Lipstik Merah Starla 7-9 (Gratis)

0
0
Deskripsi

Baru aja nikah. Udah dijual aja istrinya ๐Ÿ˜

Kuy baca. Tetep emosi jangan ditahan. Agar mental tetap aman.

Bab 7

"Daniel, apa kamu jatuh cinta pada Starla?" selidik Alarie.

"Ayolah ini tidak ada hubungannya dengan itu."

"Kalau tidak ada hubungannya kenapa kamu tidak suka atas kecelakaan yang hampir menewaskan Starla?"

Alarie menatap penuh interogasi. Kadang Alarie sendiri dibuat bingung dengan sifat Daniel. Seolah belum semua tentang dirinya yang Alarie kenal walau kebersamaan mereka sudah lebih dari lima tahun.

"Jawab!"

"Hah! Aku pikir kamu akan mengerti. Orang itu..., dia pasti ingin menggunakan kematian Starla untuk menyerang kita. Mudah membuat cerita untuk diketahui publik. Misalnya membuat cerita tentang motif perebutan kekuasaan di balik kematian dua pemilik."

"Terlebih baru saja kemarin acara pernikahan selesai. Sorotan publik sedang megarah ke kami. Itu akan memudahkan mereka melancarkan rencananya."

"Kalau begitu siapa yang rugi?" lanjut Daniel.

"Ka-kamu...."

"Itu sebabnya, aku harap seberapa bencinya kamu terhadap Starla, jangan sampai membahayakan nyawanya. Dia masih belum boleh mati. Aku akan menyelidiki kasus ini sampai tuntas. Dengan begitu kita gunakan kecelakaan ini untik mendepak orang-orang itu."

"Akan ku buat rencana mereka menjadi senjata makan tuan!" gumam Daniel sembari menyorot tajam.

Di sisi lain, Starla bersandarkan dinding. Mendengarkan semua. Ia tersenyum masam. Air matanya luruh ketika tau Papanya menjadi korban keserakahan seseorang.

Terlepas dari tidak adanya keterlibatan Daniel dan Alaria. Tetap saja, tindakan mereka tak kalah brengsek seperti binatang rimba.

Langkah Starla meninggalkan tempat itu. Menyisahkan sesak dada bercampur amarah.

"Akan ku pastikan suatu saat nanti aku akan jadi kenangan yang menyakiti memori mu. Menjadi seseorang yang tidak dapat kamu sentuh walau aku ada di jarak penglihatan mu. Sesuatu yang tidak dapat kamu temukan di mana pun. Dan satu lagi, aku akan jadi penyesalan terbesar dalam sejarah hidup mu hingga nafas terakhir mu pun tak mampu terucap kata maaf!"

****************
ย 

ย 

Lampu penerangan menyorot tepat di mata Adam. Ia mengernyit silau. Kesadaran telah kembali. Ia mengingat-ingat memori terakhir.

Bukan berbaring di ranjang empuk. Mengeluarkan peluh hasil aktifitas olahraga malam. Justru ia habiskan malam di brangkar rumah sakit.

Sialnya lagi kenapa bukan kamar VIP melainkan kamar umum yang harus ia singgahi?

"Ah sh*t! THEOOO!"

"THEOO!"

"KELUAR KAMU BAJI*GAN!"

"KENAPA KAMU MENARUHKU DI BRANGKAR KUMUH INI?!" Oceh Adam tidak terima. Jangan lupakan nada suaranya di volume maksimal.

"Ah...., aa, tangan ku." pekiknya lirih. Merasakan tangannya ngilu karena digerakan.

Sejenak Adam diam. Melotot ke arah tangannya yang terasa kaku.

"Hahaha. Tidak mungkin..., ah! Ayolah Adam, tidak mungkin tangan mu...."

Mau dirasakan berulang kali pun yang ia rasakan hanya ngilu.

"THEOO KELUAR KAMU BRE*GSEK!" pekiknya lantang. Jelas mengganggu orang sekitar.

"Theo kumohon..., tangan ku..., kenapa dengan tangan ku?" lirihnya mengalah karena Theo tak kunjung hadir.

SREK!

