
"Selamat siang Pak," sapa seseorang sambil menawarkan berjabat tangan.
"Selamat siang," aku terima jabatan tangannya. Dingin sekali batinku.
"Kamu sehat?"
************************
Melooww yellooww..
Happy Reading Bebs!
POV Garin:
Kita di bawah hujan
Langit tetap benderang
Pelangi pun datang menjelang
Kita merayu malam
Jangan sedih tenggelam
Bulan sabit beri senyuman
Kita meminta waktu
Satu hari berhenti
Satu masa dia memberi
Dunia di kala senja teduh pelita
Bertemu dalam ruang rindunya
Langit biru jadi jingga
Bawa pesan untuk kita
Silahkan bersatu..
Aku melanjutkan perjalanan menuju ke rumah. Di bawah langit yang semakin gelap dan jalanan yang masih diguyur hujan.
Sungguh senja yang meneduhkan buatku. Meskipun tak ada warna biru yang menjadi jingga, seperti lagu Maliq n D'essentials yang sedang berputar diplaylist-ku, namun senja kali ini aku lewati bersama seseorang yang lucu.
Mengobrol dengan Nala membuatku bersemangat. Nala adalah gadis yang imut dan manis. Keinginan bertemu dengan Nala membuatku lebih semangat berangkat ke kantor. Padahal dulunya kantor terasa hambar buatku. Hanya sekedar mengurus mesin-mesin itu membuatku bosan. Sudah hampir 5 tahun aku bekerja dengan mesin-mesin yang sama setiap harinya.
Semenjak Aleena memutuskan berhenti bekerja dari kantor 2 tahun yang lalu, hari-hari di kantor terasa begitu membosankan. Aleena gadis asal pulau Lombok lulusan sarjana psikologi Universitas Surabaya yang 2 tahun lebih muda dariku. Sejujurnya aku menaruh perasaan lebih pada Aleena saat itu.
"Maafkan aku Garin, aku sudah berjanji pada inaq-ku* untuk kembali ke rumah setelah selesai kuliah."
"Bisa mendapat kesempatan dan pengalaman bekerja di sini selama satu tahun adalah bonus untuk aku. Sekarang waktunya aku pulang. Maafkan Aleena tidak bisa terus menemani Garin di sini."
Itu adalah penolakan Aleena padaku saat aku memintanya untuk menjadi kekasihku. Aleena lebih memilih untuk kembali ke tanah kelahirannya dan mengabdikan diri mengajar anak-anak di sana.
Bertemu Nala mengingatkan aku pada Aleena. Kedua gadis itu jelas sangat berbeda bagai timur dan barat. Aleena cenderung kalem dan totally feminis, sedangkan Nala begitu tomboi dan periang. Kesamaan dari keduanya adalah senyuman mereka yang manis.
Aku ingat kurang lebih satu tahun yang lalu, aku menemani manager departemen engineering untuk menginterview beberapa fresh graduate yang melamar di perusahaan ini. Dengan malas-malasan aku masuk ke ruang interview, pekerjaan yang membosankan pikirku.
"Selamat siang, Pak," sapa seseorang sambil menawarkan berjabat tangan.
"Selamat siang," aku terima jabatan tangannya. Dingin sekali batinku.
"Kamu sehat?"
"Sehat Pak, maaf saya tidak tahan dingin AC," sambil tersenyum.
Manis. Kutatap dia dan balas tersenyum.
Pertanyaan demi pertanyaan mengalir dari Pak Hendrik, manager departemenku, dari aku sebagai perwakilan senior, dan Pak Ali dari departemen HR**. Ada 3 orang pelamar kerja yang kami interview siang itu.
"Nama saya Nala Oktavia Rani, panggilannya Nala, saya lulusan Sarjana Terapan atau D4 jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Malang."
Dia memperkenalkan dirinya dengan santai. Ada yang manis dari gadis ini, apa ya, wajahnya biasa saja, badannya juga kecil sedikit berisi, rambutnya hitam bergelombang, tidak kentara karena dia mengikatnya.
Dengan memakai celana bahan berwarna hitam dan kemeja lengan pendek berwarna cream yang terlihat manis di kulitnya yang beige. Serta sepatu kets abu muda yang terlihat modis. Gadis ini menyita perhatianku.
Selama tanya jawab, aku terus mengamatinya. Senyumnya manis. Matanya, ya matanya indah.. dan tajam. Serta bulu mata yang lentik. Lucu dan imut menurutku.
"Badan sekecil itu, tidak takut kejepit mesin-mesin yang macam raksasa di sini?"
Aku bertanya sambil sedikit tersenyum meledek. Aku benar-benar membayangkan bagaimana gadis kecil ini akan memanjat mesin-mesin yang super besar di pabrik ini.
"Saya pandai memanjat," jawabnya lagi-lagi sambil tersenyum.
"Menarik!" sela Pak Hendrik. Bisa aku lihat, managerku pun sepertinya tertarik dengan gadis mungil ini.
Sejak hari itu entah kenapa aku seperti sedikit menaruh perhatian pada Nala. Dalam departemen engineering, sebagian besar tentu adalah laki-laki. Wanita hanya ada pada bagian admin departemen. Nala adalah teknisi wanita pertama yang masuk pada departemen kami. Dan benar saja seperti yang dia katakan saat interview, Nala benar-benar hebat dalam memanjat, dalam ukuran wanita tentu saja.
Nala membawa nuansa yang berbeda dalam departemen engineering. Pembawaannya yang ramah, ceria dan selalu riang, menularkan semangat pada teman-teman lainnya.
Membuatku malu kalau aku ingin bermalas-malasan. Malu lah sama wanita, batinku.
Beberapa kali saat aku hendak pulang bekerja, aku melihat Nala sedang menunggu angkot di depan gerbang kantor. Kadang sendirian, namun tidak jarang juga bersama dengan teman-teman lainnya yang juga sedang menunggu angkot atau jemputan.
Aku pernah bertanya, kenapa tidak memakai motor saja saat bekerja. Ketika aku tau kalau Nala sebenarnya juga bisa mengendarai motor. Di pabrik untuk urusan yang harus berpindah tempat antara satu gedung ke gedung lainnya, berjalan kaki tentu memakan waktu lebih lama, jadi kami seringkali memakai motor untuk akomodasi. Dan ternyata Nala juga bisa mengendarai motor sendiri.
Jawabannya sewaktu aku bertanya hanya membuatku melongo.
“Soalnya kalau pakai motor aku gak bisa ngelamun pak. Kalau di angkot enak. Pas naik tinggal bilang saja mau turun di mana. Nanti kalau sudah mau sampai pasti diingatkan sama keneknya. Apalagi kalau supir dan keneknya sudah hapal aku setiap hari naik angkot itu.”
Benar-benar gadis aneh.
Dan sore ini pun ku dapati dia sedang melamun di bawah pohon trembesi raksasa di depan gerbang kantor.
“Hobi banget ngelamun. Ngelamunin apa coba kalau setiap hari.” Tanpa sadar aku jadi sering tersenyum sendiri kalau mengingat kelakuan konyol Nala.
Pernah satu kali aku melihatnya dijemput seorang laki-laki memakai motor. Sesuatu yang jarang terjadi. Saat itu aku mengira lelaki itu adalah pacar Nala. Sampai keesokan harinya aku tak tahan untuk tidak menanyakan hal itu pada Nala.
“Kemarin dijemput pacar kamu ya?”
“Pacar? Di mana pak?” Nala malah balik bertanya.
“Yang pulang kerja kemarin, naik motor.”
“Ooh.. adik aku itu. Lagi libur kuliahnya. Ada maunya aja makanya mau ngejemput. Kalo enggak ya gak bakalan mau jemput jemput kakaknya.” Eh Nala malah cemberut menceritakan tentang adiknya.
“Ooo..” aku tak tahan untuk tidak bertanya lagi.
“Kalau pacar kamu, anak mana?”
“Hhh.. Au ah pak gelap.”
“Endi onok seng gelem dadi pacarmu, Nal. Lek gawananmu tang ngono kuwi. Wedi mbok thuthuk.. hahaa..” eh nyamber dari mana ini orang. Eko yang tiba-tiba saja muncul dari belakangku.
(Mana ada yang mau jadi pacarmu, Nal. Kalau bawaanmu tang begitu. Takut kamu pukul.. hahaaa..)
“Enak aja!” Nala hanya bisa memelototi Eko.
“Nal, gambarno iki, Nal. Digawe nggone exhaust fan sing anyar!”
(Nal, gambarkan ini, Nal. Dibuat tempat exhaust fan yang baru.)
Meskipun Eko adalah yang paling sering menggoda dan menjaili Nala, tapi aku tau Eko sangat senang ada Nala di departemen kami. Nala memiliki kemampuan mechanical design yang paling baik di antara kami semua di sini.
Perjalanan dari rumah Nala ke rumahku hanya memakan waktu 10 menit. Sepuluh menit yang tidak terasa aku habiskan dengan mengingat gadis mungil itu.
Usiaku telah menginjak 28 tahun. Secara materi aku sudah lumayan punya modal untuk menjalin kasih yang serius dengan seorang wanita. Tapi secara hati, belum ada satu wanita pun yang bisa membuatku merasa ingin untuk memiliki.
Lalu apa arti aku yang sering memikirkan mengenai Nala akhir-akhir ini?
Apa hanya karena telah terbiasa bertemu dengannya yang hampir setiap hari.
Atau hanya karena perasaan bosan dengan rutinitas yang begitu saja selama beberapa tahun. Dan kehadiran Nala hanya membuatnya terasa berbeda saja.
Atau ada alasan lainnya. Aku sendiri pun tidak mengerti.
Aku parkirkan mobil di garasi rumahku.
Sudahlah! Sudah cukup untuk hari ini. Aku hanya ingin mandi dan berganti pakaian. Besok pagi aku ingin kembali bekerja dan bertemu dengan Nala kembali..
*************************************
*Inaq adalah panggilan ibu dalam bahasa sasak
**HR : Human Resource
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
