Lipstik Merah Starla 66-72 End

0
1
Deskripsi

Bisa baca gratis di wattpad dan karyakarsa. Sudah end. 

Fight 66

Beberapa jam setelah acara Aniversary FG Group selesai. Starla duduk termangu di ruang persiapan.

Acara hari ini benar-benar berantakkan. Walau Adam telah menghimbau, ah tidak! Lebih tepatnya mengancam para tamu untuk tetap di tempat. Tapi tetap saja, bagi Starla ini adalah acara terburuk.

Ingatan Starla mengulik tentang David Faranggis. Saat pulang tadi, ia menampakkan ekspresi yang sulit diartikan. Satu hal yang Starla tahu. Setelah berhasil mendepak Daniel. Starla harus berhadapan dengan pamannya, David Faranggis.

“Hah, itu bukan sesuatu yang mudah,” gumam Starla seraya mengendurkan pundaknya.

“Apanya?” sahut suara baritone.

Dari suara itu Starla sudah yakin itu milik Adam. Hah, walau ia bertanya-tanya bagaimana Adam bisa menemukan dirinya di sini. Tapi sudahlah! Dia kan Adam. orang yang akan melakukan apapun untuk bisa memenuhi keinginannya.

“Bukan apa-apa,” jawab Starla.

“Kamu terlihat lebih tertekan. Ada hal lain yang menganggu mu?”

“Tidak. Tidak ada kok,” ujar Starla. Ia kemudian bangkit dengan semangat. Percayalah! Starla tidak mau terlihat banyak pikiran. Hari ini adalah hari kebebasannya. Segala bentuk overthingking biarkan saja berlalu.

“Kamu kepikiran tentang David Faranggis?” celetuk Adam.

DEG!

Ah, memang hanya Adam yang paling mengerti pola pikir Starla. Apa karena mereka banyak menghabiskan waktu bersama akhir-akhir ini?

“Rupanya aku tidak bisa menyembunyikan apapun ya?” terdengar kekehan singkat lalu Starla duduk kembali.

“Kamu lihat kan acara tadi? Aku benar-benar sudah mengacaukan perusahaan ini. Paman pasti akan mengambil keuntungan dari kekacauan ini. Perjalanan ku belum selesai. Ini baru permulaan. Setelah memikirannya rasanya pundak ku semakin berat. Yah, mungkin karena aku lelah.”

Benar, pikiran Starla mungkin sedang kalap. Itu sebabnya Starla merasa ingin menyerah.

“Syukurlah,” sahut Adam. Spontan membuat Starla menoleh. Kenapa orang ini mengucap syukur di saat Starla banyak beban pikiran?

“Syukur kamu tidak memikirkan tentang pengemis itu. Percayalah, sesaat setelah masuk dari pintu itu dan melihat mu murung. Aku langsung berpikir kamu merasa sedih dengan kejadian tadi. Aku benar-benar takut rasa sesal menjamah hati mu.”

Mata Starla membelalak singkat setelah itu menyendu dengan pancaran binar keindahan. Ah, kenapa Starla baru sadar kalau Adam itu menggemaskan saat cemburu?

“Aku tidak memikirkan Daniel. Terserah dia mau bagaimana. Aku tidak peduli lagi,” Starla melirik ke tangan Adam. Ia penasaran dengan paper bag yang dibawa Adam sejak tadi. Itu tidak terlihat seperti souvenir dari acara ini.

“Oh ya! Aku membelikan ini untuk menenangkan mu. Ku pikir kamu membutuhkannya di situasi ini,” sahut Adam. Ia pun baru ingat dengan benda di tangannya.

Sebuah kotak berisikan coklat premium tersaji di depan Starla. Seulas senyum itu melebar hingga barisan gigi rapihnya tampak.

“Ini untuk ku?”

“Humm…. Kamu suka coklat kan? Ah, tadinya aku ingin membeli coklat panas. Tapi sepertinya tidak cocok dengan situasi panas ini. hehe,” cengir Adam manja.

“Terimakasih,” tutur Starla lembut. Ia mengambil satu coklat dengan garpu kecil yang sudah disediakan dan melahapnya. Senyumnya semakin mengembang indah saat sensasi manis menyapa lidahnya.

“Kamu mau?” tawar Starla yang mendapatkan Adam mencuri lirik.

“Tidak. Aku tidak suka manis," dusta Adam.

“Emh… kamu yakin?” tanya Starla lagi seraya memajukan tangannya ke depan Adam.

Siapa yang tidak terkejut dengan perlakuan manis ini? Apalagi dia Starla. Orang yang seribu kali setahun menunjukkan sisi manisnya. Adam pun langsung melahap satu suapan itu seolah tidak mau kehilangan kesempatan.

“Manis….” Tutur Adam sambil melayangkan tatapan suka.

“Bagaimana? Lebih manis coklat ini apa pocky kesukaan mu?” goda Starla. Ia baru ingat Theo pernah membelanjakan sekantong besar pocky untuk camilan Adam. diam-diam laki-laki ini menyukainya. Tapi tidak mau kesukaannya terekspos. Karena biasanya laki-laki cool suka yang pahit-pahit.

Pipi Adam terpantau bersemu. Ia sedikit terlonjak namun detik berikutnya memasang wajah netral kembali. sepertinya dia benar-benar tidak ingin siapa pun tahu kesukaannya yang satu itu.

“A-apa yang kamu bicarakan? Pocky apa?” tanya Adam pura-pura bego.

“Sudahlah, aku tahu kamu suka makanan manis. Buat apa disembunyikan? Toh, kamu masih terlihat keren saat menyukai manis.”

“Be-benarkah?”

“Humm…” angguk Starla semangat sembari melahap coklat.

“Baiklah. Aku mengakuinya.”

Sekali lagi, Theo aman dari pemotongan gaji yang dicanangkan Adam jika Starla tidak berkata demikian. Ia tahu pasti Theo yang membeberkannya karena hanya orang itu yang tahu kebiasaannya. Bahkan orangtua Adam tidak tahu.

“Ah iya. Aku punya kejutan untuk mu,” sela Adam di saat Starla sibuk memakan coklat.

“Kejutan apalagi sekarang?”

Starla pikir kejutannya seperti halnya coklat ini. Tapi prediksi Starla salah! Ini lebih dari sekedar kejutan!

Mata Starla dibuat membulat berkat secarik kertas berisi serah terima 35% saham milik David Faranggis ke tangan Aldebara Adamson. Gampangnya bilang ini adalah penyerahan tanpa syarat. Biasanya akan ada feedback keuntungan. Tapi yang Starla lihat ini benar-benar penyerahan sepihak tanpa imbalan apapun.

Apa yang dilakukan Adam selama jeda waktu beberapa jam itu? Sampai bisa membuat David Faranggis bertekuk lutut menyerahkan sahamnya.

“Ba-bagaimana bisa?” ucap Starla hampir menganga.

“Yah, aku hanya mendatanginya untuk bicara empat mata. Dan semuanya mengalir begitu saja, hehe,” cengir Adam mencurigakan.

Starla tidak bodoh! Ia tahu seberapa ambisius Pamannya. Dan dengan mudahnya Adam merebut satu-satunya senjata David Faranggis di FG Group?

Di sisi lain, Adam menyembunyikan fakta bahwa  ia menggunakan akses dunia bawah untuk mengancam David Faranggis. Ingat kan kalau Adam itu bukan pembisnis baik yang menggunakan jalur normal? Ia punya banyak pion di dunia bawah. Namanya sudah dikenal banyak orang. terlebih Adam punya Theo. si Peretas handal dan Soya, janda anak satu si pemilik bar malam.

Mereka adalah ladangnya informasi. Dengan kolaborasi mereka. mudah  bagi Adam mendapatkan kelemahan David Faranggis. Tak perlu disebutkan satu persatu. Yang jelas semakin sukses seseorang. Semakin besar ambisinya hingga melupakan moral dan aturan.

“Jadi… kamu punya 35% saham di FG Group?” tanya Starla. Ia penasaran, tapi bukan berarti harus memaksa Adam angkat bicara. Ikuti saja alurnya. Jika Adam benar-benar mencintainya suatu saat dia pasti akan bicara.

“Emh… yah, ku pikir begitu….”

“Syukurlah, beban ku berkurang sedikit,” ucap Starla lega. Yah setidaknya ia tidak perlu berhadapan dengan Pamannya. Kalau pun Adam punya niat terselubung seperti kecurigaannya di awal. Starla akan menghadapi Adam. Sama seperti Starla menghadapi Daniel.

“Untuk sekarang, kita perbaiki internal FG Group dulu,” ucap Adam memberi saran.

Jujur saja, Starla masih agak canggung membicarakan internal FG Group dengan Adam. Pasalnya sejak dulu keluarga Faranggis dan Adamson seperti rival bisnis yang tidak pernah mengungkapkan strategi satu sama lain. Tapi kin Starla harus merubah prinsip itu. Karena Adam memiliki seperempat dari FG Group.

“Ya, kamu benar. Emh… Adam. Aku tahu kamu lebih berpengalaman dari pada aku. Jadi—“

PLUK!

Tangan besar itu mengusap pucuk kepala Starla dengan lembut. “Tidak perlu meminta. Aku pasti akan membantu mu mengolah FG Group. Lalu satu hal lagi, setelah FG Group kembali kokoh seperti dulu. Aku akan mengembalikan seperempat saham ini pada mu.”

DEG!

“Tidak perlu! Kenapa kamu melakukan itu! Itu milik mu.”

“Queen, kamu tidak kasihan pada ku?” ucapnya memelas. “Aku sudah kerepotan mengurusi DIB Group dan sekarang harus FG Group juga? Ayolah, bukankah FG Group punya wanita tanggung seperti mu?”

“Ta-tapi….”

“Queen, ingat kan? Manfaatkan aku sesuka mu. Jika kamu meminta DIB Group pun dengan suka rela ku serahkan. Bagi ku, bisnis bisa dimulai dari nol tapi untuk menarik hati seorang Starla aku tidak mau memulainya lagi dari nol. Karena itu susah sekali.”

Starla terkekeh singkat. “Adam… kamu berlebihan sekali. Mana mungkin aku minta DIB Group. Aku bukan wanita serakah.”

“Hehe, karena itu lah aku menyukai mu Queen.”

Mereka diam cukup lama. dengan pikiran masing-masing. Entah ada angin dari mana. Adam hendak melancarkan niat kuat dalam hatinya. Ya, Adam ingin melamar Starla sesegera mungkin.

Sayangnya, hal itu Adam urungkan karena ini bukan waktu yang pas. Adam akan menunggu. Sampai Starla benar-benar siap.
 

Fight 67

Amplop coklat berisi surat panggilan pengadilan atas perceraian yang dilayangkan Starla tempo lalu tertata apik di atas meja. Entah di mana Keberadaan Daniel setelah hari itu. kembalinya pengajuan surat perceraian ini dengan tanda tangan miliknya menandakan dia setuju atas gugatan Starla.

Yah, hari itu adalah pukulan telak bagi Daniel. beberapa hari setelahnya, Daniel resmi dicopot dari kursi Presedir tanpa penolakan. Dia terlihat pasrah. Sorot matanya seperti ikan mati yang tak memiliki gairah hidup. Sedangkan Alarie….

Ah, sejatinya Starla sudah terlanjur kecewa dengan manusia itu. Tapi Starla masih punya hati untuk tidak menghancurkan Alarie lebih dalam dari ini. Ya, biarkan saja seperti ini. dia mendapatkan karmanya secara instan. Dibuang dan tak diargai oleh laki-laki yang dengan tulus ia cintai.

“Hah, aku kembali di titik nol lagi,” gumam Starla. Ia menekuk lutut dan menyandarkan kepalanya pada kepala sofa. “Semuanya pergi. Aku benar-benar sendirian sekarang,” matanya menelusuri seisi apartemen. Jujur saja, bayang-bayang Daniel belum hilang dari benaknya.

