
Esai
Oleh Emrudy
Tikus, makhluk satu ini adalah musuh saya sejak bertahun lalu. Ia memakan apa saja, baju, sepatu, dan tentu saja, buku..! Andai para tikus itu juga memakan para mantan, tentu saya sangat berbahagia sekali, eh..tapi itu dosa, para mantan seharusnya di doakan yang baik-baik saja, kecebur sumur misalnya.
Celakanya tikus-tikus ditempat saya bukan sekelas nying-nying yang kecil-kecil itu, tapi ini sejenis Wirog, eh, apa itu bahasa latinnya wirog? Wirogtropuserektus? Entah, tapi tikus-tikus berpostur bongsor itu tidak bisa dibasmi menggunakan perangkap kawat biasa, saya pernah melihat sendiri, meski pun sudah masuk dalam kurungan dia masih bisa melepaskan diri. Tenaganya kuat sekali. Saya curiga tikus jenis ini rajin senam pagi.
Kucing rumah tak ada satu pun berani pada para wirog, jika berpapasan kalau tak melengos buang muka mereka malah saling bertatap mesra, mirip adegan film ada apa dengan cinta. Jika menggunakan racun, tikus-tikus itu bisa mati ditempat persembunyiannya yang tak terjangkau dan entah dimana. Jika terjadi itu artinya cilaka, semerbaknya bisa tercium berhari-hari. Racun tikus berbahaya, saya tak cuma takut kucing peliharaan saya memakannya, tapi takut saya sendiri iseng mengunyahnya ketika patah hati.
Akhirnya saya pakai lem tikus, tapi sejauh ini lem tikus hanya bisa menangkap tikus-tikus kecil. Beberapa hari ini saya sudah berhasil menangkap dua ekor tikus, tapi belum satu pun biang tikus atawa golongan wirog yang tertangkap. Persoalan lain dari tikus ini adalah, saya orangnya gelian dan tidak tegaan.
Setelah tertangkap, saya tidak pernah tega membunuhnya. Dalam perangkap kawat atau lem, makhluk ini dengan moncongnya yang sok imut malah suka menatap saya dengan pandangan merana. Dia mencicit menggerakkan misainya seolah mohon grasi, dalam posisi itu barulah saya mengerti betapa susahnya jadi seorang Presiden, apalagi mengurusi ratusan juta rakyat yang kebanyakan bebal dan ngeyelan.
Saya jelas tak berbakat jadi Presiden, bukan cuma tak pandai orasi tapi juga gampang galau. Saya tak berbakat jadi pembunuh, jadi hukuman yang saya jatuhkan pada para tikus adalah mengikuti gaya VOC, melakukan hukum pengasingan atawa pembuangan.
Sungguh alangkah betapanya kau, wahai maha pencipta. Ini baru persoalan tikus saja, belum lagi kupikirkan species lain dimuka bumi, udara, tanah, air, api, seluruh galaksi, malaikat dan iblis. Aku sungguh heran apa dalam kepala Fir'aun yang konon ingin disembah layaknya Tuhan. Jika ia sempat sukses menganggap diri tuhan, ia hanya sukses menjadi tuhan kecil sebatas Mesir. Nun jauh diluar wilayahnya ada banyak lagi tuhan-tuhan kecil yang menganggap dirinya, maha.
Saya yakin, Fir'aun bahkan tak sempat memikirkan bahwa pada 2020 ada pagebluk macam Covid-19. Fir'aun dan segala kisahnya hanya abadi dalam tumpukan piramida dan buku-buku sejarah. Manusia tak pernah mau tahu ada darah dan air mata pada apa yang seringkali disebut keajaiban. Tembok Cina, Borobudur, dan segala macam keajaiban dunia yang justru kerap banyak menyimpan kisah kelam.
Tuhan menciptakan tikus tentu dengan suatu tujuan, makhluk jelek itu kadang memang menjengkelkan, tapi ia justru menginspirasi Walt Disney menciptakan Mickey Mouse, Joseph Roland Barbera dengan Tom & Jerry, bahkan John Steinbeck mengabadikannya sebagai novella.
Makhluk kita anggap hama dan menjijikkan itu, selain mungkin harus ada, Tuhan mungkin juga menciptakannya sebagai metafora, tentang manusia yang tak jauh lebih terhormat dari tikus itu sendiri.
Jika di Jepang ada yang disebut Nindo, yang secara harfiah berarti "Jalan Ninja", kita juga harus bangga karena juga kerap berpedoman pada apa yang disebut "jalan tikus".
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
