
Part ini adalah lanjutan dari bagian 1 (Tidak Boleh Sekolah) mamak melarang neng melanjutkan sekolah karna kondisinya yang tak kujung membaik sampai mamak konsultasi sama kepala sekolah neng dan mendapatkan jawaban yang membuat neng menangis. Simak yu kelanjutannya
setelah emak bapak dan teteh mengalami dilema beberapa hari dan aku tak hentinya menangis ingin lanjut sekolah akhirnya emak menemui kepala sekolah dan guru wali kelas di sekolahku sebelumnya. Meminta masukan dan pendapat para guru yang mengajariku.
“Mak. Saran saya neng Elis ini lanjutkan saja sekolahnya. Dia bisa mengikuti pembelajaran dengan baik dikelas meskipun tidak dapat ranking tapi nilainya cukup untuk bekal melanjutkan pendidikan mak. Meskipun fisiknya berbeda tapi kecerdasannya bisa sama bahkan lebih cerdas dari anak lain mak.” jelas guru wali kelas kepada mamak yang saat itu mendatangi ruang kepala sekolah.
“Iya mak. Saya yakin neng bisa lebih semangat belajarnya apalagi sudah bisa mandiri pakai tongkat kan mak tidak digendong lagi. Saya akan bantu untuk proses pendaftarannya mak.” tambah kepala sekolah yang dari neng kelas 1 sangat peduli dengan neng.
Mamak hanya terdiam termenung dengan air mata membendung dikedua mata nya kemudian mamak mengucapkan terimakasih dan berpamitan pulang. Setibanya dirumah mamak memeluk neng dan bilang.
“Neng yakin mau lanjut sekolah?” tanya mamak lagi meyakinkan.
“Mak tega sekali kalo neng tidak disekolahkan. Neng jangan seperti saya mak yang tidak lulus SD pun karena tidak ada biaya.” jawab teteh yang saat itu marah mengenang perjalanan sekolahnya yang tidak emak lanjutkan. Aku kaget. Teteh yang ku tau seperti anak anak sebenarnya dia sangat dewasa pemikirannya dan sayang sama adiknya.
“Teteh kan kalo sekolah tidur terus. Gak naik kelas 2 tahun di kelas 1 dan 2 tahun di kelas 2. Aa mau masuk SMP emak ga ada biaya”. Jawab emak menjelaskan kondisi yang sebenarnya.
“Mau sekolah mak. Apapun kondisinya neng mau lanjut sekolah mak. Neng janji belajar yang rajin bikin emak, bapa, teteh, aa bangga sama neng”. Jawabku sambil mengusap air mata yang mengalir di pipiku.
“Besok kita urus pendaftarannya ya". Jawab mamak. Aku makin menangis terharu sambil memeluk mamak.
Hari selanjutnya aku dan bapak ke sekolah SMP untuk daftar ulang dengan motor bebek yang biasanya bapak pakai untuk ngojeg malam. Saat itu aku belum berani turun dan jalan mengenakan tongkat bapak saja yang turun dan membawa berkas persyaratan. Aku duduk di motor sambil memperhatikan gerbang besi sekolah yang dibalik gerbang itu ada lapangan luas yang dikelilingi gedung 2 lantai.
Hari pertama masuk sekolah tinggal beberapa hari lagi aku belum dibelikan seragam, tas dan sepatu baru oleh mamak. Aku tidak berani meminta karena aku tau pasti mamak tidak punya uang untuk beli yang baru. Sore itu ketika aku pulang bermain dengan teman teman, mamak membawa 1 kresek baju berwarna biru dan putih.
“Neng tadi mamak dari sodara bapak yang di cirejag, mamak cerita neng mau sekolah terus sementara mamak belum belikan neng seragam sekolah. Ini ada seragam bekas anak sodara bapak. Coba pakai dulu, kalo kegedean nanti mamak jahit dikecilkan”. Jelas mamak sambil duduk di bale depan rumah kemudian masuk mengambil minum di teko.
“Iya terimakasih mak”. Jawabku dengan hati yang sangat bahagia.
“Sepatu dan tas yang lama masih bisa dipakai kan neng? Pakai itu aja dulu ya”. Tanya mamak sambil duduk membantuku memilih seragam yang pas.
Aku mengangguk sambil sibuk mengenakan seragam yang mamak bawa.
Setelah mengikuti masa orientasi sekolah aku memulai hari pertama belajar di SMP. Gedung, guru guru, teman teman dan suasana yang baru membuat aku lebih bersemangat untuk belajar dan berjuang meraih mimpiku. Saat itu aku bercita cita menjadi guru.
Di kelas 1 SMP kelasku berada di lantai 1 samping tangga dan dekat dengan kantin. Meskipun disekolah aku terlihat ceria dan mengikuti pelajaran dengan baik, namun malamnya aku terpikir bagaimana cara menaiki tangga sekolah agar bisa sampai ke lantai dua khawatir kelasku dipindahkan ke lantai 2 nanti. Aku merasa kemampuan sosialisasi ku membaik dimana aku lebih berani menjawab pertanyaan guru ke depan kelas ataupun tunjuk tangan. Sebelumnya aku pasti diam ketika ditanya guru aku menunggu yang lain menjawab dulu baru aku jawab. Saat SMP aku berubah, aku menjadi pribadi yang makin percaya diri dan rajin belajar. Paling menyenangkan ketika pelajaran olahraga dimana aku bisa mengikuti keluar kelas untuk kegiatan olahraga bahkan keluar sekolah untuk jalan sehat dibonceng motor oleh guru olahraga pa Dudi namanya.
“Neng kalo mau ikut jalan ke luar sama bapak ya pakai motor”. Tawar pak Dudi kepadaku.
“Mau pak. Terimakasih sebelumnya pak. Maaf merepotkan.” jawabku.
Ditengah perjalanan menuju tempat istirahat teman teman, pa dudi melontarkan beberapa pertanyaan seperti tempat tinggalku dimana dan siapa nama bapakku. Setelah ku jawab, pa dudi pun kaget dan mengutarakan, “loh bapak tau neng kalo rumah neng disitu dan anak bapak S*** mah. Soalnya bapak pernah ke rumah neng waktu itu sebelum bapak jadi guru. Bapak pernah jadi debt kolektor motor hehehe.” jelas pak Dudi sambil tertawa mengenang masa itu.
“Loh masa sih pak? Wkwkwk.. iya pak waktu dulu ketika saya SD kelas 2 selalu ada debt kolektor yang nagih ke rumah karna aa ga setor motor kata emak. Sampai saya diajak ngumpet ke sawah bapak sama emak.hehehe”. Ceritaku juga kemudian kita tertawa bersama sambil menikmati angin sepoi sepoi dan hamparan sawah yang hijau.
Selanjutnya hari hari di sekolah ku berjalan dengan indah dan penuh perjuangan dimana aku mengalami krisis uang jajan yang memaksa aku harus jualan pulsa. Aku dikenalkan dan diajarkan jualan pulsa oleh teman aa ditempat kerjanya dari hasil jualan itulah aku bisa jajan dan membeli buku buku dan dibantu mamak bapak dan aa juga. Masa indah disekolah selain aku terkenal karna semangat dan kepintaranku yang sering diceritakan guru guru kepada adik kelasku aku pun terjebak dengan kisah kasih di sekolah yang rumit. Mungkin saat itu aku mulai pubertas sehingga Allah hadirkan rasa cinta di hatiku. Skip soal percintaanku di masa SMP karena tidak begitu memberi manfaat bagiku.
Tibalah waktunya pembagian raport dimana para orangtua diminta hadir dan menerima raporan pembelajaran anaknya selama 1 tahun. Saat itu mamak lah yang selalu datang ke sekolah dengan semangat mengambil raport ku. Setelah para orangtua memasuki kelas dan duduk dibangku, ibu wali kelasku datang memasuki kelas dan menyapa para orangtua.
“Baik bapak/ibu selamat datang di sekolah, hari ini saya akan menyerahkan laporan belajar putra/putri bapak/ibu sekalian. Sebelum memulai pembagian raport ini saya akan menyebutkan siswa yang berprestasi juara 1 sampai 3. Bagi anak bapa/ibu yang juara saya ucapkan selamat dan pertahankan terus ya prestasinya. Bagi bapa ibu yang anaknya belum berkesempatan dapat juara tidak perlu dimarahi ya semangati anaknya agar lebih rajin lagi”. Jelas ibu wali kelas.
Para orangtua mengangguk setuju dan terlihat tidak sabar menerima raport anaknya termasuk mamak yang waktu itu duduk paling depan. Sedangkan kami menunggu didepan pintu.
"Baiklah langsung saja ya saya sebutkan mulai dari urutan juara pertama diraih oleh
Dea chandra safitri" sedetik kemudian riuh tepuk tangan dan orangtua murid pun ke depan kelas menerima raport dan bingkisan dari guru.
"Juara 2 diraih oleh
ELISWATI" mamak langsung berdiri dan berjalan ke depan kelas diiringi tepuk tangan dan jeritan teman teman diluar kelas. Aku termenung tak percaya sambil dipeluk oleh teman teman. Mamak keluar kelas membawa raport dan hadiah kemudian memeluk aku juga.
“Selamat yaaa… anak mamak memang hebat. Ayo kita pulang mamak masak yang enak buat neng”. Ucap emak sambil mengusap air matanya yang menetes di pipi mamak. kemudian menuntunku dari belakang. Aku tak menjawab apa apa hanya berusaha mengusap air mata ku yang tak henti hentinya keluar.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