"Haaah! Bayangkan jika anda tidak memperkerjakan orang sabar seperti saya. Anda harus bersyukur karena saya mampu bertahan sejauh ini." ucap Theo muncul di balik gorden pembatas.

Adam mengangguk cepat. Menatap melas pada Theo, "kamu asisten terbaik seumur hidup. Bahkan selusin wanita ku tidak dapat menggantikan mu." rayu Adam.

Kenyataannya si tuan sempurna ini juga punya kekurangan. Salah satunya, sangat bergantung pada Theo. Dari pada pekerja, Theo lebih mirip seperti ibu asuh.

"Anda bahkan masih menyebut wanita dalam kondisi ini. " keluh Theo frustasi.

"Bagaimana kondisi gadis remaja itu?" tanya Adam serius. Walau sering menganggap enteng wanita tapi Adam tidak pernah menganggap remeh sebuah nyawa.

"Jangan panggil gadis remaja. Bukankah kalian akan menghabiskan malam bersama? Setidaknya Anda tau dulu namanya. Agar Anda tidak salah sebut nama saat menindihnya." ucap Theo datar.

"Yah, gadis itu..., maksudku Erin, dia baik-baik saja dan sudah kuantar pulang."

Theo melirik bosnya sekilas. "Apa Anda ingin saya menjemputnya dan melanjutkan hobi Anda di tengah musibah yang hampir menewaskan seperti ini?" ucap Theo melampiaskan kekesalan.

"Tsk! Jangan bodoh. Tangan ku saja sedang diperban. Bagaimana aku akan beraksi? Asal kamu tau, aku tidak suka di bawah. Aku tipe yang menikmati di atas." beo Adam rancu.

"Yah baguslah, setidaknya Anda akan berpuasa selama tiga bulan." dengus Theo, memandang datar ke tangan Adam.

"Kenapa selama itu?" tanya Adam masih belum paham.

"Karena tangan Anda patah."

"P-pa-patah?"

"Humm."

"Patah? Benar patah?"

"Iya. Ceklek! Seperti ini." ucap Daniel datar mematahkan pocky yang ia camili selama menunggu Adam sadar.

"Hahahaha, jangan bercanda!"

"Aku tidak bercanda kok."

"ARGHHHH! Bagaimana dengan jadwal bersenang-senang ku? Wanita ku, Hais!padahal aku menemukan tempat bagus!"

"Lihatlah orang itu. Di saat seperti ini pun masih memikirkan selangk*ngan!" gumam lirih Theo.

"Ah..., tidak! Sekarang bukan itu yang penting."

Syukurlah! Hati Theo berucap seperti itu. Namun, sia-sia saja! Kata yang terlontar setelahnya membuat Theo menarik kata yang bahkan belum terucap.

"Kenapa aku di tempatkan di brangkar umum? Aku tidak miskin sampai tidak bisa menyewa kamar VIP. Bahkan sejauh ini kata VIP seolah tertulis di jidat ku. Bagaimana kamu bisa menghancurkan prinsip ku dengan menempatkan ku di kamar umum?!" selidik Adam tidak terima.

Sedangkan Theo masih setia dengan tampang datar. Hal ini sudah biasa terjadi. Selain narsis dan hobi tebar pesona, bosnya juga gemar menghamburkan uang.

"Kenapa diam?" tuntut Adam.

"Maafkan saya Tuan Adamson." saut seorang wanita. Tidak lain Starla.

"Saya penyebab musibah yang menimpa Tuan." bungkuk Starla di depan brangkar Adam.

"Kamu--"

"Ah..., tidak perlu membungkuk Nona Starla. Ini terjadi karena sudah garis takdir. Justru Tuan kita ini bersyukur tidak terjadi apa-apa pada Nona." saut Theo secepat kilat. Kalau tidak begitu Adam pasti sudah murka.

"Theo, bisakah kamu keluar?!"

Tengok Theo spontan ke sumber suara. Menampakan wajah serius Adam.

Gawat! Adam benar-benar marah!

"Pak, bukankah Anda menyukai wanita? Orang di depan juga seorang wanita. Tolong jangan terlalu marah." bisik Theo sebelum pergi.

"Pergilah."

Melihat sorot matanya, Theo segera meninggalkan tempat. Jika tidak begitu instingnya mengatakan bahaya. Theo melangkah terpaksa.

Starla masih terlihat membungkuk. Menampakan penyesalan teramat dalam. Mungkin orang awam tidak akan bisa melihat sesuatu yang terpendam rapat.

Berbeda dengan Adam. Dengan wanita? Mungkin Adam adalah ahlinya.

"Apa membungkuk adalah cara mu menyembunyikan kesedihan?" ucap Adam. Fokus pada wajah Starla.

"Mungkin dengan cara menyembunyikan seorang wanita tidak akan dianggap remeh oleh lelaki." tandas Starla cerdik. Tubuhnya sudah tegak menghadap Adam.

Semakin memperkuat dugaan Adam bahwa gadis di depannya sedang tidak baik-baik saja.

"Oh..., begitu rupanya."

Starla terlihat lebih santai, "sepertinya kita tidak perlu berkenalan lagi. Tapi untuk formalitas dan menghormati nama keluarga mu...."

"Perkenalkan saya Starla Faranggis dari keluarga Faranggis. Sekali lagi saya mohon maaf atas kecelakaan yang disebabkan oleh saya pribadi. Sebagai bentuk tanggung jawab. Saya akan menyetujui segala bentuk ganti rugi yang Tuan Adamson inginkan." jelas Starla elegan. Ia tahu sedang berhadapan oleh orang nomor satu yang dicari penguasa bisnis

"Hemm..., segalanya?" respon Adam.

"Ya."

"Kalau begitu...."

Bab 8

Adam menyisir tubuh Starla dari atas ke bawah. Senyumnya terpatri nakal tanpa disadari.

"Kalau begitu...."

"Kecuali hal-hal yang menyangkut pelecehan." saut Starla cepat. Mengetahui respon Adam yang seolah ingin menerkamnya.

Adam terkekeh singkat, "akhirnya aku bisa melihat wajah asli mu."

"Santai saja, jangan terlalu kaku. Mungkin kita bisa berteman baik?" Lanjut Adam.

"Aku akan berteman dengan senang hati. Tapi mohon maaf aku tidak bisa bersikap layaknya teman."

"Kenapa?"

"Karena aku sudah menikah. Akan banyak reporter gila yang membuat cerita picisan untuk kedekatan kita."

Adam tersenyum tengil, "aku suka kata 'kita' yang kamu ucapkan." goda Adam.

Tidak ada komentar. Starla bersungut, tidak bisa disembunyikan kalau ia ingin menyudahi kesepakatan tanggung jawab ini.

"Hahaha, ekspresi kesal mu adalah obat terbaik." tawa Adam.

"Syukurlah, ada bagian dari diriku yang bisa menjadi obat." jawab Starla mencoba bersabar.

"Aku bersungguh-sungguh." tukas Adam lugas. Sorot matanya tajam menatap Starla tanpa celah. Menandakan tidak ada kebohongan di dalamnya.

"Baguslah." jawab Starla sekenanya. Hampir saja ia dibuat tersihir.

"Aku ingin mendengar cerita mu. Cerita di balik mata sembab itu." pandangan Adam menyendu.

"Sayang?" panggil Daniel menginterupsi.

"Ah sialan! Kemana si bren*sek Theo sampai pengemis ini masuk." gumam Adam lirih.

Pendengaran Starla tidak salah! Baru saja ia mendengar Adam mendengus saat kedatangan Daniel.

"Sebelumnya perkenalkan saya Daniel, suami Sta---"

"Saya juga tau." potong Adam. Terlihat ketidaksukaannya.

"Ehem...., saya selaku suami Starla dan perwakilan FG group ingin meminta maaf atas---"

"Tsk! Tidak usah basa-basi. Langsung saja!"

Kening Starla berkerut. Heran dengan sikap Adam yang berbeda jauh dengannya. Ternyata isu yang mengatakan dirinya hanya peduli pada wanita benar adanya.

"Baiklah, sebagai bentuk tanggung jawab. Kami akan memindahkan Tuan Adamson ke ruang VVIP dan mendatangkan ahli ortopedi terbaik."

"Sudah? Hanya itu? Waah..., aku bahkan hampir mati di tangan dia. Tanpa ku perkenalkan seharusnya Anda paham siapa saya?"

"Tentu saja. Tuan Aldebara Adamson. Pemilik D.I.B Group yang memegang kendali atas pangsa pasar Indonesia ke ranah internasional."

"Baguslah jika paham." saut Adam datar sambil memainkan kukunya. Tidak peduli kehadiran Daniel.

"Untuk orang seperti ku. Bukankah terlalu berharga untuk mati mengenaskan di tangan istri mu?"

"Maaf menyela!" saut Starla, "tapi saat ini Anda tidak mati. Apa di kemudian hari Anda berniat mati di tangan saya?!"

"Hemm...." bola mata Adam menyamping. Ia sedang berpikir, "bisa saja."

"Aku ingin memiliki kisah cinta dark romance ala mafia. Sepertinya menyenangkan mati di tangan orang yang dicintai." kerling Adam nakal.

Tidak tanggung-tanggung. Menggoda wanita di depan suaminya langsung.

Tidak dapat disembunyikan tatapan jijik bercampur heran di wajah Starla. Begitupun Daniel, ia mencoba sabar dalam keadaan ini. Seperti menghadapi bocah umur lima tahun dengan segala fantasinya.

"Tuan Adam," sela Starla, "sebaiknya Anda perjelas apa yang harus kami lakukan untuk bertanggung jawab. Transparan saja. Lagi pula jadwal pemeriksaan lanjutan Anda tinggal sebentar lagi."

"Baiklah..., istri mu sangat pengertian bisa tau jadwal pemeriksaan ku. Bahkan sekretaris ku Theo malah pergi entah kemana."

Adam melirik Starla sekilas. Tersenyum tengil kemudian menatap serius Daniel, "bagaimana jika istri mu menjadi asisten pribadi ku selama gip ini masih menempel? Emh..., sekitar tiga bulan atau setengah tahun mungkin?"

"Tid--"

"Baiklah!" saut Daniel cepat. Memutus niat Starla yang akan menolak.

Bagaimana bisa seorang suami mengorbankan istrinya pada laki-laki berperangai playboy seperti Adam?

Ah! Starla lupa! Daniel bukanlah suami melainkan perwujudan lintah yang akan menghisap habis darah inangnya. Apapun yang merugikan akan ia buang.

"Good job! Anda memang pembisnis handal. Mungkin di lain kesempatan perusahaan kita bisa bekerja sama?"

Daniel mengangguk cepat. Tidak dapat dikelabuhi bahwa wajahnya saat ini sangat senang mendengar kesempatan emas itu.

Melemahnya perusahaan FG Group karena masalah internal membuat D.I.B Group melesat hingga menjadi raksasa bisnis. Dalam pikiran Daniel mungkin kerja sama ini seperti peluang besar.

Siapa yang menyangka jika keputusannya ini adalah titik awal kehancurannya.

Selama perjalanan pulang. Starla diam membisu. Daniel menyadari sikap aneh Starla.

Walau sejatinya Starla tidak banyak omong seperti Alarie yang cerewet tapi diamnya kali ini sangat berbeda. Daniel tau bahwa Starla marah.

"Sayang?" panggil Daniel. Setelah sampai apartemen, Daniel sengaja tidak ke kantor.

"Kamu marah?"

"Tidak."

"Maaf. Aku sudah membuat keputusan sepihak."

Daniel mendudukan diri di depan sofa yang Starla duduki. Meraih tangannya, "kamu tau? Aku tidak ada apa-apanya dibanding orang-orang yang memiliki latar belakang bagus. Aku merasa kecil di hadapan orang berkuasa."

"Tapi..., ada kalanya aku harus mempertahankan sesuatu." Daniel mengusap pipi Starla lembut, "aku tidak ingin perusahaan kita dalam bahaya. Kamu yang paling tau bagaimana almarhum Papa sangat berjuang mempertahankan jerih payahnya kan?"

"Bagi ku sangat berat membiarkan laki-laki pemain itu berada di dekat mu. Tapi, untuk saat ini bisakah kamu bertahan? Sampai aku mengembalikan perusahaan kita ke sedia kala."

"Sampai saat itu tiba. Kamu akan jadi satu-satunya ratu ku. Aku berjanji. Tidak ada yang bisa mengusik mu."

Air mata Starla merembas. Genangan itu luruh mengenai tangan Daniel yang berada di pipi Starla.

Bukan karena ucapan dramatisir Daniel. Starla hanya mengingat momen dimana Papanya berjuang seorang diri mempertahankan perusahaan sekaligus menjadi figur seorang ibu.

Ya! Ibu Starla sudah meninggal sejak Starla kecil. Menjadikan Papanya sebagai satu-satunya harapan Starla. Dan kini, harapan itu telah direnggut paksa.

Starla menyingkirkan tangan Daniel. Ia mengambil nafas dalam-dalam sembari menghapus jejak air mata. Ia harus bertahan!

"Aku tau, aku akan berusaha melindungi apa yang Papa perjuangkan."

****************
ย 

ย 

From : Alarie

Starlaaa, maafkan aku. Tolong jangan marah pada ku. Karena ku, kamu jadi terlibat masalah besar. Aku janji tidak akan mengajakmu makan di luar jika kamu ingin. ๐Ÿ˜ข๐Ÿ˜ข

Starla menatap malas pada layar ponsel. Notifikasi atas nama Alarie yang bahkan tidak ingin dilihatnya telah terpampang. Membuat mood Starla di minggu pagi ini terjun bebas.

Ah! Kalau dipikir-pikir lagi. Harusnya hari ini Starla ada janji bertemu dengan Adam untuk membicarakan kontrak perjanjian. Sekaligus ada poin-poin penting yang harus ditekankan.

Rasanya malas berpindah dari kasur empuk ini. Starla menggeliat dan merasakan tangannya menyentuh sesuatu.

Spontan Starla menoleh sumber kejanggalan dan mendapati Daniel tengah mendekur halus dengan bertelanjang dada.

Pemandangan ini cukup jarang Starla temui semenjak sepuluh hari pernikahan mereka.

Kenapa? Setelah Starla mendeklarasikan 'belum siap'. Daniel terlihat sibuk dengan urusan kantor sampai tidak pulang. Kelihatannya memang seperti itu. Siapa yang tau aktivitas gelap di belakangnya?

Mungkin saja, dia sedang 'bercocok tanam' di suatu tempat? Tidak ada yang tau. Ada pun, mereka pasti akan tutup mulut. Karena takut kekuasaan Daniel di dalam kantor.

Mengingat hal itu membuat Starla semakin bad mood. Ia turun dari ranjang. Menggelung asal rambut lurusnya kemudian mencuci muka.

Sebuah ide brilian terlintas. Seorang istri sudah menjadi kewajiban melayani suami bukan?

Lihatlah apa yang akan Starla lakukan setelah ini. Senyumnya mengembang puas.

Bab 9

Starla tersenyum tengil sambil menatap pantulannya di cermin kamar mandi. Ia buru-buru ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Ya! Starla akan membuatkan Daniel sarapan. Hanya saja, untuk memperbaiki moodnya yang rusak. Starla akan sedikit bereksperimen.

"Masukan micin dan garam secukupnya." Gumam Starla.

"Hemm..., sepertinya kurang. Tidak baik seseorang terlalu pintar. Jadi...." Starla memasukan lebih banyak micin.

"Emh..., Daniel pernah bilang kalau dia suka makanan dengan rasa yang kuat. Kalau begitu...."

Kecap asin, garam, kaldu, dan bermacam bumbu dapur lainnya membaur dengan sempurna pada tumis capcai ala Starla. Dibuat dengan tulus untuk meracuni penikmatnya.

"Yah, kelebihan." Beo Starla saat menuang capcai ke wadah.

"Sayang sekali kalau dibuang. Tapi, aku juga tidak mau memakannya." Matanya menerawang memikirkan sesuatu. Lalu ide gila pun muncul.

"Membuang makanan itu dosa. Jadi akan lebih baik diberikan ke orang lain." Senyum Starla mengembang sembari memikirkan orang yang kelak akan ia temui siang ini.

Ia pun sigap membungkus dengan rapi capcai wujud kebencian itu ke tupperwere. Hari ini dua laki-laki akan menjadi korban masakannya.

"Sayang."

Tubuh Starla terperanjat ketika merasakan perutnya disentuh tangan besar dari belakang. Bertahan untuk tidak menampar adalah hal yang harus dilewati Starla pagi ini.

"Kamu masak?" Beo Daniel.

"Humm...."

"Wah. Istri ku hebat."

"Pergilah cuci muka setelah itu duduk di meja makan. Aku akan menyiapkannya."

"Baiklah sayang. Aku tidak sabar ingin memakan masakan mu. Kira-kira sudah tiga atau empat---"

"Cepatlah, mau sampai kapan kamu memeluk ku seperti ini? Aku tidak bisa bergerak bebas."

"Hahaha. Oke-oke sayang."

Daniel terfokus pada tupperwere di samping Starla. Sebelum menanyakan sayangnya Daniel sudah digiring masuk ke kamar mandi.

"Haruskah aku menuntunmu setiap hari seperti anak TK?" Sungut Starla dibuat-buat.

Cubitan manis di hidung Starla dapatkan. Sepertinya pura-pura bersikap manjanya berhasil mengelabuhi Daniel.

"Mau sekali!" Jawab Daniel. Ia menarik tubuh Starla. Hampir bersentuhan dan membisikan sesuatu, "apalagi kalau sekalian dimandikan." Bisik Daniel sensual.

"Jangan menggodaku. Cuci muka. Aku akan menunggu di tempat makan." Ucap Starla santai. Padahal hati rasanya ingin menendang kema*uan laki-laki ini.

Starla berhasil lepas dari Daniel. Ia menuju dapur sambil mendumel, "mau dimandikan? Hah! Saat kamu mati dengan senang hati kumandikan!"

Mereka telah menempati kursi makan. Starla memandang Daniel dengan tatapan semangat tanpa dibuat-buat.

"Cobalah..., aku sudah lama tidak masak. Mungkin rasanya agak aneh." Ucap Starla.

"Seaneh apapun rasanya pasti akan kumakan. Karena ini first time istri ku membuat sarapan untuk ku." Cengir Daniel positif.

"Hehe. Aku senang mendengarnya. Habiskan ya! Aku akan sedih jika kamu tidak menghabiskannya." Kemudian Starla menuangkan banyak sekali capcai ke piring Daniel.

Lalu, hap! Satu suapan masuk.

Mau tau bagaimana respon Daniel?

Ia diam sejenak. Rahangnya tak kuasa mengunyah. Rautnya kentara sekali kalau makanan itu benar-benar makanan terburuk yang pernah masuk.

"Bagaimana?" Tanya Starla. Sengaja agar Daniel menelan supaya dia bisa berbicara.

"Humm, yummy!" Komentar Daniel dibuat-buat.

Tersanjung? Jangan salah paham! Walaupun Daniel menyembunyikan kenyataan rasa buruk makanan itu. Bagi Starla usaha itu sia-sia.

Kebalikannya, Starla justru beranggapan dengan kemampuan ini ia bisa mencapai titik sekarang. Lain di mulut lain di hati! Manusia munafik!

"Syukurlah. Aku akan memasakan sarapan setiap pagi." Ucap Starla semangat.

"Ah..., tunggu!" Cegah Daniel.

"Kenapa?"

"Aku tidak mau kamu bangun pagi hanya untuk menyiapkan sarapan. Selain itu...." Daniel menggenggam lembut jemari Starla, "aku tidak ingin tangan ini terluka."

"Baiklah, kamu memang selalu pengertian." Final Starla setelah menimbang.

Akan gawat jadinya kalau Daniel masuk rumah sakit saat keadaan perusahaan masih gonjang-ganjing. Lebih baik Starla menahan diri saja.

"Tapi, dalam semuminggu setidaknya aku akan membuatkan sarapan sekali. Bagaimana?" Tawar Starla. Tidak ingin melepaskan kesempatan menyiksa Daniel.

"Ha? Emh..., baiklah. Sekali seminggu." Final Daniel terpaksa.

Mereka mengakhiri sarspan pagi. Starla mengantar hingga depan lift. Daniel mengatakan hari ini akan menemani koleganya berkeliling kota.

Tidak apa, Starla tidak akan curiga walau Daniel izin ingin menemani lumba-luma melahirkan sekali pun. Ketika kepercayaan itu pergi maka rasa peduli pun akan ikut pergi.

Kemudian jam sepuluh tepat Starla akan menemui target makanan jadi-jadian yang kedua--Aldebara Adamson.

****************
ย 

ย 

Di hadapan Starla kini sudah ada Adamson dengan wajah tengil seperti biasa. Kadang Starla risih dengan tatapan yang terus-terusan mengarah padanya tanpa berkedip. Seperti orang mesum!

"Saya kemari untuk menindaklanjuti kontrak kerja sebagai asisten Anda selama tiga bulan." Ujar Starla membuka pembicaraan.

"Baguslah pikiran mu tidak terkontaminasi zat asing mengingat siapa orang yang berada di dekat mu."

Starla tidak menggubris. Perkataan Adam memang sering ngalor ngidul tidak jelas. Sulit dipahami tatanan otaknya terbuat dari apa. Unik dan juga aneh dalam satu waktu.

"Kalau begitu langsung saja. Saya tidak ingin mengganggu Tuan Adamson yang sedang beristirahat."

"Wait! Aku tidak keberatan diganggu. Jadi santai saja." Senyumnya tengil.

"Waah lihatlah awan di sana. Bukankah mirip kelinci? Emh...." Adam memiringkan kepala, "atau helikopter?"

"Bagaimana menurut mu?" Tanya Adam.

Satrla memandang datar, orang ini masih sama. Menyebalkan dan aneh!

"Jika Tuan meyakini itu kelinci maka akan jadi kelinci sebaliknya jika Tuan meyakini itu helikopter maka akan jadi helikopter. Ada yang bilang, bentuk awan adalah perwujuan imajinasi kita." Jelas Starla tanpa melihat sekali pun awan di luar sana.

"Hemm, kalau begitu aku ingin memastikan bagaimana kamu melihat awan di sana."

Mau tidak mau Starla menoleh. Tempat yang mereka singgahi saat ini berada di lantai empat sebuah rumah sakit swasta.

Pemandangan kota mentereng indah dari balik kaca bening. Begitupun langit biru dan beberapa gumpalan awan.

Starla menatap lekat satu-satu awan yang tidak bergabung dengan awan lainnya. Begitu kecil dan kesepian.

Bukan imajinasi yang keluar. Justru Starla merasa awan itu adalah dirinya.

"Aku...." ceplosnya kelepasan.

"Aku?" Tanya balik Adam membuat Starla tersadar.

"Maaf, bagi ki awan itu terlihat seperti kelinci." Dusta Starla.

"Hemm...."

"D-dari pada itu, lebih baik kita langsung ke poin utama. Aku punya persyaratan selama menjadi asisten mu."

Starla memgacungkan selembar map merah berisi poin-poin perjanjian. Adam memandang tidak suka lalu membuka map itu.

* Waktu yang ditentukan tiga bulan dari kontrak ini ditanda tangani.

*Dilarang melakukan pelecehan. Baik verbal maupun non verbal.

*Tidak ada kegiatan malam.

*Untuk menghindari isu miring dari kedekatan dua belah pihak. FG Group dan D.I.B. Group akan melakukan kerja sama di salah satu anak perusahaan. Kerja sama diselenggarakan atas permintaan Starla Faranggis.

*Jika di kemudian hari ada pihak yang melanggar maka akan dikenakan sangsi berupa persen saham. Dihitung berapa banyak kesalahan dalam tiga bulan.

Kira-kira begitu isi kontraknya. Hanya saja beberapa poin cukup membangkitkan pertanyaan di benak Adam.

Senyumnya mengembang sarat akan makna. Seperti binatang buas baru saja menemukan mangsa.

Bersambung

Next โžก

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya Lipstik Merah Starla 10-13 (Gratis)
0
0
Kalau jadi Starla mungkin aku bakal minta cerai saat itu juga. Tapi Starla beda guys. Si manipulatif yang pendendam.Kuy baca! Gratiss tis tis
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan