Usaha Mertua Merusak Rumah Tanggaku (Bab 3-4)

0
0
Deskripsi

Bab 3

 

Habis sudah kesabaran Raihan. Dia menikah dengan Kila karena mencintai gadis itu, tetapi saat akan berduaan dengan istrinya, sang Emak malah mengganggunya. Sudah sejak lama Raihan ingin membuat rumah baru, tapi Emaknya selalu membuat drama sakit stroke, sesak napas sampai nyaris sekarat saat Raihan mengutarakan keinginannya. Surati tidak mau ditinggal sang anak karena takut nanti tidak diurus saat dia tua renta. Akan tetapi karena tidak jadi membuat rumah baru, kini Raihan susah sendiri. Dia dan Kila seolah tidak punya privasi meski di kamar.

 

Saat ini Raihan membacok rumput-rumput liar dengan brutal, pria itu melampiaskan kekesalannya dengan membabat habis rumputnya.

 

“Buah tomat buah kedondong, yang santai dong.” Suara seorang pemuda berpantun terdengar. Raihan semakin kesal mendengar suara teman ngaritnya si Saiful.

 

“Pul-pul, diam aja deh daripada kamu yang aku babat!” sentak Raihan.

 

“Mas-mas, pengantin baru bukannya seneng malah senep. Kenapa emang?” tanya pemuda yang umurnya tujuh tahun lebih muda darinya.

 

“Apa jangan-jangan cuma berhasil ngokang tapi gak berhasil nembak?” tanya Saiful lagi.

 

“Hei, jomblo tau apa?” tanya Raihan balik.

 

Raihan semakin kesal, pria itu mengumpulkan rambanan atau rumputnya menjadi satu.

 

“Mas-mas, kalau gak berhasil malam pertama di rumah, ya bawa istri buat liburan. Dijamin deh gak ada yang ganggu,” kata Saiful. Raihan memicingkan matanya, pria itu bingung kenapa Saiful bisa tahu permasalahannya.

 

Saiful mendekati sang teman seperjuangan ngaritnya. “Mas, aku tau permasalahan Mas. Hidup di desa setitik bicara nyebarnya seluas samudra,” bisik Saiful..

 

“Bulan madu sana, jangan pulang kalau belum punya anak!” titah Saiful.

 

Raihan menatap Saiful dengan lekat, “Kusangka peternak, ternyata dukun beranak,” ujar Raihan.

 

Setelahnya Raihan ngacir pergi begitu saja seraya membawa rumputnya. Saran dari Saiful akan Raihan gunakan. Kalau di sini terus diganggu emaknya, bukan jadi anak yang ada jadi emosi.

 

Sesampainya di kandang, Raihan segera memberi makan kambing-kambingnya. Suara ‘mbek saling bersahutan terdengar.

 

‘Prang!

 

‘Brak!

 

‘Prang!

 

Suara benda-benda jatuh terdengar. Raihan menatap ke dapur rumahnya yang pintunya terbuka. Karena takut terjadi sesuatu, Raihan segera mendekat padahal rumputnya belum rata ke seluruh kambing.

 

Di dapur, Kila menatap wajan yang tergelempang dengan isi yang sudah berserakan.

 

“Mak, kenapa emak buang masakanku?” Tanya Kila.

 

“Memang kamu tau kalau Mak yang buang? Itu tadi ada kucing yang naik ke kompor dan menumpahkan masakanmu,” seloroh Surati seraya memelototkan matanya. Ini kalau menantu penakut, sudah pasti kena sawan melihat Surati. Atau bisa jadi menantunya menangis setiap hari hingga minta pulang ke rumah orang tuanya. Namun, ini Kila, perempuan yang tidak ada takut-takutnya dengan mertua.

 

“Ya kucing garongnya emak sendiri,” jawab Kila.

 

“Ada apa ini?” tanya Raihan sambil menatap emaknya.

 

“Mas, masakanku dibuang sama Emak. Itu juga lauknya yang aku taruh baskom dibuang juga,” jawab Kila langsung mengadu.

 

“Fitnah, Raihan. Istrimu ini tukang fitnah!” sentak Surati.

 

“Mak, jangan membuat ulah terus. Kila istriku, anak emak juga, harusnya emak bisa baik sama dia,” ucap Raihan.

 

Surati menampilkan wajah sedihnya, perempuan itu mendekati anak keduanya. Sebenarnya anak Surati ada dua, yang satu sudah berkeluarga yang rumahnya hanya berjarak tiga rumah darinya, kendati demikian anak pertama dan menantunya jarang datang. Maka itu Surati takut kalau anak keduanya membuat rumah, maka akan melupakannya juga.

 

“Raihan, hiks hiks hiks.” Surati menangis terisak-isak di depan Raihan.

 

Kila menajamkan penglihatannya melihat tingkah mertuanya. Kini Kila menatap suaminya juga untuk melihat respon pria itu. Kila mengepalkan tangannya, dia bersiap menghajar Raihan kalau Raihan percaya ucapan mertuanya.

 

“Raihan, anak emak tinggal kamu hiks hiks hiks. Bukan maksud emak jahat karena tidak suka Kila. Tapi emak pengen kamu mendapat perempuan baik-baik hiks hiks. Emak takut kamu salah pilih pasangan, saat emak mati kamu tidak bisa mengurus diri sendiri dan pasangan meninggalkanmu. Emak ini sudah tua, tapi emak gak sejahat itu membuang makanan. Emak pernah makan saja susah, jadi makanan apapun Mak menghargainya. Dan tega-teganya Kila memfitnah Mak membuang masakannya hiks hiks hiks ….” Surati mengoceh seraya terisak-isak.

 

“Orang luar selalu ingin menghancurkan hubungan kita. Kila ingin kita saling menjauh, Raihan. Hiks hiks hiks,” tambah Surati.

 

Raihan memutar bola matanya jengah melihat drama ibunya. “Emak, jangan drama kayak anak kecil deh!” pinta Raihan.

 

“Meski aku sudah menikah, aku tetap sayang sama Mak. Aku harap Mak juga menyayangi Kila,” tambah Raihan.

 

“Dan satu lagi, Kila istriku, bukan orang luar,” tandas Raihan.

 

Kila tersenyum saat sang suami lebih percaya padanya.

 

Surati yang merasa dramanya gagal pun segera pergi membawa kekesalannya.

 

“Eh mak-mak!” panggil Kila menghentikan langkah Surati.

 

“Apa?” tanya Surati sewot.

 

“Kalau butuh air mata buatan, ini air galon penuh,” ujar Kila menunjuk air galon di dekatnya.

 

Surati bertambah geram, perempuan itu menghentakan kakinya dan kembali pergi. Raihan menghampiri sang istri dan mencubit gemas pipi istrinya.

 

“Kila, jangan begitu sama emak!” tegur Raihan.

 

“Emakmu tuh buang masakanku,” seloroh Kila.

 

“Iya aku tau. Tapi kalau kamu begitu, emak semakin gak terkendali marahnya. Aku juga bingung gimana nengahin kalian berdua. Aku sadar kalau di satu rumah gak boleh ada dua ratu. Aku juga akan usaha buat bangunin kamu rumah sendiri meski emakku marah-marah,” ujar Raihan.

 

“Mas, sumpah deh aku gak apa-apa kalau tinggal di sini. Apalagi mengurus mertua aku juga gak keberatan, tapi kalau mertuanya kayak emak kamu, aku nyerah deh,” kata Kila.

 

“Aku juga bisa cari tempat tinggal sendiri kalau aku mau. Tapi melihat bapakmu yang suka masakanmu, aku jadi senang tinggal di sini,” tambah Kila.

 

“Kila, anggap saja emakmu itu radio rusak,” sambar Yasir yang datang segera membereskan wajan dan perkakas yang dibanting istrinya.

 

“Bukan hanya radio rusak, tapi setan. Sebenarnya setan pun sungkem sama dia,” batin Kila.

 

*

 

Raihan mengemas baju-bajunya serta baju Kila ke tas besar. Skincare dan alat make up Kila juga ikut masuk. Kila memasuki kamar pun mengernyitkan dahinya bingung.

 

“Kenapa kamu berke-”

 

“Hsstt!” Raihan segera menyuruh istrinya diam.

 

Raihan mengambil hpnya dan mengetik sesuatu di sana. Setelah selesai, pria itu menunjukan pada sang istri.

 

“Aku sudah membeli tiket privat trip ke Bromo, sekarang juga kita berangkat.” Kila membaca tulisan di hp Raihan.

 

“Kenapa kita tidak bicara saja?” tanya Kila berbisik. Raihan kembali mengetik di hpnya.

 

“Nanti kedengeran emak. Kamu dandan sana yang cepet, daripada kita ketinggalan kereta.”

 

Kila melakukan apa yang diminta suami. Perempuan itu hanya memakai kaos yang dibalut jaket, tanpa memakai bedak dia pun sudah siap berangkat.

 

Raihan membawa tas besar dan menggandeng tangan istrinya keluar kamar. Raihan bagai maling di rumahnya sendiri karena celingak-celinguk takut ketahuan emaknya.

 

Raihan keluar lewat pintu belakang, menyusuri semak-semak, melewati kandang kambing dan menuju ke perkebunan.

 

“Ini cabai udah dipupuk berkali-kali tapi gak merah-merah. Ijo terus.” Suara yang Raihan takuti terdengar. Raihan dan Kila saling berpandangan, setelahnya mereka menatap ke sumber suara.

 

Raihan merasa dipermainkan oleh takdir. Dia tidak lewat depan karena menghindar emaknya, tapi saat lewat pintu belakang malah emaknya ada di sana. Surati tengah melihat cabai seraya jongkok membelakangi Raihan.

 

“Kila, ayo!” ajak Raihan menarik Kila lagi agar lebih cepat.

 

Surati yang mendengar suara pun segera menoleh. “Raihan, mau kemana kamu?” tanya Surati berteriak sekencang-kencangnya sampai capung, kupu-kupu, lebah keluar dari sarang dan terbang berhamburan.

 

 

Bab 4.

 

Raihan dan Kila berlari sekuat tenaga, sedangkan Surati mengejar anak dan menantunya karena tidak mau ditinggal.

 

“Raihan, jangan kurangajar kamu! Jangan kabur tinggalin emak!” teriak Surati.

 

“Aku gak kabur, Mak. Aku hanya bulan madu satu Minggu, nanti aku juga pulang,” jawab Raihan berteriak juga.

 

“Bohong! Pasti kamu terhasut sama nenek lampir Kila buat meninggalkan emak. Kembali!” teriak Surati lagi.

 

“Ular … ular kobra!” Teriak anak kecil seraya melemparkan ular mainan ke kaki Surati. Surati menghentikan langkahnya, perempuan itu berteriak seraya menghentak-hentakan kakinya ke tanah karena ada ular.

 

Raihan menghentikan larinya sejenak dan menatap sang ibu. Mau ibunya segalak Medusa dan semenyeramkan grandong, tetapi Raihan tetap sayang ibunya. Takut ibunya dipatok ular, Raihan pun bergegas kembali. Namun, anak kecil dari kejauhan memberikan isyarat pada Raihan kalau itu ular mainan.

 

“Ular mainan. Cepat pergi!” titah anak kecil bernama Alfath tanpa suara. Raihan pun mengacungkan jari jempolnya dan kembali pergi bersama Kila.

 

Surati masih berusaha menginjak ular kobra tanpa menyadari anaknya sudah pergi.

 

“Itu ular mainan, Mbah,” ucap anak kecil mendekati Surati. Pun dengan Surati yang berhenti menghentakan kakinya. Saat melihat ular tidak bergerak, baru Surati berani mengambil ular itu. Dan benar, itu hanya ular mainan.

 

“Kamu kan yang melempar ular ini?” tanya Surati seraya melotot.

 

“Enggak. Tadi anak-anak kecil iseng melemparkan ke Mbah, setelahnya mereka lari. Aku malah baik ngasih tau Mbah,” jelas Alfath. Surati menyabetkan ular itu pada Alfath. “Halah, sudah pasti kamu pelakunya,” Sentak Surati. Alfath segera kabur sebelum dia babak belur oleh Mbah Surati.

 

Setelah naik taksi online, Raihan dan Kila naik kereta api dari stasiun Yogyakarta ke stasiun Kotabaru Malang.

 

“Aaah akhirnya kita liburan,” ucap Kila senang.

 

“Iya, aku senang banget kita bisa keluar berdua begini. Di rumah diganggu terus sama emak,” jawab Raihan.

 

“Oh iya, Mas. Anak kecil yang bantuin kamu tadi siapa?” tanya Kila.

 

“Itu anak tetangga. Agak jauh sih rumahnya, tapi dia sering ke kebun buat nemenin Om-nya cari rumput. Om dia itu temen seperjuangan cari rumput Mas,” jelas Raihan.

 

“Ooo,” jawab Kila.

 

Raihan menggenggam tangan Kila dengan erat. Baru di sini dia bisa puas genggam tangan Kila. Kalau di rumah sudah pasti dijulidin oleh ibunya.

 

Perjalanan cukup jauh mereka tempuh hingga sampai di stasiun Kotabaru. Sesampainya di stasiun, keduanya segera turun. Kila jalan sempoyongan karena kecapean.

 

“Aduh, bokongku sakit,” rengek Kila mengusap bokongnya.

 

“Bagian mana yang sakit? Sini aku usap.” Tangan Raihan menuju tubuh belakang sang istri. Buru-buru Kila menepis tangan suaminya.

 

“Mas, ini tempat umum. Jangan sembarangan!” pinta Kila.

 

“Udah gak sabar,” jawab Raihan. Kila memelototi suaminya agar tidak aneh-aneh, sedangkan yang dipelototi hanya tertawa cengengesan.

 

“Ayo cari makan!” ajak Raihan menarik tangan sang istri.

 

Kini keduanya berjalan-jalan di depan stasiun Kotabaru dimana banyak penjual makanan.

 

“Ah rasanya seneng banget jalan-jalan tanpa direcoki Surati,” batin Kila. “Semoga pas aku pulang nanti dia tinggal nama,” tambah perempuan itu. Namun, sesaat kemudian Kila menggelengkan kepalanya. Kila takut kalau doa-doanya malah berbalik ke dirinya sendiri.

 

“Ayam goreng atau ayam panggang?” tanya Raihan menunjuk kedai yang menunya lengkap.

 

“Nasi goreng seafood,” jawab Kila.

 

“Sayang, jangan nasi goreng. Nanti kamu ngantuk,” ucap Raihan.

 

“Ya gak apa-apa dong ngantuk. Ini kan udah jam satu siang, nanti sampai hotel aku mau tidur,” jawab Kila.

 

Raihan memanyunkan bibirnya. Sedangkan Kila yang tau maksud suaminya pun malah tertawa terbahak-bahak.

 

“Mas, kita pacaran satu tahun lebih dan kamu bisa menahannya. Masak nikah tiga hari kamu gak bisa nahan sih,” ujar Kila.

 

“Ya jelas gak bisa nahan, Sayang. Kan sudah ada ikatan sah. Berhubungan kalau sudah halal menambah pahala, karena suamimu ini baik hati dan suami soleh, maka itu suamimu mengumpulkan pahala dengan cara berhubungan sama kamu,” jelas Raihan bertubi-tubi.

 

“Mas, cari pahala gak cuma berhubungan, tapi sedekah, membantu orang lain,” jawab Kila.

 

“Ya yang utama berhubungan,” kata Raihan kukuh. Raihan mengajak istrinya masuk ke kedai.

 

“Mas, ayam bakar dua es jeruknya dua!” pinta Raihan.

 

“Aku mau nasi goreng seafood,” kata Kila pada sang suami.

 

“Hssst!” Raihan meletakkan jari telunjuknya ke bibir Kila. Kila menurunkan pelan tangan suaminya.

 

“Aku juga mau es teh,” tambah Kila merajuk.

 

“Bikin anemia,” jawab Raihan. Kila memanyunkan bibirnya, “Dasar anak Surati,” maki Kila pelan.

 

Di sisi lain Surati jadi kerumunan warga karena menangis histeris di depan rumah. Sudah dua jam perempuan itu menangis, meraung dan berteriak. Surati tidak terima saat ditinggal anaknya bulan madu.

 

“Huwaaa … anakku … kembali anakku!” Surati meraung-raung dengan kencang.

 

“Sudah, Yu, sudah! Anakmu perginya juga sama istrinya. Jangan ditangisi!” pinta Rohaya.

 

“Aku tidak rela, aku tidak iklas, pokoknya kembalikan anakku ke sini. Hiks hiks hiks.” Surati meraung dan memegangi dadanya yang terasa sesak.

 

“Susah payah aku membesarkan dia, menyayanginya dan mendidiknya, tapi saat besar dia malah memilih perempuan lain.”

 

Seorang pemuda menaiki motor jadul seraya membawa tumpukan rumput dan anak kecil di atasnya lewat. Mata Saiful dan Alfath menatap ke kerumunan itu.

 

“Berhenti, Om! Sepertinya ada keributan. Ayo lihat!” Ajak Alfath.

 

“Halah, males,” jawab Saiful. Bibir pria itu mengatakan males, tapi dia juga menghentikan motornya. Saiful sama keponya dengan Alfath.

 

Alfath si bocah gembul ginuk-ginuk kelas dua Esdeh turun dari tumpukan rumput dan bergegas menuju kerumunan.

 

“Misi-misi!” Alfath menyelip di antara ibu-ibu hingga dia berada di barisan depan. Alfath melihat Nyonya Surati yang sedang menangis tersedu-sedu.

 

“Gak iklas aku Raihan sama istrinya. Dalam agama pun dijelaskan kalau laki-laki setelah menikah tetap milik ibunya. Aku ibunya dan Raihan milikku,” ucap Surati.

 

“Yu, istighfar! Biarkan Raihan bahagia sama istrinya!” pinta Rohaya.

 

“Raihan milikku,” jawab Surati.

 

“Juga sapi-sapi itu milikku dan harus kembali padaku. Aku ingin Raihan mengembalikan Kila pada orang tuanya dan mengembalikan sapi padaku!” sentak Surati tidak ada malu-malunya.

 

“Astaghfirullah … begini nih kalau agama dipermainkan. Mbah Surati salah arti dalam kalimat ‘sampai kapan pun anak laki-laki tetap milik ibunya. Ya memang benar meski sudah menikah, anak laki-laki tetap milik ibunya. Itu artinya bila laki-laki setelah menikah kekurangan uang, tidak bisa mencukupi istrinya, wajib ibunya membantu. Bukan malah anak laki-laki harus memprioritaskan ibu terus,” oceh Alfath bertubi-tubi.

 

“Hei gendut! Tau apa kamu?” tanya Surati geram.

 

“Ya tau begitu. Laki-laki kalau sudah menikah wajib menomorsatukan istri. Sedangkan ibunya dinomorsatukan suaminya sendiri,” jawab Alfath.

 

“Bener tuh kata Alfath. Surati jangan terus-terusan ingin ngekep anakmu sendiri. Anakmu butuh bahagia,” sahut yang lain.

 

“Kalau anakmu gak boleh menikah, memangnya kamu yang mau menikahinya?”

 

“Iya, Surati. Biarkan anakmu bahagia. Nanti setelah bulan madu kamu dibawain cucu.”

 

Kini Surati merasa tersudut. Dia sudah nangis dan mengeluarkan air mata buaya, bukannya tetangganya iba, kini tetangganya malah tidak ada yang membelanya.

 

“Mbah Surati, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap perempuannya. Perempuan ini merujuk pada istrinya. Kalau gak percaya lihat saja di hadist riwayat Ibnu Majah nomor seribu sembilan ratus tujuh puluh delapan,” seloroh Alfath. “Sudah baik Mas Raihan memuliakan istri, eh emaknya marah-marah,” tambah bocah itu.

 

Hidung Surati kembang kempis mendengar ucapan Alfath. Wajahnya juga sudah memerah layaknya banteng siap mengamuk.

 

“Alfath!” teriak Surati siap menghajar Alfath. Buru-buru Alfath kabur tunggang langgang, pun dengan Saiful yang ikut kabur. Mbah Surati lagi mode senggol bacok, jadi sebisa mungkin mereka menjauh.

 

 

 

“Bismillah, Allahumma jannib naassyyaithaana wa jannibi syaithoona maarazaqtanaa.” Raihan berdoa lebih dahulu sebelum melepas bajunya.

 

“Mas, tumben berdoa. Kemarin-kemarin enggak,” celetuk Kila.

 

“Bismillah dengan berdoa tidak ada gangguan dari siapapun,” jawab Raihan.

 

“Tapi, Mas. Emak kamu tuh ajaib, bisa muncul kapan saja dan dimana saja,” bisik Kila.

 

Raihan menatap ke sekelilingnya. Di kamar hotel ini hanya ada dirinya dan Kila. Kendati demikian Raihan juga was-was mendengar ucapan istrinya, takut kalau sang emak muncul ke permukaan.

 

Raihan membaca doa lagi sampai tiga kali. Setelahnya pria itu melucuti pakaian istrinya. Cumbuan dan elusan Raihan berikan pada setiap inci tubuh istrinya. Kila tak mau kalah, perempuan itu balas mengelus tubuh suaminya.

 

Kini di kamar hotel itu hanya ada des4han dan er4ngan dari sepasang suami istri itu. Raihan melakukan pemanasan hingga benar-benar panas. Setelah siap, Raihan pun mengokang ‘icibosnya sebentar sebelum siap masuk.

 

Akhirnya Raihan gol juga tanpa gangguan siapapun. Kini tubuh Raihan dan Kila sudah menyatu. Di Yogyakarta mereka menikah, dan bisa berhubungan di kota lain.

 

Setelah satu ronde, Raihan menjatuhkan dirinya di samping sang istri. Tanpa babibu lagi tangan Raihan memeluk erat tubuh Kila.

 

“Mas, gerah. Agak sana!” pinta Kila..

 

“Masih pengen peluk-peluk,” rengek Raihan..

 

“Tapi gerah, Mas,” jawab Kila yang juga merengek.

 

Masih telanjang bulat, Raihan pun berdiri. Kila yang melihat itu malu sendiri. “Mas … masih gondal-gandul!” teriak Kila.

 

Raihan tidak peduli, pria itu mengambil remot AC dan menyetel suhu lumayan dingin. Kila segera menarik selimut untuk menghangatkan badannya, tetapi saat Raihan mendekat, Raihan segera menarik selimut itu dan membuangnya asal.

 

“Mas, dingin,” ungkap Kila.

 

“Hanya aku yang boleh menghangatkan tubuhmu,” kata Raihan dengan seringaian mesumnya. Kini Raihan memeluk tubuh Kila sangat erat. Kila yang kedinginan pun tidak mengelak lagi.

 

Emak Raihan tidak bisa Hp, maka itu emaknya tidak mengganggunya sama sekali. Kini Raihan bisa menikmati waktu bersama Kila dengan syahdu.

 

*

 

“Uh uh uh … memang pengantin baru itu romantisnya gak tanggung-tanggung,” ucap Yu Saroh seraya menatap hpnya.

 

“Siapa, Yu?” tanya Jaimah penasaran. Saat ini ibu-ibu tengah berkerumun di penjual sayur keliling. Seperti biasa, emak-emak belanjanya bentar, ghibahnya super lama.

 

Surati ikut belanja, tetapi dia tidak mau ikut perghibahan karena sedang tidak mood. Surati hanya membolak-balik ikan laut dengan perasaan kesal.

 

“Iya siapa pengantin baru yang romantis?” tanya yang lainnya. Kini emak-emak itu kepo dengan siapa yang dimaksud Saroh.

 

“Ini si Raihan. Status Whatsappnya foto-foto di hotel, di kolam renang dan di tempat-tempat indah sama istrinya,” jawab Saroh.

 

Bombastis side eyes si Surati langsung keluar. “Siapa?” tanya Surati meminta diulangi lebih jelas.

 

“Raihan,” Jawab Saroh lagi.

 

Surati segera merebut hp Saroh membuat Saroh berteriak, pun dengan orang-orang. Surati melihat foto romantis anak dan menantunya. Matanya menatap nyalang hp Saroh. Mungkin kalau di dunia fantasi, mata Surati sudah mengeluarkan laser api saking melototnya. Sebelum hpnya lenyap, Saroh segera merebutnya dari tangan Surati.

 

“Hah hah hah hah.” Dada Surati langsung sesak membayangkan anak dan menantunya romantisan tanpa dirinya.

 

“Tidak! Tidak bisa! Ini tidak boleh terjadi!” Surati terus bicara sendiri.

 

“Eh eh kenapa tuh?” tanya Jaimah menunjuk Surati.

 

“Halah biasa, dia gak rela anaknya menikah. Makanya sesak napas,” sahut Rohaya yang sejak tadi diam.

 

“Kayaknya mereka mau ke gunung Bromo deh, ini Raihan up lagi foto pakai jaket tebal.” Saroh malah semakin mengompori.

 

“Gak jadi beli, aku badmood,” seloroh Surati membanting ikan laut yang sudah dia pegang ke tempat asalnya. Perempuan itu segera pulang ke rumahnya.

 

“Pak … ayo nyusul Raihan ke gunung Bromo!” teriak Surati mengagetkan suaminya yang sedang ngopi.

 

“Ke gunung Kawi aja nyari pesugihan,” sambar Yasir.

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Usaha Mertua Merusak Rumah Tanggaku (Bab 1-2)
0
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan