Rencana Terselubung Suami dan Mertua (Bab 5-6)

2
1
Deskripsi

Suami dan Mertua yang sangat aku hormati, ternyata menusukku dari belakang. Bahkan, suami yang aku sayangi teganya ingin mendua karena beralasan diriku mandul.

Sakit sekali rasanya mendengar kenyataan ini. Berarti selama ini, mereka tidak tulus menyayangiku. Cuma harta, yang membuat mereka bertahan.

Lihat saja, sampai kapan mereka bersandiwara?

Bab 5. Maaf, Pah

"Rin, kenapa masalah ini kau sembunyikan dari Papa, hah?"
 

"Masalah apa Pah? Karin tidak tahu, apa yang Papa maksud," sahutku duduk di depan Papa.

"Kamu tidak usah pura-pura. Pak Hendra, pengacara kita sudah cerita semua tentang masalah rumah tanggamu." Papa memandang menyelidik ke arahku.


 

Deg! 

Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Napas pun, ikut berhenti. Pasti Papa akan marah besar padaku. Kenapa sih? Pak Hendra cerita segala. Aku harus gimana jelasin sama Papa?

"Jawab Karin! Kenapa kau sembunyikan dari Papa," bentaknya.

"Maafin Karin Pah. Karin merasa malu jika terus terang sama Papa. Karin juga malu, dulu tidak pernah dengerin omongan Papa dan Mas Bayu. Karin menyesal Pah." Aku bersimpuh di kaki Papa sambil menangis. Merasa berdosa sekali, selalu ngelawan kata orang tua. 

Papa memegang pundakku, "Ngapain malu? Papa ini orang tuamu. Apapun yang terjadi sama kamu harus cerita. Apa kau anggap Papa ini orang lain."


 

"Tidak Pah. Karin benar-benar minta maaf. Karin salah, tapi Karin mohon sama Papa. Jangan kasih tahu sama Mas Bayu tentang masalah ini. Aku takut, Mas Bayu ngelakuin hal buruk terhadap Mas Deri. Biar Karin saja yang membalas mereka dengan caraku sendiri."
 

Papa menoleh ke arah lain, dengan dada naik turun menahan amarah dan terlihat membuang nafas kasar.


 

"Tapi, Papa tidak janji. Papa tidak terima kamu disakitin begini. Hati Papa sakit Rin, kamu anak kesayangan Papa, selalu Papa manjain. Kenapa mereka tega nyakitin kamu? Apapun yang mereka minta, selalu kau turutin, iya, kan. Tetapi, seenaknya mereka menusukmu dari belakang."

Papa mengusap wajahnya dengan kasar, seakan dia memancarkan sikap kekecewaan dan kesedihan.

"Papa juga tahu, sebenarnya suamimu juga selingkuh dengan asistennya. Maafin Papa, tidak memberitahumu. Jika, Papa katakan pasti kamu tidak percaya dan marah sama Papa. Kamu lebih percaya omongan mulut manis mereka daripada papamu sendiri." Ada tetesan air mata terjatuh di pipi Papah, tetapi dengan cepat langsung di usapnya.
 

"Maafin Karin, telah bodoh karena di butakan oleh cinta. Maaf, telah bikin Papa dan keluarga malu atas perceraian Karin ini," ucapku sambil menunduk menahan tangis.
 

Papa menghela napas, "Kita semua tidak malu Sayang, malah bangga. Kau bisa mengambil keputusan ini. Papa juga tidak rela kau disakiti terus. Kamu anak kesayangan Papa. Papa tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kamu. Papa akan balas mereka, telah berani giniin anak Papa."


 

Aku mengusap cairan bening di pipiku, "Kali ini, Karin mohon Papa tidak usah ngelakuin apapun pada mereka. Biar Karin saja yang membalas. Papa percaya kan pada Karin. Karin anak kuat, pintar dan cerdas. Apa Papa lupa hal itu?"

"Iya, Papa tidak lupa. Tapi, kalau ada apa-apa atau butuh bantuan. Jangan sungkan hubungi Papa. Papa, Mama dan Mas Bayu, akan selalu ada untukmu. Kami semua sayang sama kamu." Papa mengusap pucuk rambutku dengan lembut.

"Iya, Pah. Karin juga sayang sama kalian. I love you Pa." Aku memeluk erat Papa.

Hatiku merasa nyaman ketika di dekat Papaku. Dia bagiku seorang pahlawan, apapun dia lakukan untuk membahagiakan keluarganya. Walaupun itu nyawanya sekaligus taruhannya.

"Rin, apa suamimu tahu? Kamu menggugat cerai dia," tanya Papa melepaskan pelukannya.

"Tidak tahu Pah, emang aku lakukan ini secara diam-diam. Aku kan memberi kejutan untuk dia, dalam waktu tepat. Papa tenang, semua surat-surat berharga sudah aku simpan di tempat aman. Bahkan mobil yang aku berikan untuknya, aku ambil lagi secara diam-diam dan aku taruh di rumah Rara. Jadi, Papa tenang, aku sudah merencanakan ini semua matang-matang."

"Tapi, Papa takut Rin. Mereka mencelakai kamu. Setelah, mereka tahu semua fasilitas kau sita." 
 

"Papa tenang saja, besok aku akan nyuruh Bara untuk memasang CCTV di rumah secara diam-diam. Karin, juga mau memberi sedikit pelajaran untuk mereka. Biar tidak bisa mereka meremehkan Karin seenaknya."

"Tetap saja Papa takut. Atau begini saja, Masmu Bayu biar tinggal bersamamu sampai perceraian kalian selesai gimana?" 
 

"Iya, tidak bisa Pah. Tau sendiri, Mas Bayu gimana orangnya? Emosian dan gegabah, malahan rencana Karin berantakan gara-gara Mas Bayu." 


 

"Iya, terserah kamu. Pokoknya, kamu harus jaga diri baik-baik. Selesaikan masalahmu secepatnya." Papa mengusap pundakku.


 

"Siap Pah. Karin juga cuma punya waktu beberapa hari saja. Soalnya, beberapa hari lagi Mas Deri menikah," ucapku takut-takut.

Terlihat wajah Papa syok, mendengar kenyataan yang didengarnya. 

"Siapa yang menikah?" terdengar suara bariton di depan pintu.

Aku dan Papa langsung menoleh ke sumber suara.


 

"Mas Bayu, Mama," lirihku.
 

Bersambung ….

*******

*******

Bab 6. Bikin Ulah

“Siapa yang menikah?” tanya Mas Bayu menaikan satu alisnya.

Aku merasa bingung, harus jawab apa? Antara jujur dan bohong.


 

“Kenapa kalian diam? Jawab! Atau sebenarnya ada yang kalian sembunyikan dari aku.” Mas Bayu mengintimidasiku.


 

“Hmmm … sebenarnya yang menikah Mas Deri,” jawabku sambil menunduk.


 

 Rasanya malu dan takut yang kini aku rasakan. Aku tahu betul, gimana Mas Bayu orangnya? Dia tidak akan tinggal diam, kalau adiknya di sakiti.


 

“Apa?” Mas Bayu terlihat kaget, wajahnya pun berubah memerah, giginya menggertakkan satu dengan lainnya.


 

“Kurang ngajar si Deri itu. Awas saja! Aku akan kasih perhitungan sama dia, berani sekali telah mempermainkan adikku,” geram Mas Bayu. 


 

Melihat Mas Bayu pergi, aku bergegas mengejarnya. Aku khawatir dia akan bertindak anarkis. Dan akan berakibat kan fatal, apalagi rencanaku pasti berantakan.


 

“Mas, tunggu! Jangan tindak gegabah begini. Kita harus main cantik.” Aku menarik tangan kakakku satu-satunya. Karena kami cuma dua bersaudara.


 

Mas Bayu menoleh ke arahku, “Maksudnya apa, Dek?”


 

“Mas tenang dulu, aku ceritain gimana cara membalas mereka?” Aku menarik tangan Mas Bayu duduk kembali di ruang tamu. Disitu juga ada Mama dan Papa yang sedang mengobrol. Aku yakin, pasti dia juga membicarakan masalahku ini.


 

“Semuanya, aku minta maaf dan tenang dulu! Bukannya aku bermaksud menutupi ini semua dari kalian. Aku cuma malu dan tak ingin kalian kepikiran dengan rumah tanggaku ini. Dan untuk masalah ini, aku ingin menghandle ini sendiri. Aku sudah menyiapkan rencana-rencana untuk balas dendam,” ujarku memandang mereka secara bergantian.


 

“Iya, tidak bisa begitu dek. Aku ini kakakmu, jadi aku berhak melindungimu apalagi dari lelaki brengsek seperti suamimu itu. Tangan Mas sudah gatal pengen menghajar dia." Mas Bayu mengepalkan tangannya.


 

"Aku tidak suka Mas, balasnya pakai kekerasan. Kita harus balasnya dengan elegan, biar lebih puas. Aku juga punya rencana, gimana kalau kita datang di acara pernikahannya Mas Deri nanti. Dia, juga tidak tahu kalau aku mengetahui rencana itu. Nanti, tenang saja, aku akan membuat baju terkeren untuk kita pergi kesana. Gimana?" Aku menaikan kedua alisku sambil tersenyum.


 

"Aku setuju, ingin sekali aku permalukan lelaki itu di hadapan semua orang. Atau perlu kita laporkan ke polisi atas tindakan perselingkuhan," ujar Mas Bayu.


 

"Aku tidak mau berurusan dengan polisi ribet. Aku ingin membuat hidup mereka pelan-pelan menderita. Aku juga berencana ingin menjual rumahku, rasanya tak sudi tinggal di situ lagi. Kalau ada teman Mas yang minat, aku kabari."


 

"Oke, siap adikku. Nanti, Mas akan tawarkan rumahmu ke rekan kerja Mas. Terus, mengenai mobil yang kau berikan kepada suamimu itu," tanya Mas Bayu lagi.


 

Aku tersenyum miring, "masalah itu tenang, sudah diamankan di rumah Rara dan surat-surat rumah pun juga sama. Bahkan, kartu kredit juga sudah aku blokir. Dia main licik, aku pun juga bisa."


 

"Wah, adik Mas ternyata cerdik juga akalnya." 


 

"Iya, lah.  Baru tahu, hem," jawabku tersenyum.


 

Di tengah perdebatan kami, terdengar suara handphone ku berbunyi, ternyata dari Hani. Tumben telepon, apa ada masalah di butik?


 

"Semuanya, bentar ya. Aku mau mengangkat telepon dulu! Dari Hani," ucapku.


 

Melihat mereka mengangguk, aku bergegas menggeser tombol hijau.


 

"Hallo Han, ada apa?" tanyaku ketika panggilan sudah terangkat.


 

"Hallo Bu, tadi mertua Ibu datang kesini dia mengambil baju di butik lima. Salah satunya, pesanan klien kita, Bu. Aku sudah berusaha melarang tapi tetap kekeh saja, sampai mengancam mau memecatku." Terdengar suara Hani di seberang telepon.


 

"Iya, sudah Han. Aku ke butik sekarang, kita ngomong disana saja."


 

Kemudian, aku mematikan telepon. Mengambil tas di kursi dan berpamitan kepada mereka semua.


 

"Mama, Papa, Mas Bayu, aku pamit ke butik dulu! Mertuaku bikin onar di sana," ungkapku berpamitan.


 

"Sayang, kamu hati-hati ya. Semoga urusanmu cepat selesai, Mama selalu doakan terbaik buat kamu." Mama memelukku dengan erat, "kamu harus sabar, yang kuat." 


 

"Iya, Ma. Karin pamit dulu! Assalamualaikum." 


 

Aku mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Membelah jalanan Ibu kota, aku juga heran kenapa sih? Mertuaku itu selalu bikin ulah. Bilang sama aku minta satu, eh, ini malah lima. Kayak butik punya nenek moyangnya.


 

Terlihat seseorang sedang menyebrang, membuatku kaget dan mengerem mendadak sampai orang tersebut nyaris tertabrak.


 

Aku bergegas turun dari mobil melihat keadaan orang tersebut. 


 

"Mas, maaf ya. Soalnya aku lagi baru-baru," ucapku di depan lelaki berkemeja biru yang sedang menunduk membersihkan kotoran di celananya.


 

"Iya, Mbak. Tidak apa-apa, lain kali hat …" ucapanya terpotong, ketika melihatku.


 

"Ya, Allah. Maafin, aku ya, Bar. Benar deh, aku tidak sengaja. Lagian, kamu ngapain sih? Di jalanan begini bukannya kerja malah keluyuran. Kamu mau, aku potong gajimu."


 

"Aku bukan keluyuran, Bu. Aku tadi habis meeting, tapi mobilku rusak tidak bisa menyala. Mau beli minum di seberang sana, eh, malah Ibu tabrak," sahut Bara.


 

"Iya, sudah. Kamu masuk mobil. Ada sesuatu yang harus aku omongin sama kamu." Aku menarik tangan Bara masuk ke mobil.


 

Setelah Bara masuk mobil, aku bergegas mengikutinya.


 

"Bar, aku minta tolong sama kamu! Pemasangan CCTV di rumah." 


 

"Aku bukan pegawai CCTV. Ngapain nyuruh aku? Iya, nyuruh  pegawainya lah," sahut Bara sedikit dingin.


 

Aku menghela napas, "Maksudku bukan kamu yang masangin. Tapi, kamu nyuruh orang. Aku kan tidak punya kenalan orang memasang CCTV."


 

"Iya, nanti coba deh. Aku cariin," jawabnya.


 

"Oke, makasih. Satu lagi, aku minta rekaman CCTV perselingkuhan Mas Deri dengan sekretarisnya di kantor." 

Bara langsung menoleh ke arahku, mungkin dia kaget aku mengetahui semua itu. 


 

"Pasti kamu kaget kan, aku tahu darimana? Karina gitu lho! Aku juga kecewa sama kamu, teganya kau tidak kasih tahu tentang ini semua."


 

"Maaf Bu, aku takut Ibu Karina sedih dan kecewa dengan Pak Deri. Aku lihat, Bu Karina sangat mencintainya," jawabnya.


 

Aku hanya diam, terus saja melajukan kendaraan ini menuju kantor. Dalam perjalanan pun, kami hanya diam tidak ada pembicaraan lagi. Sampai tak sadar, sudah sampai di kantor.


 

Namun, di dalam mobil aku tidak sengaja mataku melihat sosok yang sangat aku kenal dengan seseorang wanita.


 

"Apa cewek itu selingkuhannya Mas Deri?" 


 

Bersambung …


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Rencana Terselubung Suami dan Mertua (Bab7-9)
2
0
Suami dan Mertua yang sangat aku hormati, ternyata menusukku dari belakang. Bahkan, suami yang aku sayangi teganya ingin mendua karena beralasan diriku mandul.Sakit sekali rasanya mendengar kenyataan ini. Berarti selama ini, mereka tidak tulus menyayangiku. Cuma harta, yang membuat mereka bertahan.Lihat saja, sampai kapan mereka bersandiwara?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan