Stay With Me - Chapter 1 dan 2

130
18
Deskripsi

Audrey Jackson tidak bisa berbuat apa-apa selain bersedia ketika sang ayah-Landon Jackson membuat kesepakan untuk menjodohkannya dengan anak pertama dari Augusta Maverick yang bernama Keith Maverick.

Selama setahun Audrey dan Keith berjuang untuk saling mencintai namun kesibukan Audrey sebagai Pengacara dan Keith yang seorang pengusaha tidak memberikan kemajuan terhadap hubungan mereka.

Mereka jarang bertikai seperti suami istri pada umumnya, cuek dan terkesan tidak peduli tapi ketika keadaan memaksa...

CHAPTER 1 Match Making Dinner
 

Audrey menatap Keith yang juga sedang menatapnya..

Mereka berdua duduk saling berhadapan di sebuah meja makan panjang di ruangan bergaya Victorian yang terletak di Villa keluarga Jackson.

Keith diapit oleh kedua orang tuanya, Jeniffer dan Augusta Maverick.

Dan tentunya di meja makan itu juga ada Lucinda dan Landon Jackson sebagai orang tua Audrey yang mencetuskan acara makan malam berselubung perjodohan ini. 

Siapa lagi yang dijodohkan bila bukan dirinya dengan Keith Maverick, pria yang masih lajang di usianya yang sudah menginjak tiga puluh lima tahun.

Bukan tanpa alasan tentunya Augusta Maverick menjodohkan Audrey dan Keith bila bukan untuk kepentingan bisnis.

Ayah Audrey adalah seorang Senator yang sedang mencalonkan diri sebagai Presiden dengan biaya kampanye hampir lima puluh persen disumbang oleh Augusta Maverick-ayah dari Keith yang seorang pengusaha sukses Negri ini.

Augusta Maverick menginginkan semua proyek pembangunan pemerintah diserahkan kepadanya pada masa pemerintahan Landon Jackson nanti bila terpilih.

Audrey dan Keith masih saling bertukar tatap tanpa senyum, mengabaikan suara bising di kanan kiri mereka yang tengah asyik berbincang.

“Baiklah … cukup tatap-tatapannya bagaimana kalau kalian bicara berdua di taman belakang!” cetus Landon membuat Keith dan Audrey terhenyak.

Mereka sedang menikmati menu dessert dan semenjak menu appetizer disajikan pun Audrey sudah kehilangan nafsu makan.

“Ayo sayang, ajak calon suamimu ke taman belakang …,” bujuk Lucinda-ibunda Audrey dengan suara lembut.

Calon suami? 

Audrey mendengkus pelan, bahkan kedua orang tuanya tidak bertanya apakah dia bersedia dinikahkan dengan Keith atau tidak.

Selalu seperti ini, dari kecil Audrey yang anak tunggal tidak pernah diberi kebebasan untuk mengambil keputusan sendiri.

Bahkan mungkin bernapas pun ia harus meminta ijin ayahnya.

Buktinya, mulai dari pakaian, sekolah hingga profesi yang sedang Audrey tekuni saat ini adalah arahan Landon Jackson.

Sampai bagaimana Audrey harus bersikap pun diawasi ketat oleh orang-orang kepercayaan Landon Jackson.

Bayangkan bagaimana sesaknya hidup Audrey selama tiga puluh tahun ini karena terikat oleh aturan sang ayah.

Lucunya, Audrey belum pernah merasakan bagaimana indahnya masa remaja yang sesungguhnya dan bukan hanya itu Audrey juga belum pernah memiliki kekasih apalagi bercinta dengan seorang pria.

Luar biasa bukan?

Audrey selalu membuang jauh-jauh rasa cinta yang tumbuh di hatinya untuk seorang pria karena tahu sang ayah tidak akan pernah setuju dengan pilihannya.

Tidak jauh berbeda dengan Keith yang sedari kecil ditekan oleh mommy dan daddynya untuk selalu unggul dalam setiap mata pelajaran.

Keith sebagai kakak pertama digadang-gadang akan mewarisi kekayaan terbesar keluarga Maverick sehingga harus tumbuh menjadi pria kuat dan tangguh, menjadi contoh yang baik untuk kedua adiknya yang bernama Max dan Sean.

Tapi Keith masih bisa merasakan indahnya masa remaja meski harus mengendap-mengendap tengah malam keluar dari rumah agar bisa berkumpul bersama para sahabat di night club atau bercinta dengan sang kekasih ketika kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah.

Kembali lagi pada pasangan yang akan dijodohkan, Keith berjalan mengikuti Audrey melewati lorong menjauh dari ruang makan.

Tidak ada nilai negatif yang ditemukan Keith dari Audrey secara fisik, setelah tadi beberapa lama mereka saling tatap.

Audrey memiliki paras cantik, tinggi semampai dan dilihat dari belakang—ternyata Audrey memiliki bokong yang besar.

Kebetulan Audrey menggunakan mini dress bodycon lengan panjang sehingga memetakan lekuk tubuhnya secara sempurna.

Biasanya Landon Jackson akan memarahi Audrey bila mengenakan mini dress bodycon, tapi malam ini dikecualikan karena Audrey sedang ‘ditawarkan’ kepada keluarga Maverick.

Audrey menghentikan langkahnya ketika mereka telah tiba di halaman belakang.

Ada satu set sofa di sana yang menghadap pada halaman luas dengan bunga-bunganya yang sedang merekah.

Cahaya bulan purnama membuat mereka berdua bisa melihat dengan jelas kecantikan bunga-bunga tersebut. 

“Jadi, kamu menerima perjodohan ini?” Audrey bertanya setelah beberapa detik mereka diam saja.

Gadis itu berdiri menghadap taman membelakangi Keith yang memilih duduk di sofa.

Kedua tangan Audrey memegang pagar pembatas beton dengan ukiran indah jaman Victoria.

“Apa aku bisa menolak?” Keith malah balik bertanya.

Audrey membalikan badannya. “Kamu tidak memiliki kekasih?” 

Keith menggelengkan kepala. “Nope! Kamu?”

Audrey mendengkus geli. “Tidak ….” 

“Tidak pernah,” sambungnya di dalam hati.

“Jadi, kita menikah?” Keith bertanya basa-basi.

“Apa aku bisa menolak?” Audrey membeo kalimat Keith membuat Keith tersenyum simpul.

Lalu hembusan napas keluar kasar dari hidung Keith, pria itu melipat tangan di dada seraya bersandar punggung pada sandaran sofa yang empuk.

“Mungkin akan sulit karena kita tidak saling mencintai tapi kalau memang kita tidak pernah bisa cocok … kita bisa bercerai di tahun ke dua atau ke tiga.” 

“Deal!” seru Audrey detik berikutnya menyetujui ucapan Keith.

Audrey masuk ke dalam rumah tanpa mengajak Keith yang kini kebingungan sendiri di teras halaman belakang.

Kalimat terakhir Keith yang disetujui Audrey tadi sesungguhnya membuat Audrey ilfeel karena belum apa-apa Keith sudah menyerah dengan menyinggung perihal perceraian.

Sedangkan Audrey yang berprofesi sebagai Pengacara—adalah seorang pejuang yang pantang menyerah untuk mempertahankan apa yang diyakininya.

Audrey tidak masalah harus belajar mencintai Keith tapi melihat gelagat Keith yang lemah seperti itu membuatnya memberi tenggat waktu perceraian mereka, bukan dua atau tiga tahun tapi cukup satu tahun hingga masa kampanye selesai dan Negara ini berhasil memilih seorang Presiden.

 

Chapter 2 Wedding Preparation

 

Keith : Tolong aku, cepat ke sini. Tadi Ibumu datang ke kantor dan memaksaku bertemu Wedding Planner.

Audrey mengembuskan napas panjang dengan pejaman mata erat membaca pesan dari Keith.

“Kenapa? Klien kita berbohong lagi?” tanya Ruby menyinggung klien menyebalkan yang sedang Audrey tangani kasusnya.

“Bukan … sayangnya bukan klien, tapi ibuku …,” sahut Audrey lantas berdiri meraih blazer yang tergantung di sudut ruangan.

Ruby tergelak. “Kamu tidak bisa menyiram kopi ke wajah ibumu seperti yang pernah kamu lakukan kepada klien menyebalkan kita.”

Audrey tersenyum simpul mengingat kejadian itu. 

“Aku pulang duluan, email file kasus klien baru kita yang harus aku pelajari,” titah Audrey kepada Ruby sambil meraih tasnya.

“Oke, tapi Audrey.” 

Langkah Audrey terhenti, wanita itu membalikan tubuhnya untuk bisa menatap Ruby menunggu sang asisten bicara.

“Aku dengar kamu akan menikah dengan salah satu Maverick?” 

“Yup.” Audrey menjawab singkat.

“Aaaarrrggghhhh!!!” Ruby loncat dari kursinya memeluk Audrey sambil berjingkrak girang.

“Akhirnya kamu menikah,” ujar Ruby lalu memeluk Audrey kembali.

“Kenapa memangnya? Dan kenapa aku yang menikah tapi kamu yang terlihat senang?” Audrey bersarkasme, matanya memicing skeptis.

“Kalau kamu menikah, kamu akan merasakan orgasme yang membuatmu bahagia dan bisa menekan stress juga emosional yang berlebihan.”

Ruby tersenyum sambil menepuk-nepuk pundak Audrey pelan.

Bukannya tersinggung, Audrey malah tersenyum getir.

Ruby tidak tahu kalau Audrey dijodohkan dengan Keith yang belum apa-apa sudah menyerah dan menawarkan perceraian di tahun kedua atau ketiga.

Jadi bagaimana Audrey mau bercinta dengan Keith, kalau saat ini saja dia ilfeel terhadap pria itu.

“Oke, aku akan bertemu Wedding Planer.” Audrey memutar kembali badannya dan mulai melangkah melewati ambang pintu.

Good luck beautyful …,” teriak Ruby dengan sisa senyum di wajah eksotiknya.

Audrey merogoh ponsel dari dalam tas, dia meminta Keith mengirim alamat Wedding Planer agar bisa langsung bergerak ke sana.

Hari masih siang sehingga jalanan belum seramai jam pulang kerja, Audrey hanya mengemudi setengah jam untuk tiba di alamat yang Keith berikan.

Audrey mendorong pintu yang sebagian terbuat dari kaca dan hawa sejuk segera saja menyambutnya bersama aroma bunga dari pengharum ruangan.

“Bagaimana kalau The Plaza Hotel? Michael Douglas dan Catherine Zeta Jones melangsungkan pernikahan secara eksclusive di sana,” cetus Lucinda kepada calon menantunya begitu antusias.

“Aku ingin menikah di Perpustakaan Umum New York,” cetus Audrey lancang untuk pertama kali dalam hidupnya mengutarakan keinginan.

Lucinda dan Keith kontan menoleh dengan ekspresi berbeda.

“Dasar kutu buku, menikah saja kamu ingin di Perpustakaan,” ledek Lucinda tanpa perasaan dengan maksud bercanda tapi begitu menyakiti perasaan Audrey karena yang membuat dirinya menjadi kutu buku seperti ini adalah Lucinda.

Wanita sosialita itu selalu menekan Audrey semenjak TK untuk selalu mendapat nilai terbaik di sekolah.

Keith menangkap perubahan ekspresi Audrey yang berubah sendu namun terselip kekesalan di sana.

Tapi hebatnya, Audrey masih mau mengecup pipi sang mommy dan memberikan pelukan sekilas.

“Jadi mau di mana?” Lucinda masih saja bertanya padahal Audrey sudah menyebutkan tempat keinginannya.

“Bagaimana kalau di Lake Placid? Kalian setuju, kan?” 

Sepertinya Lucinda bukan bertanya tapi sedang meminta persetujuan.

Keith menatap Audrey, ternyata gadis itu pun sedang menatapnya menunggu persetujuan.

“Oke, terserah Mommy.” Keith yang menjawab.

“Apa? Mommy? Kita menikah saja belum .…” Audrey membatin.

“Menantu kesayangan,” puji Lucinda dengan tangannya terulur membingkai wajah Keith.

“Dasar penjilat,” batin Audrey mengumpat.

“Oke, saya mau pernikahan bernuansa putih di Lake Placid …,” kata Lucinda kepada Wedding Planer.

Audrey bergerak menjauh sampai ia tidak bisa mendengar suara mommynya lagi.

Keith mengerti sekarang kenapa Audrey belum menikah dan tidak memiliki kekasih di usianya yang ke tiga puluh tahun.

Gadis itu terlalu penurut dan pintar bersandiwara menyembunyikan kekesalannya.

Satu yang Keith ketahui dari Audrey, kalau selama ini calon istrinya itu hidup dalam tekanan.

*** 

Hari ini Lucinda sedang sibuk mendampingi Landon Jackson melakukan kampanye ke kota lain sehingga Audrey bisa memilih gaun pengantinnya sendiri.

Mata Audrey berbinar menatap banyak gaun pengantin yang begitu cantik dengan beragam model.

Kemudian terpana menatap manekin yang memakai gaun model lengan panjang yang simpel tapi elegan, ada aksen bulu di pergelangan tangannya dan brokat bertabur Swarovski di bagian dada.

Senyum di bibir Audrey lantas pudar membayangkan kalau gaun sederhana itu tidak akan disukai oleh Lucinda.

“Kamu menyukainya?” Suara berat dari samping membuat Audrey terkesiap kemudian menoleh.

Keith melipat kedua tangan di dada, kepalanya meneleng mengamati gaun yang sedari tadi Audrey pandangi.

“Ya, tapi sepertinya mommy tidak.” Audrey menjawab pasrah.

“Mommymu tidak ada di sini.”

Audrey tersenyum getir. “Dia akan langsung menggantinya jika tahu aku memilih gaun biasa.” Audrey ikut melipat tangannya di dada.

Seorang pegawai butik datang menghampiri mereka. “Apakah sudah menentukan pilihan?” 

“Kami mau yang ini.” Keith menunjuk gaun yang mereka pandangi.

“K-Keith … tap—“

“Tolong antar calon istri saya untuk mencobanya,” sela Keith seraya mendorong pundak Audrey pelan.

Audrey menahan langkah kakinya sambil menoleh ke belakang menatap Keith dengan kening mengkerut meminta penjelasan.

“Mommy Lucinda biar aku yang urus,” kata Keith penuh percaya diri.

Barulah Audrey melangkah dengan benar, kerutan di keningnya memudar dan garis senyumnya melembut.

Gadis itu mengikuti pegawai butik untuk melakukan fiting gaun pengantin pilihannya.

Semoga saja Keith bisa meyakinkan Lucinda, setidaknya meski pernikahan ini bukan keinginannya tapi ia bisa menggunakan gaun pengantin impiannya.

Lima belas menit kemudian Audrey keluar dari bilik ruang ganti.

Keith yang telah berganti pakaian menggunakan tuxedo ada di sana berdiri dengan posisi membelakangi dan ponsel menempel di telinga.

“Baik Tuan Prince, saya akan coba pahami dulu kendalanya lalu mencari solusinya … tenang saja Tuan Prince, saya tidak akan mengecewakan Anda.”

“….”

“Baik … Terimakasih dan selamat malam Tuan Prince.

“Keith.” Suara lembut Audrey refleks menarik perhatian Keith membuatnya membalikan badan. 

Sesaat ia terkesiap melihat betapa sexy Audrey menggunakan gaun itu padahal berlengan panjang dengan model A-Line dress.

Ah, tidak. Bukan hanya sexy tapi calon istrinya itu juga luar biasa cantik padahal belum dipoles makeup pengantin.

“Keith …,” panggil Audrey lagi mengembalikan Keith dari terkesimanya.

Keith mengerjap gugup. “Bagus,” jawab Keith kemudian menelan saliva lalu mengusap wajahnya.

Ada sedikit bangga di hati Audrey melihat sorot mata Keith yang terpukau ketika menatapnya.

Itu berarti dia terlihat menarik di mata calon suaminya. 

“Tuxedo itu juga pas di tubuh kamu,” balas Audrey memberi pendapat.

Keith menipiskan bibirnya lalu mengangguk, dia setuju.

“Tapi kamu yakin dengan ini?” Audrey tampak ragu.

 

“Aku berjanji akan mengusahakannya,” jawab Keith penuh keyakinan.

“Oke.” Audrey tersenyum tipis lantas memutar tubuhnya membelakangi Keith untuk masuk kembali ke dalam bilik ruang ganti.

Entah kenapa hati Keith terasa menghangat melihat senyum Audrey yang meski tipis tadi tapi tulus.

Sejenis senyum penuh syukur dan rasa Terimakasih, mungkin karena Keith mau memperjuangkan keinginannya.

Jangan bayangkan cerita perjodohan ini seperti yang ada di novel-novel lain yang penuh dengan pemberontakan.

Audrey dan Keith sudah dewasa dan terbiasa hidup dengan aturan juga perintah dari orang tuanya. 

Jauh sebelum ini mereka sudah menduga kalau pasangan hidup pun pasti akan ditentukan oleh kedua orang tuanya.

Sehingga yang bisa Audrey dan Keith lakukan adalah pasrah menerima.

“Aku pikir kamu tidak bisa datang,” ujar Audrey menguar keheningan dalam perjalanan pulang.

Keith memaksa untuk mengantar Audrey sampai ke rumah menggunakan mobil gadis itu sementara mobil Keith dikemudikan driver mengikuti dari belakang.

“Tadi aku ada meeting sekitar butik, dan maaf aku tidak sempat membalas pesanmu.” 

Tadi Keith tidak sempat membalas chat Audrey yang menanyakan apakah pria itu akan datang untuk fiting tuxedo.

“Apa perlu kita makan malam dulu?” Keith memelankan laju kendaraannya.

“Banyak file yang harus aku pelajari, aku akan makan di rumah.” 

“Oke.” Keith melajukan kendaraannya kembali dengan kecepatan normal.

Cukup jauh perjalanan menuju rumah Audrey yang terletak di pinggir kota.

Hingga akhirnya mereka sampai, Keith memarkirkan mobil Audrey tepat di depan pintu utama.

Keith sudah menyadari Audrey tertidur semenjak empat puluh lima menit yang lalu, Keith tidak berani bersuara bahkan napasnya ia atur agar tidak mengganggu Audrey.

Dan sekarang, apakah ia harus membangunkannya? 

Audrey tampak pulas, mungkin hari ini begitu melelakan setelah melalui sidang yang berat.

Keith akhirnya turun, memutar setengah bagian mobil untuk tiba di pintu penumpang lalu membukanya.

Seorang asisten rumah tangga menghampiri. 

“Tunjukan di mana kamar Audrey,” pinta Keith lantas merengkuh tubuh Audrey untuk menggendongnya.

“Dan tolong bawa tasnya,” tambah Keith lagi.

Sang asisten rumah tangga berlari menuntun Keith di depan dengan kedua tangan penuh membawa tas Audrey dan tas berisi MacBook beserta beberapa berkas.

Peluh mulai bercucuran di pelipis Keith, ternyata ia harus menyeberangi banyak ruangan dan menaiki banyak tangga untuk tiba di kamar Audrey.

Kediaman Landon Jackson memang besar, lebih mirip kastil dari pada sebuah rumah.

Dengan sangat perlahan Keith menurunkan Audrey di atas ranjang.

Entah apa yang ada dalam benak Keith sampai bersedia mau membukakan sepatu Audrey padahal ada asisten rumah tangga berdiri tidak jauh darinya menunggu perintah.

Tidak lupa Keith menyelimuti Audrey hingga pinggang.

Pria itu lantas keluar dari kamar Audrey.

Satu detik setelah mendengar suara pintu ditutup—Audrey langsung menegakan tubuhnya.

Ia sudah terjaga saat Keith menggendongnya dari mobil tapi malah meneruskan dengan berpura-pura tertidur.

Audrey sengaja melakukan itu untuk menghindari kecanggungan di antara mereka jika harus tiba-tiba terjaga dalam gendongan Keith.

“Apa-apaan dia tadi?” gumam Audrey dengan telapak tangan tersimpan di dada untuk menetralkan debaran jantungnya yang menggila.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori karya
Stay With Me
Selanjutnya Stay With Me - Chapter 3
101
10
Selamat membaca 😘
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan