak sedikit pun om Jhony menceritakan kembali masa lalu nya. Malah malam itu, Galih lebih dijadikan objek bercerita, om Jhony tak hentinya menanya ini itu ini sehingga memaksa dia harus terus berbicara.
Namun tau apa yang dikatakan Om Jhony setelah itu? Galih sudah kwatir saja, om Jhony kembali mengundur cerita yang pasti akan menyayat hati para pembaca.
Tapi tenang, ternyata tidak, om Jhony malam itu mengisahkan sepak terjangnya selama menjadi kepala dunia malam, Dimulai dari urusannya dengan wartawan senior bersama Kirno, dan masalah dendam lama akan seseorang yang belum terbalaskan kala itu.
Semua dia ungkapkan detail, jelas dan cukup mengelitik perut ini.
“Jadi Galih, Bersambung” Ucapnya malam itu yang membuat Galih meronta.
*Bersambung*
“Jangan lupa likes dukung ya teman teman, Agar Mimin semangat updatenya”
Part 12
Catatan Noda
Sudut Pandang Kirno
Ku arahkan pandangan lurus kedepan, menatap tajam singa yang mengaung di ujung sana, satu gerakan yang salah akan membuat ruangan ini menjadi arena pertempuran, pertempuran antara aparat kepolisian dan pasukan siap mati yang berada di pihak Jhony si anjing Gila.
Sungguh ironis dan menyedihkan, tapi semua terasa indah dihari yang cerah, dimana Kirno menuliskan garis takdir Jhony dalam satu “catatan noda” yang akan mengakhiri era premanisme, pikir ku (Kirno) saat itu.
Waktu yang sebentar maupun waktu yang sangat panjang, tidak akan menjadi masalah besar, karna Tuhan tetap setia dan mempercayai aku untuk membongkar dalang busuk pristiwa teror yang semakin merajela, yang seolah tidak dapat tersentuh oleh Hukum.
4 laporan bersambung yang diterbitkan oleh salah 1 surat kabar nasional, sudah cukup membuat pihak pemerintahan gerah, dan dunia premanisme kocar kacir kala itu dan aku pula yang menjadi informan tunggal, sebagai pemberi informasi dimana keberadaan manusia biadab bernama Jhony, hingga peristiwa saling ancam todong senjata antara pihak kepolisian dan kumpulan begundal itu terjadi saat ini.
Bagi ku tidak penting siapa yang akan menang, apapun hasilnya, mau Jhony ditangkap, Jhony mati, Kabur, atau mungkin pasukan Jhonny akan mengulung polisi polisi bersenjeta lengkap itu diakhir cerita.
"1 catatan noda akan terbit dengan berjuta exsemplar diesok pagi, yang pasti akan semakin melambungkan nama Kirno di dunia jurnalistik". begitulah angan ku menerawang.
Menerawang apa yang akan segera terjadi, sialnya, hanya gambaran singkat akan hari besok yang terbesit, memantulkan kilatan cahaya keemasan seolah mencuci otak ini pada sebuah keegoisan, sementara badai gelap dibalik kilauan emas itu hampir mencapai batas tenggang yang diberikan, tanpa sedikitpun mampu tuk ku prediksi.
Memegang kendali dan percaya akan kekuatan pemikiran, bermodalkan kenekatan dan menyampingkan risiko membuat peluruh panas itu kian dekat menyentuh kepala anak dan istri ku.
"Catatan Noda" Polisi berhasil meringkus Jhony, "Dunia premanisme berakhir?" Judul headline koran nasional itu memberitakan eksklusif kabar tertangkap nya Jhony si anjing gila.
Keadaan kantor surat kabar tempat Kirno bekerja tampak ramai menjelang deathline penerbitan tiba, terlihat para pemburu berita masih mengutak ngatik tulisannya untuk mempersiapkan suatu naskah yang layak dikosumsi masyarakat luas di esok hari.
Dari salah 1 ruangan seorang pria tua bernama Firman (Pimpinan Redaksi) tampak keluar, wajahnya terlihat lelah menunggu akhir kisah penerbitan hari ini, terlebih lagi sudah 3 hari berlalu, surat kabar yang dipimpin olehnya menjadi pusat perhatian, karena beberapa laporan berseri yang dituliskan Wartawan Handalnya (Kirno) mampu untuk mengusik ketenangan para elit politik tanah air.
Pak Firman terus berjalan dengan wajah yang mungkin sedikit pucat, langkahnya terhenti tepat disamping Kirno yang masih meracik ajian jitu guna menuntaskan naskah untuk mengemparkan Indonesia di esok pagi.
“Bagaimana Nok? Kamu yakin tulisan ini dapat dipertangung jawabkan?” Tanya Pak Firman pada Kirno malam itu.
Sejatinya, walaupun Kirno sudah terkenal malang melintang didunia jurnalistik, namun bagi Firman segala berita yang diterbitkan wajiblah melalui verifikasi berlapis agar dijamin kebenarannya, apalagi bila ada pemberitaan yang bermasalah, sudah pasti dia akan menjadi orang
pertama yang bertanggung jawab untuk segala kabar yang dimuat oleh koran tersebut.
Kirno terdiam sejenak, sedikit bingung untuk menjawab, ada keraguan padanya kala pertanyaan itu dilontarkan oleh Pak Firman.
“Aku belum punya bukti kuat sih pak” Katanya sembari melihat layout desain berita didepan computer.
“Tapi aku yakin, orang ini yang menjadi bekingan Jhony di pemerintahan.” Ujar nya coba meyakinkan Pak Firman.
Adu argument terlihat antara Kirno dan Pak Firman kala itu, Kirno berusaha meyakinkan atasanya untuk berani melakukan spekulasi guna memancing ikan yang lebih besar untuk keluar.
“Ya kalau memang mati ya mati, Toh aku juga setiap meliput laporan mempertaruhkan nyawa, urusan bradel nanti saja pak! Ga ada gunanya Moto Suara kebenaran terpampang pada halaman utama, kalau menerbitkan yang benar saja tidak berani” ketus Kirno berbicara pada atasannya itu.
Pak Firman terdiam mendengar perkataan Kirno, sekalipun apa yang diutarakan Kirno benar, namun dia juga harus memikirkan hal lain, baginya pemberitaan kali ini akan menjadi pertaruhan besar, tidak hanya bagi dirinya, namun jua semua aspek, pekerjaan bahkan keluarga mereka.
"Bagaimana pak?" tanya kirno kembali yang membuat Pimred itu mengehela nafas panjang.
"Ok Nok. Aku yakin, tapi baik nya kita tunggu dulu respon pembaca, kalau dapat banyak LIKES Silahkan kamu eksekusi”. ucap pak firman kepada kirno malam itu.
#Janganlupadukungannya
*****
"Hei Keluar, ada yang mau bertemu kamu" ucap seorang sipir kepada lelaki kekar penuh dengan tato disekujur tubuhnya. Lelaki itu berjalan tegap, keluar dari sel tempat dia ditahan, dia berjalan mengikuti langkah sipir yang mengiring nya menuju ketempat ruang berkunjung.
Sesampainya disana terlihat lelaki lain sudah berdiri menunggu dirinya, lelaki itu mengunakan setelan kemeja, dengan sepatu kulit yang mengkilap, rambutnya terlihat klimis bernuansa potongan trendi yang hits pada masanya.
"Salam kenal Mas Jhony, saya Ryan, pengacara yang akan membantu" ucap pria itu sembari mengulurkan tangannya kepada Jhony si anjing gila. Jhony menjabat erat tangan itu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, mata nya terus menatap si pengacara itu dengan tajam.
Ryan sedikit down akan perlakuan yang diberikan Jhony kepadanya, baru kali ini dia merasa gugup menatap sesorang.
“Maaf Mas, saya diutus sama pak Heru" Ucapnya memecah kebuntuan.
"Ha..Ha..Ha.., apa dia Takut?" jawab Jhony spontan, sembari tertawa.
"Bukan Heru, tapi si pemimpin yang mengutusmu kan?" ucap Jhony kembali sembari mengebrak meja pembatas antara mereka ber 2.
"Intinya saya datang kesini untuk niat membantu, mohon kerja samanya" Ucap ryan memberanikan diri melawan intimidasi yang coba di lakukan Jhony.
Jhony berdiri, menatap ryan, belum sempat ryan memgantisipasi, Jhony sudah mencengkram kemeja dan mengangkat ryan mendekat padanya.
"30 hari sudah berlalu dan kamu baru datang, bilang kepada dirinya, bila aku tidak juga bebas, maka tak ada yang bisa menjamin tahtanya" bisik Jhony ke telinga ryan. 2 sipir yang berada disana, berlari sigap membekuk Jhony, menyeretnya kembali ke sel nya.
"Ada apa ini?" Tanya sipir tersebut.
"It's Okay" ucap Jhony melepas cengkraman itu, dan berjalan mengikuti tarikan sipir yang mengiringnya.
Jhony masih menatap ryan,
"Tus" ucapnya sembari memberikan isyarat dengan jarinya yang seolah sedang menembak kepala Ryan.
Dihari yang sama dengan tempat yang berbeda, Kirno tampak bahagia, langit masih terlihat cerah sekalipun jam sudah menunjukan pukul 5 sore.
Dirinya sedang mengadakan syukuran kecil yang diselengarakan kantor khusus untuknya, karena tahun ini dia kembali menjadi wartawan terbaik, tidak hanya itu di tahun ini media tempat dia bekerja juga menjadi media terbaik dengan penjualan terbesar serta terluas se Indonesia.
"Kita jalan jam 7 Nok" kata Pak Firman kepadanya.
"Siap bos" singkat Kirno menjawab dengan wajah yang berseri.
Dalam benaknya dia sudah merangkai perkatakan perkatan bijak yang nanti akan disampaikan sewaktu dia menerima piagam penghargaan pada malam akbar perkumpulan wartawan.
Buku usang yang menjadi andalan nya kala mencatat berita jua telah terisi nama nama
yang akan diucapkan sebagai tanda terima kasih, yang nanti akan diucapkanya pula. Hingga sekitar jam 7 kurang, kala mereka bersiap memasuki mobil dinas kantor menuju ke salah 1 hotel tempat acara itu akan digelar.
1 panggilan dari dalam mobil yang terparkir di pingir jalan tepat di depan kantor dia bekerja, memanggil namanya.
"Mas Kirno, Mas!!" teriak seorang pemuda yang ada dibangku belakang, pria itu mengeluarkan kepalanya memangil Kirno yang siap berangkat ke acara tersebut. Kirno terdiam, sejenak melihat siapa pria rapi berjas yang memangil dirinya.
"Kenapa Nok?" ucap pak firman dari dalam mobil.
"Sebentar pak, ada yang manggil" Jawab kirno kepadanya.
Kirno berjalan mendekati mobil itu, dia penasaran akan sosok yang ada didalamnya.
Agak lama Kirno berbicara, hingga membuat Pak Firman kembali turun dari mobil dan melihat Kirno yang seperti serius berbicara dengan lelaki yang ada dimobil tersebut.
Selang 2 menit Pak Firman melihat mereka, Kirno berlari kembali ke arah pak firman, begitu juga dengan mobil merah tersebut, yang langsung meninggalkan lokasi.
"Kenapa Nok?" tanya Pak Firman kebingungan dan menanyakan hal yang sama untuk ke 2 kalinya.
Kirno tidak menjawab, dirinya sibuk meraba kantong celananya, mencari kunci motor, setemunya kunci itu, dia langsung mengengkol motor nya, pergi meninggalkan Pak Firman dan teman lainnya. Saat itu wajah Kirno terlihat kusut, berkeringat dan seperti ketakuan.
Motor Keluaran Yangmahal miliknya, dipacu melaju melibihi kapasitas 79 cc, Kirno seakan tidak mengenal Rem, dan terus melaju menyusuri jalanan guna pulang kerumah menemui Istri dan ke 2 anak nya.
Isi didalam otaknya tidak dapat berpikir jernih, mengingat kejadian tadi, arahan pistol ditempelkan ke dada, sesaat dirinya menemui pria misterius yang ada di dalam mobil.
“Kamu sudah terlalu jauh, Kalau aku menjadi kamu, detik ini juga aku akan pulang memastikan apakah anak dan istri ku masih bisa bernapas!” Ujar pria itu kepada Kirno yang mengakhiri pertemuan mereka.
Part 13
Kecelakaan
Hampir 45 menit lamanya perjalanan itu dilaluinya, hingga dia tiba didepan rumah miliknya, hatinya semakin berdebar kala mendapati gerbang dan pintu rumah terbuka lebar. Kirno memakirkan motor di teras :
“Buk.. Mas…” teriaknya seketika memangil anggota keluarganya dari dalam rumah. Tidak ada jawaban yang dia terima, dia berlari kecil melangkah masuk mencoba mencari istri dan ke 2 anaknya, kembali suaranya mengema memangil mereka.
“Buk.. Mas…Adek….”sembari terus menyusuri seluruh bagian rumah. Matanya terhenti menatap meja makan di dapur, sebuah pascel berisikan makanan nikmat (coklat, Minuman Kaleng, dan lain sebagainya) menjadi isi didalamnya, tampak dibagian depan ada post card nama pengirim bingkisan tersebut, Kirno menatap tajam nama pengirim tersebut.
“dari JSAG” ucap kirno terheran seakan mengingat inisial nama yang kerap dia gunakan untuk menyamarkan nama seseorang di berita yang ditulisnya, beberapa bulan lalu. Tubuh Kirno seketika lemas, wajahnya semakin pucat dengan jantung yang tak henti berdebar hebat, dia seakan paham saat ini keadaan kian bahaya tidak hanya bagi dirinya tapi juga keluarganya.
Dalam keheningan, dirinya terkaget mendengar teriakan dari luar rumah yang membuat dirinya kembali tersadar dari lamunan.
"Ye... Ayah sudah pulang" ucapan itu terdengar, ada rasa tenang dalam diri Kirno, mendengar teriakan putri bungsu nya Desy, begitu juga dengan Istri dan anak lelakinya Yoki.
"Ibu dari mana?" tanya Kirno kepada istrinya.
"Dari rumah pak RT mas"jawabnya.
"Tadi ada teman Mas datang, bawain bingkisan juga, itu yang ada di meja makan, trs dia minta diantar ke RT, mau kasih dana buat acara gitu sih tadi, ya udah karna Ibu pikir ga lama, rumah lupa ditutup" ucap istrinya
"Terus orang nya dimana? ucap kirno memotong pembicaraan.
"Sudah pulang mas, ibu malah kebablas ngbrol sama bu RT, siapa ya namanya , Jhon apa Jhony ya?" jelas istrinya yang semakin membuat kirno merasa tidak tenang.
Lama Kirno terdiam, mendengar ucapan istrinya, jiwa nya seperti meronta, dan merasa bersalah harus menulis pemberitaan ini Dia duduk menghela nafas panjang.
*****
Di waktu bersamaan namun berbeda tempat, pristiwa yang lebih menghebohkan terjadi, Rombongan Pak Firman mengalami kejadian mengerikan, dimana mobil yang digunakan oleh mereka dihajar truck fuso dengan kecepatan tinggi.
"Pak Firman sekarat di Rumah sakit nok" jelas Danu teman sprofesi wartawan dikantor yang datang membawa kabar buruk pada larut malam. Saat itu sudah pukul 11.30, kirno yang hanya berpakaian sarung dan singlet bolong terkejut menelan ludah berkali kali, mendengar kabar tersebut.
Dalam Pikiran terdalamnya terbesit satu pertanyaan besar, apakah ada hubungan antara orang yang menemui nya dikantor, dan menyamperi keluarga nya dirumah dengan kejadian naas yang dialami rombongan Pak firman hari ini. Malam itu dia engan untuk tertidur, mata nya terus bersiaga, dengan jantung yang berdetak hebat, sedari tadi alam pikir nya terus berujar, menyarankan agar tetap terjaga karna dia takut malaikat maut mungkin berkunjung malam ini.
Tangannya yang gemetar masih mengengam sebatang rokok, dia menghisap rokok tersebut dengan bibir yang juga sedikit gemetar. Lama matanya memantau, dan satu sepeda motor dengan suara yang sangat keras, ada di depan rumahnya.
“Brungg......” Pengendara motor tersebut mengeber kendaraan nya, dan orang yang berada dibocengan langsung melompat dan mengarahkan pistol ke tempat kirno berada.
Kirno kaget, wajahnya kian pucat, dia berdiri, bergegas kabur.
Dor...dorr...dorr.....
Terdengar suara tembakan yang diletuskan oleh pria bermotor tersebut, seketika Kirno ambruk, dirinya berteriak keras.
"Tolong... tolonggg....!!!" ucapnya histeris dalam tidurnya kala itu.
"Pak.. Bangun Pak.. Pak.." ucap sang istri sembari menepuk pelang sang suami agar terbangun dari mimpi tersebut.
Kirno terbangun dengan mimik wajah pucat ketakutan, jantungnya berdebar hebat, membuat suara nafasnya seakan terengah menahan sesak, terlihat pula baju yang dikenakan basah, akibat keringat dingin yang tak henti tercucur.
Pasca rentetan teror yang dialami Media Suara Kebenaran, pemberitaan sedikit mengendor, tidak ada lagi liputan ganas yang berani mereka terbitkan karna seringnya surat kaleng bernada ancaman terkirim kesana, disisi lain Pak Firman selaku pimpinan redaksi, selamat dari insiden mengerikan tersebut, hanya saja dia harus menjalani beberapa kali operasi dan membutuhkan waktu rehat, yang kian membuat tidak ada seorang pun berani mengambil resiko, selain Manusia Unik bernama Kirno.
Namun sedasyat apapun liputan yang dituliskan Kirno, Lian selaku wakil pimpinan redaksi, yang mengemban tanggung jawab sementara selama Pak Firman dalam masa pemulihan, tidak mau untuk memberikan Izin penerbitkan laporan Kirno, apabila tulisan itu menyangkut tentang orang orang yang ada di belakang Jhony.
4 bulan setelah kejadian tersebut, Pak Firman tak kunjung pulih dan masih membutuhkan waktu yang lebih lama, serta sekali operasi untuk meluruskan tulang kakinya, Kirno seakan kihilangan taji, dan merasa ada pengucilan yang dilakukan teman sekantor kepada dirinya.
Belum lagi, laporan yang seharusnya bisa untuk memastikan Jhony berserta kroninya membusuk di jeruji besi, harus hilang tak berjejak, bukti pembicaraan Jhony, lengkap dengan foto, seharusnya sudah cukup menutup era premanisme kala itu, rekaman tersebut diberikan kirno kepada lian entah ada unsur kesengajaan, Lian mengatakan bahwa barang bukti yang susah payah didapatkan oleh dirinya raib tanpa alasan yang jelas.
Prihal Jhony sensidiri, setelah menjalani 2 kali persidangan terbuka, dirinya dinyatakan bebas dari jeratan yang dituduhkan kepadanya, tentu saja hasil dari persidangan itu tidak hanya membuat kirno gusar, namun kian frustasi, terlebih dirinya mendapatkan surat peringatan keras dari persatuan para wartawan yang menegur dirinya karna memuat pemberitaan yang tidak mendasar dan tanpa bukti valid.
*****
Malam itu Kirno terbangun kembali dari tidurnya, jam menunjukan pukul 11 malam, dia bergegas mengenakan kembali kemeja yang terlepas, tangan nya mulai mengait 1 persatu kancing dibaju tersebut, sebelum 1 tangan gemulai memegang tangannya.
“Gak Nginap saja mas?, aku masih kangen.” ucap Wanita tersebut kepada kirno, Wanita tersebut merupakan Winda, salah 1 pekerja komersil yang jua bekerja di tempat Rita berada, dia merupakan kekasih gelap Kirno dan juga informan yang selama ini membocorkan tentang apa yang dilakukan Jhony, serta siapa eliti politik dalang dari semua ini.
"Kita lanjut lain hari saja ya dek, sudah malam, lagian ini terlalu dekat dengan markas bos mu” ucap Kirno kepada dirinya.
“Aku kwatir ada yang curiga dengan dirimu” lanjut Kirno memberikan wejangan padanya.
Wanita itu tidak membalas omongan kirno, namun ke 2 tangan erat memeluk perut Kirno, yang membuat bulu tengkuk kirno sekali lagi bergedik dimalam dingin tersebut.
Kirno yang mulai mengeras, memegang lembut tangan tersebut, lalu kirno membalikan badannya, ditatap nya wajah winda dengan ramah, dirinya mencium pipi wanita itu.
Disaat semua terasa hangat, kirno beranjak, berdiri dari duduknya, dirogohnya kantong sembari mengambil beberapa lembar uang dari dalam dompet, uang itu diletakan diatas meja yang ada disana.
"Buat jajan, kalau ada yang penting jangan lupa info ya" ucap kirno berlalu pergi dari kamar yang berada disalah 1 hotel yang dekat dengan lapangan tanah merah Gladiator Kirno tidak langsung pulang menuju rumah, sepeda motornya diarahak menuju jalan kembali ke kantor, entah apah yang ada dipikirnya, namun dia merasa sangat malas untuk pulang kerumah.
“Mending ngopi dikantor, ngobrol sama rekan rekan” pikirnya
Jam 12 kurang dirinya sampai disana, seperti biasa dia memarkirkan motornya dibagian paling pojok,
“Mas.. Mas..No” teriak seorang pria yang tak lain merupakan security kantor.
“Iyo mas, ada yang bisa tak bantu?” Jawab kirno padanya.
Pria itu lantas memberikan selembar amplop putih
"Ada surat untuk mas Kirno” ucapnya kembali, kirno langsung meraih amplop tersebut, dibacanya tulisan di depan surat itu.
Kepada : kirno di Jl Trisula blok A13 (Media suara kebenaran), lantas kirno membalik sisi sebelah guna mengetahui pengirim surat tersebut, namun kosong tanpa ada setitik penapun tergaris disana.
“Yang antar siapa?” Tanya nya, “Bapak bapak tadi mas, orangnya buru buru, Cuma bilang Kantor suara kebenaran, pas tak jawab iya, dia ngomong tolong titip Kirno, saya tanya nama, dia langsung pergi naik motor” Jelas si security mendetail kronologi sore tadi.
Tidak ada pertanyaan lain dari kirno,kirno memperbolehkan security tersebut untuk pergi meninggalkannya, Kirno pun seperti tau isi dari surat yang ada didalam amplop putih tersebut.
“Surat kaleng lagi, Ancaman lagi” Riuh dia mengurutu sendiri karna sudah berapa bulan ini dia merasa tak asing dengan kiriman seperti itu, hatinya sudah dapat menerawang, isi dari surat tersebut.
Part 14
Dismotivasi
"Kebenaran hanya untuk mereka yang berkuasa" Celoteh Kirno sembari menganti tunel radio yang sedang menyiarkan wawancara exclusive dengan seorang petinggi pemerintahan.
"Kesambet apa lo Nok? Datang datang buat kisruh" tanya Ningrum, salah satu rekannya kerjanya yang menangani bagian penyuntingan kata.
"Gak papah" jawab Kirno ketus sembari membuang selembar amplop putih ketempat sampah.
“Surat Kaleng lagi?” tanya Ningrum kembali.
“Iya” Jawab Kirno dengan suara meninggi, rekan kerja yang ada disana sontak memandangi Kirno yang terlihat emosi, suasana riuh sebelum kedatangannya kini berubah sunyi, hening yang langsung membuat suasana kerja menjadi hambar.
Kirno masih terus bercoleteh, mengeluarkan segala unek unek didalam hatinya, dia tidak memperdulikan Wapimred (Pak Lian) yang sedari dirinya masuk sudah memandang dengan sinis dibagian ujung ruangan itu, tempat para pendesain (layout) bekerja.
“Sudah kembali bekerja! Sebentar lagi Deathline, Kirno bisa kita bicara diruangan?” Potong Pak Lian, berusaha memotong provokasi yang coba dilakukan Kirno kepada rekan kerjanya.
“Untuk apa pak? Saya sudah muak dengan segala Retorika yang Bapak sampaikan!” balas Kirno sembari menatap Pak Lian dengan tatapan tajam.
Pak Lian geram mendengar perkataan Kirno, namun dia tidak ingin terbawa suasana, tersulut dalam pancingan murahan yang coba dilakukan untuk menjebaknya, dirinya menghampiri Kirno.
“Mari kita bicarakan 4 mata saja” ujarnya sembari merangkul Kirno, berharap semua bisa diselesaikan dengan baik adanya. Ajakan sopan yang dilontarkan Pak Lian, tidak sedikitpun menenangkan jiwa Kirno yang pada malam tersebut seperti sudah dibatas ambang kesabaran, spontan Kirno menepis rangkulan Pak Lian.
“Gak ngerti tadi saya ngomong apa” Bentak dirinya tetiba kepada Pak Lian. Pak Lian terdiam, melihat tingkah anak buahnya tersebut, namun sebagai pimpinan dia harus bisa mencerminkan bagaiman harusnya bersikap, tangannya kembali dijulurkannya, seraya memberikan kode agar keluh kesah Kirno dapat dibicarakan secara personal diruangan Pimred, namun sekali lagi niatan baik tersebut di jawab Kirno dengan ketus dan menjurus kearah anarkis.
“Jangan sok perduli, cukup sandiwara mu!!” teriaknya kembali sembari menunjuk Pak Lian. Pekerja yang ada disana langsung menghampiri mereka ber 2, takut bila mana terjadi perkelahian bila Kirno terus dibiarkan mengamuk diruangan tersebut. Beberapa orang terlihat memegangi Kirno, sigap mengajak dirinya keluar dari ruangan.
Dalam tarikan rekan sejabatnya tersebut pun Kirno masih melontarkan kata kata pedas “Kamu hanya atasan, tapi tak layak jadi panutan!!” Ucap Kirno dengan nada bicara ketus, sembari menunjuk kearah Pak Lian berada.
Kirno digiring turun kelantai dasar, layaknya tahanan, rekan kerjanya mengengam tangannya erat.
"Sudah Mas, tenang dulu" kata salah seorang rekan mencoba menenangkan.
"Lepas, kalian sama saja!" ujar dirinya yang kesal karna tidak ada seorangpun membela.
"Jangan pegang saya, kalian semua sampah, ada cuma saat saya jaya" bentak dirinya kembali sembari menyingkirkan gengaman erat dari beberapa rekan kerjanya tersebut dan pergi dari sana.
*****
“Win” ucap seorang pria memangil wilda,
“Iya Mas” jawabnya membalas perkataan tersebut.
“Kamu ke ruangan Pak Bos segera ya, sedari tadi beliau nyariin kamu, ada bokingan kayaknya” Infonya kepada Wilda.
“Ok” jawab Wilda sembari mengelengkan kepalanya dan bergegas menuju ke ruangan tempat biasa bos mereka berada. Tak lama berselang Winda sudah ada didepan pintu tersebut, diketuknya pintu itu “Tok..Tok…”
“Permisi pak” ucapnya sembari membuka pintu perlahan.
*****
Pasca pertengkaran yang terjadi antara dirinya dan Pak lian, kirno lebih memilih untuk mengasingkan diri, seminggu lamanya dia mangkrak dari tanggung jawab, sebelum satu surat peringatan dikirim ke rumahnya. Mengingatkan akan kewajibannya bila tidak mau dipecat.
Dipagi itu dia pun berangkat bekerja walau sakit hati masih sangat terasa di jiwa, tetap dipacunya kuda besi miliknya untuk kembali meliput berita. 2 berita kriminal sudah didapat, hari menjelang sore, dia terdiam sembari menghela nafas Panjang.
"Harus ke kantor ya!"gumannya.
"Kring...kring..kring"
Halo selamat sore, dengan Ahmad dari suara kebenaran, ada yang bisa saya bantu?.
OOO. Mbak yang tadi TLP ya.
Pak Kirno belum datang juga mbak, malah sudah seminggu ga masuk kantor, ada pesan mbak, nanti saya sampaikan?.
"Tut..Tut..Tut. "
"Malah dimatiin lagi, "gerutu scurity kantor yang hari itu sudah berpuluh kali menerima panggilan masuk dari seorang wanita yang mencari keberadaan Kirno.
Tak lama berselang, dari telephone tersebut, sosok Kirno tiba dikantor.
"Nah itu orangnya" ucap Ahmad yang bergegas menyamperi Kirno guna memberitahu bahwa sedari pagi tadi wanita bernama Winda sudah berpuluh kali menelphone guna mencari dirinya.
Kirno tersentak mendengar informasi dari Ahmad.
"Gak biasa nya Wilda nelphone"pikirnya dalam hati, karna selama ini dirinya lah yang selalu menghubungi Wilda.
Masih belum selesai pembicaraan Kirno dengan Ahmad, TLP kembali berdiring. Dan benar. Wanita itu kembali menelphone, mencari keberadaan Kirno.
"Hai sayang? Kangen ya?" Ucap Kirno sedikit bercanda.
"Mas cepat datang ketempat biasa ya, sekarang jemput aku, sekarang ya!!!
Tut..tutt.tuut....telephone itu terputus.Kirno kebingungan.
"Ada apa mas?" Tanya Ahmad.
"Gak apah" ucap Kirno sembari berlari menuju ke arah motornya. Segera di menyela motor itu, dan bergegas menuju hotel tempat dimana mereka biasa bertemu.
Sejam lebih berlalu, kirno akhirnya tiba di depan hotel itu, tidak seperti biasa, malam itu dia memakirkan motornya disalah satu warung remang yang ada disana.
“Mas gak mau dipijit?” ucap salah satu pekerja yang mungkin Wanita tuna Susila yang mangkal diwarung tersebut.
“Tidak, saya mau titip motor saja” ucap Kirno kewanita itu sembari memberikan uang 1.000 kepadanya.
Dibakarnya sebatang rokok, sembari menilik ke sikitar, memastikan tidak ada yang menguntil dirinya ketempat tersebut. Langkahnya pun beranjak menyebrangi jalan guna menuju hotel yang ada didepan, kembali dia terhenti, dilihatnya winda sudah ada di depan loby hotel.
Kirno kembali memastikan semua aman terkendali, karena dia kwatir ini merupakan perangkap yang dipersiapkan untuknya.
Lama dia melihati winda dari kejauhan, terlihat Wanita itu mondar mandir seperti orang kebingungan, 30 menit berlalu setelah dirinya merasa aman, Kirno akhirnya menghampiri informan sekaligus kekasih gelapnya tersebut.
“Win” Ucapnya dari arah belakang, yang membuat winda sedikit terkejut. “Kamu ngapain sih pakai acara ngagetin, lama lagi datangnya” ketus Winda berbicara padanya dengan raut wajah kesal.
“Iya, maaf, tadi Mas setor berita dulu ke kantor” Ucap Kirno berbohong. Winda langsung menarik tangan Kirno.
“Ayo cepat Mas!!” ujarnya sembari Langkah mereka masuk kedalam hotel tersebut.
Tidak seperti biasanya, hari itu Wilda sudah memesankan kamar, mereka langsung menuju ruang 04 dilantai 2. Kirno sejatinya sudah merasakan kecurigaan. “Ada yang tidak beres"Pikirnya didalam Jiwa. Langkahnya terhenti, dilepaskannya gengaman tangan linda dari dirinya.
“Berhenti Dek, ada apa sebenarnya?” Tanya dirinya dengan nada bicara yang mulai serius.
Winda terdiam, dilihatnya kesekitar, wajahnya langsung memucat. “Ma..maaf Mas” Katanya terbatah.
“Kreek…” terdengan suara pintu kamar no 4 itu terbuka, dari sana 2 orang pria berbadan besar keluar.
Sementara kala matanya menilik, bersiap lari kearah belakang,
“Tap.. Tap..” dia mendengar suara langkah beberapa orang yang seperti berlari kecil semakin mendekat kearahnya. Tak lama berselang, didapatinya 3 orang pria lainnya yang memiliki prawakan tak kalah dengan 2 orang dihadapnya, mereka berdiri ditangga tersebut, seakan menjadi tembok penutup akses jalan Kirno.
"Apa mau kalian" bentak Kirno dengan sisa keberanian yang ada.
"Tega kamu ya dek" katanya kembali pada Winda yang sudah menjebak dirinya. Tidak ada satu orang pun yang menjawab.
Hanya alunan langkah yang kembali di dengar oleh Kirno sebagai jawaban satu satunya. Tap.. Tap... Suara langkah itu bergema. Hadir sosok pria lain yang kini berada di belakang 3 orang yang ada ditangga tersebut. Ke 3 orang tersebut, meminggirkan diri, memberikan akses jalan ke sosok pria itu.
Kirno langsung merasakan aura yang sangat hebat. Bau kematian kental tercium dari hidungnya. "Matilah aku" ucapnya pelan melihat sosok itu berjalan ke arahnya.
“Apa kabar mu Mas Kirno?” ucap sosok tersebut. Tubuh Kirno gemetar hebat, baru kali ini dirinya melihat dan berbicara secara langsung dengan Jhony si anjing gila.
Part 15
Jebakan
Jhony merangkul bahu Kirno, sembari mengarahkan tangan, seolah mempersilahkan Kirno masuk kedalam kamar nomor 4 tersebut. Kirno terkaku diam, dia tau akan mati bila dirinya masuk kedalam sana. Namun satu perintah Jhony padanya, membuat dirinya tak mempunyai pilihan.
"Bila diri mu masih ingin melihat istri dan ke 2 anak mu hidup di esok hari, ku mohon masuk" Ucap Jhony padanya dengan wajah tersenyum.
“Silahkan duduk Mas Kirno” Ucap Jhony. Kirno duduk di kursi yang ada disana, pandangannya tertunduk, enggan menatap orang yang berada didalam kamar tersbut. Dari arah depan terlihat Jhony mengangkat satu kursi, diletakannya tepat di depan kirno berada, Jhony duduk disana.
Jhony membakar sebatang rokok, “Husss” semburan asap keluar dari mulutnya tepat di hadap Kirno, dirinya menyodorkan rokok yang baru saja dihisapnya tersebut.
“ini hisap, ganja kualitas terbaik” ujarnya.
“ayo jangan malu malu” katanya kembali kepada kirno yang masih terdiam. Dengan tangan bergetar, Kirno meraih rokok tersebut, diambilnya dari gengam jari Jhony, tampak rasa takut yang luar biasa dari dirinya, mulutnya terlihat gemetar kala menghisap rokok tersebut.
“Ha..Ha…ha…” Tawa Jhony pecah melihat tingkah Kirno, riuh tawa pun mengema seiring pasukan Jhony yang pula ikut menertawakan dirinya. Hanya Kirno dan Winda yang terdiam, dan dalam nuansa kesenangan hati Jhony tersebut,
“Prak…..” satu tendangan kencang dilayangkan Jhony tepat kearah dada kirno, seketika kirno tersungkur.
“Huk.. hukk….” Kirno terbatuk, menahan sakit pada bagian dada. Jhony berdiri, sekali lagi dirinya menendang perut Kirno dengan sangat kuat, darah segar termuntah dari mulut Kirno.
“Kirno..Kirno…Kirno.. wartawan superhero, peliput berita terbaik yang sukses dengan menuliskan kisah hidup Jhony si anjing gila” Bentak Jhony sembari menginjak kepala kirno yang sudah tersungkur tersebut.
Jhony terlihat kesetanan, entah berapa lama dirinya sudah menghajar kirno, lantai terlihat memerah, terbias darah yang mengalir dari tubuh si wartawan tersebut. Winda menangis, dia tidak tahan melihat perlakuan Jhony yang begitu brutal, selain itu dirinya memang mencintai sosok Kirno, dan saat emosi dirinya sudah memuncak, winda sudah tak memperdulikan lagi keselamatannya, dia berlari memeluk tubuh kirno yang tak berdaya.
Dan tanpa disegaja, tubunya pun terkena tendangan yang dilayangkan oleh Jhony, Winda terkapar, tangisnya semakin pecah, namun tak mengurungkan niatnya untuk mati bersama Kirno. Dia tetap memeluk tubuh pujaan hatinya tersebu yang membuat Jhony sontak terhenti, dirasakannya sakit yang teramat sangat dikepala, belum lagi hatinya seakan membuka lembaran lama yang telah terkubur.
dia merasakan aura winda malam itu sama seperti dengan seorang Wanita yang dulu mati demi menyelamatkan dirinya. Jhony melangkah mundur dari Winda dan Kirno.
"Argggh....." Teriaknya keras sembari memegangi kepalanya. Mata Jhony celingukan menatap kanan dan kiri. Wajahnya memucat, Jhony terlihat seperti sangat ketakutan.
"Cindy.. cindi...jangan " teriaknya kembali yang membuat 5 anak buahnya menjadi keheranan.
Jhony seakan berhalusinasi, dia mendapati diri kembali berada di tanah merah gladiator. Dilihatnya Cindy dan dia terkapar ditengah lahan tersebut.
"BAJINGAN KAU ROBERT" ucap Jhony seketika, sembari melemparkan kursi kearah anak buahnya sendiri.
Dirinya berlari. "Prak..." Bogem mentah diberikan tepat ke arah wajah salah satu pengikutnya.
"Bos, kenapa bos?" Ucap rekan lain, berusaha menyadarkan dirinya, namun ucapan tersebut membuat Jhony naik darah dan mulai memukuli 5 orang pengikutnya itu. Melihat kondisi yang tak kondusif, ke 5 nya berhamburan keluar dari kamar tersebut dan berusaha menjaga jarak dari dirinya.
Kegaduhan pun terjadi di depan kamar hotel di lantai 2 itu, yang membuat tamu lainnya keluar untuk melihat apa yang terjadi. Dan 20 menit lamanya Jhony mengamuk, menghancurkan apa yang ada di hotel itu. Barulah suara sirene mengema, beberapa personil polisi datang ke TKP, setelah mendapatkan laporan dari pihak hotel.
"Polisi datang, kabur" kata anak buah nya meninggalkan Jhony yang masih mengamuk.
"Jangan bergerak" ucap salah satu personil polisi sembari menodongkan pistol ke arah Jhony.
Jhony terdiam, sejenak dia berhenti melemparkan barang barang yang ada disekitar. Ditatapnya beberapa orang personil polisi tersebut, sudah berada di depan dengan beberapa mengacungkan senjata mengarah padanya.
"Ha..ha..ha.." tawanya sembari mulai berjalan menghampiri mereka.
"Hati hati dengan apa yang kalian genggam, itu bukan mainan" ujar dirinya berusaha mengintimidasi.
"Berhenti, sekali lagi saya katakan stop, tiarap" bentak komandan polisi kembali memberikan arahan.
"Dor.." tembakan peringatan diberikan yang tetap tidak diindahkan oleh Jhony.
"Dor..." Tembakan akhirnya dilakukan, karna dirinya tetap tidak mengindahkan araha itu. Timah panas terbang mengenai lengan Jhony.
Jhony terjatuh, dia merasakan sakit, darah tampak bercucur mengalir dari lengan kirinya.
"Darah? Kenapa tubuh ku tak lagi kebal? Ucapnya kaget menahan sakit.
Pikirannya langsung tersadar, Jhony mengambil langkah, berlari mundur dan masuk kembali kedalam kamar no4.
"Tembak!!" Arahan komandan tersebut kepada anggotanya.
"Dor..Dor..." Timah panas meluncur dengan cepat, berusaha bersarang ditubuh Jhony. Jhony melompat masuk ke dalam kamar, tidak ada jalan keluar selain kaca jenDela. Dirinya terjebak didalam kamar tersebut, ditiliknya kearah bawah kurang lebih 15 meter jarak ketinggian bila dia memilih untuk terjun dari sana.
“Brak” Pintu kamar telah di dobrak, dirinya melihat 2 personil polisi sudah ada didepan dengan senjata api yang mengarah kedirinya. Jhony langsung melompat, mencoba keberuntungan, karna menyerahkan diri bukan pilihan yang tepat saat ini, terlebih di kamar itu sudah ada 2 orang yang terkapar.
“Bila tidak ditempak mati oleh polisi, maka minimal dirinya akan membusuk didalam penjara” begitunya pikiran yang ada dikepala.
"Braakkk" tubuhnya jatuh tepat di cup salah satu mobil mbak berisikan pasir. Walau tidak meluncur dengan sempurna, setidaknya nafas masih berhembus. Dengan badan yang terasa sangat remuk dia berusaha bangkit.
"Tinnnnnn" dirinya dikagetkan oleh laju mobil.
"Prak" mobil itu sedikit menghajar dirinya tapi sudah cukup membuat Jhony terpental 2 meter. Si sopir taxi tersebut segera keluar mengecek dirinya. Dan tatkala supir itu ada disamping, Jhony bangkit dan langsung memberikan satu bogem keras membuat si supir terkapar.
" Dor" suara tembakan kembali terdengar. Personil polisi itu berlari mengejar Jhony.
"Dor" kembali tembakan dilakukan, Jhony sigap menunduk kan badan menghindari bidikan mereka.
Dirinya langsung masuk ke dalam mobil tersebut, dan menginjak gas sekencangnya, sempat polisi tersebut mengejar kendaraan yang dilarikan oleh Jhony, namun satu manuver gila menerabas lahan pertanian berhasi mengaburkan jejakn nya kala itu, membuat dirinya Selamat dari kematian.
Cukup lama dia memacu kuda beroda 4 tersebut, malah hampir subuh dengan keadaan wilayah entah dimana, akhirnya dia terhenti karena kendaraan itu telah kehabisan bahan bakar.
“Arghhhhh” dirinya mengerang kesakitan, selain melukai tangannya, satu tembakan tadi juga berhasil bersarang diperut Jhony. Dirinya tertahi keluar dari mobil itu, dipeganginya perut yang terus mengeluarkan darah, dirinya berjalan mencari tempat berlindung untuk mengobati lukanya.
20 Menit berjalan akhirnya dia menemukan satu rumah yang berada di tengah lahan pertanian tersebut. Jhony mengendap perlahan menghampiri rumah tersebut, keadaan tampak kosong dengan hanya lampu teras yang terlihat memberikan penerangan, ditiliknya keadaan sekitar sebelum akhirnya dia mencungkil jenDela guna masuk kedalam tempat itu.
Seperti perkiraannya, tidak ada seorang pun yang dia temukan didalam, dirinya langsung mengecek beberapa peralatan yang mungkin bisa digunakan untuk menghentikan pendarahan itu sementara waktu. Didapati olehnya beberapa helai pakaian, dirinya langsung merobek pakaian tersebut, kemudian dia berjalan kearah belakang, letak posisi dapur berada.
Mata nya menatap tajam meja yang ada disana. “Seharunya ada yang tinggal disini” ujarnya dalam hati karena melihat beberapa laup pauk tersaji diatas meja itu. Diambilnya teko yang ada dimeja, sebentar dia menegak minuman itu menghilangkan dahaga dan rasa lelah, dibilasnya tangan kanannya, lalu langsung memasukan jarinya kedalam perut yang berlubang itu.
“Aggggghhhh” jeritnya pelan menahan sakit, jarinya menari didalam perut itu, guna mengambil timah panas yang bersarang.
“Aghhh” ringisnya kembali setelah dia berhasil mengeluarkan peluru tersebut. Dia langsung terduduk, darah kembali mengucur dengan deras, Jhony langsung melilitkan pakaian yang tadi diambilnya ke bagian luka. Nafasnya terengah, begitu pula dengan pandanganya yang mulai buram, dia mencoba bertahan agar tidak pingsan.
Suara Adzan subuh pun berkumandang, dan menjadi satu satunya suara yang didengarkan Jhony kala itu, ada perasaan senang dalam jiwanya, padahal beberapa tahun berlalu dia tidak pernah lagi menjalankan kewajiban, namun saat itu Jhony kembali melafalkan bacaan sholat dengan khusyuk.
"Mungkin ini kala terakhir aku bisa mengucapkannya" Gumannya sendiri.
Bau pohon Pinus segar menyapa dipagi itu, seorang pria terlihat berjalan menelusuri jalan stapak, dia fokus memandang ke depan, mengikuti arah cahaya senter yang digengamnya.
"Kok jenDela kebuka" ucapnya pelan sembari mematikan senter tersebut. Dirinya bersembunyi di balik pohon,
"Huk.. Hulk" sengaja dia berpura pura batuk, untuk mengecek apakah ada maling didalam sana. Berkali kali hal itu dia lakukan, dan tidak ada tanda orang keluar dari sana, dirinya memberanikan diri beranjak, mengintai rumah itu.
"Kalaupun ada maling, dia pasti sial, karna ga ada yang berharga"guman pria itu.
"Kreekk" suara pintu terbuka.
Dirinya menekan saklar, remang cahaya dari lampu berwarna kuning menyinari ruangan itu.
"Astagfirullah" dirinya menyebut.
Didapatinya rumah dalam keadaan brantakan, belum lagi banyak percikan darah tercecer disana. Pria itu mengambil sapu, dipegangnya gagang sapu itu untuk berjaga jaga. Langkahnya pelan masuk kedalam : "Siapa didalam?" Ucapnya.
Dirinya semakin dalam menelusuri, dia semakin bergeleng kepala melihat banyaknya darah yang membasahi lantai rumah, namun tak ada seorang pun ditemukan olehnya. Kembali dia melangkah keluar, dilihatnya lagi sekitar sebelum dirinya masuk dan menutup pintu, dan kala dia menutup pintu rumah.
"Tap.. " Tangan menjerat lehernya, disertai tajamnya pisau yang siap menembus kulitnya.
"Jangan bergerak, kalau masih mau hidup" Ucap Jhony.
Pria itu sontak terkejut, tubuhnya kaku, dia hanya mengikuti arah kemana Jhony melangkah. Pisau itu masih menempel dilehernya, malah sedikit menusuk hingga membuat darah menetes.
"Saya ga punya apa apa, kamu dah salah kalau mau mencuri" ucap pria itu.
"kamu diam saja,saya tidak butuh harta mu, mohon tolong aku"jawab Jhony meminta.
"Tolong?" Tanya pria itu.
"Aku tidak akan membunuh mu, tapi kamu harus janji untuk menolong aku" kata Jhony kembali.
"Iya, saya janji" ucap si pria itu.
Jhony melepaskan cengkeramannya, dan saat kondisi lengah itu, si pria langsung meraih pisau ditangan Jhony, serta menendang dirinya tepat dibagian perut.
Jhony tersungkur, darah kembali mengucur, dan saat itu dirinya sudah diambang batas kekuatan, dia pingsan dirumah itu.
Singkat kisah, Jhony terbangun di salah satu kamar, jarum infus menempel ditanggannya. Dia masih merasa pusing, bingung sedang berada dimana, apakah polisi sudah menemukan ku? Tanyanya. Tak lama berselang sesok pria dan seorang wanita menyamperi dirinya, pria itu merupakan orang yang berada di rumah tersebut, sementara wanita itu merupakan istrinya yang berprofesi sebagai bidan.
"Kamu aman disini Mas, jangan khawatir" ucap pria itu.
Jhony masih terdiam menahan sakit, belum lagi kala itu pengobatan yang dilakukan padanya hanya sekedarnya saja, tidak standar sesuai prosedur operasi seharusnya.
"Mas gak perlu bicara apa apa, saya mengenal mas dan tau apa yang mas lakukan, saat ini nama Mas Jhony menghiasi hampir seluruh pemberitaan media" timpalnya kembali.
"Saya gak akan melaporkan keberadaan Mas Jhony, perkenalkan saya Abdul" ucap pria itu, Jhony terdiam, matanya tajam menatap sosok Abdul, entah mengapa wajah Abdul sangat tidak asing baginya.
“Iya, Terima kasih Mas” Ucap Jhony padanya.
Part 16
Konspirasi
Hotel Darlawangsa dipenuhi oleh aparat berbaju coklat serta para pemburu berita, satu kejadian besar telah terjadi, Pembunuhan berencana wartawan senior menjadi Headline yang menghiasi halaman utama setiap media cetak.
Hasil rilis dari olah TKP yang dilakukan oleh pihak berwajib, mengindikasikan Cinta Segi 3 menjadi motif Si penguasa dunia Malam bernama Jhony untuk menghabisi Kirno.
“Kita belum bisa memberitakan secara gamblang, namun hasil investigasi dilapangan ada indikasi Cinta segi 3, dimana pelaku berinisial J cemburu karena pacarnya si Wanita berinisial W ini, menjalin hubungan dengan Korban, motif nya lebih karena cemburu” ujar salah satu petinggi aparat memberikan press release.
“Anjing…..” Teriak Jhony kesal melihat pemberitaan dirinya disalah satu siaran radio yang didengarkannya, ada pengiringan opini yang dilakukan pihak kepolisian untuk menyingkirkan dirinya.
“Bangsat… Bajingan itu pasti dibunuh oleh mereka” ketus dia kembali berbicara sendiri, karena Jhony meyakini kirno belum tewas kala itu dan dia tidak merasa pernah menembak wartawan tersebut, seperti apa yang diberitakan oleh siaran itu, dimana ditemukan 2 timah panas bersarang di perut dan dada Kirno.
Sementara ditempat berbeda Winda sudah diamankan, dia mendapatkan perawatan diruang khusus, dirinya sudah tersadar walau sekujur tubuhnya masih penuh dengan memar, tak lama dari dirinya sadar, tampak seorang pria bermasker masuk menghampiri dirinya, pria itu menarik kursi dan mendekatkannya disebelah Winda berada, dia kemudian duduk disana yang membuat Winda merasa takut.
“Siapa?” tanya Winda dengan suara lemas.
“Aku butuh kerja sama mu” Ucap pria misterius tersebut, tanpa berbasa basi.
Winda terdiam, dia masih merasa kebingungan.
“Anda siapa, kerja sama untuk apa?” kembali dirinya bertanya.
“Kamu tidak perlu mengetahui siapa aku, yang perlu kamu ketahui bahwa kamu tidak boleh menolak perintah yang ku berikan” Ujar pria tersebut yang langsung mengultimatum dirinya.
Winda tak lagi berani berbicara, bahkan dirinya sudah tak memiliki keberanian untuk menatap lawan bicaranya tersebut. Lama keadaan hening, sebelum akhirnya sipria beranjak dari duduknya, sosok misterius itu memegang erat tangan linda yang masih dalam keadaan diinfus, dirinya menekan keras jarum tersebut, sembari tangan kanannya menutup mulut Winda yang mulai meronta kesakitan.
“Ssttt…. Hentikan Eranganmu Lo”te” ucapnya berbisik di telinga winda
“Aku butuh bantuan mu untuk mengakhiri hidup Jhony, sosok itu sudah terlalu banyak mengetahui rahasia negara ini, apa kamu mau membantu ku? ” bisiknya kembali.
Winda mengangukan kepalanya, menandakan dia setuju akan permintaan tersebut.
“Bagus, nanti akan ku beritau apa tugas mu” ucap pria itu sembari melepaskan cengkramannya dan berlalu pergi meninggalkan Winda.
"Mas, aku masih bingung sama kamu, sudah 4 hari orang yang paling dicari di negeri ini kamu biarkan tinggal dirumah kita" ucap Indah dimalam hari itu. Abdul hanya tertawa kecil, mendengar celoteh istrinya.
"Malah ketawa lagi" ujar indah kembali ngedumel.
"Entahlah dek, aku ga bisa menjawab pertanyaan mu, dan mungkin memang gak ada jawab nya, hanya saja hati ku menyuruh untuk menyelamatkan dirinya" ucap Abdul sembari menatap sayu kearah indah. Bibir indah terlihat manyun, dia sangat mengenal sikap suaminya tersebut dan engan untuk kembali bertanya, hanya saja dia khawatir keluarga kecil nya nanti justru akan terkena masalah, bila mana pihak berwajib mengetahui bahwa Jhony bersembunyi dirumah mereka.
Wajar dia berpikir seperti itu, karena di pagi hari tadi saja beberapa polisi sudah menyambangi pondok tempat Abdul dan rekan lainnya biasa bersantai dijam istirahat,Polisi mencurigai Jhony sempat berada di rumah tersebut.
Josep turut menjadi orang yang diintrogasi, karena pada saat kejadian, ada rekan pekerja lain yang mengatakan bahwa Abdul menginap disana, hal itu membuat Indah kian resah, khawatir suami tercinta malah bisa ikut di bui bila ketahuan berkomplot dengan seorang criminal kelas kakap.
Hari kian larut, indah sudah menguap, ditinggalkannya suaminya itu didepan rumah tanpa sepatah kata pun, sementara Abdul masih asik menghisap sebatang rokok sembari berpikir kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Sementara di tengah kota metropolitan, jalan utama terlihat lengah, sebuah mobil kijang melaju dengan kecepatan normal menuju satu lokasi disebelah Utara kota, orang yang mengendari mobil itu hendak menuju Mailess hotel, dia memiliki janji bertemu seseorang disana.
Sekitar 25 menit lamanya pengemudi itu akhirnya tiba, rambutnya telihat klimis, dia mengunakan stelan kemeja hitam dengan celana bahan kualitas terbaik.
Setibanya diloby dirinya langsung disambut resepsionis yang tersenyum ramah menyambut kedatangannya.
"Kamar no 23" ucapnya sembari memperlihatkan satu kartu nama kepada petugas hotel itu, yang langsung membuat dirinya mendapatkan perlakuan tamu kelas VVIP.
Dirinya dituntun untuk menuju tempat perjanjian, namun anehnya bukan kamar no 23, angka itu hanya sandi khusus untuk mengantarkan dirinya bertemu dengan sosok pemimpin.
"Silahkan pak" ucap petugas hotel menunjuk pintu kamar itu, dan kemudian meninggalkan dia sendiri disana.
Langsung dia mengetuk pintu tersebut, tak lama berselang pintu terbuka, didapatinya 2 wanita sexy nan cantik yang menyambut kedatangan dirinya.
Dirinya tersenyum, dan masuk kedalam ruangan.
"Malam pak" ucap si pengemudi tadi kepada seorang pria yang sedang asik mencumbui beberapa wanita, sosok pria itu akrab disapa dengan panggilan sang pemimpin oleh para petinggi dunia kriminal.
"Oh, mari mari, kamu sudah datang Lian" Balas sosok itu sembari mempersilahkan Lian duduk disebelah dirinya. Kedatangan Lian kala itu bukan untuk menghadiri pertemuan wartawan, bukan pula dalam misi mengupas tuntas satu pristiwa, dia kesana untuk membuat kesepakatan khusus, dimana media yang dia pimpin akan menjadi sarana propoganda pemerintah dalam menyebarkan berita yang sesuai dengan keinginan sang pemimpin. Tidak lagi dirinya merasa malu, kode etik jurnalistik kini hanya tinggal omong kosong.
Part 17
Misi Khusus
2 hari berlalu, Winda mulai membaik, perawatan kelas Wahid yang didapatinya membuat proses recovery tubuhnya bekerja maksimal, beda hal nya dengan Jhony, dia masih merasakan sakit yang luar biasa, Abdul hanya mampu memberikan obat alat kadarnya dalam proses penyembuhan dirinya.
Balik ke kisah Winda, hari menjelang sore, pintu ruangannya kembari terbuka, sosok pria yang dulu datang menjenguknya datang kembali. Winda langsung gugup melihat pria itu, dia masih sama seperti awal pertemuan mereka, si pria masih menutupi wajahnya dengan masker hitam.
"Bagaimana kabar mu?" tanya sipria padanya.
"Baikan pak" jawab Winda singkat.
"Kamu jangan takut, perkenalkan saya Heru" ucap si pria yg akhirnya memperkenalkan diri sembari melepaskan maskernya. Winda melihat wajah pria itu, dia merasa tidak asing dan seperti pernah bertemu dengan sosok tersebut di club malam tempat dirinya bekerja.
Heru merupakan orang kepercayaan sang pemimpin, penghubung jaringan dunia kriminal dengan seorang oknum yang menjadi pemback-up keberadaan mereka.
"Jadi singkat saja, besok kamu akan diintrogasi oleh pihak berwajib, dan mungkin akan preas realese, aku minta kamu berkata seperti ini" jelas Heru sembari memberikan secarik kertas berisikan kronologi pristiwa.
"Aku tidak memaksa kamu untuk melakukannya, namun pasti akan ada harga mahal yang harus kamu bayar bila diri mu berkhianat" ancam dirinya sembari memelototi Winda dengan tersenyum tipis.
"Selesai semua masalah ini, aku janji kamu akan aman, dan pastinya kamu tak perlu menjual diri mu lagi untuk mencari uang" pungkasnya kembali merendahkan profesi Winda.
Winda menganggukan kepalanya, Heru senang dengan jawaban tersebut.
"Bagus" ucapnya sembari mengenakan kembali masker yang dipakai olehnya dan meninggalkan Winda disana.
Selepas kepergian Heru, Winda baru membaca selembar kertas tersebut, air matanya berlinai, membaca bawasannnya Kirno sudah tewas.
"Gak... Ini bohong, Mas Kirno masih hidup" teriak dirinya, meraung sejadinya.
"Mas.. Mas Abdul...." Terdengar Jhoni memangil Abdul dari dalam kamarnya. Bergegas Abdul masuk kedalam ruang tempat dirinya berada.
"Kenapa mas?" Tanyanya.
"Aku boleh minta tolong tidak?" Ucap Jhony.
"Apa mas?" Balas Abdul kembali.
Jhony meminta selembar kertas dan pena kepada Abdul, setelah Abdul memberikan benda tersebut, Jhony bangkit dengan sedikit tertatih. dirinya menuliskan sesuatu diatas selembar kertas itu, dia berharap dirinya tidak akan salah kali ini, dituliskannya pesan pesan penting disana, setelah mengurat kertas itu dengan tulisan yang hampir penuh sehalaman, dia melipatnya.
"Aku mohon sekali, mas Abdul mau membantu, tolong pergi ke tempat ini malam nanti, tapi hati hati, disana ada seorang wanita bernama Lina (Rita), berikan surat ini padanya, namun pastikan tidak ada yang mengetahuinya" jelas Jhony.
Jhony tidak tau harus kemana lagi meminta pertolongan, saat ini dirinya sudah tidak dapat mempercayai siapa pun, sedari kemarin dia berpikir keras, dan entah kenapa hatinya mengatakan agar menjadikan Lina sebagai Dewi penolong. Dirinya seperti merasa ikatan khusus dengan wanita tuna susila itu, yang membuat dia yakin Lina akan membantunya.
Mendengar permintaan Jhony, membuat Abdul tertawa kecil, apalagi kala dia membaca tempat dimana Lina berada. Dia sebenarnya enggan untuk pergi ketempat tersebut, karena dulu dirinya sendiri jua pernah menaungi hidup dikerasnya dunia malam, sama dengan apa yang dijalankan Jhony saat ini.
Walau hatinya seperti terganjal, namun dengan berat hati, malam nanti dia akan tetap pergi ke klub malam tersebut. Abdul pun mulai menanya ciri ciri wanita yang akan ditemuinya nanti.
"Dia cantik, hanya itu yang aku bisa katakan" kata Jhony sembari tersenyum tipis, yang membuat Abdul tertawa kecil. Jhony kemudian mengeluarkan dompetnya, ada beberapa lembar uang disana, seutuhnya uang itu dia berikan kepada Abdul.
"Ambil, bila kau tak dapat menemuinya, bersenang lah disana. Uang itu lebih dari cukup untuk mu meniduri wanita malam yang kau suka, tapi ingat kau tak boleh meniduri Lina" ledek Jhony tertawa lebar yang membuat Abdul kembali tertawa.
Diraihnya cepat uang itu, "baik bos" katanya singkat, namun sejati uang itu akan dipergunakannya untuk membeli obat tambahan untuk Jhony, karena sudah beberapa hari luka di tubuhnya tidak juga mengering, bahkan luka itu mulai mengeluarkan nanah, Maklum, Abdul hanya bisa membelikan dirinya obat ala kadarnya, malah sebagian dari obat itu merupakan pemberian istrinya, yang diambil sembunyi sembunyi dari tempat istrinya bekerja.
Malam tiba, Abdul berpamitan pada istrinya, dia harus berbohong, dengan mengatakan akan nginap dipondok perkebunan, karena bila dia berkata jujur sudah pasti Indah tidak akan memberikan izin.
Perlahan dia membelah malam, angin bertiup mengiringi laju motornya yang sudah tak mampu lagi berlari kencang, agak lama perjalanan itu, baru sekitar jam 10 malam, setelah menghabiskan 3 jam diperjalanan, Abdul akhirnya tiba di depan club malam tersebut.
Dirinya tersenyum menatap bangunan itu,
"apa masih ada yang mengenal diri ku?" Tanyanya dalam batin. dirinya mulai menapaki jalan masuk kedalam tempat tersebut, sesampainya di depan pintu masuk, 2 pria berbadan tegap menghentikan langkahnya. Dia terpaksa membeli tiket masuk, padahal dulu dirinya melanglang buana masuk seenaknya ditempat ini, namun itu hanya kisah lalu. Abdul tak mau membawa masa lalu, dia mengeluarkan uang untuk masuk kedalam.
Abdul tercengang kagum, tenggorakannya berkali kali harus menelan ludahnya sendiri, tempat itu sungguh gemerlap, wanita cantik nan sexy membuat gejolak birahinya memuncak.
"Ingat Istri bos" gumannya sendiri, berusaha menahan gejolak birahi.
Beberapa kali wanita malam silih berganti menyingapi keberadaannya, Abdul bak gula yang ingin digrogotin oleh semut merah yang ganas menggigit. Namun walau sudah 5 kali wanita penghibur silih berganti mengajak dirinya untuk happy ending di malam itu. Dia belum juga berhasil menemui Lina.
Hari semakin meninggi, dentuman bas mengetarkan jantung Abdul, dirinya mulai bimbang, karena sudah hampir jam 1 malam, dia belum juga mendapatkan petunjuk dimana dia dapat bertemu dengan Lina. Orange juice yang dipesannya kini bertambah dengan sepiring steak dan air mineral diatas mejanya, tidak terlihat ada botol alkohol walau suasana sudah mirip dengan keadaan Eropa, karna memang Abdul sudah berjanji tak akan menyentuh minuman setan tersebut, dan disaat dia asik menikmati hidangan tersebut, suara DJ riuh berdendang, semakin membuat suasana kian meliar.
"Dance striptis party" ucapnya yang disambut sorak sorai para pengunjung, ada 6 diva club yang akan tampil disana, satu persatu mereka naik, dan diperkenalkan diatas panggung. Hingga wanita ke 5 naik keatas sana.
"Kita sambut Angel Lina" teriak DJ itu yang membuat Abdul tersedak dari makannya.
"Jangan jangan dia!!" Ungkapnya sembari memperhatikan sosok wanita itu dengan seksama.
Lincah liuk ke 6 wanita itu menari distrip tiang yang ada dipanggung, beberapa kali scurity harus bekerja extra, karena banyak hidung belang sudah buta mata ingin naik untuk meladangi wanita wanita cantik itu.
Begitu juga Lina, 1-2 kali ada tangan pria nakal mencuri elus tubuh eloknya di malam itu, sekitar sejam aksi panas berlangsung, dan diakhir pertunjukan ke 6 diva tersebut menanggalkan pakaian minim yang menutupi tubuh mereka.
Pengunjung semakin keras bersorak, malah Abdul pun ikut terbangun, kembali menahan ludah yang berisikan materi nafsu pada ubun ubun nya. Para penari turun dari altar pertunjukan, Abdul bangkit hendak menyamperi Lina guna menyelesaikan misi hari itu, bergegas dia menyamperi Wanita itu, namun kala dia sudah sangat dekat dengan dirinya, malah Abdul sudah memangil nama si Wanita, seorang pria menyenggol dia dari belakang, yang membuat Abdul nyaris jatuh, pria itu langsung memeluk Lina, dia hendak menyewa jasanya kala itu, namun mata Lina malah fokus pada Abdul, dan mengacuhkan keberadaan pria yang merayunya.
Perlakuan dingin Lina tentu saja membuat si pria hidung belang gusar, ditariknya Lina, dia mencengkram leher Lina dengan kasar.
"Lo jual berapa sih?" Bentaknya didepan wajah Lina.
"Selow... selow man" bela Abdul yang langsung menghampiri mereka.
"Siapa Lo jangan ikut campur, mau Gw mampusin Lo disini?" Kini giliran Abdul dibentak oleh pria tersebut.
Abdul nyingir melihat ancaman itu, sudah lama rasanya darah ditubuh tidak terasa sepanas ini. "Prak .. " tanpa berbasa basi hit kiri dilayangkannya langsung ke arah hidup sipria.
Suasana menjadi riuh, teriakan beberapa wanita mengema beradu keras dengan musik yang masih dimainkan oleh DJ malam itu. Sipria hidung belang bangkit, dia merogoh belakang bajunya, dari sana sepucuk senjata api dia keluarkan, sosok itu ternyata berprofesi sebagai salah satu aparat kepolisian.
Abdul terpojok, dia mengangkat tangan, menandakan menyerah.
"Tenang.. tenang.. bro" pinta Abdul padanya.
"Kita selesaikan diluar, jalan cepat" kata si pria sembari tetap mengacungkan pistol tersebut. Tak ada pilihan baginya selain menuruti perinath untuk keluar, Langkahnya pelan, sembari berpikir agar selamat dari sini, karena abdul yakin didepan nanti, pria bajingan itu akan menghabisi dirinya.
Belum lagi kini ada 2 sosok lain, yang mungkin rekan dari si pria yang turut mengawal Abdul untuk keluar. Ditengah kekacaun itu, mereka melewati salah 1 meja. Disana sesosok pria parlente sedang mendengarkan bisik dari wanita yang tak lain adalah Lina.
Usai Lina mengatakan sesuatu, dia langsung berteriak ke arah pria yang masih menodongkan pistol.
"Hey, itu bukan mainan, jangan sok jagoan disini" katanya, sosok itu adalah Heru, malam itu dia sedang bersantai disana, dan setelah mendengar penjelasan Lina, Heru langsung menegur sosok tersebut.
Bukan malah membuat pria itu mereda, kini Heru turut mendapatkan ancaman, dia berani menodongkan pistol itu kepada Heru, hal yan mungkin Jhony sekalipun harus berpikir keras untuk melakukan Tindakan seperti itu.
Sementara Abdul masih dipegang erat oleh ke 2 rekan pria tersebut, sesekali mereka memukul Abdul pada bagian dada dan perut. Heru berdiri,
"Duduk... Diam ditempat" bentak sipria menyuruh agar dirinya tidak beranjak.
Heru menuruti perintah tersebut, dia masih ingin bermain dengan kawanan preman kelas kecoa tersebut, dan tak lama setelah Heru kembali duduk, dirinya langsung mengultimatum si pria
."Waktu mu hanya 3 detik, turunkan benda itu, dan aku akan memaafkan mu" ucap Heru.
Kembali sosok pria itu menunjukan sisi arogansinya, dia memamerkan profesinya dan menyuruh Heru untuk menutup mulut bila dirinya masih ingin hidup.
Sementara jari Heru yang tadi terbuka 3 manandakan 3 detik dia isyaratkan, kini mulai menutup. 3, 2, 1. Jari tangan itu kembali mengepal. Dia membentuk isyrat tanda seperti pistol dari tangannya, kemudian Heru mengacungkan jarinya itu kearah Pria tersebut.
"Door" suara tembakan pistol terdengar, semua berhamburan keluar dari sana. Si pria hidung belang tersungkur tak bernyawa, bukan dari tangan Heru timah panas itu meluncur, sesorang menembak dirinya dari belakang dengan jarak tak lebih dari 10 cm, sosok penembak itu merupakan anak buah Heru. Darah tercecer menciprat disekitar area, begitu juga beberapa gumpalan daging yang mungkin otak dari si pria, terlihat berhambur.
Ke 2 rekan si pria juga tak dapat berkata apa apa, pistol sudah menempel dikepala ke2 nya. Mereka sudah dikepung oleh anjing anjing penjaga Heru.
" Tolong dibereskan semua, dan pastikan tidak ada orang yang akan menemukan sampah itu" ujar Heru, yang kemudian berlalu pergi.
Ke 2 nya digiring keluar club, entah eksekusi apa yang akan diterima mereka, yang pasti ketika mereka sudah tak bernafas, ke 3 nya akan dilebur bersama aspal jalanan. Sementara Abdul yang telah terbebas, tidak memiliki waktu untuk menenangkan diri sejenak, Lina langsung menyamperi dirinya, menarik Abdul menepi dan turut keluar dari sana.
Sesampainya diluar dia langsung mencerca Abdul dengan pertanyaan.
"Siapa kamu dan apa mau?" Ucap Lina tanpa berbasa basi, karena dari Lina melihat Abdul, dia tidak berpikir panggilan itu hanya ditujukan untuk mengajak dirinya bercinta, hati Lina berkata pria itu datang untuk memberitahukan sesuatu. Dan apa yang dipikirkan Lina benar, mungkin hubungan saudara itu memang kental membatin, disaat mereka sudah berada pada tempat yang aman, Abdul memberikan selembar kertas itu.
Lina membaca isi didalam nya, dia kaget, karena Jhony memang masih hidup, Lina tak memberikan pesan apapun pada Abdul, dan menyuruh dirinya segera pergi. Disalinya alamat yang tertera di kertas itu, setelah itu dia langsung membakar kertas tersebut dengan korek gas yang ada ditasnya.
"Mati kamu kali ini Jhony, akan ku beri tau keberadaan mu pada aparat" Guman Lina berencana membalaskan dendam nya.
Bersambung
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