Emh, bagaimana ya menjelaskannya? Selama ini Starla hidup dengan tujuan mengusir Daniel dari hidupnya. Tapi Starla melupakan poin penting lainnya. Setelah tujuannya terlaksana. Lalu setelahnya bagaimana?

Memimpin FG Group? Ya, itu adalah keharusan. Tapi, apakah Starla siap? Pundaknya tak sekokoh sang Ayah yang dengan telaten membangun FG Group sedikit demi sedikit.

“Hah, memimpin perusahaan adalah tugas laki-laki….”

Tiba-tiba terbesit sosok Adam dalam benaknya. Bagaimana jika suatu saat Adam melamarnya? Ah, jika di tangan orang itu, Starla tak akan ragu dengan kemampuannya. FG Group dapat dipastikan kembali ke masa jaya. Tapi… spontan Starla menggeleng kepala dengan cepat. Ia harus menyingkirkan pikiran aneh ini. Adam memang pernah mengungkapkan perasaannya. Tapi hati seseorang kan bisa berubah sewaktu-waktu. Mungkin saja Adam akan bosan dengan Starla dan….

Oh tidak!

“Kenapa aku tidak kepikiran tentang ini?!”

“Bagaimana kalau Adam tiba-tiba bosan dan tidak mencintai ku lagi?”

“Dia pasti akan mengambil FG Group sepenuhnya!”

“Arrrgggghh Starla! Kenapa kamu tidak berpikir sejauh itu dan main terima bantuan dia saja?!”

“Aaaaahgghhh!”  jerit Starla seraya membekap wajahnya dengan bantalan sofa. Setelah puas menumpahkan kekesalannya. Wajah yang terbenam bantal itu menampakkan dirinya. dengan raut malu-malu Starla bergumam. “Sepertinya aku harus sedikit berdandan,” ungkap Starla salah kaprah.

Detik berikutnya handphone di meja bergetar. Panggilan dial memenuhi layar handphone itu dengan nama ‘beban’ mentereng jelas.

“Baru saja dipikirkan. Sudah muncul saja. Dasar!” dengus Starla. Di sisi lain pipinya bersemu merah. Overthingking yang berujung salah kaprah itu mencetuskan hal agresif. Ya, Starla harus memikat Adam agar dia tidak bosan dan berubah pikiran merebut FG Group!

“Ehem… Ha-hallo?”

“Malam Queen, kamu sedang apa?”

“Yah, se-sedang santai. Ku pikir begitu….”

Apa ini? Kenapa Starla jadi kikuk begini!

Kalau begitu… bolehkah aku ke apartemen mu?”

“Ha? Mau apa?”

Main,” celetuk Adam seringan bulu, padahal ini jam delapan malam di mana lingkungan apartemen sedang ramai-ramainya.

“Tidak waras!” gumam Starla keceplosan. Ia langsung membekap mulutnya. Baru sadar, Starla kan harus membuat Adam terpikat agar tidak mengambil FG Group sepenuhnya.

Hahaha, untung yang bilang Queen. Jika orang lain sudah ku pastikan namanya tidak ada di daftar kependudukan Negara ini lagi.”

“…. Ma-maaf. Aku kelepasan.”

Tidak biasanya kamu meminta maaf setelah menghina ku. Wah, sepertinya isu kiamat sudah dekat benar terjadi ya?”

“Jangan meledek ku! Me-memang apa salahnya minta maaf? Toh, aku tidak seharusnya berkata kasar seperti itu.”

“….”

“Adam? kenapa kamu diam?”

“Adam?”

Ah, tidak, tidak. Aku hanya berpikir kamu sedikit aneh malam ini. Apa ada yang menganggu pikiran mu?”

Ya, kamu! Batin Starla.

“Tidak kok. Aku baik-baik saja. Yah, mungkin yang membuat ku aneh karena aku sadar saat ini aku benar-benar seorang diri,” ucap Starla layu.

“Hallo?”

“Adam?”

Starla menggeser handphone dari telinganya. Ah, sialan! Orang itu mematikan sepihak panggilannya.

“Dasar! Yang telepon duluan dia. Yang mematikannya duluan pun dia. Maunya apa sih?! Huh! Bagaimana aku bisa menyukai orang seperti ini? Tck! Mau dipaksakan juga susah!” dumel Starla tak henti-hentinya.

Dibanding berkecimpung dengan kesal dan overthingking. Starla memilih beranjak dari sofa. Ia memasuki kamarnya. Malam ini tidak ada pekerjaan khusus. Butiqnya pun berjalan lancar. Ia akan tidur lebih awal.

Tadinya berpikir seperti itu sebelum handphonenya kembali berdering dengan nama beban mentereng. “apalagi sih?!” dengus Starla kesal. Ia sengaja mengabaikannya karena kesal dengan panggilan ditutup sepihak tadi.

Sebuah chat mememnuhi layar depan handphone Starla. Pesan yang isinya seperti ini.

Queen, aku di depan apartemen mu.”

DEG!

Otak Starla mencerna sejenak barisan teks itu. Pipinya langsung bersemu merah saat sadar panggilan tadi diputus sepihak karena Adam langsung melesat kemari ketika Starla bilang merasa seorang diri.

“Ba-bagaimana ini? A-aku harus kesana atau pura-pura sudah tidur?”

“Ah bodoh! Bagaimana bisa pura-pura tidur? Ini kan baru berlalu beberapa menit setelah panggian itu ditutup.”

“Sepertinya dia melaju dengan kencang untuk kemari.”

Setelah berpikir mendalam dan otaknya berusaha keras untuk menyimpulkan keadaan. Akhirnya Starla memutuskan. “Aku harus ke sana!”

Ia meraih cardigan dan segera bergegas. Namun, saat melewati sebuah kaca, Starla langsung kepikiran satu hal. Bukankah dirinya harus memikat Adam supaya orang itu semakin mencintai Starla?

“A-aku harus ganti baju,” gumamnya bertekad.

Blouse hitam dan kulot putih menjadi pilihan Starla. Oh dan jangan lupakan foundation tipis dan bibir yang dioles tipis dengan lip tin. Sungguh! Ia benar-benar menyesal setelah lift sampai ke lantai satu.

Bagaimana tidak menyesal? Tampilannya ini tidak pantas untuk seseorang yang akan bertemu mendadak. Kesannya Starla sengaja merias diri untuk bertemu Adam. oleh karena itu, untuk mengatasinya Starla terpikir satu hal.

“Hai Queen, aku tidak menyangka kamu mau turun juga, hehe,” cengir Adam.

“Yah, lagi pula aku memang berniat keluar.”

“Kamu mau kemana?”

“Cari camilan,” dusta Starla. Padahal tak ada niat sedikit pun. mau bagaimana lagi? Starla tidak punya alasan lain.

“Oh, aku ikut ya?” pinta Adam sumringah.

“Hemm, terserah.”

Fyi, tangan Adam sudah dinyatakan sembuh. Walau belum bisa maksimal mengangkat berat. Tapi setidaknya ia bisa menyetir mobil sendiri. seperti saat ini, akhirnya Starla bisa menikmati kursi penumpang setelah beberapa kali ia terus menjadi sopir.

Mereka sampai di toko dessert. Sama halnya dengan Starla, Adam pun menyukai makanan manis. Ia ikut mengekor dan tak malu-malu lagi membelanjakkan uangnya membeli beberapa camilan manis.

“Tidak menyuruh Theo lagi untuk membeli camilan?” goda Starla.

“Tidak. Kamu bilang aku tetap keren walau suka makanan manis.”

Terdengar kekehan singkat. Starla menyisir etalase dan mengambil golden brownis dan menaruhnya di nampan milik Adam. “Ini enak. Cobalah.”

Sama halnya dengan Starla. Adam pun tersenyum simpul sampai betina di sekitar mereka ikut terpana.

“Queen, aku ingin mencicipi rekomendasi mu ini. sehabis ini bisakah kita bersantai sejenak di sana?” tunjuk Adam di tempat duduk yang sedikit ramai oleh pengunjung.

“Emh, oke.”

Yah, dari pada di apartemen sendiri kan? batin Starla.

Mereka beranjak bersama. memilih tempat kosong untuk disinggahi. Senyum simpul tak pernah padam dari wajah tegas milik Adam. Ini adalah momen langka yang harus diabadikan. Ah, bicara tentang itu. sepertinya memang ada yang berbeda dari Starla. Batin Adam.

“Queen? Apa kamu pakai make up?”

“Uhuk! Uhuk! Uhuk!”

Sontak Adam langsung menyerahkan air mineral. Matanya terpancar kekhawatiran dan juga penyesalan. Mungkin kata-katanya lah yang membuat Starla tersedak.

“Queen baik-baik saja?”

“Ehem….i-iya. Sudah tidak apa-apa.”

“Maaf, apa pertanyaan ku membuat mu terkejut?”

“Ti-tidak kok. Ya-yah, a-aku memang sengaja pakai make up ringan. Hanya foundation dan lip tin saja kok. Ka-karena tadi aku punya banyak waktu luang. Jadi….” Mata Starla ketahuan mencuri lirik. Ia langsung membuang muka secara spontan. “ Be-begitu lah!”

“Tanpa make up pun Queen sudah cantik. Jadi menurut ku itu lah yang jadi daya tarik mu.”

“Be-begitu ya…. baiklah….”

Entah berapa lama mereka menghabiskan waktu bersama. Alasan yang tadinya hanya sebagai pelarian saja ternyata membuat dua insan itu saling bercengkrama lebih lama dari prediksi. Baik Adam maupun Starla saling menikmati obrolan ringan di suasana mala mini. berbagai tempat ia kunjungi. Ini pun menjadi peluang besar Adam untuk pendekatan.

Sayangnya usaha Adam harus berhenti saat Starla meminta pulang. Ya, tentu saja karena ini sudah mendekati jam sepuluh malam. tidak baik bagi seorang wanita yang pada dasarnya belum bercerai secara penuh didapati keluar malam bersama laki-laki. Adam pun mengantarnya sampai depan apartemen.

“Terimakasih,” sahut Starla setelah keluar mobil.

“Anytime. Oh ya, lain kali jika Queen ingin keluar ajak aku lagi ya?”

“Humm, oke.”

Mobil Adam masih bertengger di parkiran. Mengawasi Starla sampai wanita itu benar-benar masuk ke apartemen.

“Tidak buruk juga,” gumam Starla. Terdapat pantulan dirinya yang sedang tersenyum simpul di lift. Ia benar-benar merasa senang dengan kehadiran Adam mala mini.

Perasaan senang sedang  menyapanya. Jika diibaratkan mungkin bunga-bunga sedang bermekaran di kepalanya. Dan semua itu berkat Adam.

Langkah Starla berhenti.

Ah! Apa Starla juga mulai mencintai Adam?

Memikirkan hal itu membuat Starla spontan menggeleng-gelengkan kepala. “Ayolah Starla! Jangan jadi wanita lemah yang gampang jatuh cinta. Biarkan dia berusaha dulu!”

Bunyi password keamanan terdengar. Di susul dengan bunyi derak pintu terbuka. Yah, tempat paling nyaman adalah rumah. Walau harus tinggal sendiri. setidaknya ia tidak benar-benar sendiri.

“Kalau aku jadi kamu. Aku pasti sudah mengubah sandi password itu."

DEG!

“Kamu….”
 

Fight 68

“Kamu….”

“Hai sayang, merindukan ku?” sapa Daniel dengan senyum tengil.

“Kamu tidak seharusnya masuk kesini!”

“Emh… ya, memang. Tapi….”

Daniel bergerak cepat. Ia mendekati Starla dan membuat gadis itu berlindung dengan kedua tangannya ketakutan.

Salah sangka, ternyata Daniel bukan hendak mencelakai Starla melainkan bersimpuh di kakinya.

“Starla… ku mohon. Jangan ceraikan aku. Kamu tahu? Aku sangat mencintai mu. Aku tidak tahu apa arti hidup ku jika tidak bersama mu,” rengek Daniel.

Tatapan jijik tanpa sengaja Starla layangkan. Bagaimana mungkin ada laki-laki yang tidak punya kehormatan sama sekali seperti ini? Starla telah salah menaruh hati pada laki-laki ini. itu adalah kenangan yang harus Starla hapus dari memori kepalanya!

“Daniel jangan seperti ini! kita sudah sepakat akan mengakhirinya kan. Surat panggilan pengadilan pun sudah keluar,” ucap Starla seraya menghindar. Namun Daniel semakin mengeratkan pelukannya di kaki Starla.

“Ku mohon Starla. Ku mohon maafkan aku. Aku khilaf. Perempuan itu yang menggoda ku duluan.”

Itu salah mu karena tergoda kan?! batin Starla.

“Daniel, ayolah jangan seperti ini….” bujuk Starla. Ia pun mengalah dan duduk mensejajarkan diri. Alih-alih langsung membantu Daniel berdiri, Starla justru mendapati aroma alkohol menguar. Jadi Daniel mabuk?

Gawat! Sebelumnya Starla pernah berurusan dengan orang mabuk. Ya, itu adalah ingatan bersama Adam dulu. Saat dirinya tanpa malu menyerang Starla brutal. Kali ini pikiran negative memenuhi Starla. Perlahan Ia meraih handphonenya di meja hendak menghubungi nomor Adam. Namun sayang! Starla kalah cepat. Daniel berhasil mensahut handphone Starla.

“Siapa yang mau kamu hubungi, hm?”
Mata Daniel menyipit. Memperhatikan nomor yang tertera di layar. “Ini nomor Adamson kan?”

“Kamu ingin menghubunginya?! Hah! Ternyata benar! Diam-diam kamu memiliki hubungan dengan laki-laki pemain itu!”

Tangan Daniel mengudara. Tanpa aba-aba ia melayangkan tamparan ke wajah Starla dengan kuat sampai tubuh Starla limbung ke lantai dengan suara tamparan menggema.

“Dasar jalang! Kamu tidak jauh berbeda dengan Alarie!”

Starla diam, Perih menjalari hati dan pipinya. Apa-apaan situasi ini? Daniel gila! ia tdiak waras! Starla harus keluar dan minta pertolongan! Sebelum laki-laki itu berbuat hal yang tidak-tidak.

“Mau kemana kamu?!”

“Argh! Sa-sakit!” rintih Starla. Merasakan kepalanya menegang ulah Daniel menjambak kuat rambut Starla.

“Hah, pasti kamu sudah melakukan banyak hal dengan Adamson. Kalau begitu, tidak ada salahnya kan?”

“Apa maksud mu?” timpal Starla dengan tatapan tajam.

“Malam ini aku masih suami mu kan? Layani aku dengan baik Starla.”

“Kamu gila!” dorong Starla. Ia berusaha pergi namun lagi-lagi gagal karena tangannya dicekal.

“Daniel lepas!” teriak Starla. Tak lelah ia memukul Daniel sekuat tenaga.

“Hahaha, percuma saja melawan. Setinggi apapun derajat mu, kodrat mu adalah perempuan lemah!”

Setelah mengatakan itu Daniel mengangkat Starla. Tak tanggung-tanggung, Daniel membanting tubuh Starla ke atas sofa. 
Denyutan hebat Starla dapatkan pada kepalanya karena tepantuk pinggiran sofa. Sibuk menetralkan denyut yang kian menyakitkan. Tak terduga Daniel berhasil melepas kaosnya. Ia menyeringai mengerikan dan menindih tubuh Starla. Seolah tak berhenti sampai situ, Daniel mencekik Starla seraya merancau aneh. Mengatakan kalau Starla sudah selingkuh dengan Adam.

“Da…niel… ugh!”

“Sa….kit!”

Mendengar rintihan barulah Daniel melepas cengkramannya di leher Starla. Ia tertawa terbahak-bahak seperti orang gila. Setelah itu ia melancarkan aksinya lagi. Menggerayangi tubuh Starla seperti miliknya sendiri.

“Berhenti!”

“Daniel! Berhenti!”

“DANIEL!” teriak Starla saat tangan Daniel mulai meraba perutnya.

Air mata lolos begitu saja. Tangannya di kekang oleh kuasa Daniel. Satu-satunya yang bisa Starla andalkan hanya mulutnya saja. Memohon agar Daniel tak melakukan hal bejat lebih dalam.

“Starla…. Ini adalah bukti cinta ku,” rancau Daniel. Ia terus melancarkan aksinya. Menggila seperti orang kerasukan setan. Saat ada kesempatan Starla berusaha mendorong Daniel. Seribu sayang, kekuatan mereka jauh berbeda.

Daniel kembali mencengram kuat tangan Starla. Menggiring ke depan mulutnya lalu menggigit kuat pergelangan tangan Starla hingga bercak kemerahan tertinggal di sana.

“Ku mohon Daniel. Jangan… jangan lakukan ini.”

“Ah, Starla. Melihat mu merintih membuat ku semakin bersemangat. Starla… ayo hidup bahagia. Aku akan membuat mu hamil dan perceraian kita akan dibatalkan,” seringai Daniel. Ia melangsungkan aksinya. Mengecup setiap inci tubuh Starla.

Ingin rasanya Starla berharap ini hanya mimpi. Ia akan terbangun di pagi hari dan melupakan mimpi buruk ini. Tapi sayang, mau disangkal berapa kali pun ini adalah kenyataan. Rasa sesak akibat pelecehan dan rasa sakit akibat paksaan darinya membuat Starla mengendurkan pemberontakan. Ah, ini kah akhirnya? Saat Daniel berhasil mendapatkan mahkota Starla maka berakhirlah semua. Starla akan hidup menderita lagi dan yang paling penting….

Ah tidak! Adam pasti kecewa. Adam pasti tidak akan menerimanya lagi. Dia pasti akan meninggalkannya.

“Tidak….” rancau Starla.

“Aku tidak mau begini….”

“Ini salah, hiks…. Ini salah!”

“Ku mohon… siapa pun….”

“Tolong aku!”

“ADAM!” teriak Starla kencang.

BRAK!

PYAR!

Hening, indra pendengaran Starla tak mendengar apapun selain nafas memburu. Indra perasa Starla pun tidak merasakan lagi sentuhan brutal Daniel di tubuhnya.

Apa yang terjadi?

Sejak tadi Starla menutup matanya. takut dengan ekspresi mengerikan Daniel. Lalu entah dapat insting dari mana. Starla yakin Adam datang menolongnya. Perlahan mata indah itu terbuka dan menyuarakan satu nama.

“Adam?”

“MATI!”

DEG!

“MATI KAU!”

BUGH!

BUGH!

BUGH!

Sesaat setelah mata indah dengan linangan air mata itu terbuka sempurna. Pemandangan di depannya mampu membuat maniknya membola sempurna. Bagaimana tidak? Rembasan darah mengotori lantai marmer. Noda darah terciprat hingga sofa cream itu berubah warna. Lalu yang membuat Starla semakin gemetar hebat adalah ekspresi Adam.

Marah, tidak! Dia murka! Seorang Adam murka dan memukul seseorang dengan membabi buta. Bahkan Adam tak mengendurkan tinju di wajah Daniel walau orang itu sudah lemas tak sadarkan diri.

Bunyi pecahan yang sempat Starla dengar tadi sudah terjawab berasal dari mana. Meja dengan lapisan kaca itu telah hancur tak berbentuk. Entah sisi mana yang mengenai kepala Daniel hingga seperti itu. Satu hal yang Starla bisa pastikan. Adam mengerahkannya sekuat tenaga.

“A-Adam?” panggil Starla dengan suara gemetar. Bukan hanya takut pada Daniel. Kini ketakutannya beralih ke Adam yang dengan entengnya melayangkan tinju dengan wajah tersenyum.

“Cu-cukup….” Gumam Starla. Kalau dibiarkan Daniel akan mati dan Adam akan diadili.

Tidak! Itu tidak boleh!

Dengan keberanian yang hanya tersisa sedikit. Starla bangkit dan memeluk Adam yang tengah menggila. Ia peluk tubuh Adam seraya menangis tersedu.

“Sudah….”

“Ku mohon Adam!”

“Jangan pukul lagi.”

“Daniel bisa mati.”

“Aku akan membuatnya mati! Tidak! Aku akan memutilasinya dan memberi makan pada anjing liar!” rancau Adam.

Starla merasakannya. Suhu badan Adam meningkat pesat. Wajahnya memerah. Ia benar-benar lepas kendali. Tali pengekang Adam lepas sepenuhnya!

“Adam. Ku mohon. Hiks….”

“Kamu membuat ku takut!”

DEG!

Kepalan tangan Adam melayang di udara.Tubuh yang tadinya menegang kini mulai merenggang sejenak. Ia memperhatikan sosok di depannya. Daniel yang sudah terbaring dengan percikan darah di mana-mana. Ia merasakan tubuhnya hangat didekap oleh Starla.

“S-Starla….”

“Ka-kamu takut pada ku?” tanya Adam dengan wajah tak percaya.

Tidak ada yang lebih membingungkan dari pada sifat Adam. Di situasi ini mungkinkah itu penting? Ya, setidaknya bagi Starla itu bukanlah sesuatu yang penting. Karena yang ia takutkan Adam akan membunuh Daniel dan terlibat masalah hukum.

Tanpa aba-aba Starla langsung membawa Adam ke kamar mandi. Dengan kaki gemetar ia berusaha jejak melangkah.

“Queen, katakan pada ku. Kamu takut dengan ku?” sela Adam. Ia masih mengkhawatirkan hal yang sama.

Sedangkan Starla sibuk menelusuri penampilan berantakkan Adam yang telah bercampur dengan noda merah. Ah sial! Starla tidak bisa hanya membersihkan tangan Adam saja! Starla harus menghilangkan bukti bahwa Adam yang mencelakai Daniel. Jaga-jaga kalau orang itu mati. Jika kesalahan dilimpahkan pada Starla maka ia bisa membela diri dengan pasal pembelaan.

“Hei Queen, jawab dulu pertanyaan ku. Apa yang kamu takutkan dari ku?”

Tidak menghiaraukan, Starla inisiatif membuka kemeja Adam. Persetan dengan malu! Starla lebih mementingkan keselamatan Adam dibanding hal remeh itu.

“Queen? Tolong jawab pertanyaan ku. Kenapa kamu takut pada—“

“ADAM!” pekik Starla. Rembasan air mata memebendung kembali. Adam tersentak melihat itu. Tatapan khawatir yang ditujukan ke arahnya.

“Aku tidak takut pada mu. Satu-satunya yang ku takutkan adalah kamu harus menanggug masalah yang disebabkan oleh ku!”

“Adam. Dia…. Daniel tidak mati kan?“

Entah dapat dorongan dari mana, Adam langsung memeluk Starla erat. Benar! dibanding melampiaskan kemarahannya pada Daniel. Seharusnya Adam menanyakan keadaan Starla. Dia adalah wanita yang mementingkan keselamatan orang lain dibanding dirinya sendiri.

“Maaf… maafkan aku. Aku hilang kendali. Aku tidak bisa mengontrol diri ku tadi,” imbuh Adam lirih. Ia tenggelam dalam pelukan Starla seraya mengucapkan maaf. Ya, maaf karena telah hilang kendali dan membuat Starla ketakutan.
 

Fight 69

Detak jam bergaung mengisi ruangan. Dua insan yang tengah dilanda diam dengan pikiran absurt masing-masing memilih tak bersuara. Salah satu dari mereka terus memperhatikan tempat terjadinya perkara.

Satu jam yang lalu. Theo datang atas perintah Adam. Seperti biasa, Ia segera mengurusi kekacauan yang sudah bosnya perbuat.

Jujur saja, perkara ini bukanlah perkara yang sulit diatasi. Percayalah! Theo pernah menyelesaikan masalah yang lebih rumit dari menghilanglan nyawa seseorang. Dan benar saja, saat Theo datang. Wajahnya tampak biasa melihat darah berceceran.

Baik Adam maupun Theo tak ada yang memikirkan secara mendalam tentang peristiwa ini.

Seorang Adam takut dengan hukum?

Oh ayolah, hukum di sini saja bisa dibeli. Itu adalah realita yang sengaja ditutup-tutupi kalangan atas. Ya! That's right! Hukum hanya berlaku untuk kalangan menengah ke bawah.

Namun pikiran seperti itu tak berlaku untuk orang lurus seperti Starla. Itu sebab kenapa sejak tadi ia masih memasang raut khawatir walau berkali-kali Adam memberitahu bahwa semua akak baik-baik saja.

Melihat raut khawatir Starla membuat Adam risih. Ia hendak menenangkan Starla dengan menggenggam tangannya. Namun seribu sayang! Starla reflek menghindar. Membuat Adam tercengang dan mencetuskan hal yang selama ini ia takuti.

Ya! Adam takut Starla menyimpan trauma terhadap laki-laki!

Setelah disakiti secara mental. Harus memendam sendirian. Dan kini bajingan itu telah menyakiti fisik wanita ini.

"Ma-maaf. Aku...."

Adam tersenyum simpul. Ia tidak boleh menambah pelik suasana gadis ini. "Tidak apa Queen...."

"Apa Daniel baik-baik saja?" gumam Starla.

"Aku tidak memukulnya sekuat itu sampai membuatnya mati. Queen tidak perlu khawatir. Kalau pun dia mati. Bukankah itu lebih baik?"

"Adam! Ini bukan saatnya bercanda!" tegas Starla. 

Ah, padahal Adam hanya ingin mencairkan ketegangan di antara mereka.

"Ma-maaf."

"Hah! Kenapa jadi semakin rumit seperti ini!" gumam Starla lagi.

Di sisi kiri Starla. Terlihat Adam yang tengah menyorot dalam gadis di sampingnya. Urat lehernya kembali menegang dengan jari mengepal kuat. Kilasan kejadian beberapa jam ini benar-benar membuat darahnya mendidih hebat.

"Sialan!" umpat Adam lirih. Ia sudah memastikan itu sangat lirih tapi siapa yang menyangka pendengaran Starla lebih tajam dari dugaannya.

"Kenapa?" sahut Starla.

"Ti-tidak. Tidak apa-apa. Emh.... aku ke kamar mandi dulu," pinta Adam kemudian berlalu.

Sejenak mata Starla mengekori Adam pergi. Kemudian ia menyerah saat Adam hilang di balik pintu.

Suara gemericik air dari wastafel terdengar.  Adam membasuh wajahnya dengan kasar. Ia menatap pantulannya di cermin. Jujur saja perihal ini tidak lah serumit itu untuk diselesaikan. Tapi Adam punya masalah lain yang bimbang harus diutarakan atau tidak.

Ya, ini menyangkut Starla. Khususnya keadaan mentalnya. Jika Adam mengungkapkannya sekarang. Ia takut itu akan memperburuk kesehatan mental Starla. Mengingat baru saja ia ditimpa perlakuan buruk.

"Argh sial!"

"Seharusnya ku buat mati bajingan itu!"

Untuk ke dua kalinya ia membasuh wajah kembali. Bulir air menetes dari dagu kokoh itu. seraya memandang cermin Adam berujar, “Starla tidak boleh tahu dulu. Aku akan menutupinya untuk sementara!”

“Alarie…. maafkan aku,” gumam Adam.

Tok tok tok

“Adam? Kamu tidak apa-apa?” tanya Starla. Ada nada khawatir di sana.

Adam tersentak! Ia buru-buru mengelap wajah basahnya dengan handuk.

“Q-Queen, aku tidak apa-apa. Sungguh,” ujarnya setelah membuka pintu.

Kening Starla mengerut. Menyorot penuh selidik ke dua manik hitam di hadapannya.

“Queen? Kamu tidak berpikir aku sangat frustasi dan berniat mengakhiri hidup kan?” celetuk Adam.

“Mana mungkin arogan seperti mu punya rasa bersalah!” ketus Starla.

Tatapan Adam menyendu. Ia hendak meraih pipi Starla namun lagi-lagi gadis itu menghindar.

“Queen, apa kamu takut pada ku?”

DEG!

“….”

“Queen?”

Diam, mereka sama-sama membisu. Adam tak melanjutkan tanyanya. Ketakutannya benar-benar terjadi. Ulah bajingan itu Starla jadi takut dengannya.

Senyum Adam mengembang samar. “Mungkin kamu masih syok dengan kejadian tadi. tidurlah, aku akan di sini menemani mu.”

“Tidak usa—“

“Starla….” Panggil Adam sendu. Tatapannya penuh harapan bercampur putus asa. “Ku mohon, aku tidak mau berlari dengan pikiran mendekati gila seperti tadi lagi.”

Starla tersentak. Oh ya, kalau dipikir-pikir. Bagaimana Adam bisa datang tepat waktu? Bahkan Starla tidak sempat menghubunginya. Starla melirik sekilas dan mendapati wajah cemas Adam. Baiklah, itu tidak perlu dipikirkan. Lagi pula tubuh Starla benar-benar lelah hari ini. Ia ingin tidur tapi matanya enggan menutup. Ia takut mimpi buruk mendatanginya setelah ini.

“Aku akan tidur di sofa. Queen tidak perlu khawatir. Aku yang menjaga pintu itu agar tidak kemasukan siapa pun. Jika Queen takut aku melakukan sesuatu. Pukul aku dengan ini.” Adam menyerahkan tongkat golf milik Starla.

Setelah tongkat itu di genggam sempurna oleh Starla. Adam melayangkan tatapan layu. ia masih kepikiran tentang kecurigaannya yang menganggap Starla takut padanya akibat menghajar Daniel secara membabi buta.

“Queen….”

“Jangan takut pada ku, ya?”

“Aku tahu tadi sudah berlebihan. Tapi aku tidak akan melakukan itu pada mu. Aku hanya melakukan itu pada orang yang menyakiti mu.”

“Ku mohon Queen. Aku janji tidak akan memperlihatkan pemandangan seperti tadi. Itu adalah kesalahan yang tidak akan ku ulangi lagi.”

“Queen, maafkan aku. Ya?”

“Jangan membenci ku.”

“Jangan takut pada ku.”

Adam merengek seperti anak kecil yang sedang membujuk. Bayi besar yang meresahkan. Starla pun sampai dibuat meleleh dengan sikap Adam. Sebenarnya Starla tidak takut dengan tindakan brutal Adam tadi. Ia masih dalam keadaan syok. Itu sebabnya, sesuatu yang menyangkut sentuhan membuatnya reflek menghindar.

Bagaimana ya? Starla ingin menjelaskan seperti itu. Tapi, Starla ingin melihat lebih banyak lagi Adam memohon. Rasanya jarang sekali melihat sisi Adam yang seperti ini.

“Sudahlah, aku akan tidur,” ucap Starla melengos.

“Queen!”

PLUK!

Tanpa sadar Adam memeluk Starla dari belakang. Namun saat sadar tindakan itu akan membuat Starla semakin membencinya. Detik itu juga Adam melepaskan.

“Ma-maaf,” ucap layu Adam.

Ah, tidak bisa! Starla tidak bisa lagi menahan gengsi dan harga dirinya!

Starla berbalik. Ia menatap intens sebelum maju beberapa langkah dan membenamkan wajahnya ke dada Adam.

“Terimakasih sudah datang,” tutur Starla lembut.

Tentu saja hal itu membuat sosok yang disegani banyak orang ini membeku di tempat. Darahnya seakan berhenti mengalir. Lalu hal yang paling mengejutkan adalah benda di bawah perutnya yang bereaksi kegirangan atas sentuhan yang inisiatif Starla lakukan.

Oh shit! Ini bukan waktu yang pas kan?!

Adam reflek mendorong Starla. Ia jauhkan tubuh Starla sampai gadis itu mengernyit kebingungan.

“Q-Queen. A-aku belum mandi. Haha, a-aku takut kamu akan mencium bau tidka sedap. Jadi… a-aku harus mandi dulu,” rancau Adam tidak kenal arah.

“Baiklah….” Ujar Starla. Ia pun tak kalah kikuknya dengan Adam. bisa-bisanya ia bertindak impulsive seperti tadi.

Tak lama mereka dapat kabar kalau Daniel selamat dan tengah mejalani perawatan di rumah sakit. Hal itu membuat beban pikiran Starla sedikit berkurang. Walau begitu, Starla tetap tidak bisa tidur nyenyak dan sekali lagi mengusik ketenangan Adam yang sedang tiduran di sofa ruang tengah.

“Queen?” panggil Adam ketika mendapati satu pergerakan di redupnya lampu malam.

“Maaf, apa aku membangunkan mu? Padahal aku sudah berusaha tidak berisik.”

“Tidak, aku memang belum tidur. Kamu butuh sesuatu?”

“Aku haus,” alibi Starla. Padahal kenyataannya ia tidak bisa tidur dan terbayang kejadian tadi.

Adam beranjak menghampiri Starla. Ia sempat menekan saklar lampu utama untuk melihat jelas wajah cantik wanita ini. Sayangnya yang ia dapati justru mata layu yang seakan menahan kantuk.

“Queen, kamu tidak bisa tidur?” tebak Adam.

Starla menggaruk tengkuk belakangnya. “Ya-yah, sepertinya akan sulit untuk ku tidur,” ucapnya sedikit bergumam.

“Kalau Queen mengizinkan. Aku bisa menemani mu. Ah! Tentu saja aku tidak akan berbuat macam-macam.”

Selama Queen tidak inisiatif seperti tadi. Ku pikir aman-aman saja berdekatan dengannya. Batin Adam.

Diam menyelimuti Starla. Memang benar dirinya butuh seseorang untuk menemani. Lebih baik kalau itu Shia. Tapi, Starla tidak mau merepotkannya tengah malam begini. Dia pasti panik duluan. Kalau Adam, yah… sepertinya dia bisa dipercaya. Batin Starla.

“Aku bisa tidur di lantai,” imbuh Adam.
Starla mengulas senyum teduh. Sejauh ini sudah berapa kali Adam membantunya? Apakah semua itu belum cukup untuk menaruh kepercayaan pada orang itu?

“Baiklah, kalau kamu tidak keberatan. Aku tidak tanggung jawab kalau besok kamu sakit ya?”

“Hanya tidur di lantai sehari tidak mungkin membuat ku sakit.”

Sesuai interuksi, Adam menemani Starla tidur di kamar. Garis bawahi! Hanya menemani. Adam pun tidur di lantai yang hanya berlapis karpet tipis. Bantal dan selimut menyelamatkannya dari hawa dingin.

“Adam, kamu yakin?” tanya Starla tidak enak. Biar bagaiamana pun seharusnya Starla yang berhutang budi. Tapi kenapa Adam yang dibuat repot?

“Humm….”

“Tapi aku tidak enak. Kamu repot gara-gara aku.”

“Kalau begitu….” Adam menyeringai. “Apa kamu mengizinkan ku tidur di samping mu?” goda Adam.

“Sejujurnya aku tidak masalah.”

DEG!

Spontan mata Adam membelalak. Ah, lagi! Starla melakukannya lagi! Hal yang membuat Adam di ujung masa kritis. Padahal untuk menenangkan benda di bawah perutnya butuh waktu agak lama. Adam baru menyadari satu hal! Berada di dekat Starla memang kebahagiaan hakiki tapi bersamaan dengan itu ada bahaya besar yang tidak sanggup Adam tahan.

Ya! nafsu! nafsu durjana yang terus menyerang Adam setiap kali Starla menunjukkan inisiatif!

“A-aku tidur di bawah saja. Selimut ini sudah cukup nyaman untuk ku.”

“G-good night, Queen,” lanjut Adam. ia langsung membenamkan kepalanya di bawah selimut.
 

Fight 70

"Adam, kamu yakin aku tidak perlu datang? Bukankah seharusnya polisi memintai keterangan ku sebagai korban?"

"Tidak perlu Queen, aku dan Theo sudah mengurus semuanya. Sudah di pastikan pengemis itu menghabiskan sisa hidupnya di penjara!"

Segelas coklat panas Starla raih. Ia menyesapnya pelan. Pikirannya tak di tempat. Memikirkan banyak hal. Jujur saja Starla merasa ada yang aneh. Adam seperti menyembunyikan sesuatu. Adam terus menyuruh Starla tetap di apartemen dan istirahat.

Bagi seorang Starla yang biasa mengurus semuanya sendiri. Tentu saja hal itu menimbulkan pertanyaan besar. Kecurigaan lain pun tumbuh.

Di tambah lagi tingkah posesif Adam. Ya! Beberapa hari sejak kejadian itu sampai hari di mana Daniel didakwa bersalah. Adam terus mengunjungi Starla. Bahkan beberapa kali menginap.

Saat itu Starla sudah memperingati perihal citra baiknya yang akan tercoreng. Apalahi status Starla adalah janda yang baru saja menyelesaikan perceraian. Di tambah kejadian waktu itu. Yang jelas nama Adamson ikut terbawa menjadi buah bibir mereka. Dibanding memikirkannta justru Adam tak peduli dan berujar 'keselamatan mu adalah priorutas ku.'

Mau dipikirkan berapa kali pun ini bukan gaya Starla. Memang Starla senang dengan perhatian kecil Adam. Tapi jika seperti ini terus Adam akan memperlakukannya seperti wanita yang hidup dalam sangkar.

Tidak boleh!

Starla adalah wanita bebas. Toh, ia juga korban penyerangan Daniel waktu itu. Walaupun pengadilan sudah dinyatakan selesai dan Daniel dijatuhi hukuman. Setidaknya Starla ingin menyampaikan beberapa kalimat perpisahan untuk Daniel.

"Adam, aku ingin bertemu Daniel."

Tangan Adam berhenti dari aktivitasnya mengetik. Ia menatap Starla dengan wajah tercengang.

Oh ayolah! Pasti Adam memikirkan kemungkinan aneh. Entah kenapa dia sangat khawatir Starla menemui Daniel. Mungkin dia pikir masih tersisa kepedulian Starla terhadap orang itu. Padahal sama sekali rasa itu sudah hancur lebur sejak pengkhianatan mereka.

"Queen, tidak bisakah kamu tetap di sini? Orang itu sudah berakhir. Buat apa menemui--"

"Adam! Kamu tahu salah satu alasan kenapa aku membenci Daniel?"

"....."

Adam bungkam. Pelipisnya dihujani peluh. Sudah biasa Starla menyela ucapan Adam. Tapi kali ini auranya berbeda!

"Dia mengekang ku. Dia jadikan aku seperti burung dalam sangkar."

DEG!

Ah sial! Adam sudah melewati batas lagi. Bukan hanya Starla yang mengalami trauma. Perlahan Adam pun digerogoti rasa tidak nyaman saat meninggalkan Starla. Ya, semua itu berkat kejadian tempo lalu. Rasa was-was menghantuinya. Walau Daniel sudah dalam jeruji besi pun tak menyurutkan kewaspadaan Adam.

"Ba-baiklah. Aku akan mengantar mu," final Adam pada akhirnya.

Sang surya membumbung tinggi di atas sana. Mengeluarkan terik yang membuat dahaga siapa pun yang merasakannya. Terpantau Starla mengkibas-kibaskan tangannya ke wajah saat menunggu perizinan bertemu tatap dengan Daniel.

Entah hanya perasaan Starla saja atau bukan. Proses perizininan ini sangat lambat. Tidak seperti biasanya. Ia melirik singkat ke Adam di sampingnya. Mungkinkah dia dalang dari semua kelalaian ini?

Hampir saja Starla menanyakan apa yang sedang dicurigainya. Seorang polisi mengalihkan atensi Starla. Ia mempersilahkan mereka menjenguk Daniel.

Baju orange khas tahanan memenuhi pandangan Starla ketika berhadapan dengan Daniel di balik kaca pembatas. Berbeda dengan Starla yang memasag wajah datar. Adam justru menautkan kedua alisnya seraya melayangkan tatapan tajam.

"HEI!" sahut Adam ketus seraya mengetuk kaca pembatas. Pasalnya Daniel menunduk pasi. ia seperti tak mampu menatap Starla.

"Dia ingin bicara! Jangan sia-siakan kedatangannya!"

"Adam...." panggil Starla lirih. "Bisakah beri waktu untuk ku bicara empat mata dengannya?"

Tubuh Adam tersentak. Ini adalah respon di luar ekspetasi. pikirannya semakin merujuk pada ketakutannya.

"S-Starla? Kamu yakin?"

"Humm, tolong. Ya?" pinta Starla memohon.

Sial! jika sudah begini Adam tidak bisa berkutik. Ia harus memenuhi ucapan Starla. Jika tak mau membuat gadis itu merasa terkekang.

"Baiklah, aku akan menunggu tidak jauh dari sini," dusta Adam. Pada kenyataannya, ia akan berdiri di balik dinding itu. melakukan hal hina yang tidak pernah ia lakukan. Ya, Adam akan menguping. Dengan siapa lagi Adam melakukan hal serendah itu jika semua ini bukan tentang Starla? Ia takut Daniel akan mempengaruhi Starla dengan ucapan manisnya.

Kaca bening membatasi dua insan yang tengah berhadapan itu. Miris sekali! Dulu saat semuanya belum serumit sekarang, mereka pernah menjalin kasih. Cinta yang tumbuh benar-benar tulus sampai bibit ujian menghampiri hubungan mereka. Sayangnya bukan Daniel rumah yang diimpikan Starla untuk pulang.

"Daniel? bagaimana kabar mu?"

"...."

Hening menyapa. Daniel tertunduk lesu tak mampu mengangkat sejenak wajahnya.

"Kamu tahu? Butuh usaha lebih untuk ku mampu menatap wajah mu. Dan sekarang.... Kamu bahkan tidak berani menatap wajah ku?"

"...."

Masih sama! Daniel menunduk semakin dalam. Kerut keningnya tampak semakin dalam.

"Baiklah, aku juga tidak berniat lama-lama di sini."

"Daniel...."

"Selamat! Kamu berhasil membuat ku menyesal bertemu dengan mu."

DEG!

"Aku pikir, kamu adalah rumah. Sosok yang akan menempati posisi Papa yang senantiasa membuat ku tersenyum walau sedang terjatuh sekalipun. Ternyata aku salah! Bertemu dengan mu adalah kesalahan. Kesalahan yang akan ku sesali seumur hidup."

"Sebenarnya.... Aku penasaran. Kenapa semuanya jadi rumit begini? Bukankah kita seharusnya jadi dua insan yang sedang bahagia-bahagianya?"

"Daniel...."

"Kenapa harus aku? Kenapa kamu tidak memilih wanita lain? Apa menurut mu aku mampu menghadapi semua ini sendirian?"

"Daniel...."

"Bicaralah, aku ingin mendengar alasan mu."

"Apa semua ini karena harta?"

"Kamu tahu Daniel? Kamu hanya perlu mencintai ku maka semua harta yang kamu inginkan akan menjadi milik mu. Mudah bukan?"

"Atau dari awal kamu memang tidak mencintai ku?"

"Tidak!" sahut Daniel spontan. "Sejak dulu perasaan ku nyata. Aku mencintai mu adalah hal yang tidak bisa diganggu gugat."

"Lalu kenapa.... Kenapa harus Alarie?"

Wajah Daniel menunduk kembali.

"Hah! Sudahlah! terimakasih! Atas segala luka yang kamu torehkan. Berkat itu aku belajar banyak hal. Untuk tidak langsung mempercayai seseorang yang datang dengan senyuman. Untuk selalu waspada dengan ketulusan seseorang."

Ya, semua ini sudah berakhir! Starla hanya perlu mengubur ingatannya tentang Daniel. mengisi hal-hal baru yang lebih menyenangkan.

Starla hendak beranjak sebelum pekikan Daniel menghentikan aksinya.

"Tunggu Starla!"

"Kamu boleh membenci ku. Aku tidak berharap kamu memaafkan ku. Tapi kamu harus tahu satu hal!"

"Berhati-hatilah pada Adamson!"

Bola mata Starla memutar. Ia jengah dengan sikap cemburu Daniel yang sampai detik ini pun masih di perdebatkan.

"Tarik ucapan mu kembali! Aku tidak punya kewajiban menuruti ucapan mu! Dia lah yang menolong ku selama ini."

"Starla aku sungguh-sungguh. Ini bukan bentuk cemburu ku. Aku memperingati mu. Kamu tahu kalau Papa sangat mempercayai ku bukan? Sebelum almarhum Papa meninggal. Saat itu Papa berujar pada ku untuk menjaga mu dan FG Group dari Adamson!"

DEG!

"Apa maksud mu?!" tanya Starla tersulut.

"Karena dia...."

Bola mata Starla membulat. Bukan karena terkejut dengan ungkapan Daniel. kenyataannya Starla tidak mendegar sedikit pun kalimat terakhir yang Daniel ucapkan. Semua itu dihadang oleh tangan Adam yang tiba-tiba menutup telinga Starla.

"Adam!" pekik Starla kesal. Bagaimana tidak?! Gara-gara Adam, Starla tidak bis amendengar dengan jelas ucapan Daniel. lalu, waktu kunjungan pun berakhir tanpa Starla tahu apa kalimat terakhir Daniel. Yang Starla baca dari gerak bibir Daniel.

Teka-teki apa lagi ini? Starla sudah memupuk kepercayaan pada Adam. Tapi, jika benar Papanya yang bilang seperti itu. Starla tidak puna pilihan selain mencurigai Adam lagi. Karena starla tidak bisa mengelak kenyataan bahwa papanya sangat mempercayai daniel semasa hidupnya.
 

Fight 71

Indra pendengaran Adam menajam seiring interaksi dua manusia di balik dinding itu tengah melangsungkan percakapan. Adam mengakui, tindakan ini benar-benar melanggar prinsip hidupnya. Menguping pembicaraan orang dengan sengaja adalah hal yang tidak pernah Adam perkirakan akan terjadi.

Lalu dengan entengnya ia melanggar prinsip itu demi seorang wanita. Ah, rupanya sumpah serapah yang selalu Theo layangkan ketika dirinya jengkel benar terjadi. Ya, kadang Adam mendengar anak itu menyumpahi jikalau suatu saat Adam akan bertemu dengan wanita yang tidak mudah dimiliki. Sekarang Adam menerima jawaban dari sumpah itu.

Bertemu Starla adalah kebahagiaan teriring benci. Hatinya selalu berdegub kencang. Melihat siluet Starla saja mampu mengembangkan seulas senyum. Membangkitkan keinginan untuk memiliki gadis itu. Tapi sayang, keinginan meluap-luap yan seakan tidak bisa terbendung lagi itu tak bisa segera teratasi.

Ya! karena gadis itu adalah Starla. Sosok yang sejak kecil selalu Adam kagumi. Satu-satunya hal yang tidak bisa Adam miliki walau sudah berusaha semaksimal mungkin. Itu sebabnya Adam sempat menyerah. Bermain dengan banyak wanita dan berharap melupakan gambaran Starla. Namun nihil! Getaran itu kembali saat Adam baru saja menapaki tanah Indonesia.

“Starla…. Aku tidak akan membuat mu menumpahkan air mata lagi,” gumam Adam. Ia kembali mendengarkan pembicaraan Starla dan Daniel. sampai tiba di mana Daniel membahas perihal Papa Starla. Adam langsung tersentak. Ia langkahkan kakinya buru-buru seraya mengambil ancang-ancang menutupi telinga Starla dengan kedua tangannya.

Starla tidak boleh mendengar kenyataan itu dari mulut orang lain! Karena Adam akan mengakuinya sendiri.

“Adam!” pekik Starla. Wajahnya tampak kesal. Sorotnya dipenuhi banyak pertanyaan.

“Starla waktu kunjungan sudah selesai,” ujarnya mengalihkan.

“Tidak! Aku masih ingin bicara dengannya.”

“Pak, tolong beri waktu sedikit lagi,” ujar Starla pada polisi yang akan membawa Daniel.

Sayangnya hal itu langsung dicegah Adam. ia memasang kode supaya polisi itu segera membawa Daniel masuk.

“Starla, kita tidak bisa melanggar aturan.”

“Tapi, dia—“

“Ssst. Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan.”

Atensi Starla beralih. Pandangan mata mereka bertemu. Bukan raut selengekkan yang biasa Starla lihat. Di balik ucapan Adam, Starla yakin ada hal krusial. Itu sebabnya Starla menyampingkan ucapan Daniel yang membuatnya penasaran setengah mati.

“Baiklah,” ucap Starla final.

Mereka pergi dengan mobil yang dikendarai Adam. memecah kemacetan dengan saling diam. Tak dapat dipungkiri kekesalan masih menjamah hati Starla. Jika saja Adam tidak menutup telinganya maka Starla bisa mendengar dengan jelas apa yang akan disampaiakan Daniel. lagi pula, kalau seperti ini Starla semakin curiga dengan Adam.

Kemacetan ibu kota membuat Starla jenuh. Entah kemana Adam akan membawanya. Yang jelas ini sudah setengah jam sejak ia pergi dari lapas.

“Sebenarnya kemana kamu akan membawa ku?” tanya Starla. Persetan dengan kesal. Rasa penasaran Starla melebihi hati dan pikirannya.

“Ke suatu tempat,” jawab Adam sekenanya.

Apa-apaan ini? Starla tidak pernah melihat Adam bicara to the point. Ah sial! ini semakin membuat Starla penasaran.

“Beritahu aku cluenya. Kamu membuat ku semakin penasaran dengan ekspresi serius mu.”

“Hehe, jadi dari tadi Queen khawatir tentang itu?”

“Humm….”

“Aku diam karena takut Queen semakin marah dengan ku. aku sadar tindakan ku tadi pasti membuat Queen kesal kan? Jadi, ku pikir diam akan memperbaiki mood mu.”

“….”

Hah? Jadi karena itu? sejak kapan Adam bisa mengontrol diri demi menenangkan hati Starla?

Ugh! Ini membuat Starla seperti menjadi antagonisnya.

“Maaf,” ucap Starla lirih.

“Untuk?”

“Tidak bersikap dewasa.”

“Hehe, Queen boleh bersikap kekanakkan kok. Lagi pula tidak baik terlihat dewasa sepanjang waktu. Itu akan menjadi beban untuk mu.”

“…. Adam, kenapa kamu tadi menutup telinga ku?” tanya Starla. Akhirnya ia mengungkapkan salah satu kecurigaannya.

Adam menginjak rem mobilnya. Ia arahkan stirnya ke bagian kiri ruas jalan. kemudian kendaraan roda empat itu berhenti sempurna.

“Queen….”

“Ada dua hal yang ku rahasiakan dari mu.”

DEG!

“Apa itu?”

Pandangan mereka bertemu. Starla dengan sorot penuh tanya dan Adam yang memandang dengan tatapan penuh arti.

“Kamu akan tahu saat kita sampai.”

Perasaan Starla campur aduk. Memang benar Starla mencurigai Adam bahkan sebelum Daniel mengucapkan kalimat menggantung itu. Saat itu Adam tampak aneh. Ia terus mendorong Starla untuk tinggal di apartemen. Seakan ada sesuatu yang tidak boleh Starla tahu dari dunia luar.

“Baiklah, aku akan menunggu,” final Starla. Ia bukan tipe orang yang memaksa seseorang angkat bicara. Toh, di penghujung perjalanan ini Starla akan dapat apa yang ia mau.

Mobil itu kembali melaju. Ke tempat di mana seharusnya berhenti.

Di tengah perjalanan, Entah dapat angin dari mana. tiba-tiba Starla kepikiran tentang Alarie. Adam pasti sudah mengantarnya ke bandara kan? Pasti dia sedang kesusahan di Kanada sendirian. Walau Alarie pernah membuat hati Starla terluka namun dirinya tak sampai hati berharap hal buruk menimpa wanita itu. di tengah dirinya yang sedang mengandung, Starla pernah di posisi Alarie dan hal itu menumbuhkan simpati pada hati Starla.

“Adam….”

“Hm? Kenapa Queen?”

“Apa Theo sudah mengantar Alarie sampai bandara?”

“Humm, dia sudah mengantarnya.”

“Syukurlah.”

“Apa Queen sudah memaafkan Alarie? Ku lihat kamu mulai peduli lagi padanya.”

“Bukan begitu, aku hanya…. Kasihan. Dia sedang hamil dan aku tahu pahitnya perjalanan hidupnya. Jadi…. Yah, begitulah.”

“Queen, aku kagum dengan mu yang bisa memaafkan seseorang dengan mudah. Jika itu aku, mungkin aku sudah membalasnya ribuan kali lebih sadis.”

Teringat kejadian saat Daniel menyerang Starla. Ah, waktu itu pun Adam seperti orang lain.

“Ku harap kamu mengurangi kebiasaan itu.”

Senyum Adam mengembang syahdu. “Humm, jika Queen yang bilang. Aku pasti akan berusaha berubah. Karena Queen adalah hukum yang paling kuat di hidup ku. Jadi…. Ku harap Queen tidak akan goyah meski banyak badai dan ujian yang menimpa. Seperti saat ini….”

Adam sengaja menggantung kalimatnya. Mobil itu bergerak perlahan hingga akhirnya berhenti sempurna. Tempat di mana seseorang akan menapaki rumah masa depan.

“Kenapa kita berhenti di sin—“

“Queen, ini salah satu rahasia yang ku sembunyikan.”

Starla menatap kebingungan. Buat apa Adam menyembunyikan sesuatu yang berhubungan dengan makam. Siapa yang meninggal? Pertanyaan yang seakan melayang-layang di udara itu mendapat jawaban sempurna oleh sepenggal kalimat, “Queen, ikhlaskan Alarie ya?”

DEG!

“A-apa maksud mu?”

“Alarie sudah tidak ada. Dia… sudah meninggal. Daniel membunuhnya. Maaf, aku berbohong pada mu. Aku takut itu akan membuat mu drop."

DEG

DEG

DEG

Ya, ini adalah salah satu rahasia yang Adam sembunyikan. Tepat saat perpisahannya dnegan Starla malam itu. Adam mendapat telepon dari Theo yang saat itu akan menjemput Alarie untuk pergi ke bandara. Theo memberi tahu bahwa Alarie telah meninggal dengan luka tusuk di perutnya. Saat itu Adam langsung banting stir dan putar arah menuju apartemen Starla.

Percayalah! saat itu Adam menyetir seperti orang kerasukan. Persetan dengan kendaraan lain. ia memecah jalanan tanpa mengkhiraukan keselamatannya sendiri.  untunglah ia sampai tepat waktu dan menyelamatkan Starla.

“Ayo….” ajak Adam. tangannya lembut menggapai lengan Starla. Wanita di sampingnya masih tampak terkejut. Sampai-sampai Adam harus menyadarkan Starla beberapa kali.

Gundukan tanah yang masih tampak baru dengan nisan bertuliskan nama Alarie berada tepat di bawah kaki Starla. Hatinya terasa sakit. Starla adalah saksi hidup betapa kehidupan berjalan tak adil bagi Alarie. Disia-siakan orangtuanya. Merasakan dinginnya malam beratap langit. Makan hanya dengan segelas air putih. Mungkin itu sebabnya kenapa Alarie terobsesi merebut posisi Starla. Siapa pun ingin menjadi Starla.

Jika disandingkan. Alarie dan Starla adalah dua sisi kehidupan. Atas dan bawah. Kaya dan miskin. Berkecukupan dan kekurangan. Ya, seperti itu. Dia memang pernah tersesat. Namun setidaknya di akhir masa hidupnya Alarie kembali ke jalan yang benar dan menyesali kesalahannya.

Starla menaburkan bunga ke atas pusara itu. mengusap pelan nisan yang masih tampak putih bersih.

“Alarie, aku tahu ini telat. Tapi…. Aku sudah memaafkan mu. Tenanglah di sana bersama anak mu. Kamu berhasil memenuhi janji untuk merawat anak mu. Walau bukan di dunia ini. Setidaknya kalian tetap bersama di sana.”

Satu kenyataan telah tersampaikan. Hal itu sukses membuat Starla termenung lama setelah kepulangannya dari makam. Entah apa yang sedang dipikirkannya, yang jelas Adam lega tidak menyampaikan kenyataan ini beberapa hari yang lalu. Saat kondisi mental Starla sedang anjlok.

Adam tahu, walau terlihat cuek. Kenyataannya Starla adalah wanita yang memikirkan banyak hal secara mendalam. Itu sebabnya Adam harus lebih hati-hati agar tidak membuat Starla kepikiran.

Lalu, ini adalah rahasia terakhir yang akan Adam sampaikan. Ya, setelah ini Adam akan membawanya ke suatu tempat. Tempat yang tenang di mana tak ada siapa pun mengganggu mereka.

Di posisi ini Adam benar-benar pasrah. Hal yang akan ia ungkapkan bukan menyangkut orang lain. melainkan tentang dirinya sendiri. oh tidak! Lebih tepatnya tentang keburukkannya sendiri.

Ya, Adam harus menyampaikannya. Ia ingin di masa depan hubungannya dengan Starla terjalin rapih tanpa sedikit pun rahasia. Itu pun jikalau Starla masih mau menerima Adam setelah rahasia ini tersampaikan.

Mereka sampai di parkiran gedung TC. Ya, ini adalah tempat tenang yang Adam maksud. Lantai paling atas, landasan helipad.

“Starla….”

“Ini adalah rahasia terakhir yang ingin ku sampaikan. Tentang apa yang diucapkan Daniel dan belum sempat kamu dengar.”

DEG!

“Starla…. Setelah mendengar ini aku tidak akan memaksa mu untuk tetap berhubungan baik dengan ku. Tentang 35% saham FG Group yang berada di tangan ku. Aku tidak akan memanfaatkan itu untuk mengekang mu. Kamu bebas memutuskan.”

“Kamu membuat ku khawatir, Adam.”

“Starla….”

“Aku ingin kamu tahu kalau aku mencintai mu. aku benar-benar tulus mencintai mu. Kamu ingat saat kecil dulu? Aku sudah mengagumi mu selama itu.”

DEG!

“Aku selalu mengganggu mu bukan karena aku membenci mu. Jujur aku ingin mendapat perhatian mu.”

“Sebesar apapun rasa cinta ku. tapi aku tidak bisa terus membohongi mu.”

“Starla…. Aku bukan orang baik.”

“A-apa maksud mu?”

“Papa mu benar. Beliau benar sudah menyuruh Daniel menjaga mu dari ku. Karena Papa mu tahu, aku adalah seorang kriminal berkedok pembisnis.”

DEG

“Judi, narkoba, prostitusi. Semua itu di bawah kendali ku,” senyum Adam mengembang terpaksa. “Dari sana lah modal DIB Group berasal. Dari perusahaan yang semula kecil sampai menjadi perusahaan internasional.”

“Dan Papa mu tahu semua itu. Itu sebabnya kerjasama antara DIB Group dan FG Group diakhiri. Karena Papa mu tidak mau terlibat hal-hal seperti itu. Ya, Tuan Radit Faranggis adalah sosok lurus. Sama seperti mu.”

“Tapi kamu tahu Starla? Bukan aku yang menginginkan semua ini. Tapi tuntutan dunia lah yang mendorong ku melakukannya.”

“Aku sudah banyak melakukan hal kotor. Rasanya…. Untuk menggapai mu adalah hal mustahil. Aku selalu terusik dengan rasa insecure. Sehabat apapun aku di mata orang. Aku terlihat kecil di hadapan mu.”

“Starla….”

“Bolehkan aku tetap mencintai mu?”

“Aku… aku—“

CUP!

Tubuh Adam membeku. Sentuhan itu masih terasa. Bibir lembut Starla yang bersentuhan dengan bibirnya. Sensasi tangan Starla yang membekas di lehernya. Dalam mimpi pun Adam tidak berani mengharapkan hal ini.

“Kamu terlalu banyak bicara. Beri jeda untuk ku juga dong!” dengus Starla.

“Ta-tapi aku bukan orang ba—“

CUP!

Untuk kedua kalinya bibir ranum itu mendarat mulus di bibir Adam.

“Memang sejak kapan kamu jadi orang baik? Adam yang ku kenal sangat arogan dan suka mengancam. Lalu di mana letak baiknya itu? Lagi pula…. Tidak ada orang baik di dunia ini. semuanya punya sisi jahat masing-masing. Begitu pula aku,” gumam Starla di ujung kalimat.

“Kamu tahu Adam? Aku pun bukan orang baik. Aku sering memanipulasi seseroang agar berjalan sesuai alur yang kuinginkan.”

“Itu bukan jahat namanya,” kekeh Adam singkat.

“Tapi menurut ku itu perbuatan jahat! Aku egois karena menginginkan alur sesuai keinginan ku.”

“Starla, apa kamu sungguh-sungguh mau menerima ku?”

“Memang siapa yang bilang aku mau menerima mu?”

“Ha? ta-tapi ku pikir tadi kamu mencium ku—“

“Itu ku lakukan untuk membungkam mu!”

“Ja-jadi….”

“Aku ingin melihat mu berusaha dulu,” cengir Starla.

Seulas senyum indah menghiasi wajah kokoh Adam. senyum yang memiliki arti kelegaan dan kebahagiaan. Ya, senyum itu yang kini mentereng indah. Disaksikan langit sore dan angin bertiup lembut.

Tak elak, Starla pun ikut melempar senyum. Baginya Adam sudah berhasil menelesup masuk ke celah jiwanya. Kenyataan yang baru saja dilayangkan Adam adalah hal yang sudah lama Starla ketahui.

Ya, sesaat setelah menjadi asisten Adam. tanpa sengaja bukti-bukti kuat yang mengarahkan kemungkinan bahwa Adam adalah seorang mafia bisnis mulai bermunculan. Dari datangnya Soya, pemilik bar malam. Jadwal milik Adam yang tanpa sengaja Starla lihat dari buku kecil Theo. Dan terakhir saat serah terima saham FG Group yang dimiliki David Faranggis ke tangan Adam dalam waktu beberapa jam saja.

Starla adalah wanita yang mampu berpikir kritis. Akibat keingintahuannya. Ia menelusuri kecurigaannya dan beginilah akhirnya. Adam mengakuinya sendiri. jikalau Adam masih tetap bungkam dan memilih merahasiakannya. Mungkin Starla tidak akan membuka hati untuk selamanya.
 

Fight 72

Gerimis mengguyur ibu kota Jakarta siang ini. di bawah sana Starla dapat melihat orang-orang berlarian menepi. Ah, jika Starla jadi mereka. Ia akan berjalan santai sambil menikmati rintik kecil anugrah dari langit. Toh, itu tidak menyakitkan. Mungkin hanya basah sedikit dan akan kering beberapa saat.

Suara ketukan mempengaruhi fokus Starla. Ia menoleh ke sumber suara. Mengalihkan pandangannya dari jendela kaca.

"Hallo Bu Bos, lagi sibuk?" sapa seorang wanita.

Siapa lagi wanita yang berani memanggil Starla sesuka hati kalau bukan Shia? Orang itu selalu blak-blakan namun hal itu lah yang menjadi daya tariknya.

"Ya, lumayan. Setelah mengecek laporan ini aku akan terbebas," ujar Starla seraya merenggangkan jari jemarinya.

"Hemm.... Ruangan ini tampak tenang ya kalau lalat berisik itu tidak ada," ucap Shia.

"Hahaha, ada-ada saja. Yah, ku pikir seperti itu. Tapi, aku jadi lebih konsentrasi dibanding ada dia."

Ya, di sini. Tepatnya di kantor FG Group. Siapa yang tidak tahu betapa tergila-gilanya Adam kepada Starla. Fyi, saat ini Starla mulai mengamil alih kepemimpinan FG Group. Tentu saja hal itu tidak luput dari arahan Adam. Itu sebabnya seluruh karyawan di sini setuju dan bahkan mendukung Starla dan Adam segera menikah. Karena mereka muak melihat kebucinan Adam yang semakin hari semakin meresahkan.

Contoh kecilnya saja, selama kurang lebih setahun lebih tiga bulan ini. Adam pernah membawakan setangkai mawar setiap pagi. Ya! setiap pagi dan itu selalu ada di meja kerja Starla. Semuanya berakhir saat Starla menceramahi Adam panjang kali lebar.

Lalu contoh yang paling ekstrim, secara frontal Adam melamar Starla di acara rapat internal yang dihadiri petinggi FG Group. Tak jarang ia membuat ulah ketika ada pertemuan-pertemuan penting lainnya. Ah, rasanya saat itu pundak Starla bisa kaku seperti kayu balok.

Entah sudah berapa kali bibir itu melayangkan kalimat lamaran. Tak satu pun Starla terima. Sudah Starla bilang kan? Ia ingin melihat usaha Adam. Dan yang paling penting, Starla suka melihat Adam tersiksa dengan perasaannya sendiri.

"Hari ini kamu sibuk?" tanya Shia.

"Emh, sepertinya tidak. Aku akan memeriksa laporan ini saja. Setelah itu pekerjaan ku selesai."

"Good! Karena aku ingin mengajak mu ke suatu tempat,"

"Ha? Kemana?" Starla memandang datar. "Jangan bilang kamu ingin memanfaatkan ku lagi untuk PDKT dengan Theo?" selidik Starla.

"Ah... itu... se-sebenarnya bukan itu...."

Apa ini? Starla mencium bau-bau rahasia dari sepenggal kalimat Shia. "Apa terjadi sesuatu pada mu dan Theo?"

"Ha? Ti-tidak kok!"

Ah, benar! Pasti terjadi sesuatu pada mereka berdua. Pasalanya Shia tidak pandai menyembunyikan kebohongan di depan Starla.

"Mengakulah! Kamu pikir aku tidak tahu kalau sekarang kamu sedang berbohong?"

"I-itu... a-aku akan menceritakannya nanti. Tapi kamu janji dulu akan datang. Ya?"

"Datang kemana?"

"Ke sini...."

Shia mengirim sesuatu ke Starla.

"Apa ini? Sebuah pulau?"

"Humm... aku ingin mengajak mu berlibur bersama ke sana. Ayolah... ya? FG Group tidak akan bangkrut hanya karena kamu liburan beberapa hari. Lagi pula kamu tidak sendiri kan? Ada wakil mu yang bisa membantu."

Setelah dipikir-pikir Shia ada benarnya. Akhir-akhir ini pundak Starla sangat kaku. Ia butuh refresing agar otaknya kembali jernih. Baiklah, Starla memutuskan untuk pergi. Tapi sebelum itu Starla ingin memastikan satu hal!

"Shia... kamu mengajak ku bukan karena disuruh Adam kan?" selidik Starla.

"Ha? Ti-tidak kok"

"Shia, kamu berbohong lagi."

"Oh baiklah! Iya aku memang disuruh Adam. Sebagai imbalannya Theo akan mendapatkan cuti dan kami akan berlibur ke Paris."

"What? Kami?" timpal Starla. Heran dengan kata kami yang tiba-tiba dilayangkan Shia. "Katakan pada ku. Apa kalian sudah pacaran?"

Shia menggeleng pelan.

"Lalu, kata 'kami' barusan?"

"Se-sebenarnya... kami sudah menikah."

"WHAT?!"

"Baru tiga hari yang lalu."

"Tunggu, tunggu. Aku harus minum dulu. Sepertinya aku kurang konsentrasi."

"Tidak! Aku dan Theo memang sudah menikah. Itu terjadi begitu saja. Maksud ku... emh... kami 'melakukannya' secara tidak sengaja."

Starla termangu di tempat. Bibirnya menganga sempurna. Hell! Ternyata Theo juga bisa membuat kesalahan dan melepas keperjakaannya pada Shia.

"Wa-waw, aku tidak menyangka itu. Se-selamat ya?"

"Sudahlah! Kamu membuat ku semakin malu!"

"Ehem, jadi.... Kamu meminta ku datang ke pulau itu atas suruhan Adam supaya Theo dapat jatah libur dan kalian bisa bulan madu ke Paris?"

Shia mengangguk semangat. "Please, ya? ini adalah kesempatan ku dan Theo semakin dekat. Jujur saja sampai sekarang aku masih tidak paham dengan isi hatinya. Aku takut dia menyesal telah menikahi ku. Ya? Ku mohon Starla," rengek Shia.

"Hah, baiklah."

"Karena aku baik, aku sudah menyiapkan koper dan perlengkapan mu. Oh dan juga tiket pesawat. Kamu tidak perlu melakukan apa-apa lagi."

"Hah, terserah kamu saja."

"Aaaaaa! Kamu yang erbaik My bestie,"peluk Shia erat.

Oke, sekarang tinggal memikirkan cara menolak Adam. Ya, Starla tahu ini adalah salah satu usaha Adam untuk melamar Starla. Seperti yang sudah-sudah.

Seperti kata Shia, Starla pun tak pusing-pusing memikirkan persiapan. Ia tinggal berangkat ke lokasi yang di tuju sambil duduk manis. Semuanya sudah tersedia. Dari tiket bisnis class sampai penjemputan VIP.

Fyi, Negara yang akan dituju kali ini adalah Hawai. Di sebuah pulau yang tidak jauh dari pemukiman.

Udara sejuk dan langit biru menyapa Starla ketika kakinya menapaki pasir lembut setelah turun dari Yacht. Seseorang menyambut kedatangan Starla. Sosok familiar dengan senyum memukau yang digilai banyak wanita.

"Adam...."

"Welcome Queen. Perjalanan mu menyenangkan?"

"Ku pikir kamu akan menunggu ku di Bandara. Ternyata kamu sudah di sini?"

"Hehe, karena tiba-tiba jadwal ku berubah. Aku harus terbang ke Kanada dulu untuk mengurusi beberapa hal. Aku langsung kemari dan baru tiba semalam. Maaf, apa aku membuat mu kerepotan?"

"Yah, tidak juga. Tapi berkat itu aku tidak punya teman ngobrol di pesawat selama berjam-jam."

"Hehe, aku akan menebus kesalahan itu nanti. Mari Queen, aku akan menunjukkan pesona pulau ini."

Selama perjalanan Adam menjelaskan beberapa kelebihan yang dimiliki pulau ini. sebetulnya pulau ini berpotensi besar menjadi peluang bisnis. Tapi Adam tidak melakukannya. Kalau ditanya kenapa? Karena keindahan pulau ini mengingatkan Adam dengan sosok Starla. Itu sebabnya pulau ini bernama Pulau Safaris, jika diuraikan menjadi Starla Faranggis.

Mereka sampai di depan villa. Bohong jika Starla tidak terkagum-kagum. Pemandangan yang mampu membuat otaknya kembali refresh. Seolah segala beban dunia menguap entah kemana.

"Bagaimana menurut mu?" tanya Adam.

"Pulau ini luar biasa. Kamu yakin tidak akan menjadikannya objek wisata umum? Orang-orang akan membayar mahal untuk bisa melihat pemandangan ini."

"Bukannya tidak ingin. Tapi aku tidak mampu. Rasanya setiap kali aku membayangkan orang asing meninjak pasir ini. Serasa mereka memegang bagian tubuh mu. Ah, bayangkan betapa gilanya aku jika tempat ini dijadikan wisata umum?"

Terdengar kekehan singkat. Adam melirik dan mendapati Starla tersenyum simpul.

"Kamu berlebihan!" ujar Starla.

"Queen, ayo masuk. Aku menyiapkan makan siang. Emh... mungkin rasanya agak aneh karena aku yang menyiapkannya sendiri, hehe."

"Kamu? Memang bisa?"

"Itu sebabnya aku minta kemurahan hati mu untuk memaklumi."

"Baiklah, aku akan menilai masakan mu. Kalau tidak enak aku akan berpikir ulang untuk menerima lamaran mu."

Starla hendak beranjak sebelum Adam spontan mencegah.

"Tunggu! Queen bilang apa tadi?"

"Aku akan menilai masakan mu."

"Bukan itu! Yang terakhir."

"Emh... menerima lamaran mu?"

"Humm, Queen akan menerima lamaran ku jika masakan ku enak?"

"Humm, jika sesuai dengan lidah ku. Aku akan menerima lamaran mu. Bukankah kamu mengajak ku kesini dalam rangka berusaha melamar ku lagi seperti biasa?"

"Ya! Itu jelas. Tapi aku tidak pernah berpikir Queen akan mengatakan itu. Akhirnya... akhirnya setelah 99 kali aku melamar...."

"Queen!"

Adam mengikis jarak. Ia tempatkan punggung tangannya di kening Starla.

"Adam, kamu sedang apa?" tanya Starla keheranan.

"Memeriksa suhu tubuh mu. Mungkin saja kamu demam dan berhalusinasi. Aku tidak mau tiba-tiba kamu menarik ucapan mu," ucap Adam menggebu. Seolah ia tidak mau kehilangan kesempatan emas.

"Ada-ada saja. Aku sehat. Dan ucapan ku tadi bukan pikiran sesaat yang tiba-tiba keluar."

Ya, selama ini Starla tidak menganggap semua usaha Adam untuk melamar Starla adalah angin lewat. Starla memang suka melihat Adam tersiksa dengan itu. Hitung-hitung penolakannya adalah hukuman karena Adam pernah bermain dengan wanita. Yah, walaupun sekarang Starla tidak pernah mendengar rumor miring dari mantan playboy ini. Itu suatu kemajuan bukan?

Begitu pun perasaan Starla. Sejauh ini, tingkah Adam mana yang gagal membuat Starla jatuh cinta. Starla hanya pura-pura tidak peduli. Padahal ia menyimpan wajah semerah tomat dan detak jantung seperti genderang ditabuh.

Starla benar-benar kalah! Ia kalah dengan Adamson. Dengan pesonanya. Dengan caranya memperlakukan Starla. Lalu, cara dia menjaga Starla. Seperti janjinya, Starla menjadi seorang wanita karir yang bisa berdiri kokoh seperti sekarang. Semua itu berkat arahan Adam.

"Ka-kalau begitu, tunggu sebentar...." 
Adam langsung berlari ke dalam. Meninggalkan Starla yang kebingunan.

"Kenapa lagi dia?"

Segaris senyum melebar hingga tercipta perpaduan sempurna dari wajah cantik itu. Tak mengindahkan perintah Adam. Starla melangkah masuk. Penasaran dengan apa yang hendak Adam lakukan sampai lari terbirit-birit seperti itu.

Interior memukau memanjakan mata Starla ketika memasuki bagian depan Villa. Dari jendela sana Starla dapat melihat kolam renang yang sejajar dengan pemandangan pantai. Pendengaran Starla menangkap gemericik air dari pancuran kolam ikan. Merasa tertarik, Starla menghampirinya.

"Waw, ternyata dia masih ingat aku menyukai ikan," gumam Starla. Ia mencondongkan tubuhnya hingga tercetak potret dirinya di air. Mencelupkan ujung jarinya. Berkat itu ikan-ikan dengan corak warna terang dan sirip cantik itu berenang menghindar.

Dari dalam sana, Starla mendengar Adam memanggil. Dari nada suara terdengar panik. Bukannya menghampiri dan mengobati kepanikan Adam. Starla justru bersembunyi di balik dinding.

"Asataga di mana dia?" gumam Adam.

"Hais!"

"Queen, ayolah jangan membuat ku khawatir."

"Kamu membuat ku tidak punya pilihan selain menghubungi Theo untuk melacak keberada-"

"Adam, aku di sini," sergap Starla.

"Hah! Kamu membuat ku khawatir!"

"Hehe, maaf. Habisnya kamu meninggalkan ku begitu saja. Memang apa yang kamu lakukan sampai lari seperti tadi?"

"Ah, itu.... sebenarnya aku mencicipi masakan ku sekali lagi. Aku takut itu tidak sesuai selera mu. Makanya... emh itu... apa aku boleh minta penagguhan?"

"Penangguhan?"

"Ya, karena makanan yang ku buat tadi sudah dingin dan itu akan mengurangi kelezatanannya. Jadi, nanti malam. aku akan membuatkan masakan baru sambil kita makan malam, bagaimana?" tawar Adam.

Jujur Starla ingin tertawa. Bagaimana tidak? Ekspresi Adam sangat serius. Bahkan lebih serius dari dirinya saat bertemu dengan kolega penting.

"Baiklah, aku akan memberi penangguhan karena aku menyukai tempat ini."

"Yes!" gumam Adam semangat.

"Sekarang, di mana kamar ku? Aku ingin ganti baju."

"Oh iya! Ayo, akan ku tunjukkan."

***

Malam harinya.

Setelah lelah berkeliling pantai dengan senja sebagai pelengkap keindahan. Starla menyempatkan waktu untuk mandi. Ia benamkan dirinya ke bathup dan menikmati aroma mint menguar.

"Makanan apa yang akan disiapkan Adam ya?" gumam Starla. Senyumnya mengembang perlahan. "Dia pasti sedang sibuk sekarang."

"Yah, tadi sih dia bilang akan memanggilku saat makan malam sudah jadi. Tapi... aku ingin melihat dia masak. Seperti apa yang wajahnya? Aku tidak sabar ingin mengabadikannya."

Genangan air yang tadinya tenang mulai riuh akibat Starla mangkat dari posisinya. Ia kaitkan handuk seraya mengeringkan rambut.

Setelah berbagai perawatan skincare malam teraplikasi sempurna. Starla turun ke lantai pertama. Ya, letak kamarnya ada di lantai dua. Sedangkan lokasi makan malam ada di dekat kolam renang yang menampakkan view pantai.

Namun, alih-alih langsung ke tempat tujuan. Starla berbelok ke dapur. Ya, ia ingin menyaksikan Adam memasak. Handphonenya sudah terbuka kamera yang akan merekam aksi Adam.

Sebuah kilatan cahaya terekam. Senyum cerah yang tadinya menghiasi wajah cantik itu seketika pudar. Ia langsung berteriak nyaring dengan dada berdetak tidak karuan.

"ADAM!"

Baik Adam maupun Starla panik. Bagaimana tidak? Api menjalar memenuhi kompor. Untung saja Adam sigap mensahut alat pemadam kebakaran. Kepulan asap memenuhi dapur. Suara batuk pun tak elak terdengar.

"Queen, kamu tidak apa-apa?" tanya Adam khawatir.

"Seharusnya aku yang tanya begitu!" kecam Starla tak aklah khawatir. "Sebenarnya apa yang kamu masak? Kamu ingin membakar vila ini atau bagaimana, hah?!"

Oh ayolah! Starla benar-benar khawatir terjadi sesuatu pada Adam. pasalnya api yang berkobar tadi sangat besar.

"A-aku hanya mengikuti chanel memasak di yutub. I-itu terlihat lancar di awal. Aku tidak tahu kalau spritus bisa memantik api sangat cepat."

"Hah, sudahlah!" Starla melirik Adam. hatinya luluh dan kekhawatirannya mereda. "Apa tangan mu baik-baik saja?"

"Humm, tidak masalah. Lihat...." Adam menunjukkan kedua tangannya.

"Mala mini tidak usah masak lagi. Kita makan makanan ins-"

"Tidak! Aku akan memasak lagi!" sahut Adam bersihkukuh.

"Adam, lihatlah perbuatan mu. Apa kamu yakin dapur ini masih bisa dipakai?"

"Tapi, ini kesempatan ku! Aku akan masak dengan cara apapun. Mencari kayu bakar dan lain-lain. Pasti ada cara lain untuk membuatkan mu makan malam. Aku tidak mau kehilangan kesempatan."

Sudah cukup bukan? pembuktian apa lagi yang harus Adam beri untuk meyakinkan Starla. Kali ini sudah cukup, Starla tidak mau penyesalan itu datang saat semuanya sudah terlambat.
Perlahan Starla maju. Mengikis jarak di antara mereka lalu,

PLUK!

"Adam...."

"Ayo kita menikah."

DEG!

"S-Starla? A-apa yang baru saja kamu katakan?"

Starla melonggarkan pelukannya. Ia menatap dua manik hitam milik Adam lalu tersenyum cerah. "Ayo kita menikah."

"Ka-kamu tidak bisa menarik perkataan mu ya?!" gegas Adam.

"Humm...."

Tangan Adam aktif memeriksa kening Starla. Lalu disusul pipi dan tangannya. "Kamu tidak demam kan?"

"Humm.... Aku mengatakannya secara sadar."

Masih dalam momen terkejut. Adam bahkan lupa caranya tersenyum. Dirinya sangat bahagia. Ia peluk Starla lalu mengangkatnya. "Ya! Ayo kita menikah! Aku akan membuat mu bahagia sampai lupa caranya menangis," ungkap Adam sumringah.

Selamat melegenda dua insan yang terhubung dengan benang merah.

The end








 

Aaaaaaa akhirnya tamatt. Congratulation buat diri ku sendiri. Akhirnya kelar juga nih cerita bikin emosi jiwa raga.

Next projek novel lagi otw nih. Mampir ya gaes.

Oh ya ekstra part on proses. Tersedia di karyakarsa. Nanti bakal di info kalau udah di up.

Spoiler dikit deh. Judul ajah.

Ekstra part 1 Honey Moon.

Ekstra Part 2 Bayi besar Starla

Ekstra part 3 Posesif Level Max!

Ekstra part 4 Pewaris Tunggal!

See you next

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya (Ekstra 1) Duke! Lets Have Babys
56
2
Ekstra part 1. Licht Easther.Sesuai request. Aku buat scene kakak beradik. Di part ini kalian bakal dibuat meleleh sama Licht. Kasih sayangnya itu lhoo. Dia tuh sayang. Tapi gengsi. Nah, di part ini si Ziya berhasil ngalahin gengsinya Licht. Penasaran gimana cara Ziya ngelelehin Licht? Kuy baca.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan