Kepingan Hati Season 2 - Chapter 1

33
2
Deskripsi

Yang mau tahu cerita hidup Isvara bisa baca lanjut baca Kepingan Hati Season 2 ini ya tapi publish enggak setiap hari jadi jangan ditunggu-tunggu ya 😅

“Kamu udah tahu siapa pacarnya, Ara?” Galih bertanya di sela-sela makan siang.

Ternyata itu yang ingin dibicarakan kakak sepupunya ketika mengajak bertemu makan siang di hari Sabtu yang cerah ini.

“Tahu … anaknya baik kok, papanya Direktur rumah sakit … kalau enggak salah dia juga lagi co-as.” Adrian menjawab setelah menelan makanannya.

“Bukan … udah ganti lagi.” Galih sok tahu.

“Laaah, kapan gantinya? Kalau enggak salah beberapa minggu lalu masih cowok itu yang jemput Ara malam minggu.” 

Galih mengembuskan napas gusar, dia meminum air mineral dan menghabiskan setengah botol.

“Ara udah ganti pacar, pacarnya sekarang anak pengusaha ….” 

“Oh ….” Adrian bergumam.

“Dan cowok itu katanya mau ngelamar Ara.” Raut wajah Galih tampak serius.

“Oh ….” Adrian bergumam lagi, dia santai sekali menanggapi berita tersebut.

“Kok Oh … doank?” Galih mengernyit.

“Bagus ‘kan Ara mau nikah, umurnya udah dua puluh lima tahun juga … udah cukup buat nikah.” Adrian masih santai menanggapi berita tersebut karena dia tahu Isvara tidak akan salah memilih pasangan.

Setahu Adrian, Isvara sangat selektif dan setiap pria yang mendekatinya harus melewati fit dan propertest versi dia.

Isvara tidak mudah jatuh hati pada seorang pria.

“Iya bagus, tapi siapa yang mau jadi wali nikah Ara? Aku enggak bisa … apalagi kamu, dan itu berarti kita harus ceritain semuanya sama Ara.”

Barulah Adrian tersadar, dia lupa kalau ada aib yang selama dua puluh tahun ini mereka tutupi.

“Kamu aja lah yang ngomong sama Ara.” Adrian ingin cuci tangan.

“Enggak bisa gitu donk, kamu juga terlibat ‘kan.” Galih tidak terima.

“Aku ‘kan cuma korban di sini.” Adrian mengelak.

“Bantuin aku lah, Adrian.” Galih memohon.

Dia jadi cemas karena ternyata tidak siap mengungkap kesalahannya di masa lalu dengan maminya Isvara.

“Dari pihak aku, aku wakilin sama Aruna aja deh, Aruna paling bisa speak-speak masalah ginian apalagi Ara nurut banget sama Aruna ….” 

“Yaaah … pengecut kamu mah.” Galih meledek.

“Udah ah … urus aja sendiri masalah kamu sama Ara, aku mau jemput Arxen les dulu … Aruna lagi siapin pesta ulang tahun Aletta besok, jangan lupa dateng ya … ajak Sheila, Felisha sama Shakira.” 

Tiga nama anak perempuan yang disebutkan Adrian barusan adalah anak-anaknya Galih yang usianya hanya berjarak satu sampai dua tahun saja.

Adrian beranjak dari kursi. “Kamu yang bayar ya … ‘kan kamu ngajak makan siang.” 

Galih mendengkus sebal mengiringi kepergian adik sepupunya.

*** 

Setelah Akram Zidan Pramudya, Adrian memiliki putra laki-laki lagi yang diberi nama Rashaka Arxen Pramudya lalu lima tahun setelah kelahiran Arxen—Aruna kembali mengandung dan mereka dikaruniai seorang putri yang diberi nama Aletta Syafa Pramudya.

Dan hari ini Aletta genap berusia sebelas tahun, Adrian dan Aaruna merayakan pesta ulang tahun Aletta di sebuah Resto Caffe.

Teman sekelas Aletta diundang, beberapa keluarga Pramudya juga hadir tidak lupa mereka mengundang kerabat lainnya seperti dua sahabat Aruna yang sampai sekarang masih mewarnai hidup Aruna.

Dan ada tamu tidak terduga hari ini.

“Papi Mami … kenalin ini Gaska, pacar Ara.” 

Aruna mengerjap kemudian tersenyum. “Halloooo …,” sapa Aruna ramah sembari mengulurkan tangan mengajak Gaska bersalaman.

“Hallo Tante.” Gaska balas menyapa dan senyumnya begitu manis, pantas saja Isvara suka.

“Oh jadi ini pacara Ara yang katanya mau ngajakin Ara nikah.” Adrian bicara di dalam hati.

“Om,” sapa Gaska mengulurkan tangan karena Adrian diam saja.

Adrian menjabat tangan Gaska, dia memberikan senyum tipis.

“Kak Ara.” Aletta memanggil Isvara, mengajaknya untuk berfoto.

“Ara sama Gaska ke sana dulu ya Mi … Pi.”

“Iya sayang.” Aruna yang menyahut.

“Mas … itu pacar Ara yang katanya ngajak Ara nikah itu?” 

“Kamu tahu itu dari mana?” 

“Dari mbak Trisha.”

“Mereka tahu dari mana Gaska ngajak Ara nikah? Masa Ara aja baru kenalin Gaska sama kita?”

Adrian kecewa karena Galih dan Trisha tahu duluan.

“Mamanya Gaska itu ternyata pasien di kliniknya mbak Trisha … nah mamanya Gaska yang umbar-umbar ke sana ke mari kalau Gaska mau nikahin Ara.” 

“Oh … Pantesan, tapi kok Aranya santai-santai aja … Ara belum mau nikah kali ya.” 

Sebenarnya itu harapan Adrian, dia belum bisa menceritakan siapa Isvara yang sebenarnya.

Dia tidak tega.

“Udah siap atau belum, Ara pasti akan menikah dan Ara harus tahu yang sebenarnya, Mas.” 

“Kamu aja deh, Yang … yang kasih tahu Ara … aku enggak tega.” 

Belum sempat Aruna menanggapi, salah satu anak mereka berjalan mendekat.

“Pi … dipanggil Opa,” kata Arxen-putra kedua mereka.

“Papi ke sana sekarang.” Adrian mengusap pundak Arxen lalu mengecup pipi istrinya sekilas sebelum pergi.

“Si Papi enggak malu cium-cium Mami di depan banyak orang,” celetuk Arxen seperti sedang cemburu.

“Itu tuh tanda sayang papi sama Mami … lagian kenapa malu, Mami sama papi ‘kan udah menikah … kalau belum nikah baru malu, karena enggak boleh cium-cium sebelum menikah.” 

“Jadi Arxen enggak boleh cium cewek Arxen?”

“Memangnya Arxen punya cewek?” 

“Ada donk, Arxen ‘kan ganteng kaya papi.”

“Wah … bang Akram aja masih jomblo.”

“Kata siapa, bang Akram ceweknya banyak lho, Mi.” Arxen mengadu.

“Masa sih? Kok enggak pernah dikenalin sama Mami.” 

“Dia bingung kali, mau mana yang dikenalin … saking banyaknya.” 

Aruna tertawa, dia mengusap belakang kepala Arxen.

“Arxen, Mami! Foto dulu,” kata Akram memanggil.

Akram yang menyukai fotography sekarang sedang bertugas sebagai photographer di ulang tahun adiknya.

“Yuk … kita foto dulu.” Mami merangkul tangan Arxen.

“Arxen panggil papi dulu ya Mi.” 

“Iya … iya ….” Mami jadi harus melepaskan tangan Arxen dia lantas mendekat ke arah dessert table di mana anak-anaknya berkumpul.

“Mami sama papi mengapit Aletta,” kata Isvara memberikan instruksi.

Adrian yang baru saja datang dan mendengar instruksi itu kemudian mengikuti arahan Isvara.

Dia memanjangkan tangan merangkul Aletta sekaligus Aruna.

“Sayang, kamu yang fotoin donk,” pinta Isvara kepada Gaska kekasihnya.

“Akram, kasih kameranya sama Gaska,” ujar Isvara kembali.

Akram memberikan kamera kepada Gaska setelah memberitahu cara mengoperasikannya.

Dia kemudian berlari ke belakang dessert table berjajar bersama keluarganya yang lain.

Akram berdiri di samping Isvara, merangkul sang kakak perempuan yang tingginya lebih pendek darinya.

“Oke siap! Satu dua tiga, say cheese.” Gaska memberi aba-aba.

“Happy Family,” kompak Adrian, Aruna, Isvara, Akram, Arxen dan Aletta berucap demikian.

Lampu flash kamera profesional menyambar keluarga kecil itu mengabadikan momen bahagia mereka.

Selama dua puluh tahun pernikahan, Aruna dan Adrian tidak berhenti merasakan kebahagiaan.

Aruna mendapatkan suami yang begitu mencintainya dan setia di pernikahan kedua.

Dia juga mendapat ibu mertua dan keluarga mertua yang baik dan menyayanginya.

Sedangkan Adrian mendapati cinta yang sebenarnya pada Aruna.

Kerikil selalu ada, masalah datang dan pergi silih berganti tapi cinta Adrian dan Aruna tetap kuat dan tidak lekang oleh waktu.

*** 

Agraiska Dominic adalah nama lengkap kekasih Isvara yang lahir dari seorang ayah berkebangsaan Italia. 

Agraiska-atau yang sering dipanggil Gaska itu adalah seorang anak dari pengusaha sukses yang bergerak di bidang retail fashion. 

Isvara menjabat sebagai product desain Manager di perusahaan milik ayahnya Gaska sedangkan Gaska sendiri adalah seorang CMO di perusahaan tersebut dan cinta mereka bersemi di lingkungan pekerjaan. 

Ayahnya Agraiska telah mengetahui hubungan putranya dengan Isvara dan beliau menyetujui mengingat Isvara adalah Manager yang terbukti paling loyal dan cerdas. 

Begitu juga dengan ibunya Gaska yang asli orang Indonesia dan memiliki darah ningrat, sangat setuju sewaktu Gaska mengutarakan keinginan untuk meminang Isvara. 

Sebagai anak laki-laki satu-satunya, Gaska yang sudah cukup umur untuk menikah itu memang sedang mendapat tekanan dari pihak keluarga agar segera menikah. 

Kebetulan Gaska telah memiliki kekasih yang merupakan anak dari seorang pimpinan tertinggi salah satu perusahaan swasta terbesar di Indonesia yang membuat kedua orang tua Gaska semakin ingin segera mewujudkan pernikahan sang putra dengan Isvara. 

Gaska sudah memberitahu kedua orang tuanya perihal niat melamar Isvara dan acara pesta ulang tahun adiknya Isvara dijadikan Gaska sebagai momen memperkenalkan diri kepada orang tua Isvara. 

Sikap papi Adrian sedikit dingin bahkan terkesan menghindari Gaska tapi Gaska mengerti kalau pasti sikap tersebut beliau tunjukan untuk membuatnya segan. 

“Udah lama kalian pacaran?” tanya seorang pria yang Isvara perkenalkan sebagai sepupu sang papi tapi Isvara sendiri memanggil pria itu dengan sebutan papa. 

“Baru beberapa bulan, Om.” Gaska menjawab singkat. 

Tiba-tiba datanglah papi Adrian yang sudah mendengar percakapan Galih dengan Gaska. 

“Kenal di mana sama Ara?” Adrian yang baru saja duduk melontarkan pertanyaan. 

“Saya CMO perusahaan di tempat Ara kerja Om dan kebetulan perusahaan itu milik papi saya.” 

Dan raut wajah Galih serta Adrian seolah berkata, “Oh pantas saja.” 

Sebelumnya mereka memang sudah mendengar kalau ayah dari kekasih Isvara adalah seorang pengusaha tapi tidak tahu kalau pengusaha yang dimaksud adalah pengusaha yang sangat sukses di Indonesia. 

“Begini Om … saya berniat untuk menikahi Ara, kami sebenarnya sudah kenal lama dan usaha saya dalam mendekati Ara juga cukup lama tapi saat itu Ara memiliki seorang kekasih sehingga usaha saya tidak pernah berhasil … dan ketika Ara sudah berpisah dengan kekasihnya lalu dia menerima saya dengan sangat terpaksa awalnya ….” Gaska menjeda kalimatnya dengan tawa karena teringat saat dia mengutarakan cinta dan memaksa Isvara untuk menerimanya tanpa bersedia memberi waktu mempertimbangkan. 

“Saya berniat untuk langsung menikahi Ara, nanti setelah menikah tidak ada yang berubah dari pekerjaan kami … saya tidak akan melarang Ara bekerja karena dia sangat mencintai pekerjaannya,” sambung Gaska mengutarakan niat dan rencananya setelah menikahi Isvara agar papinya Isvara memberikan restu. 

Adrian menatap Galih lekat dengan debar jantung menggila, Adrian tidak sanggup memberitahu Isvara kalau dia tidak mungkin menjadi wali nikahnya karena bukan ayah biologis gadis itu. 

Gaska yang duduk di antara Galih dan Adrian menatap mereka berdua secara bergantian. 

Dia bingung karena Galih dan Adrian malah terlibat aksi saling tatap dengan sorot mata berbalut cemas dan bingung sama sepertinya. 

“Nanti kita bicarakan lagi ya, nikmati saja dulu pestanya.” Adrian bangkit sembari menepuk pundak Gaska lantas pergi. 

Hal tersebut dianggap Gaska sebagai kode kalau Adrian telah memberi restu sehingga harus dibicarakan secara serius lagi nanti. 

Namun pembicaraan yang dimaksud Adrian itu tidak kunjung dilakukan walau acara telah selesai dan tinggal keluarga besar saja yang tersisa. 

Gaska memberi Adrian waktu untuk bicara dengan maminya Isvara dan mungkin bicara secara langsung dari hati ke hati dengan Isvara mengenai lamarannya ini. 

*** 

“Kamu capek ya? Tidur aja,” kata Gaska yang tengah mengemudi kembali ke Jakarta. 

Besok ada gathering kantor yang mengharuskan kehadiran mereka jadi terpaksa Isvara dan Gaska kembali ke Jakarta hari ini juga. 

“Capek banget … tapi aku enggak tega biarin kamu nyetir sendirian, mana udah malam.” 

Gaska terkekeh, tangannya terulur mengusap kepala Isvara. 

“Enggak apa-apa, tidur aja gih.” 

Isvara menggelengkan kepala sembari tersenyum. 

“Tadi mama Trisha sama mami Aruna godain aku terus gara-gara mami kamu bilang sama mama Trisha kalau kita mau nikah.” Isvara memiringkan posisi duduknya sehingga dia bisa leluasa menatap wajah tampan sang kekasih. 

Gaska tertawa. “Maaf ya kalau kamu jadi enggak nyaman, tapi mami memang ingin sekali kita segera menikah.” 

“Kalau kamu sendiri, gimana?” Isvara sedang meminta pendapat Gaska mengenai pernikahan mereka tersebut. 

Isvara tidak pernah tahu kalau maminya Gaska menyebarkan berita kalau mereka akan menikah karena memang Gaska yang telah meminta restu kedua orang tua untuk menikahi Isvara. 

Berdasarkan hal tersebut maminya Gaska bercerita kepada banyak orang saking bahagianya dan tanpa beliau ketahui kalau dokter kecantikannya adalah mama Trisha-istri dari ayah biologisnya Isvara. 

Gaska mengulum senyum sembari menatap jalanan kosong di depan, dia kurangi kecepatan laju kendaraan saat merogoh sesuatu dari saku celana. 

Menggunakan satu tangan, Gaska berhasil membuka kotak beludru warna merah yang dia keluarkan dari saku celana. 

“Ara … will you marry me?” Gaska bertanya dengan suara lantang. 

Isvara tidak langsung menjawab, dia sedang terkejut dengan mata membulat dan mulut terbuka yang ditutup menggunakan kedua tangan. 

Dia juga membawa punggungnya menegak, debar jantung Isvara segera saja menaikkan tempo debaran. 

Untuk sesaat Isvara tidak bisa berkata-kata. 

“Sayang …,” panggil Gaska lalu tertawa pelan. 

“Kamu serius Gaska?” Isvara belum mempercayai langkah berani Gaska dalam melamarnya mengingat hubungan asmara mereka baru terjalin beberapa minggu saja. 

“Aku enggak pernah main-main dalam mengambil keputusan …,” jawab Gaska lugas. 

Isvara menganggukan kepala sebagai tanda kalau dia percaya ucapan Gaska dan menerima lamarannya. 

Dengan mata berkaca-kaca Isvara meraih kotak perhiasan itu dari tangan Gaska lalu menyematkan cincin tersebut sendiri ke jari manisnya berhubung Gaska sedang mengemudi dan tidak mungkin melakukannya. 

“Sorry ya, lamarannya enggak pake Dinner atau kejutan lain … kebetulan barusan kamu tanya pendapat aku tentang pernikahan dan aku bawa cincinnya jadi aku langsung lamar kamu.” 

Isvara tertawa sembari memandangi cincin yang tersemat di jari manisnya. “Kan kamu tahu kalau aku enggak suka yang gitu-gitu,” kata Isvara santai. 

Memang benar, Gaska tahu banyak hal tentang Isvara karena selama tiga tahun mereka telah bekerja di perusahaan yang sama dan selama itu juga Gaska telah mencintai Isvara tapi hubungan mereka baru diresmikan beberapa minggu lalu setelah Isvara putus dengan kekasihnya. 

“Akhirnya, kamu akan jadi milik aku setelah bertahun-tahun aku harus puas hanya sebagai bos kamu.” 

Isvara tergelak mengingat momen saat Gaska menyatakan cinta sesaat setelah dia mencurahkan isi hatinya yang sedang gundah karena putus dengan sang kekasih. 

“Aku enggak tahu kalau selama ini kamu suka sama aku.” Isvara mengerjap-ngerjapkan matanya lucu. 

“Ya masa aku yang menjabat sebagai bos kamu di kantor mau anterin kamu pulang yang nota bene adalah bawahan aku, bawa kamu ke dokter pas lagi sakit karena pacar kamunya di Bandung, buatin sop iga biar kamu cepet sembuh dan masih banyak perhatian aku selama ini yang enggak kamu anggap karena kamu tergila-gila dengan pacar dokter kamu itu.” Gaska terdengar menggerutu. 

Isvara tertawa mendengarnya. “Sumpah Gaska, aku enggak tahu kalau kamu suka sama aku … pak Arifin CFO juga baik sama aku dan menganggap aku seperti anaknya, papi kamu juga baik banget jadi aku pikir orang-orang di kantor memang memperlakukan sesama karyawan sebagai keluarga.” 

Dia kembali tertawa usai mengatakan pendapatnya sedangkan Gaska mengembuskan napas kesal yang dibuat-biat disertai rotasi mata malas. 

*** 

“Mau mampir dulu?” Isvara bertanya basa-basi saat mobil Gaska memasuki pelataran parkir gedung apartemennya. 

“Memang boleh kalau aku mau mampir?” Gaska malah bertanya balik. 

Isvara menoleh menatap Gaska, dia gigit bibir bagian bawahnya karena ragu. 

Gaska tertawa sembari mengapit dagu Isvara agar berhenti menggigit bibir karena hal tersebut dapat membangkitkan hasratmpria itu. 

“Baju kamu ada di apartemen aku, kita bisa pergi bersama besok ke kantor. 

Kalimat Isvara itu terdengar sebagai undangan menginap membuat Gaska tidak jadi menginjak pedal rem saat di depan loby malah terus menginjak gas untuk membawa mobilnya ke dalam basement. 

Gaska memarkir mobilnya di sebelah mobil Isvara, keduanya sempat terdiam tidak langsung turun setelah mesin mobil mati. 

Mereka sedang berpikir apakah keputusan yang mereka ambil ini sudah tepat? 

Tiba-tiba hawa panas menyeruak dari dalam tubuh dan debar jantung mereka bergerak tidak biasa. 

Isvara juga merasakan perutnya mulas seperti ada kupu-kupu beterbangan di dalam sana padahal Gaska tidak melakukan apapun. 

Usia Isvara dengan hormon wanita dewasa yang melingkupinya membuat gadis itu berani mengundang Gaska menginap. 

Apa yang Isvara perlu khawatirkan? 

Dia akan menikah dengan Gaska, kedua orang tua Gaska telah menyetujui dan kedua orang tuanya tidak memiliki alasan menolak mengingat usia Isvara yang sudah cukup untuk menikah. 

Isvara menarik handle pintu perlahan. 

“Aku enggak punya kondom,” kata Gaska menghentikan pergerakan Isvara. 

“Kamu enggak perlu kondom,” balas Isvara lantas turun dari mobil. 

Gelora hasrat Gaska langsung terbakar hebat, sesuatu di bawah sana telah menyesakan celananya. 

Kaki Isvara sendiri terasa lemas, dia tidak bisa membayangkan apa yang malam ini akan terjadi bersama sang tunangan di unit apartemennya. 

Dia sampai menyandarkan setengah bobot tubuhnya pada Gaska ketika mereka telah berada di dalam lift. 

Gaska merengkuh pinggang Isvara, mengecup puncak kepalanya lama dan dalam. 

Tidak sabar rasanya ingin segera pintu lift terbuka dan ketika pintu tersebut terbuka di lantai di mana unit apartemen Isvara berada, langkah mereka terburu-buru ditunggangi hasrat yang menggebu. 

Sebelum menjalin asmara dengan Gaska, Isvara telah mengenal pria itu sebagai pribadi yang baik dan sukses dalam pekerjaannya. 

Isvara adalah saksi bagaimana Gaska merintis karirnya di perusahaan ayahnya sendiri, bersaing dengan pegawai senior untuk menduduki jabatannya yang sekarang. 

Banyak pegawai perempuan tergila-gila kepada Gaska tapi pria itu tidak pernah menanggapi satu pun perempuan yang datang padanya. 

Sejujurnya Isvara menyukai sosok Gaska namun dia merasa Gaska tidak mungkin dia raih karena selain atasannya, Gaska juga adalah anak dari pemilik perusahaan tempat Isvara bekerja terlebih dia memiliki kekasih sehingga perasaan sukanya kepada Gaska dianggap sebagai perasaan kagum belaka. 

Sampai akhirnya Isvara putus dengan kekasihnya lalu Gaska menyatakan cinta—Isvara tidak perlu berusaha mencintai Gaska karena memang dia telah memiliki perasaan suka dan kagum yang tersimpan di lubuk hati terdalam. 

Isvara menekan pascode pada pintu unit apartemen dan selanjutnya pintu terbuka. 

Gaska mendorong pintu tersebut dengan satu tangan dan satu tangannya lagi masih merengkuh pinggang Isvara. 

Lampu di unit apartemen Isvara seketika menyala menyambut mereka. 

Isvara membuka sepatu diikuti Gaska. 

“Mau minum?” Isvara bertanya sembari melangkah menuju dapur namun tangan Gaska segera menangkap tangan Isvara lalu menyeretnya ke kamar. 

“Gaska.” Isvara memprotes disertai tawa. 

Dengan gerakan cepat tapi aman, Gaska berhasil menjatuhkan tubuh Isvara di atas ranjang. 

Napas Isvara memburu membuat dadanya naik turun. 

Gaska naik ke atas Isvara, menahan tubuhnya menggunakan satu tangan dan kedua lutut sedangkan satu tangannya lagi dia gunakan untuk membuka kancing blouse Isvara. 

“Kamu takut?” tanya Gaska mencari tahu apa yang tengah Isvara rasakan. 

“Iya … ini yang pertama buat aku, Gaska.” Suara Isvara terdengar parau, sorot matanya terlihat teduh. 

“Kita pelan-pelan aja ya,” bujuk Gaska agar Isvara lebih rileks. 

Gaska menunduk dalam mengecup bagian menyembul di dada Isvara begitu dia berhasil menyingkap blouse Isvara lantaran kancingnya telah terbuka semua. 

Kecupan bibir Gaska itu langsung merajai dada Isvara. 

Gaska membawa bibirnya melewati belahan dada dan turun terus ke perut. 

“Emmmh … Gaska.” Kepala Isvara rasanya pening, bulu kuduk di sekujur tubuhnya pun meremang. 

Gaska terpaksa menegakan punggung guna menanggalkan kemejanya dan selama membuka kancing kemeja, tatapan mata Gaska terus tertuju pada dada Isvara. 

Isvara yang menyadari tatapan Gaska itu langsung menyilangkan kedua tangan di depan dada. 

Setelah tubuh bagian atasnya polos, Gaska membantu Isvara menanggalkan semua pakaiannya menyisakan pakaian dalam saja. 

Isvara berusaha menarik selimut namun Gaska terus menghempaskannya. 

Pria itu merunduk semakin dalam untuk memagut bibir Isvara, mengalihkan fokus sang gadis pada belaian bibir dan lidahnya. 

Rencana Gaska berhasil karena Isvara tidak memprotes saat pria itu membuka kaitan di belakang punggungnya. 

Gaska bisa meremat bagian menyembul yang terasa lembut tapi padat itu, jemari Gaska mulai memainkan bagian puncak yang telah mengeras sampai akhirnya tidak sabaran mengalihkan bibirnya ke sana. 

“Aaah … Gaskaaa.” Desah merdu Isvara tercetus membakar api semangat Gaska untuk menjilat, melumat lalu mengisap bagian puncak Isvara yang berwarna pink. 

Napas Isvara kian memburu, kedua tangannya memegang kepala Gaska tapi tidak menjauhkannya seakan dia justru ingin kepala Gaska tetap di sana memanjakan dua gundukan di dada. 

Isvara sampai tidak sadar saat Gaska menurunkan kain berenda yang menutup bagian intinya. 

Kepala Isvara semakin pening, desahnya kian lantang begitu telunjuk Gaska menemukan bagian lembab dan hangat di bawah sana. 

Gaska membelai bagian bibir di bawah sana sebelum menekan bagian kecil yang mencuat dan berhasil mencetuskan jerit penuh kenikmatan dari bibir Isvara. 

Bibir Gaska kembali ke perut, tidak berhenti di sana—bibirnya terus turun hingga ke pangkal paha lalu menjilat bagian paling sensitif milik Isvara yang memerah dan terbuka setelah dia obrak-abrik menggunakan jari tadi. 

Jilatan demi jilatan dan lidah Gaska yang berusaha melesak masuk mencari jalan menghasilkan cairan dari dalam tubuh Isvara pertanda sang gadis siap dimasuki. 

Tanpa membuang waktu, Gaska menegakan tubuhnya menanggalkan celana lalu meletakan miliknya tepat di bagian inti Isvara. 

“Sayang … aku masuk ya?” Gaska meminta ijin agar Isvara tidak terkejut. 

Isvara menganggukan kepala, dia juga tengah terbelenggu hasrat dan ingin mendapatkan apa yang kata teman-temannya adalah nikmat dunia. 

“Aaaah ….” Desahannya terasa dalam dan kuat begitu secara perlahan Gaska memasukinya. 

Sakit yang dirasakan Isvara seakan tubuhnya terbelah tidak juga membuatnya melakukan protes dengan meminta Gaska berhenti. 

Isvara malah melingkarkan kedua tangan di pundak Gaska sehingga tubuh mereka yang telah lembab pun merapat. 

Gaska kembali mendorong bokongnya agar miliknya dapat masuk secara sempurna. 

“Emmh ….” Isvara mendongakan kepala bersama pejaman mata erat. 

Gaska memagut bibir Isvara kembali guna mengalihkan sakit yang tengah menderanya. 

Tidak langsung bergerak setelah miliknya terbenam sempurna, Gaska membiarkan Isvara terbiasa menerimanya. 

Setelah dirasa cukup waktu yang untuk Isvara menyesuaikan diri, Gaska mulai menggerakan pinggulnya secara perlahan. 

Terdengar rintihan Isvara yang lama-lama berubah menjadi desahan saat rasa sakit tergantikan oleh kenikmatan dari milik Gaska yang keluar masuk. 

“Gaska ….” 

“Sakit sayang?” 

Isvara menggelengkan kepala. 

“Enak ya?” Gaska menggoda Isvara yang kemudian mengulum senyum dan mengalihkan wajahnya ke samping karena malu. 

“Sempit banget, Ra.” Gaska mempercepat hentakannya. 

“Gaska … aku mau pipis.” 

“Kamu bentar lagi sampai sayang, tahan dulu … tunggu aku.” Gaska terus memacu tubuhnya di atas Isvara membuat dua gundukan di dada sang kekasih memantul seksi. 

“Gaskaaa ….” Isvara tidak kuat lagi menampung kenikmatan yang nyaris membuatnya teriak. 

“Bersama sayang ….” Gaska menggeram, hentakannya kian cepat.

Beberapa saat kemudian keduanya mengerang bersama, sampai di puncak kenikmatan dunia. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Kepingan Hati Season 2 - Chapter 2
56
23
Jangan lupa baca Kepingan Hati Season 2 Chapter 1 nya yaaa masih gratis kok… Karena di chapter 2 konflik udah dimulai ya shaaaaay … jadi biar nyambung ceritanya.Kita set sat set aja ya biar seru 😃
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan