
Hari ini kita puasa ... menjalankan perintah agama .... Kita sahur ... bersama Indomie .... Indomie seleraku ....
"Bu, nanti malam kita sahur pakai Indomie yang kayak di teve itu, ya!" Celetuk Fira sore itu yang baru saja melihat iklan Indomie di televisi berukuran 14 inci yang berada di ruang tengah rumahnya.
Cerpen ini menceritakan tentang Fira yang tenggelam dalam kenangan masa kecilnya bersama Indomie saat di Medan dulu. Apakah Fira bahagia mengingat kenangan masa kecilnya, atau justru kesedihan yang menyelimuti kenangannya?
Malam ini cuaca di kota Surabaya sangat tidak bersahabat, angin berembus kencang, kilat cahaya menghiasi langit disusul dengan suara bergemuruh. Lalu, tak lama kemudian rinai hujan pun turun.
Fira yang saat itu sudah tertidur akhirnya terbangun. Ia merasa terganggu, bukan terganggu karena hujan, tapi karena suara dari dalam perutnya. Iya, suara para cacing yang berkeroncong ria. Ia melirik ke arah jam dinding yang tergantung di atas pintu kamarnya, sudah jam sebelas malam ternyata.
Di tengah rasa laparnya, tiba-tiba aroma yang membuat lidahnya ingin bergoyang itu memanjakan indra penciumannya. Aroma apa lagi kalau bukan aroma nikmat nan lezat dari Indomie. Aromanya yang khas semakin lama semakin kuat, membuat apa yang dirasakan perut Fira semakin bergejolak.
Wanita berusia 32 tahun itu sudah tidak tahan lagi, ia memilih keluar dari kamarnya untuk mencari dari mana sumber aroma yang menggugah selera itu berasal. Ternyata aroma lezat nan nikmat itu berasal dari dapur rumahnya.
"Bang, kamu masak Indomie?" tanya Fira kepada sang suami.
"Iya, Sayang. Kamu belum tidur? Aku kirain kamu udah tidur. Sini temani aku makan Indomie, soalnya aku masak dua bungkus, nih."
"Wah, kebetulan aku juga lapar, Bang." Fira dengan sigap meraih semangkuk Indomie rebus rasa Kaldu Ayam dan menghirup aroma lezat dari Indomie rebus buatan suaminya itu sebelum akhirnya ia benar-benar menyantapnya.
Nikmatnya Indomie rebus rasa Kaldu Ayam yang disantap di kala hujan itu berhasil membawa ingatan Fira terbang dan melayang ke masa kecilnya saat di Medan dulu, terlebih saat bulan Ramadan.
*****
Hari ini kita puasa ... menjalankan perintah agama .... Kita sahur ... bersama Indomie .... Indomie seleraku ....
"Bu, nanti malam kita sahur pakai Indomie yang kayak di teve itu, ya!" celetuk Fira sore itu ketika tanpa sengaja ia melihat iklan Indomie di televisi berukuran 14 inci yang berada di ruang tengah rumahnya.
Ibu yang tengah disibukkan dengan aktivitasnya menggoreng bakwan untuk menu berbuka puasa di dapur itu pun membalas dengan anggukan sembari berkata, "kalau gitu kamu beli dulu, gih, Indomie-nya di warung Bik Tum, beli empat bungkus ya, sekalian telurnya tiga butir."
"Korban iklan kamu, Dek," ledek Farhan, kakak lelaki Fira yang saat itu tengah mengisi laporan ibadah puasa di kolom buku kegiatan bulan Ramadan.
"Ih, biarin, sibuk kali Abang." Fira mencebikkan bibirnya.
"ADEK! Jangan lupa Indomie-nya yang rasa Soto Medan ya. Ingat, rasa SOTO MEDAN," pesan Fani yang tak lain kakak perempuan Fira.
"Iya, bawel!" balas Fira yang saat itu juga bersiap-siap ke warung bik Tum yang ada di gang sebelah rumahnya.
Tak butuh waktu lama, hanya dua menit Fira sudah sampai di warung bik Tum. Namun, orang yang biasa ia sapa bik Tum alias si pemilik warung tidak terlihat, hanya ada Bima, anak si pemilik warung yang usianya lebih tua empat tahun dari Fira.
Gadis kecil berambut panjang nan lurus itu pun segera masuk dan matanya langsung tertuju ke sebuah kardus Indomie yang terpajang di etalase warung.
"Bang Bima," panggil Fira dengan senyum manisnya, "aku mau beli Indomie yang rasa Soto Medan, ya."
Bima yang kala itu dipesankan ibunya untuk menjaga warung pun berniat menjahili Fira.
"Eh, Fira. Nggak ada Indomie rasa Soto Medan, yang ada rasa Soto khas Sumatera Utara.
"Masak nggak ada sih, Bang?" Fira mengernyitkan dahi, "kata kak Fani aja ada. Lagian mana ada Soto Sumatera Utara, lagian Sumatera Utara itu kan Medan juga, Bang."
"Kalau kamu nggak percaya, pulang dulu sana tanya ibumu." Bima menahan tawa saat menatap ekspresi polos wajah Fira.
Fira yang saat itu masih berusia sepuluh tahun semakin bingung karena ulah jahil Bima.
"Betul ya, Bang! Aku pulang ini, mau tanya sama ibuku dulu. Awas aja kalau Abang nipu. Soalnya dulu pas Fira beli Indomie rasa Ayam Bawang, Abang bilang, maunya bawang yang merah apa yang putih. Pokoknya awas aja kalau Bang Bima bohong."
Tanpa ba-bi-bu Fira berlari menuju rumahnya. Ia berkata kepada Ibu bahwa Indomie rasa Soto Medan tidak ada, yang ada Indomie rasa Soto Sumatera Utara. Mendengar hal itu, Ibu, Ayah, dan kedua kakaknya, Fani dan Farhan pun sontak tertawa.
"Ya Allah, Dek, kamu diisengin lagi tuh sama Bima," ucap Farhan diselingi tawa.
"Ih, tu, kan. Suka kali dia jahili aku!" Fira memutar bola matanya dan mencebikkan bibir mungilnya.
Ia pun kembali bergegas menuju warung bik Tum seraya menyilangkan kedua tangannya. Ia benar-benar kesal dengan Bima, pasalnya ini bukan kali pertama Bima menjahilinya, tapi sering bahkan sangat sering.
Pernah ketika Fira disuruh ayahnya menukar uang besar ke uang pecahan di warung bik Tum, bukannya langsung dilayani, tapi Bima malah menyuruhnya merapal perkalian. Mau tidak mau Fira pun merapalkannya agar segera bisa menukar uang besarnya ke uang pecahan. Bima yang mendengar rapalan perkalian Fira pun tersenyum geli melihat kepolosan gadis kecil itu.
Fira juga pernah disuruh Bima merapalkan surat-surat pendek Al-Qur'an ketika ia disuruh ibunya membeli minyak tanah, lagi-lagi Fira pun menuruti permintaan Bima. Dan masih banyak lagi kejahilan-kejahilan yang Bima lakukan ke Fira, sampai-sampai Fira merasa sangat sebal dan kesal jika harus berinteraksi dengan Bima.
Fira yang sebelumnya kembali lagi ke warung bik Tum untuk mengomeli Bima, akhirnya pulang ke rumah membawa empat bungkus Indomie rasa Soto Medan dan tiga butir telur. Rasanya ia sudah tidak sabar menunggu sahur nanti malam agar bisa menyantap Indomie yang kelezatannya sudah tidak diragukan lagi.
Waktunya sahur telah tiba. Sayup-sayup terdengar suara orang-orang membangunkan warga untuk melaksanakan sahur. Ibu yang sedari tadi sudah bangun pun segera bergegas ke dapur untuk meracik Indomie Soto Medan kesukaan anak-anaknya.
"Fani, Fira! Ayo bangun, Nak. Waktunya makan sahur," panggil Ayah seraya mengetuk pintu kamar kedua anak perempuannya dan sesaat kemudian beralih ke pintu kamar Farhan yang terletak tepat di sebelah kamar Fani dan Fira.
Lima menit berlalu, semuanya kini sudah berada di ruang makan, lalu mereka membaca niat berpuasa yang dipimpin oleh Ayah dan bersiap-siap menyantap Indomie Soto Medan favorit mereka.
"Wah, Indomie buatan Ibu enak kali, Bu. Harumnya itu loh, Bu, bikin Fira nggak mau berhenti makan." Fira menyeruput kuah merah dari Indomie racikan ibunya dan menghirup aromanya dalam-dalam hingga menembus sanubarinya.
Ibu yang mendengarnya pun tersenyum geli melihat tingkah gadis kecilnya itu. Kalau soal meracik Indomie, Ibu memang jagonya. Selain irisan bawang merah dan bawang putihnya yang ditumis dulu, Ibu juga selalu menambahkan cabai merah yang sudah digiling halus, irisan tomat, irisan daun bawang, sawi manis, telur dan juga tidak lupa Ibu selalu menambahkan sedikit kecap agar rasanya semakin menggoyang lidah.
****
"Sayang, kamu nangis?" tanya Bima, yang kini sudah berstatus sebagai suami Fira.
"Iya, Bang. Aku nangis ingat masa kecilku dulu yang sering kamu jahili." Fira yang sekarang ikut Bima menetap di Surabaya itu pun mengangguk sembari menyeka cairan bening yang sedikit keluar dari sudut mata bulatnya itu.
"Hahaha, habisnya dulu kamu lucu, aku jadi gemes."
"Tapi, Fira nangis karena Fira juga kangen Ibu, Bang. Kangen masakan Ibu, kangen makan Indomie racikan Ibu," ungkapnya, "lebaran tahun depan kita mudik, ya, Bang? Soalnya udah empat kali lebaran kita nggak pulang."
Bima menampung wajah Fira dengan kedua tangannya dan menyeka air mata wanitanya dengan lembut. “Sabar ya, Sayang. Insyaallah nggak sampai nunggu lebaran tahun depan, tapi akhir tahun ini kita ke Medan. Nanti kamu puas-puasin deh makan Indomie buatan Ibu.”
Kedua sudut bibir Fira terangkat mendengar jawaban sang suami, rasanya ia semakin tidak sabar menunggu akhir tahun agar bisa menyantap Indomie racikan ibunya. Bima memang paling mengerti apa yang diinginkan istrinya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
