
Bayangkan bagaimana rasanya kalau ternyata Mommy kamu yang telah menjanda selama belasan tahun tiba-tiba menikahi duda yang merupakan pengusaha sukses dan memiliki seorang anak laki-laki tampan?
Sialnya, sang kakak tiri tampan ini memiliki Love language pshycal touch.
Tanpa segan menyentuh, mengusap kepala bahkan mengecup kening.
Itu lah yang dirasakan Shayla saat Mommynya yang merupakan Pengacara menikahi kliennya sendiri dan membawa Shayla tinggal di rumah Papa tirinya.
Selain harus bertemu setiap...
Shayla Amaradhiva, gadis sembilan belas tahun yang sedang menempuh pendidikan S1 di sebuah Universitas swasta terbaik di Jakarta tiba-tiba terkejut saat mommy memberitahunya kalau beliau mencintai seorang pria dan akan menikah.
Selama ini Shayla hidup berdua dengan sang mommy dan sangat bahagia karena mereka layaknya bestie.
Daddy-nya Shayla dulunya adalah Atase Perdagangan di Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia.
Konon katanya, mommy dan daddy bertemu di sebuah acara yang diadakan oleh pemerintah sewaktu mommy masih magang di sebuah kantor Kejaksaan.
Mereka jatuh cinta pada pandangan pertama lalu menikah dan lahirlah bayi mungil cantik yang wajahnya lebih mirip Daddy dan diberi nama Shayla Amaradhiva.
Selesai masa jabatan daddy di Indonesia, beliau bermaksud memboyong mommy dan Shayla ke Inggris karena daddy akan melanjutkan karir Politiknya di sana.
Namun saat itu mommy yang sedang melanjutkan kuliah lagi dan meniti karir di suatu kantor konsultan hukum terbaik di Negara tercinta ini langsung menolak mentah-mentah ajakan daddy.
Sempat melakukan Long Distance Relationshiop namun tidak bertahan lama, akhirnya mommy dan daddy memutuskan untuk bercerai.
Daddy memberikan hak asuh Shayla pada mommy dan setelah itu Shayla kehilangan sosok daddy.
Sebenarnya oma dan opa juga menyayangi Shayla tapi sayangnya mommy sering berdebat dengan opa membuat Shayla jarang mendapat ijin bertemu mereka.
Meski sebenarnya Shayla seringkali diam-diam bertemu oma dan opa tanpa sepengetahuan mommy.
Baiklah, kembali pada Shayla yang masih dengan rasa terkejut yang menyelimuti hati dan pikirannya selama beberapa hari terakhir—ditambah setengah jam lalu mommy masuk ke dalam kamar dan memintanya untuk bersiap karena mereka akan makan malam di luar.
Makan malamnya bukan hal yang asing karena setiap malam minggu, Mommy sering mengajak Shayla makan malam di luar bahkan mereka beberapa kali dugem bareng.
Tapi makan malam kali ini adalah makan malam bersama kekasih Mommy.
Demi apa Shayla malas sekali.
Dia yang sedari tadi duduk di tepi ranjang memandangi deretan pakaian di dalam lemari langsung menghempaskan punggungnya ke kasur bersama hembusan napas jengah.
Ada perasaan cemburu dan resah bila Mommy menikah lagi akan melupakannya karena otomatis perhatian mommy terbagi begitu juga waktunya yang sangat sedikit.
Mommy sibuk sekali sebagai Pengacara, mereka terkadang hanya bertemu pagi atau malam hari saja bahkan terkadang bila ada kasus besar, seperti yang terjadi akhir-akhir ini selama beberapa minggu mereka tidak bertemu hanya bertukar pesan singkat atau notes yang ditempel di kulkas.
Tapi tunggu ….
Shayla menegakan punggungnya, dia tampak berpikir.
Beberapa hari lalu mommy mengatakan kalau beliau akan menikahi kliennya.
Apakah klien dari kasus besar yang sedang mommy tangani sekarang?
Shayla merotasi bola matanya.
“Ngapain sih mommy jatuh cinta sama klien? Kalau dia klien mommy berarti orangnya bermasalah donk!” Shayla misuh-misuh sembari menghentak-hentakan kakinya ke lantai.
Dia bangkit dari sisi ranjang, tangannya terulur menarik satu dress berwarna hitam.
Shayla menempelkannya di depan tubuh sembari menatap cermin seukuran lebih tinggi dari tubuhnya.
Gadis berambut coklat panjang itu mengangguk, mantap menggunakan warna hitam karena menurutnya hari ini adalah hari berkabung lantaran dia akan kehilangan sebagian dari cinta, sayang dan waktunya mommy.
Setelah memakai dress tersebut dan mengaplikasikan blush on juga lip gloss agar wajahnya tidak pucat—Shayla keluar dari kamar kemudian menuruni anak tangga.
Kebetulan mommy baru keluar dari kamarnya dan beliau langsung mendongak ke arah tangga begitu menyadari kemunculan Shayla.
“Kamu mau ke pemakaman?” Mommy menyindir.
Kedua tangan mommy diletakan di pinggangnya yang ramping.
Mata dengan smoke eyes itu memindai dari atas hingga bawah tubuh Shayla.
“Naik … naik!” Mommy mengarahkan telunjuknya ke atas berulang kali meminta Shayla kembali naik ke kamar.
Tanpa berani membantah Shayla memutar badan, tidak ingin membuat mommy marah.
Shayla memang anak penurut.
Mommy sangat cantik menggunakan dress bodycon warna maroon yang membentuk lekukan tubuhnya begitu sempurna.
Rambut model Bob sebahu yang lurus dibiarkan tergerai dengan sedikit poni menutupi kening sempitnya.
Lalu stiletto berwarna senada membuat kaki mulus Mommy kian jenjang.
Selagi mommy mengobrak-abrik lemarinya, Shayla terus memandangi mommy.
Mommy memang sempurna, pintar-sukses-dan cantik.
Beliau adalah manifestasi impian para wanita, pria mana yang tidak menyukai mommy.
“Pake dress ini sama sepatu wedges warna senada, oke?” Mommy menunggu jawaban.
Shayla menatap dress berwarna peach dengan banyak renda dan tile.
Shayla seperti anak SD bila menggunakan itu tapi lagi-lagi Shayla tidak ingin membuat mommy kesal.
“Oke.” Akhirnya Shayla menjawab singkat.
“Good girl!” Mommy memuji, ada senyum sedikit di sudut bibirnya.
Mommy lantas pergi meninggalkan Shayla di kamar.
Mommy bukan ibu yang otoriter, buktinya mereka pernah dugem bareng.
Beliau juga tidak pernah melarang Shayla pacaran tapi Shayla saja yang malas menjalin hubungan dengan seorang pria.
Shayla tidak ingin terjerumus seperti sahabatnya yang bernama Dewi.
Dewi sama seperti dirinya, kehilangan sosok ayah semenjak kecil dan ketika remaja—Dewi selalu menjalin kasih dengan pria yang usianya lebih tua darinya dan berakhir menjadi simpanan om-om.
Menurut buku yang Shayla baca pun seperti itu, seorang anak yang kehilangan sosok ayah sejak kecil akan mencari sosok ayah pengganti pada pria lain.
Walaupun daddy sudah menikah lagi dan memiliki anak kembar perempuan yang lucu—Shayla masih bertukar kabar dengan daddy.
Yaaa, sekitar sebulan sekali lah saat daddy mentransfer uang jajan.
Hak Shayla sebagai anak yang membutuhkan waktu bersama daddy tidak terpenuhi tapi bagi Shayla mommy saja sudah cukup, dia tidak pernah berharap banyak kepada daddy.
Namun itu dulu, sebelum mommy memiliki kekasih.
“Mommy salah ya memutuskan untuk menikah lagi?” Mommy bertanya menguar hening di dalam mobil selama perjalanan.
Shayla menoleh ke samping pada mommy, mungkin mommy bertanya demikian karena melihat ekspresi wajah Shayla yang murung.
Detik berikutnya Shayla merasakan usapan tangan mommy di puncak kepalanya.
“Mommy hanya menikah, kamu tetap menjadi anak mommy … nanti kita akan tinggal di rumah om Abraham.”
“Kenapa mommy enggak minta pendapat Shayla?”
Mata Shayla mulai berkaca-kaca, dulu memilih warna lipstik saja mommy pasti minta pendapat Shayla.
“Karena kamu belum mengerti tentang perasaan bernama cinta, kamu sendiri belum punya pacar.”
Shayla mengembalikan tatapan ke depan lalu hening, dia enggan menanggapi.
“Mommy masih tetap menyayangi kamu, kita masih tinggal bersama dan akan melakukan aktifitas rutin kita bersama … tidak ada yang berubah, hanya saja hidup kita lebih ramai dengan kehadiran om Abraham dan anaknya.”
Tangan mommy menarik pipi Shayla sehingga Shayla kembali menatap wajah cantik mommy.
“Mommy mencintai pria ini setelah sekian lama mommy menutup hati mommy semenjak perceraian dengan daddy kamu … jadi Mommy minta tolong sama kamu, ikut berbahagialah karena mommy sangat bahagia saat ini.”
Suara mommy terdengar memohon, matanya pun mulai menampung buliran kristal.
Shayla tidak tega bila harus menghancurkan kebahagiaan mommy dengan tetap bersikap murung dan menjadi gadis tidak menyenangkan.
Jadi Shayla menganggukan kepala, mengubah sorot matanya menjadi antusias bersama senyum merekah.
“Kalau Mommy bahagia, Shayla juga bahagia.”
Shayla tidak bohong, dia memang akan merasa bahagia bila sang mommy bahagia tapi untuk sekarang dia butuh waktu menerima kalau harus berbagi mommy dengan pria lain.
“Makasih ya sayang.” Mommy merentangkan tangan merangkul pundak Shayla, memeluk sang putri yang sudah beranjak remaja.
Shayla balas memeluk mommy yang pelukannya selalu hangat dan menenangkan.
Tidak lama driver yang mengemudikan mobil mewah mommy memberhentikan kendaraan roda empat itu tepat di depan pintu sebuah loby hotel.
Di bagian rooftop-nya memang ada sebuah restoran dan lounge yang khusus untuk para kaum jetset yang setiap menunya dibandrol dengan harga fantastis.
Ibu dan anak itu turun dari dalam mobil dan saling bergandengan tangan melintasi loby menuju area lift.
“Om Abraham sama anaknya udah sampai.” Mommy bergumam memberitahu Shayla lantas memasukan ponselnya ke dalam tas.
Shayla tidak menanggapi, dia diam saja.
Ting …
Pintu lift terbuka, kedua wanita cantik beda generasi itu kembali melangkah.
“Selamat malam! Sudah pesan meja, Bu?” Seorang wanita yang berjaga di depan area pintu masuk resto bertanya.
“Abraham Bimasena.” Mommy menyebutkan nama kekasihnya.
“Oh, Silahkan lewat sini.” Wanita itu menuntun mommy yang melangkah di belakangnya diikuti Shayla.
“Silahkan,” kata wanita itu.
“Sayang.” Suara manja mommy terdengar menyapa.
Shayla sampai syok karena baru sekarang mendengar suara itu keluar dari mulut mommy.
Jelas saja, Mommynya adalah wanita karir, tangguh dan independen bukan tipe wanita manja apalagi menye-menye.
“Marie.” Suara berat seorang pria balas menyapa.
Tatapan Shayla langsung tertuju pada suara berat tersebut dan dia melihat pria yang masih gagah dan tampan di usianya yang tidak lagi muda itu mengecup pipi kiri dan kanan mommy.
Ada gemuruh di dada Shayla, dia marah dan cemburu.
“Kenalin, Mas … ini Shayla … anak aku.”
Lagi, nada lembut layaknya cewek menye-menye keluar dari bibir mommy.
Mommy beralih menatap Shayla yang memang sedang mengarahkan tatap pada beliau karena sanksi kalau yang di sampingnya ini adalah benar mommynya.
“Shayla, ini om Abraham.”
Tangan pria bernama Abraham langsung terulur ke depan Sheila begitu mommy memperkenalkannya.
Shayla menjabat tangan pria itu sembari memberikan senyum tipis.
“Shayla.” Shayla bergumam menyebut namanya.
“Senang bertemu dengan kamu, Shayla …,” kata Abraham diakhiri senyum.
Pria itu lantas menarik kursi untuk mommy kemudian melangkah ke belakang mommy yang sedang duduk.
Tahu apa yang dilakukan om Abraham?
Pria itu menarik kursi untuk Shayla.
Oke, Shayla tersentuh.
Kesan pertama om Abraham di mata Shayla bernilai tujuh.
Pelayan mulai membagikan buku menu, Shayla fokus ke sana agar tidak perlu berinteraksi dengan om Abraham.
“Oh ya, kenalin ini Ryuga … anak aku.”
Kalimat om Abraham itu membuat Shayla mendongak.
Seorang cowok tampan seperti karakter dalam novel yang sedang dia baca muncul entah dari mana.
“Hallo Ryuga, saya Marie.”
“Hallo Tante ….” Cowok yang memiliki bibir tipis dan dagu belah itu berujar dengan ekspresi datar.
“Ini Shayla, anak Tante.” Mommy mengusap pundak Shayla.
Perlahan Shayla mengulurkan tangan sambil menatap Ryuga lekat.
Semuanya, tolong Shayla. Mata Shayla berkhianat tidak bisa dikendalikan, terus saja menatap Ryuga.
Masih dengan ekspresi datar dan sorot mata dingin—Ryuga menjabat tangan Shayla.
Tapi tidak sedingin tatapannya, telapak tangan Ryuga begitu hangat malah Shayla merasakan seperti ada arus listrik berdaya rendah saat bersalaman dengan cowok itu.
Setelah bersalaman, Ryuga duduk di kursi tepat di depan Shayla.
Dia menyimpan ponselnya di atas meja dengan posisi telungkup.
Pandangannya lantas terangkat dan bersirobok dengan Shayla yang sedari tadi mengawasi gerak-gerik pria itu.
Shayla langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain setelah tertangkap basah sedang menatap Ryuga.
“Shayla kuliah di mana?” Om Abraham bertanya.
Pertanyaan om Abraham itu dijawab oleh mommy karena Shayla malah melongo.
Bagaimana tidak, tadi om Abraham mengenalkan putranya kepada mommy lalu sekarang bertanya di mana kuliah Shayla.
Memangnya mommy dan om Abraham kalau bertemu membicarakan apa saja?
Mereka pasti melalui masa pacaran untuk sampai bisa memutuskan akan menikah, bukan?
Tapi kenapa antara mommy dan om Abraham seperti tidak saling mengetahui kehidupan satu sama lain?
“Wah sama donk sama Ryuga, dia juga sedang melanjutkan S2 di sana.”
Ryuga mengangkat pandangan dan Shayla menoleh pada Ryuga membuat tatapan mereka kembali bertemu.
“Berarti nanti kalian bisa pulang pergi kuliah bareng ya!” Om Abraham melanjutkan kalimatnya.
“Ide bagus, Shayla jadi ada yang jagain …,” timpal mommy antusias.
Kalau tidak salah Shayla melihat Ryuga mendengkus geli.
“Memangnya gue Babysitter.” Ryuga berujar di dalam hati.
Pelayan berdatangan menyajikan menu makanan pesanan mereka.
Sambil menyantap hidangan makan malam itu, mommy dan om Abraham sesekali bicara tentang sebuah kasus.
Dari sana Shayla semakin yakin jika om Abraham adalah klien yang kasusnya sedang ditangani mommy beberapa minggu terakhir yang sampai menguras waktu mommy.
Ah, Shayla kadi kecewa sebab mungkin saja waktu mommy yang sedikit yang semestinya ada untuk Shayla malah digunakan untuk berpacaran dengan om Abraham.
Terlepas dari rasa kecewa yang tengah dirasakan Shayla, matanya masih saja melirik dengan sering ke arah Ryuga yang duduk tenang menikmati makan malamnya.
Cowok itu santai sekali seakan tidak keberatan daddynya akan menikah lagi.
Apa hanya Shayla saja yang terlalu posesif dan berlebihan?
Sekarang mereka sampai pada menu penutup, piring-piring kosong baru saja di-cleare up oleh pelayan.
“Jadi Ryuga, Shayla … mungkin kalian sudah tahu tentang rencana pernikahan kami dan sekarang kami mau mengumumkan sama kalian kalau rencana pernikahan itu akan kami lakukan satu bulan lagi.”
Tangan Shayla yang memegang sendok tiba-tiba berhenti bergerak melayang di udara.
Sebulan katanya?
Sebulan itu tiga puluh hari kan?
“Enggak kecepatan, Mom?” Suara Shayla terdengar serak ketika bertanya.
Mommy tertawa pelan, beliau menyerongkan posisi duduknya menghadap Shayla.
“Kami akan menikah di sebuah resort di Bali, acaranya intimate party jadi hanya sekitar dua ratus orang saja yang diundang.” Mommy menjelaskan.
Lalu apa yang bisa Shayla lakukan selain membulatkan bibirnya membentuk huruf O?
Selanjutnya mommy dan om Abraham malah asyik berdiskusi tentang konsep pesta pernikahan.
Belum pernah Shayla melihat ekspresi mommy sebahagia ini ketika membicarakan sesuatu dan sorot mata mommy setiap kali menatap om Abraham memberitahu Shayla kalau mommy benar-benar mencintai om Abraham.
Begitu juga dengan om Abraham yang selalu menggenggam tangan mommy, mengusap bagian punggungnya menggunakan ibu jari beliau.
“Dah lah, gue jadi nyamuk di sini.” Shayla membatin.
Dia beranjak dari kursi dan langsung mendapat perhatian seluruh penghuni meja.
“Mau ke mana?” Om Abraham yang bertanya.
“Shayla ke toilet sebentar, Om.” Shayla menjawab tidak lupa memberikan sedikit senyum.
“Anter adiknya ke toilet, Ryu ….” Om Abraham meremat pundak sang putra.
Ryuga mendongak menatap dingin terkesan kesal kepada Shayla.
Sontak Shayla menggerakan tangan beserta gelengan kepala.
“Enggak usah, Shayla bisa sendiri kok Om.”
“Dianter aja, toiletnya jauh … harus nyebrang taman luas di belakang restoran.” Om Abraham memaksa dan bersamaan dengan itu Ryuga bangkit dari kursinya.
Sesaat Shayla menatap Ryuga lantas mendapatkan tatapan tajam dari cowok itu.
Detik selanjutnya Ryuga membalikan badan dan mulai melangkah.
Shayla mempercepat langkah menyusul Ryuga dan ketika mereka nyaris mencapai pintu besar yang menuju ke taman—Ryuga berhenti mendadak membuat Shayla menabraknya.
Kening Shayla menjadi korban membentur punggung Ryuga.
Refleks Ryuga membalikan badan.
“Lo enggak apa-apa?” katanya sembari mengusap-ngusap kening Shayla sementara satu tangannya lagi merengkuh pinggang Shayla.
Pertanyaan Ryuga itu dilontarkan dengan nada dingin dan ekspresi datar kebalikan dari kalimatnya yang seolah mengkhawatirkan Shayla.
Mata Shayla langsung membulat, dia menjauhkan tangan Ryuga dari kening dan pinggangnya.
“Tadi ada orang lewat.” Ryuga menjelaskan kenapa dia berhenti mendadak.
Shayla menundukan pandangan tidak merespon, dia mulai berjalan lebih dulu.
Ternyata benar kata om Abraham, toiletnya jauh berada di bagian paling belakang restoran.
Dia harus melewati lorong sempit dan berpapasan dengan orang yang baru saja dari toilet juga pelayan yang membawa nampan berisi menu makanan.
Tiba-tiba Shayla merasakan pundaknya di tarik, sisi tubuhnya membentur dada bidang Ryuga sampai dia bisa merasakan ada otot samar tercetak di sana.
Cowok itu ternyata sigap melindungi Shayla dari dua anak kecil yang berlarian dari arah belakang.
Rasanya Shayla ingin berlama-lama berada di bawah lengan Ryuga karena indra penciumannya terbuai oleh parfum yang pria itu semprotkan di dada.
Shayla menggelengkan kepala, setengah mati dia menarik kesadarannya.
Perlahan—sambil terus melangkah dengan jantung menggila—Shayla menjauhkan tubuhnya dari Ryuga.
Sepertinya Ryuga langsung menyimpan di dalam hati dan pikirannya tentang kalimat mommy yang mengatakan kalau dia bisa jadi kakak yang melindungi Shayla.
Dan Shayla juga baru tahu kalau ternyata dibalik ekspresi dingin pria itu ternyata Ryuga juga peka.
“Gue tunggu di kursi taman ya.”
Ryuga berkata demikian setelah mereka berada di depan pintu toilet yang bercabang untuk pria dan wanita.
“Kak Ryu balik ke meja aja, aku bisa pulang sendiri kok!”
Ryuga terkekeh dan karenanya ketampanan cowok itu naik beberapa level.
“Kak Ryu duduk di kursi taman nungguin kamu ….” Ryuga mengubah panggilan lo gue dan menyebut dirinya dengan sebutan kakak mengikuti Shayla untuk meledek gadis itu dan Ryuga mendapatkan rotasi bola mata malas dati Shayla.
“Jangan lama!” teriak Ryuga yang telah berjalan menjauh.
Shayla mengembuskan napas, memutar badan lalu masuk ke dalam toilet.
Padahal tadi Shayla ingin cari angin dulu duduk di taman karena rasanya duduk bersama mommy dan om Abraham seolah mengganggu mereka yang tengah kasmaran.
Setelah duduk di kursi, Ryuga menoleh ke pintu toilet.
Bibirnya menyeringai.
Awalnya dia pikir anak calon istri papanya adalah laki-laki sehingga dia memiliki teman untuk diajak nakal tapi ternyata adik tirinya adalah gadis lucu dan menggemaskan.
Apalagi Shayla menggunakan dress berenda berwarna peach, gadis itu tidak tampak seperti seorang mahasiswi.
Dia lebih mirip anak SD, mungkin nanti Ryuga akan menyarankan agar rambut Shayla diikat dua.
Cowok itu lantas menegakan punggung saat merasakan seseorang duduk di sampingnya.
Dia menoleh dan ternyata si adik lucu menggemaskan duduk di sana.
“Aku di sini dulu, Kak … Kakak mau balik ke sana juga enggak apa-apa.”
“Kalau gitu gue nyebat dulu sebatang.”
“Kak Ryu ngerokok?” Entah kenapa Shayla bertanya, padahal sudah jelas tadi cowok itu mengatakannya.
“Iya, jangan bilang papa ya …,” pintanya dengan suara tidak jelas karena bibir tipis itu mengapit sebatang rokok yang sedang dia bakar ujungnya menggunakan korek gas.
Ryuga mengisap rokok itu dalam-dalam lantas mengembuskannya ke arah menjauh dari Shayla.
Shayla refleks menjauhkan sedikit tubuhnya dari Ryuga.
“Lo enggak ngerokok?”
Pertanyaan macam apa itu Ryuga?
Gadis lugu yang memakai dress renda-renda seperti itu ya masa merokok?
“Enggak lah.” Shayla langsung menjawab.
Dia menempelkan telunjuknya di bawah hidung karena bau asap mulai menyengat.
Shayla juga menjauhkan tubuhnya lagi.
“Jangan jauh-jauh,” kata pria itu menarik tangan Shayla lalu merangkul pundaknya.
“Bauuu!” Shayla mengerang, dia meronta.
Apa-apaan kakak tiri tampannya itu sampai berani merangkul pundak segala.
Pelukan Ryuga malah semakin mengerat.
Dia mematikan rokoknya lalu membuang puntung rokok yang tinggal setengah ke tong sampah yang ada di belakang mereka.
Cowok itu menoleh bersamaan dengan Shayla yang berada dalam rangkulannya—menoleh juga padanya membuat jarak wajah mereka begitu dekat.
Jantung Shayla seketika berdetak kencang sementara Ryuga terpaku menatap Shayla.
Cowok itu baru menyadari kalau Shayla memiliki mata indah seperti mata kucing, alisnya tebal dan hidung juga dagunya lancip.
Wajah Shayla juga mungil dan yang pasti adik tirinya itu … sangat cantik.
“Kak … lepasin!” Shayla berhasil menjauhkan tangan Ryuga dari pundaknya lantas bangkit dari kursi, berjalan meninggalkan Ryuga untuk kembali ke dalam restoran.
Shayla tidak kuat lama-lama di dekat Ryuga, cowok itu berhasil membuat perutnya bergejolak seperti ada ribuan kupu-kupu mengepakan sayapnya di sana.
Dia tidak mengerti, perasaan apa yang sedang dirasakannya itu.
Tidak lama setelah Shayla dan Ryuga kembali, om Abraham dan Mommy bangkit dari kursi.
“Ryuga, papa ada perlu sebentar dengan tante Marie … kamu antar Shayla pulang ke rumah ya.”
Mendengar instruksi om Abraham kepada Ryuga membuat Shayla menoleh dengan cepat menatap mommy.
“Ada informasi terbaru tentang kasus om Abraham jadi Mommy sama om Abraham harus meeting malam ini juga sama tim, kamu enggak apa-apa ya pulang dianter Ryuga?”
Mommy bukan sedang meminta pendapat tapi memberitahu.
“Sampai ketemu lagi Shayla.” Om Abraham mengulurkan tangannya dan refleks Shayla menyalami om Abraham dengan ekspresi bingung.
“Jangan tidur malem-malem ya.” Mommy mengecup kening Shayla kemudian pergi dirangkul oleh om Abraham.
“Palingan mereka mau check in,” celetuk Ryuga pelan sembari mengikis jarak dan berhenti di samping Shayla.
Shayla menghadapkan tubuhnya pada Ryuga, sebenarnya dia suka memandang wajah tampan itu, rasanya adem dan tenang tapi kelakuannya lucknut sekali.
Helaan napas panjang terembus keluar dari mulut Shayla, kalau pun benar mommy dan om Abraham check inmemangnya Shayla bisa melarang?
Dan lagi mereka adalah orang dewasa, jangankan mommy dan om Abraham—Dewi saja sahabatnya yang masih berusia sembilan belas tahun sudah sering check in dari usianya enam belas tahun.
Ryuga jalan lebih dulu menuju lift diikuti Shayla, mengetahui adiknya tertinggal—dia menunggu sebentar kemudian merangkul pundak Shayla begitu calon adik tirinya itu berada dalam jangkauan.
Seketika detak jantung Shayla kembali menggila.
“Kak ….” Shayla memberikan tatapan protes saat mereka sudah berada di dalam lift.
Si calon kakak tiri lucknut itu menoleh dengan ekspresi datar kemudian mengembalikan tatap ke pintu lift tanpa menjauhkan tangannya dari pundak Shayla.
Yang paling menyebalkan adalah Ryuga malah menumpu sebagian bobot tubuhnya kepada Shayla, terang saja Shayla nyaris tersungkur ke samping.
Saat hendak tersungkur itu lah Ryuga merangkul pundak Shayla lebih erat bersamaan dengan pintu lift terbuka di lantai basement.
Dengan langkah terseok Shayla menyeimbangkan langkah Ryuga yang panjang.
Dan saat itu juga Shayla merasakan puncak kepalanya diusap-usap oleh tangan besar milik Ryuga.
Kinerja jantung Shayla kembali tidak beraturan.
Langkah Ryuga berhenti di samping sebuah mobil, menarik handle pintu lantas mendorong pelan tubuh Shayla yang pasrah masuk ke dalam mobil.
Pintu mobil ditutup dari luar, Ryuga berlari kecil untuk duduk di belakang kemudi.
“Ketik alamat rumah lo di GPS!” Nada dingin itu memerintah Shayla disertai kendikan dagu ke arah layar datar yang tergantung di dashboard.
Setelahnya Shayla bersandar pada jok mobil, memejamkan mata agar tidak perlu bersosialisasi dengan Ryuga.
Sepanjang perjalanan Ryuga tidak mengganggu Shayla, cowok bermata coklat itu baru bersuara setelah memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah yang diarahkan GPS.
“Hei … bangun,” katanya mengusap pipi Shayla menggunakan punggung jari.
Shayla terperanjat, dia ketiduran.
“Oh … udah sampe.” Shayla bergumam.
“Mau ditemenin di rumah, enggak?”
Suara Ryuga datar seperti biasa dengan ekspresi wajah dingin dan sorot matanya tampak misterius membuat Shayla yang sudah menarik handle pintu langsung menggelengkan kepala dan mendorong benda itu lalu turun.
“Makasih ya Kak Ryu.”
Pintu ditutup kencang usai Shayla berkata demikian, dia berlari membuka pagar lantas masuk ke dalam rumah.
Ryuga baru menginjak pedal gas pergi dari sana setelah memastikan Shayla aman.
Tanpa bisa Ryuga tahan, bibirnya tersenyum membayangkan pipi Shayla yang memerah setiap kali dia menyentuhnya.
Tampak menggemaskan dan entah kenapa rasanya Ryuga jadi ketagihan menggoda Shayla.
SHAYLA AMARADHIVA

RYUGA SKY BIMASENA

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
