Lipstik Merah Starla 54-60

0
0
Deskripsi

Bisa baca gratis di wattpad dan karyakarsa. Sudah end. 

Fight 54

Apartemen Labour City Residence

Hunian paling diincar oleh orang-orang elit Indonesia. Hanya tersedia dua puluh unit. Fasilitas lengkap dan yang paling penting member id card multiguna yang terhubung oleh seluruh fasilitas VVIP ibu kota. Orang yang tinggal di Labour City otomatis memiliki id card itu.

Tempat impian bagi siapa saja. Starla pun pernah terbesit niat ingin membeli salah satu unit. Tapi ia urungkan mengingat ia sudah punya rumah utama.

"Aku penasaran bagaimana cara Adam memiliki satu dari dua puluh unit apartemen ini. Bukankah persaingannya ketat?" tutur Starla. Memecah keheningan sekaligus kegugupan ketika mereka hendak menuju tempat Adam di lantai tujuh.

"Tuan kenal dengan pengusaha real estate. Dan ini adalah salah satu miliknya. Oh, dan Tuan tidak memiliki satu tapi dua," ucap Theo yang langsung direspon terkejut oleh Starla. "Hal paling mengejutkannya lagi, Tuan membeli satu unit dengan alasan tidak ingin memiliki tetangga. Satu lantai berisi dua unit. Bayangkan saja bagaimana introvertnya dia," sambung Theo. Bergumam di akhir kalimat.

"Sepertinya bukan karena introvert tapi cara berpikirnya yang aneh. Dia memang sesuatu," komentar Starla tidak habis pikir.

"Haha. Ya aku setuju dengan itu."

Ting!

Lift terbuka, lantai yang dituju kini ditapaki oleh Starla. Enggan rasanya beranjak. Namun ia harus tetap maju!

Ia menutupi gemetar langkahnya dengan senyum. Theo menggiring Starla tanpa tahu apapun.

"Silahkan Nona," ucap Theo membukakan pintu apartemen yang sudah menerapkan sistem pasword untuk mengunci.

"Sebelumnya, maaf merepotkan...." sambung Theo ketika Starla berada di ambang pintu.

Kening Starla mengerut dengan ungkapan itu. Merepotkan apa?

"Tidak masalah," jawab Starla pada akhirnya.

Theo tidak mengikutinya. Setelah Starla berhasil masuk ia segera menutup pintu dan melengos pergi. Ah, kini Starla benar-benar tak sanggup berdiri. Ia meraih apapun untuk berpegangan namun sialnya dari banyaknya benda ia justru meraih pengharum ruangan elektrik hingga benda itu jatuh tak berbentuk di lantai.

"Siapa?" sahut suara bariton. Itu pasti Adam.

Tak lama sosoknya muncul. Kaos santai putih dan celana training. Rambut berantakan. Dan apa itu? Benda yang menempel di keningnya. Seperti plester kompres. Lalu ada yang aneh dari wajah Adam. Ia tampak redup dengan mata layu. Apa dia sakit?

"Hais!" desis Adam seraya berbalik. Ia sempat menyembunyikan wajah dengan lengannya.

Adam malu! Ya, dia malu! Di samping wajahnya merah karena demam. Starla yakin ia juga malu dengan penampilan yang jauh dari kata rapih.

"Kamu sakit?" tanya Starla.

Adam tak bergeming. Menjawab pun tidak. Ia masih berdiri di tempat yang sama.

Sejenak ketegangan Starla melunak. Ternyata Adam bisa bersikap malu juga. Padahal ia sangat narsis kelewat percaya diri.

"Apa Theo yang membawa mu?" tanyanya setelah lama diam.

"Humm... dia bilang aku harus kemari."

"Tck! Si brengsek itu!" dengusnya kemudian.

Hal itu memunculkan pertanyaan sendiri di benak Starla. Apa kehadirannya di sini tanpa persetujuan Adam? Lalu bagaimana dengan perjanjian itu? Oh rupanya Theo membawa Starla kesini tanpa persetujuan Adam. Mungkin Theo bermaksud meminta Starla mengurus Adam yang sakit.

Hah, percuma saja rasa tegang tadi. Batin Starla. Baiklah. Starla akan ikut alur saja. Jika bukan hari ini mungkin besok dan seterusnya. Lagi pula melihat kondisi Adam tidak memungkinkan melakukannya hari ini.

"Apa kamu butuh bantuan?" tawar Starla.

"....Tidak," jawab Adam. Ada keraguan melingkupi matanya.

Dasar tsundere! Starla tahu Adam hanya malu dengan penampilannya.

"Hah! Sepertinya aku tahu kenapa Theo meminta ku kemari tanpa sepengetahuan mu."

Adam melirik sekilas. Rautnya tambah merah.

"Jika tidak begitu kamu pasti akan diam saja karena tidak ingin siapa pun tahu penampilan mu yang seperti ini," sambung Starla.

Adam tersentak samar ketika Starla mendekat. Ia sempat menghindar ketika Starla melayangkan tangan untuk mengecek suhu tubuh Adam.

"Tidak mau?" tanya Starla.

Starla menggerakkan tangannya kembali sampai menyentuh pipi Adam dan merasakan suhu panas.

"Kamu demam," lontar Starla.

Adam tak bergeming. Ia masih diam seribu bahasa tanpa berani adu tatap dengan Starla. Ia benar-benar mati kutu.

"Sejak kapan?" tanya Starla lagi.

"...."

"Adam?"

"....."

"Baiklah aku akan pergi kalau kamu tidak suka kehadira--"

"Tadi malam!" sahut Adam. Ia memberanikan diri menatap Starla. "Sejak tadi malam," ungkapnya lagi. Memandang sayu.

"Apa Theo tidak bilang apa-apa pada mu?" sambung Adam. Nafasnya tampak berat. Sepetinya ia sudah mati-matian mempertahankan posisi tegap.

"Tidak, dia hanya membawa ku begitu saja," jawab Starla. Ia ingin lihat sejauh mana Adam mempertahankan harga dirinya untuk tidak minta tolong.

"Hemm... aku sudah lumayan sehat. Tapi berhubung Queen sudah kesini, duduklah," tawar Adam. mempersilahkan sofa jaguar berwarna abu-abu gelap.

Mengikuti perintah, Starla singgah ke sofa idaman para pecinta furniture itu. Kenyamanan menyapa ketika tubuhnya bersandar pada bagian sofa.

"Bagaimana?" sahut Adam tanpa angin dan hujan. Tiba-tiba begitu saja. Lagi pula, apa objek yang ia tanya?

"Apanya?"

"Apartemen ini dan penthouse. Mana yang lebih nyaman?"

Oh ternyata itu. Starla menyisir sekitar, bola matany aikut bergerak searah dengan beberapa objek yang menjadi sorortan. Kesimpulannya, apartemen ini sangat bagus. Fasilitas, inerior dan furniture turut mengundang perhatian Starla. Terutama candeliar kecil yang mengisi meja makan. Membuat kesan era bangsawan di abad pertengahan. Tak jauh dari sana ada dapur cantik yang ditata klasik dan terkesan mewah. Seirama dengan meja makannya.

"Wanita memang suka tempat itu ya? Sudah ku duga," interupsi Adam. ia menangkap gelagat takjub ketika Starla melihat bagian dapur.

"Yah, itu memang bagus. Tapi bukan berarti karena aku wanita. Menurut ku interior apartemen ini lebih terfokus ke detil dapur. Selebihnya sama saja dengan apartemen yang pernah temui."

"Kamu boleh masak di sana kalau mau. Jujur aku belum pernah menyentuhnya sama sekali. Kamu tangan pertama yang akan meyentuhnya," senyum Adam mengembang syahdu seraya matanya menyipit.

Ya sudahlah, toh, Starla tidak ada kegiatan lain. Hitung-hitung menghabiskan waktu dari pada menunggu Adam yang tidak tumbang-tumbang sejak tadi. padahal Starla menanti raut menyedihkannya ketika menjatuhkan harga diri untuk minta tolong.

"Boleh?" tanyanya memastikan.

"Tentu saja, siapa tahu kamu cocok dan ingin tinggal di sini selamanya."

Dari pada berdebat dengan orang sakit, Starla lebih memilih beranjak. Jemarinya menyentuh permukaan marmer yang menyokong dapur cantik. Pengamatannya tak kunjung menemukan titik puas setelah sekian menit menyelidiki detail bagian dapur.

Sempurna! Mungkin itu kata yang cocok untuk menilai dapur ini. ya, kembali lagi bagaimana tipe tiap orang. bagi Starla, gaya klasik seperti ini lah kesukaannya.

"Kamu sudah... Agh!" ucapan Starla terjeda saat tubuhnya berbalik dan tanpa sengaja bertabrakan dengan dada bidang Adam. sialan! Detak jantung Starla mulai tidak normal lagi!

"Sudah apa?" lanjut Adam. ia mensejajarkan diri untuk menatap Starla.

"Sudah sarapan belum?"

"Belum," jawab Adam telak. Walau terlihat terpaksa, ia berusaha tersenyum ceria. Membuat Starla semakin prihatin saja.

"Aku akan membuatkan mu sarapan. Tunggulah di meja makan."

"Tidak mau...." Geleng Adam dengan nada manja. "Aku akan mengawasi mu. Jujur saja aku trauma dengan makanan yang pernah kamu bawa saat di rumah sakit waktu itu."

"O-oh... ." gumam Starla. Ternyata dia masih ingat?

"Terserah kamu saja," final Starla pada akhirnya.
 

Fight 55

Beberapa bahan dikeluarkan dari kulkas tiga pintu. Starla cukup terkejut dengan banyaknya makanan siap saji. Tidak ada hijau-hijauan sama sekali. Untung saja Starla menemukan jagung dan jamur. Ia menggunakan bahan itu untuk membuat bubur.

Sibuk dengan alat-alat dapur. Di samping Starla, tepatnya di telinga, Adam berbisik. “Queen mau masak apa?”

“Astaga!” pekik Starla. Tanpa sengaja Adam menyebabkan Starla memotong tangannya sendiri hingga darah merembas keluar di ujung jari manisnya.

“Ugh!” desis Starla.

“Queen!” Ia mensahut jemari Starla panik. “Maaf….” ratapnya merasa bersalah.

“Makanya, lain kali jangan mengangetkan!” dengus Starla. Sedang Adam masih memantau darah yang keluar tanpa berkedip. Tercetak jelas raut khawatir di sana.

“Sudahlah, ini hanya luka kecil,” sahut Starla. Adam masih sakit, ia tidak ingin membuat laki-laki ini merasa bersalah di kondisi seperti ini. Itu lah sebabnya Starla menarik tangannya dengan harapan perhatian Adam teralihkan. Namun, harapan itu sia-sia.

Adam semakin menarik dekat jemari Starla. Mendekat ke arah bibir. Hingga akhirnya Starla dibuat terbelalak dengan jari manisnya yang sudah di dalam rongga mulut Adam.

“Umh….” desah Starla tanpa sadar ketika jari manisnya terasa dihisap.

“Sakit?” tanya Adam.

“Humm….” balas Starla asal. Pikirannya sudah melalang buana kesana kemari. Ia tidak bisa berpikir rasional lagi.

Adam tersenyum simpul. “Sekarang tidak akan sakit lagi.”

Ia mengulum jari manis Starla untuk kedua kalinya. Kali ini dengan gairah yang sulit diartikan. Starla pun merasa ada perasaan aneh yang timbul dan menyerang daun telingaya. Perasaan panas yang entah datang dari mana. padahal ruangan ini difasilitasi AC dan suasana pun masih terlali pagi untuk matahari bersinar terik.

“A-Adam….” lirih Starla ketika Adam mengecup intens jari lainnya dan jangan lupakan tatapan penuh hasrat itu. Darah Starla ikut berdesir. Setan dalam dirinya seolah berusaha mendobrak pintu pertahanan diri Starla.

Tidak boleh begini!

Starla menarik tangannya. Adam mematung sejenak sebelum beralih dan menatap Starla seperti predator menemukan mangsa.

Kaki Starla otomatis melangkah ke belakang. Hanya satu langkah dan ia sudah terpantuk penyangga dapur. Sedang Adam terus mengikis jarak dan

PLUK!

Pundak Starla dibebani kepala Adam yang tiba-tiba mendarat.

“A-Adam?” panggil Starla. Merasa aneh dengan Adam yang tidak melakukan apapun dan diam cukup lama.

“Maaf, tapi aku tidak punya energi lagi untuk berdiri. Bisakah memapah ku ke kamar?”

Ah, dia sudah mencapai batasnya. Senyum Starla mengembang samar. Merasa gemas dengan sikap sok kuat Adam.

“Baiklah….”

Starla merangkul Adam. Memapahnya hingga kamar. Sesekali Starla mengejek Adam yang sok kuat. Tentu saja Adam merasa tersinggung namun ia tidak bisa melawan. Hanya raut kesal yang bisa ia tunjukkan. Puas sekali!

“Tunggulah, aku akan membuat sarapan. Setelah itu kamu minum obat,” ujar Starla setelah membenahi posisi tidur Adam dan memasang selimut.

“Jangan lama-lama,” sahut Adam manja.

“Iya, Iya. Dasar lalat berisik.”

“Apa sekarang aku sedang berhalusinasi? Sebenarnya di depan ku bukan Starla tapi si marmut cerewet Shia?”

“Kamu tidak berhalusianasi. Aku Starla, kenapa kamu bisa berpikir aku Shia?”

“Karena dia selalu memanggil ku lalat berisik,” lirih Adam dengan bibir sengaja di majukan.

Starla terkekeh. “Aku dapat julukan itu dari Shia. Sepertinya memang cocok untuk mu,” pacaran senyum itu masih bersinar. Tak surut sedikit pun. Membuat seorang Adam membeku sangking takjubnya.

“Tetaplah seperti itu. Queen sangat cantik saat tersenyum,” lirih Adam.

Blushing?

Jelas!

Untuk menutupinya Starla langsung melengos. “Aku mau buat sarapan!”

Kepala Starla menggeleng dengan sendirinya. Respon ketika otak dan hatinya tidak seimbang. Perasaan aneh yang diam-diam menelusup masuk ke celah hatinya. Ironis sekali, ketika bersama Daniel, suaminya. Starla merasa terancam. Sedangkan bersama Adam yang bukan siapa-siapa justru merasa tenang. Walau pernah menganggap Adam ancaman namun sekarang, sedikit demi sedikit Starla meyakini. Adam bukanlah orang yang harus ia hindari.

Tidak lama bubur jagung dengan toping truffle buatan Starla jadi. Ia segera ke kamar untuk menuntaskan tugasnya merawat Adam. Namun, alih-alih tuntas Starla justru dibuat bimbang oleh mata Adam yang terpejam.

“Dia tidur?” gumam Starla setelah menaruh sarapan ke nakas.

“Umh… apa dibangunkan saja? Dia belum minum obat dan sarapan.”

Buntu, Starla memilih diam sejenak. Tindakan apa yang harus ia lakukan. Merasa kasihan, Starla memberanikan diri menempelkan tangannya ke kening Adam. Guna mengecek suhu tubuh.

Nyatanya, suhu tubuhnya masih tinggi. Jujur Starla mulai khawatir. Ia menggoyangkan tubuh Adam untuk memastikan dia tidak pingsan.

“Adam?”

Tidak ada respon. Hati Starla dilanda kepanikan. Bagaimana jika dia benar-benar pingsan?

“Adam, bangun. Sarapan mu sudah jadi.”
Masih nihil. Detak jantung Starla tidak karuan. Ia harus menghubungi Theo. Situasi ini sudah darurat!

Namun, Starla menghentikan langkahnya ketika sebuah sentuhan lembut menyapa lengannya. Starla menoleh dan mendapati Adam membuka mata.

“Jangan pergi….” lirihnya.

“Hah! Kamu membuat ku khawatir saja!” dengus Starla tidak habis pikir. Ia kembali duduk ke tepi ranjang.

“Kamu bisa duduk?” lanjut Starla yang dibalas deheman.

Starla membantu Adam duduk. Dengan bersandarkan kepala ranjang, Adam duduk lemas dengan senyum yang dipaksakan. Belum pernah Starla melihat Adam di kondisi lemahnya. Membuatnya semakin prihatin.

“Aku akan menyuapi mu. Kamu tidak keberatan?” tawar Starla.

“Hehe, dengan senang hati Queen,” jawab Adam lemah.

Satu persatu suapan masuk. Hingga suapan terakhir. Starla sedikit terkejut. Untuk ukuran orang sakit, Adam punya nafsu makan sampai habis seperti ini.

“Aku tidak akan mensia-siakan masakan mu,” celetuk Adam seolah ia tahu isi pikiran Starla.

“B-baguslah, kamu akan segera sembuh setelah ini.”

“Kalau aku sembuh, Queen tidak akan perhatian lagi pada ku. Rasanya aku ingin terus sakit seperti ini,” rancau Adam. Matanya layu hampir padam. Sepertinya efek obat mulai menjalari tubuhnya.

“Jangan begitu. Aku lebih senang melihat mu sehat. K-kamu terlihat l-lebih keren kalau sehat,” ucap Starla begitu saja. Ah, apa-apaan ini! Starla bahkan ingin menampar mulutnya sendiri atas kelancangannya.

Setelah itu hembusan nafas teratur menghampiri Adam. Ia terlelap tidur. Starla harap Adam tidak mendengar kalimat terakhir yang ia ucapkan.

“Emh…. Lalu aku harus apa lagi setelah ini?” gumam Starla.

“Pertama, aku harus sarapan dulu,” ungkapnya kemudian keluar setelah membenahi selimut Adam agar tertutup dengan benar. Tadi ia membuat bubur jagung lebih. Ada sisa untuk disantap. Starla menikmati sarapan sembari menilik pemandangan kota dengan gedung pencakar langit di luar jendela.

Chat milik Daniel terpampang bersamaan dengan lima belas panggilan tak terjawab. Starla berdecak, ia mengabaikan chat itu dan memilih instagram sebagai pelariannya. Deretan gambar menarik memenuhi beranda. Perlahan, matanya terasa berat. Rasa kantuk menyapa hasil ketegangan semalam yang mengharuskannya siaga. Akhirnya Starla tertidur di sofa.

Fight 56

Dingin suhu ruangan membuat Starla menggeliat di tengah aksi tidurnya di sofa. Oh dibanding tidur, mungkin lebih tepatnya ketiduran. Karena ia tidak begitu bodoh memilih tidur dalam posisi tidak nyaman ini.

Barisan gigi rapih itu menampakkan pesonanya. Ia menoleh ke arah jendela dan mendapati bulir air jatuh dari langit. Ah, pantas saja gadis ini kedinginan.

Laki-laki berpostur tegap itu seketika beringsut setelah sekian lama memandangi gadis dalam buaian di hadapannya. Ia mengobrak-abrik lemari. Berharap segera menemukan selimut bersih.

Putus asa, Adam mengalahkan salah satu jasnya untuk menyelimuti Starla. Sebenarnya ia tidak kekurangan uang untuk membeli satu selimut cadangan. Seingatnya dulu Theo pernah menunjukkan tempatnya. Hanya saja Adam lupa. Toh, ia tidak pernah mengundang siapa pun tidur di apartemen ini.

"Dia tidur seperti bayi," gumam Adam. Ia kembali ke posisi semula. Memandangi Starla dalam diam.

Kira-kira sudah satu jam berlalu setelah Adam bangun dari efek obat yang membuatnya tertidur. Percayalah, ketika ia membuka mata. Julukan orang gila mungkin tepat disandang Adam. Sebab, sedetik setelah ia bangun. Pikirannya langsung tertuju pada Starla. Ia semakin kalang kabut ketika sosok Starla tidak ada di mana pun. Sampai akhirnya ia menemukan Starla tengah meringkuk di sofa. Adam bisa bernafas lega setelahnya.

"Candu mu melebihi narkoba jenis apapun. Rasanya aku ingin mengikat mu di sini," rancau Adam seraya memuja paras cantik yang sedang tertidur itu.

Satu pergerakan terdeteksi. Adam menyengih seraya menegapkan tubuhnya.

"Hai...." sapa Adam saat mata indah itu terbuka.

"Umh.... kamu sudah bangun?"

"Humm. Berkat mu aku merasa baikan."

Starla beringsut duduk. Ia memahami sekitar. Di wajahnya tampak sekali ia kebingungan. Yah, tidur pagi memang membuat seseorang linglung. Ditambah lagi ini tempat asing untuk Starla.

"Jam berapa sekarang?" tanya Starla.

"Jam sepuluh pagi."

"Ah, maaf aku ketiduran," ujar Starla memegangi kening.

"No problem. Tidak ada pekerjaan khusus hari ini. Kamu hanya perlu di sini menemani ku."

Mata dengan bulu lentik itu menatap Adam intens. Membuat laki-laki yang digadang sebagai penguasa bisnis ini merasa kikuk.

"Aku akan mengambilkan minum," ujarnya menghindar. Adam memang terkenal playboy kelas kakap. Tapi jika dengan Starla, ia bisa berubah menjadi siput pemalu.

"Hah! Kenapa dia menatap ku seperti itu? Buat salting saja," ucap Adam mengacak rambut depannya. Ia meraih mineral di kulkas dan beberapa camilan ringan.

"Silahkan. Anggap saja rumah sendiri," ucap Adam seraya menaruh mineral ke meja.

Bola mata Adam mencuri lirik gadis yang tengah menenggak botol mineral. Leher mulus itu berhasil membuat darah Adam berdesir hebat. Ia reflek menggeser tubuh seraya memalingkan objek pandangnya.

Gawat jika terus-terusan memperhatikan Starla. Dia yang sedang minum saja terlihat sangat erotis.

"Sialan!" gumam Adam lirih.

"Tuan Adam...." panggil Starla.

Sontak Adam menoleh dan mendapati Starla dengan tatapan intensnya lagi. Ah, tatapan itu bisa saja membuat Adam gila jika dibiarkan terus menerus.

"Ada apa?" sahut Adam berusaha santai.

"Aku...."

Ucapan Starla terjeda. Ia terlihat menimbang-nimbang sesuatu. Membuat Adam ikut penasaran kelanjutan dari ucapannya. Selagi menunggu Adam mensahut snack yang tadi ia bawa bersama mineral. Ia memakannya santai sebelum ujaran Starla membuatnya terbatuk histeris.

"Datang bulan ku sudah selesai. Kamu bisa meminta hak perjanjan itu sekarang."

"Uhuk!"

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!"

"A-air!" ucap Adam gagap.

Starla menyuguhkan mineral miliknya. Karena hanya ada itu. Adam langsung menenggaknya habis.

"Hah, kamu sadar apa yang baru saja kamu katakan?!"

Kening Starla mengerut. Kenapa Adam tampak marah? Bukankah ini yang dia inginkan?

"Sadar. Bukankah kamu menginginkannya?" tanya Starla datar.

Ya, transparan saja. Starla dikelilingi lingkungan bisnis sejak lahir. Wajar jika pemikirannya pun berlandaskan kontrak dan perjanjian. Baginya, dalam bisnis tak ada kata membantu tanpa pamrih. Begitu pun dengan bantuan yang Adam berikan tempo lalu tentang Habsyi Al Farezi.

"Kamu semakin menyiksa ku saat menunda-nunda hal itu. Lakukanlah dan beban ku akan sedikit berkurang," sambung Starla.

Tatapan Adam menyendu. Ia menatap intens sosok wanita yang kini terlihat sangat putus asa. Ah, benar juga! Starla juga wanita. Adam memang mengangumi sifat kokoh Starla yang tak goyah sedikit pun. Tapi, sekuat-kuatnya dia. Ada satu waktu dia berada dalam titik lemah hidupnya. Dan sekarang Adam menyaksikannya sendiri. Melalui sorot mata layu itu.

"Baiklah," ujar Adam. Ia melempar snacknya ke sembarang arah hingga isinya tercecer ke lantai.

Jarak mengikis di antara mereka. Adam semakin mencondongkan tubuhnya. Menggapai rambut lurus Starla lalu menghirup aroma dan menciumnya. Ia sampirnya helaian rambut itu di balik daun telinga Starla.

Tangan Adam membelai pipi Starla. Satu kata! Hangat! Ini adalah bagian kecil kehangatan dari tubuh Starla. Darah Adam semakin berdesir saat Starla memejamkan mata. Seolah pasrah dengan apa yang akan dilakukan Adam.

Tak berhenti sampai di situ. Adam menyangga kepala Starla sebelum ia giring tubuhnya untuk tidur. Kini Adam berhasil menempati posisi atas. Mata Starla terpantau membuka. Matanya tetap menatap tanpa binar bahagia. Kemudian ia terpejam kembali.

Senyum Adam mengembang. Ekspresi yang belum pernah ia tunjukkan kepada siapa pun kecuali Sayu, ibunya. Ya, ekspresi cinta yang sangat tulus.

Perlahan Adam mendekati wajah Starla. Mengusap pucuk kepalanya kemudian membelai pipinya singkat lalu,

CUP!

Satu kecupan di kening.

CUP!

Satu kecupan di pipi.

CUP

Satu kecupan di mata.

Dan yang terakhir. Adam melirik bibir ranum itu. "Yang ini disimpan untuk nanti."

'Saat aku sudah memiliki mu sepenuhnya,' lanjutnya dalam hati.

Starla terlonjak dan membuka mata. Ia tampak kebingungan. Bukan hanya tindakan Adam barusan tapi juga ekspresi Adam yang sulit diartikan.

"Maaf, bercanda ku sudah kelewatan," ujar Adam mengakui.

Jujur saja, Adam tidak pernah serius mengatakan perjanjian dengan tubuh Starla sebagai jaminannya. Itu hanya alibi agar Adam bisa mendekati Starla. Ya, ia memang terkenal playboy. Ia yakin pendekatan biasa tidak akan mempan. Itu sebabnya Adam mengambil langkah ekstrim. Dan begini lah ujungnya. Adam harus mengakhirinya sekarang. Lebih dari itu, ini lah saatnya Adam menarik jaring. Untuk membebaskan ikan dari kolam tercemar.

"Starla...." ucapnya lirih. Adam turun dari sofa. Merendahkan dirinya di hadapan Starla. Hal yang seumur hidup tak pernah Adam lakukan.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Starla kebingungan.

"Memohon," ujarnya serius.

"Aku tidak mengerti. Seorang Adam memohon?" cebik Starla.

"Harusnya sekarang kamu mengerti. Hanya dengan mu aku bisa sejatuh ini. Hanya dengan mu aku mampu merendahkan diri seperti ini."

"Kamu memang ahlinya membuat rumit ya?! Padahal aku sudah mempermudah semuanya. Apalagi yang kamu inginkan selain tubuh ku?" ujar Starla salah paham.

"Hati mu."

DEG!

"Starla.... izinkan aku membantu mu," lanjut Adam.

"Membantu apa?" tanya Starla pura-pura tidak paham. Jangan lupakan bahwa ia adalah gadis tangguh yang terbiasa mandiri. Oh dia juga anak tunggal yang berambisi. Bagai tembok kokoh yang sulit tertembus.

"Merebut hak mu."

"Adam! Kamu sudah kelewatan!" sahut Starla ketus. Wajahnya dihiasi amarah. Ya, Adam paham. Ia baru memasuki ranah paling sensitif bagi Starla.

Starla tidak bisa mengelak. Ia menyadari lambat hari Adam akan mengetahui masalah internal di FG Group juga masalah internal di rumah tangganya. Dia punya Theo yang memiliki banyak trik untuk mendapatkan informasi. Selama ini Starla hanya diam. Berharap Adam tidak membahasnya. Mungkin ini lah ujungnya.

Mereka saling diam cukup lama. Adam pun merasa dirinya harus diam. Biarkan Starla menimbang-nimbang. Di sinilah kepercayaan dipertaruhkan.

Di posisi ini, Menjadi Starla tidaklah mudah. Menerima bantuan Adam itu berarti hutangnya semakin banyak terhadap orang yang sulit ditebak kemauannya. Tapi Starla menyadari pengaruh Daniel semakin kuat di FG Group. Terakhir ia dengar, David Faranggis telah dikalahkan dan kehilangan separuh sahamnya. Itu berarti timing inilah yang pas untuk menyerang Daniel. Karena kubu David Faranggis telah dilumpuhkan.

Masalahnya, Starla belum cukup kuat menyingkirkan Daniel. Bercerai? Tidak semudah itu perceraian menyelesaikan semuanya. Bukti bahwa nama yang tertulis di saham FG Group adalah nama Daniel membuat Starla kesulitan mengambil jalan perceraian.

Bantuan Adam benar-benar datang di situasi tepat! Tapi Starla khawatir. Suatu saat Adam akan mengakuisisi FG Group jika ia menerima bantuannya.

"Starla? Apa yang kamu khawatirkan dari ku? Katakan saja," ucap Adam. Seolah ia bisa memprediksi pikiran Starla.

"Banyak!"

"Sebutkan! Aku ingin mendengarnya satu persatu."

"Setelah kamu mendengarnya. Memang apa yang akan kamu lakukan? Berusaha memperbaiki agar aku merasa nyaman?"

"Tentu saja. Aku akan membuat mu nyaman berada di sisi ku. Queen, aku menginginkan mu. Bukan hanya tubuh mu. Tapi semuanya. Perhatian mu, rasa sayang mu, waktu mu. Benar, semua ini ku lakukan karena aku mencintai mu. Starla."

DEG!
 

Fight 57

"Aku mencintai mu, Starla."

DEG!

"Aku yakin mulut manis mu mengatakan hal yang sama pada wanita mana pun!" ucap Starla tidak percaya.

"Dengan cara apa aku bisa meyakinkan mu  bahwa ucapan ku sungguh-sungguh? Katakan saja. Aku akan memenuhinya."

Starla memutar bola matanya. Situasi ini sudah tidak kondusif. Mungkin saja ini hanya permainan Adam. Tentang bantuan yang sempat dilontarkannya tadi pun Starla curiga. Sudahlah! Starla tidak ingin mempercayai ucapan Adam lagi.

Kaki Starla jejak berdiri. Ia harus pergi sejenak dari tempat ini dan kembali lagi nanti.

"Mau kemana?" sahut Adam.

"Aku butuh udara segar. Di sini rasanya sesak!"

"Jawab dulu pertanyaan ku!"

"Tck!"

Terserahlah! Toh dia hanya bermain-main! Batin Starla.

"Baiklah, aku akan mempercayai ucapan mu jika kamu berani menyayat lengan mu dengan pisau!" ledek Starla.

Terlihat kerut dalam pada kening Adam. See? Dia tidak akan sanggup melakukannya. Starla melenggang begitu saja. Meninggalkan Adam termangu.

Yah, kalau diingat-ingat dari dulu karakter Adam itu penuh dengan misteri. Waktu kecil ia sering membual banyak hal. Saat itu Starla paham bahwa anak ingusan yang kini menjadi pengusaha sukses itu sebenarnya ingin diakui Starla. Itu sebabnya ia sering pamer.

Entah kenapa dari situ lah Starla merasa tidak cocok dengan Adam. Mereka adalah dua individu yang keras kepala dan tidak mau kalah. Tentu saja sebelum cinta menyerang salah satunya. Ya, kali ini Adam telah mengaku kalah. Tapi sayangnya Starla tidak memahami ketulan Adam. Sebab kesan buruknya yang terlampau dalam.

Starla menuruni apartemen mewah tempat tinggal Adam. Selagi menghindari Adam, Ia bermaksud melihat-lihat sejenak. Oh, mungkin Starla akan mencari cafe terdekat untuk membeli es coklat.

Tak perlu langkah jauh. Ternyata di lantai bawah Apartemen Labour City terdapat cafetaria. Starla tak perlu repot-repot mencari lagi dan satu coklat panas berhasil menyapa tenggorokannya.

Ah, sekarang pikiran Starla sedikit tenang. Memang hal manis tak pernah kalah membuat moodnya baik.

Hampir jam dua belas siang. Begini-begini juga Starla masih dalam jam kerja. Ini saatnya Adam meminum obat. Ia hendak beralih sebelum pikirannya mengulas kulkas kosong milik Adam.

"Hah, sepertinya aku harus beli sesuatu untuknya makan."

Untungnya cafetaria ini tidak hanya menyediakan makanan ringan. Ada soup dan beberapa makanan berat. Starla memilih soup iga untuk dibungkus. Sekalian deng nasi dan beberapa pencuci mulut.

Starla memang terlihat tidak peduli. Tapi ia selalu memikirkan job desknya dengan baik. Terlebih Adam itu lelaki. Ia tidak akan peduli dengan hal-hal berbau rumahan. Membuat Starla agak miris mengingat kondisinya.

Sebungkus soup iga ditenteng Starla. Ia kembali menaiki lift sampai ke apartemen Adam.

Tok tok tok

"Tuan, ini aku."

Hening, ah, mungkin dia sedang di kamar mandi. Starla coba mengetuknya lagi. Namun nihil.

"Dia tidak pingsan lagi kan?" gumam Starla.

Mencoba keberuntungan. Starla membuka handle pintu. Oh ternyata tidak dikunci. Kalau begitu kenapa ia repot-repot mengetuk tadi? Ugh! Menyebalkan!

"Tuan, aku masuk," ucap Starla.

"Permisi...."

Tepat saat langkahnya menyentuh ruang tengah. Tempat terakhir ia meninggalkan Adam tadi. Soup iga dalam genggamannya jatuh begitu saja. Matanya membelalak sempurna. Tak elah bola mata itu bergetar hebat tatkala melihat cairan merah mengotori lantai.

"Adam!"

"A-apa yang terjadi?!"

"Starla...." sahut Adam lirih dengan keringat dingin di pelipisnya. "Aku menepati kata-kata mu. Sekarang kamu.... percaya kan?"

DEG!

Gila! Adam benar-benar gila! Batin Starla.

"Jangan banyak bicara! Aku akan menelepon Theo!" ujar Starla panik. Tangannya telah berada di pergelangan tangan Adam. Menutupi sayatan tempat cairan merah itu berasal.

Tangan Starla gemetar hebat. Ia mencari nomor Theo dengan tergesa. Layar handphonenya sudah kotor noda darah.

"Starla...."

"Aku mencintai mu," rancau Adam.

"Aku sungguh mencintai mu."

"Kamu harus percaya. Aku melakukan ini untuk membuktikan ucapan ku."

"Starl--" ucapan Adam terhenti. Rasa sakit di tangannya seolah menguap entah kemana saat melihat bulir bening turun dari mata indah itu.

"Kenapa kamu melakukan ini? Kamu membuat ku bingung. Sikap mu, perhatian mu. Aku... aku bingung! Seharusnya kamu menjadi Adam yang tidak ku sukai. Tapi.... tapi kenapa kamu berubah? Aku tidak nyaman dengan perubahan mu! Aku--"

PLUK!

Adam memeluk Starla spontan.

Ah, sekarang Adam paham. Starla baru saja disakiti oleh lelaki. Luka di hatinya masih menganga lebar. Tapi Adam justru menerobos masuk dan memporak-porandakan hatinya.

"Ssst! Tenanglah," ucap Adam.

"Hiks... ba-bagaimana aku bisa tenang? Kamu terluka gara-gara pikiran gila ku. Hiks.... agh! Theo kemana sih? Kenapa dia tidak datang juga?!"

Adam terhenyak. Wah, ini sisi lain Starla yang tidak pernah Adam lihat. Dia seperti bocah kecil yang ketakutan karena telah melakukan kesalahan.

Tanpa sadar seulas senyum itu muncul. Yah, setidaknya Adam berhasil masuk ke hati Starla.

Luka itu sudah diberikan pertolongan pertama dengan kain seadanya. Starla menatap nanar. Sorot bersalah tercetak pada mata yang masih digenang air itu.

"Queen, ini sangat sakit," ledek Adam manja.

"A-aku harus bagaimana?" sahut Starla panik.

"Peluk aku, ku pikir itu akan mengurangi rasa sakitnya," goda Adam manja.

Tadinya ia hanya bercanda. Tapi siapa yang menyangka kalai Starla langsung memeluknya erat? Lagi-lagi Adam dibuat terkejut dengan tindakan gadis ini.

Tak lama Theo datang. Ia terlihat panik saat melihat lengan Adam terluka. Adam langsung dibawa ke rumah sakit terdekat guna perawatan.

***

Setelah selesai mengobati lengan Adam. Mereka bertiga berniat kembaki ke hunian. Dengan menaiki mobil yang dikemudikan oleh Theo. Mereka membelah kemacetan jam makan siang.

"Theo bisakah kamu membelikan ku sesuatu?" titah Adam.

Theo melirik kaca depan yang langsung terpantul sosok Tuannya. Terlalu lama bersanding dengan Adam membuat keduanya memiliki kode khusus. Salah satunya kode yang baru saja Adam lontarkan.

Membelikan 'sesuatu'. Itu artinya Adam ingin bicara empat mata tanpa digangu.

"Baik Tuan. Saya akan mencari parkiran terdekat," ujar Theo.

Sebuah taman kota dengan banyaknya pohon rindang menjadi pilihan Theo menepikan mobil keluaran terbaru itu. Meninggalkan Adam dan Starla yang kini dilanda diam semenjak pulang dari rumah sakit.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Adam membuka suara.

"Seharusnya aku yang tanya begitu."

Tatapan Starla beralih ke tangan Adam. Sudah dua kali ia membuat tangan laki-laki ini terluka. Ia semakin merasa bersalah.

"Ini akibat dari tindakan ku. Kamu tenang saja. Dokter bilang lukanya tidak terlalu dalam sampai meninggalkan bekas. Meninggalkan bekas pun aku tidak keberatan. Karena luka ini bisa jadi kenangan yang mengingatkan saat aku mengungkapkan cinta untuk pertama kalinya."

"Pertama kali?" timpal Starla. Ada sorot tidak percaya di matanya. Yah, karena dia adalah Adam.

"Humm.... pasti kamu tidak percaya kan?"

"Tentu saja! Wajah playboy seperti mu. Bagaimana bisa aku percaya?!"

"Apa aku harus membuktikannya lagi, hm?"

Starla terlonjak. Ia regangkan sedekap tangannya. Matanya memandang layu. Ah, Adam sudah kelewatan lagi.

"Maaf, maaf. Hehe. Yah, terserah kamu mau percaya atau tidak. Yang jelas, sebelum mu tidak ada satu wanita pun yang pernah mendengar ungkapan cinta ku. Rata-rata mereka yang datang pada ku secara sukarela. Atau jika aku merasa sedikit tertarik. Hanya dengan rayuan kecil mereka akan luluh."

"Lalu kamu bangga bisa meluluhkan mereka dan berakhir di ranjang? Begitu?!"

Bukannya panik. Adam justru terkekeh. Nada Starla seperti wanita cemburu pada umumnya.

"Bukan begitu Queen. Aku hanya menikmati alurnya. Begitulah insting laki-laki. Tapi...." ucapan Adam terjeda. Ia meraih helaian rambut Starla dan menciumnya singkat. "Aku sudah lama berhenti sejak pulang ke Indonesia dan bertemu dengan teman kecil ku yang cantik ini."

"Karena mu, aku sudah membuang kebiasaan itu."

DEG!

Pipi Starla merona. Ia berpaling untuk menetralkan degub jantungnya.

"Lucunya my queen," goda Adam yang menyadari kegugupan Starla.

"Berisik!"

"Coba hadap sini. Aku ingin lihat wajah memerah mu."

"Tidak mau!"

"Ayolah, jarang-jarang aku melihat mu blushing."

"Lalat berisik!"

"Hahaha, kamu menghardik ku sekarang."

"....."

"Starla?" panggil Adam. Ia mengubah nada suaranya menjadi lembut.

"Aku mencintai mu. Aku akan menunggu sampai kamu mematangkan hati mu. Aku harap penantian ku tidak terlalu lama. Lalu...."

"Tentang bantuan yang ku tawarkan padamu itu sungguh-sungguh."

"Starla...."

"Izinkan aku menjadi pundak tempat mu bersandar. Aku akan melakukan apapun yang kamu perintahkan. Manfaatkan aku sesuka mu."

Dingin AC menyapu kulit Starla. Lambaian ranting dengan dedaunan muda sempat menyita perhatian Starla dari dalam mobil.

Perginya Theo beberapa saat lalu menimbulkan pertanyaan tersendiri. Beli apa dia sampai tidak kunjung datang juga?

Ah, setelah melihat wajah Adam sepertinya Theo tidak akan kembali sebelum Adam perintahkan.

Lalu, sebenarnya situasi apa ini? Starla merasa kurang nyaman. Suhu tubuhnya tiba-tiba naik. Debar jantungnya melaju dengan cepat. Ah, Starla paham sekarang. Ia merasa aneh sejak bersama Adam akhir-akhir ini. Perlakuannya, nada bicaranya dan bahkan tatapannya. Semua itu yang memicu detak tak biasa.

Hal ini tambah parah ketika Adam mengungkapkan bahwa ia mencintai Starla. Pembuktian berujung luka sayatan itu jujur saja hampir membuat kewarasan Starla menghilang. Adam sangat nekat dan karena kenekatan itu lah ada setitik keyakinan untuk mempercayai Adam.

Kali ini bisakah Starla memulainya lagi? Setelah trauma beberapa waktu lalu yang ditorehkan Daniel.

Hal ini sangat menyiksa bagi perempuan yang menyimpan trauma terhadap laki-laki. Tapi.... jika Starla tidak melangkah maju. Ia akan terkurung selamanta dalam trauma batin yang membuatnya gila. Walau dalam keadaan bingung. Starla harus mencoba!

"Adam, kamu mengerti kata 'membantu' yang dimaksud kan?"

"Tentu."

"Aku tidak bisa memberi mu apapun. Bahkan aku tidak yakin setelah kamu berhasil membantu ku. Aku akan meyerahkan hati ku. Kamu tahu kan? Perasaan tidak bisa dipaksakan."

"Aku tahu itu."

"Kamu ingin tetap membantu ku? Bahkan tanpa keuntungan apapun?"

Adam tersenyum manis. Ia menggapai tangan Starla lalu mengecupnya singkat. "Manfaatkan aku sesuka mu, Queen."

"Aku akan menjadi apapun untuk mu. Seorang malaikat dan juga iblis sekali pun. Asal kamu bisa terus tersenyum."

"Kenapa kamu sampai sejauh ini?"

"Ada yang bilang. Cinta itu buta. Aku tidak setuju ungkapan itu. Yang benar adalah cinta itu gila. Dan aku sedang mengalaminya."

Dengan sekali tarikan nafas. Sekali lagi Starla mengambil keputusan penting dalan hidupnya.

"Baiklah...."

"Adam, bantu aku balas dendam."

"Sesuai keinginan mu, My Queen."
 

Fight 58

Jam menunjukkan pukul tiga pagi. Gadis dengan balutan cardigan itu menatap layu dengan bulir air mata menetes. Seiring tangannya bergerak membuka lembar demi lembar kertas semakin banyak genangan air mata yang timbul.

Ah, rupanya semua kebusukan Daniel dan David Faranggis terlampir lengkap di kertas ini. Bahkan kecurangan yang tidak Starla ketahui pun ada. Dan itu lebih gila serta menyakitkan.

Sepulang dari pertemuan dengan Adam. Daniel sudah menunggu di parkiran apartemen. Dengan raut putus asa. Berulang kali ia mengucap maaf perihal tindakannya memaksa Starla melayaninya.

Sejatinya Starla yang ingin balas dendam cantik. Ia tidak ingin menghancurkan rencana yang sudah dimatangkan bersama Adam untuk menghancurkan Danidl. Ia pun terpaksa memaafkannya.

Untung saja malam ini hingga dua malam ke depan Daniel berujar tidak pulang karena akan mengurusi lini bisnis di kota Depok. Menjadi peluang untuk Starla membuka dokumen yang diserahkan Adam. Tepat saat Starla menerima bantuannya.

Sorotnya kembali pada dokumen di meja. Kekehan terdengar singkat. Mengulas balik tentang perkataan Adam sebelum menyerahkan dokumen ini. Rautnya tampak khawatir. Berulang kali dia bilang untuk segera menelepon ketika Starla sudah membaca. "Ah, ternyata begitu...." gumam Starla.

"Pasti dia khawatir aku akan menangis tersedu-sedu. Yah, aku memang terkejut dengan kenyataan bahwa paman ku dalang di balik kematian Papa. Tapi aku sudah menduganya sejak lama. Daniel, Alarie, dan Paman. Mereka adalah orang-orang yang tidak bisa ku maafkan!"

Dering ponsel mengalihkan atensi Starla dari kertas kusut ulah genggaman tangannya. Buah dari amarahnya sendiri.

Ia mensahut posel di meja. Tertera nama Daniel di sana.

"Tck! Pengganggu!"

Seringai Starla membentuk. Yah, sebelum hancur apa salahnya mempermainkan hatinya sebentar? Starla akan membuat Daniel hancur di luar maupun di dalam. Lagi pula sepertinya Daniel telah menaruh hati pada Starla. Hal itu Starla sadari saat Daniel sudah jarang pulang telat lagi.

"Hallo?" sambut Starla.

"Ku pikir kamu tidak akan mengangkat telepon ku. Apa aku menganggu?"

"Menurut mu?"

"Pasti aku menggangu ya? Maaf. Starla... aku menelepon mu karena tidak bisa tidur. Aku terus kepikiran tentang mu. Kejadian malam itu aku--"

"Sudahlah Daniel. Hal itu tidak usah dibahas lagi."

"Starla. Kamu sudah memaafkan ku kan?"

"...."

"Starla?"

"Daniel, jujur aku takut melihat mu yang seperti itu. Aku harap kamu tidak mengulanginya lagi. Perihal maaf. Sudah ku maafkan. Kamu tidak perlu khawatir."

Ya, Starla butuh jaminan agar Daniel tidak melakukan tindakan pemaksaan itu lagi. Itu sebabnya Starla menanamkan kekecewaan agar Daniel sadar.

"Baiklah. Aku benar-benar khilaf malam itu. Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi."

"Starla... aku mencintai mu. Sungguh. Aku tidak ingin kehilangan mu. Seharusnya aku tidak di sini mengurusi pekerjaan. Seharusnya aku menemani mu di rumah."

Starla memutar bola matanya. Jengah! Ada ya orang tidak tahu malu seperti Daniel?! Dia baru saja melakukan kesalahan dan sekarang bersikap manja seperti tidak terjadi apa-apa.

"Hanya tiga hari Niel. Itu bukan waktu yang lama. Lagi pula aku baik-baik saja."

"Hah, sepertinya ini akan memakan waktu lebih lama," keluh Daniel.

"Hemm... begitu...."

Baguslah! Batin Starla.

"Ya sudah. Jangan terburu-buru. Yang penting urusan di sana selesai."

"Ya, kamu benar. Tapi.... agh! Aku benar-benar ingin memeluk mu sekarang. Starla... ayo video call."

Hah! Menyusahkan sekali beban satu ini! Batin Starla.

"Daniel, bukannya aku tidak mau. Tapi aku sudah ngantuk sekali. Bisakah besok saja?"

"Oh, benar juga. Maaf.... baiklah, aku akan menelepon mu besok lagi. Wah, energi ku terasa diisi kembali setelah mendengar suara mu."

Setelah berpamitan sambungan telepon ditutup. Starla memandang jengah room chat Daniel yang langsung mengetikkan pesan,

"good night, istri ku."

Dengusan terdengar lirih. "Dia tidak tahu kalau aku sudah memegang kunci kehancurannya. Kita lihat saja nanti. Semua ada waktunya!"

Belum sempat berpaling. Handphone Starla mengeluarkan bunyi dering disertai getaran kembali. Kali ini nama ‘Beban’ terpampang di layar.

Segaris senyum menampakkan wujudnya. Aneh sekali, dulu ia kesal jika nama ‘beban’ mentereng setiap kali nada panggilan terhubung. Tapi sekarang? Lihatlah ekspresi Starla! Ia seperti seseorang yang sedang dilanda asmara.

“Cih! Kenapa dia menelepon ku jam segini?”

“Apa karena dia melihat whatsapp ku online?”

“Ahaha, tidak mungkin kan? Memang dia kekurangan pekerjaan sampai memantau whatsapp ku di pagi buta begini?”

Ya, ini pukul tiga pagi. Starla terbangun dan mengingat dokumen yang diserahkan Adam. Matanya dibuat tak bisa terpejam lagi setelah membaca dokumen berisi kebusukan seseorang itu!

Kening  Starla mengerut singkat. Yah, mengulas balik tindakan nekat Adam selama ini. sepertinya dugaan Starla berpotensi benar.

Starla buru-buru menetralkan rautnya sebab Adam langsung beralih ke video call. Ia menggesek tombol hijau pada layar. Wajah Adam terpampang di sana. Walau ada sedikit kantung mata mentereng. Struktur wajah tegas itu masih terlihat tampan.

Berbeda dengan Starla. Ia sengaja menutupi kamera depannya dengan tangan. Bukan karena wajah natural itu tak layak dipandang. Tapi karena Starla malas Adam memgeluarkan gombalan recehnya.

Queen? Kenapa wajah mu tidak ada?”

“Aku malas dilihat oleh mu!”

Wajah Adam tampak khawatir. “Apa kamu habis menangis? Ah, benar! pasti kamu habis menangis. Sepertinya aku menelepon di situasi kurang pas. Yang ku dengar dari Theo, wanita tidak suka dilihat saat wajahnya sembab.”

Kekehan singkat lirih terdengar. Adam mengernyit sembari mendekatkan wajahnya ke handphone. “Kamu tertawa?”

“Tidak!” dusta Starla.

Aku tadi mendengar kekehan. Apa di rumah mu ada something wrong?”

Starla memutar bola matanya ke atas. “Apa itu?”

Semacam makhluk tak kasat mata.”

“Hei! sekali lagi kamu bilang seperti itu. Aku akan memanggil mu lalat berisik seminggu ke depan!” kecam Starla.

Walau dikenal sebagai gadis mandiri dan independen. Satu kenyataan yang wajib diketahui khalayak banyak. Starla itu penakut dengan hal-hal berbau mistis.

Hahaha, maaf, maaf. Aku lupa kamu takut dengan yang begitu. Apa aku harus ke sana menemani mu? Ku dengar suara mu sampai bergetar gitu.”

“Siapa yang bergetar? Suara ku baik-baik saj—“ belum selesai Starla merampungkan kalimatnya ia spontan menoleh ke jendela. Entahlah, instingnya tiba-tiba menyuruhnya.

Starla?” sahut Adam.

Kamu baik-baik saja? Tuh kan! Kamu takut,” sambung Adam.

“A-aku tidak takut kok!” dusta Starla. Biar bagaimana pun ini jam tiga pagi. Di saat orang-orang mendengkur Starla justru tersadar.

Baiklah, biarkan aku melihat wajah mu. baru aku percaya.”

Perlahan jemari Starla menyingkir dari kamera depan. wajah Starla pun terpampang di layar handphone.

Wah, Queen. Dalam keadaan takut ternyata kamu masih bisa bersinar ya,” goda Adam.

Tuh kan! batin Starla. Begini lah Adam dengan segala gombalan yang tak ada mempan-mempannya terhadap Starla.

“Berisik!”

Kamu ingin aku ke sana?”

“Tidak usah gila! Kamu ingin menimbulkan gosip?!”

Emh… ku pikir, aku bisa membungkam beberapa penjaga keamanan.”

“Tck! Tidak usah aneh-aneh!”

Baiklah, aku ikut perkataan mu.”

Diam menjamah mereka. Adam yang biasanya banyak tanya seolah mempersilahkan Starla gentian berbicara. Sayangnya Starla itu gadis yang tidak bisa basa-basi dan selalu to the point. Ia jutru terhanyut diam sambil membolak-balik dokumen yang diberi Adam.

Apa kamu tidak merasa sedih saat membaca dokumen itu?” tanya Adam. ia jengah diam terus. Bibirnya gatal untuk tidak bertanya.

“Yah, tadi aku sempat menangis sebentar. Sebetulnya aku sudah menduga semua isi di dokumen ini.”

Hemm, sayang sekali. Padahal aku sudah bersiap meminjamkan pundak ku.”

“Untuk apa?”

Untuk mu bersandar.”

“Jangan konyol Adam. kamu jauh di sana. Bagaimana bisa aku bersandar di pundak mu?!” dengus Starla.

Hah, susah sekali berhadapan dengan betina yang seperti ini. Jangan diartika secara harfiah. Intinya aku siap menolong mu jika kamu butuh. Ah, kesal sekali!” sahut Adam geram sendiri.

"Hehe. Iya. Aku tahu kok. Aku hanya bercanda tadi."

Adam membeku. Matanya tak berkedip sedikit pun.

"Hei! Ada apa? Kamu membuat ku takut dengan respon mu."

Tidak, aku hanya… menikmati momen ini dengan baik. Sejak pertemuan pertama kita di masa kecil aku tidak pernah mendengar mu bercanda. Itu sebabnya momen ini seperti keajaiban buat ku.”

“Berlebihan lagi….” gumam Starla.

Kalau diingat-ingat memang sejak dulu pertemanannya dengan Adam terkesan saling menjatuhkan. Mereka punya ego yang tinggi untuk kalah. Itu sebabnya Starla selalu menganggap serius candaan Adam dan merasa tersinggung setelahnya. Yah, mungkin mulai detik ini Starla akan menambah candaan dalam kehidupan sehari-harinya bersama Adam. karena perlahan Starla mulai mempercayai Adam.

Tak terasa sudah satu jam mereka ngobrol. Rasa kantuk menjamah Starla. Mengetahui gesture Starla, Adam langsung menyuruhnya tidur. Panggilan mereka sempat diakhiri. Starla pun sudah kembali ke kamarnya dan menarik selimut untuk tidur. Tapi tidak sesuai dugaan! Kesadarannya tetap terjaga. Dan yang lebih penting fakta bahwa Starla sendirian menjadi momok tersendiri.

“Sialan! Semua ini gara-gara Adam! harusnya dia tidak membahas hal itu tadi!” dengus Starla.

Mau tidak mau ia menelepon Adam kembali. Awalnya Adam tertawa gurih mengejek Starla. Tapi lama kelamaan Adam tersenyum simpul saat video call berlangsung. Adam bercerita banyak hal sedangkan Starla hanya mendengarkan. Sampai di mana Starla tertidur dan Adam mengakhiri panggilannya.

Good night, Queen,” ucap Adam sebelum mematikan panggilan.
 

Fight 59

Meja makan aesthetic lengkap dengan set peralatan makan tersaji apik di depan Starla. Tak lupa balutan taplak meja putih yang menutupi keseluruhan meja dengan ukiran indah di setiap sisi kakinya membuat restoran ini tampak berkelas.

Serbet yang dibentuk cantik itu menarik minat Starla untuk menyentuhnya. Garis bibirnya tertarik samar. Bukti bahwa Starla puas dengan penataan meja di restoran bintang lima ini.

“Kamu suka?” tebak Adam.

“Hum, interiornya menarik. Biasanya restoran yang ku temui tidak mengindahkan fungsi setiap peralatan yang diletakkan pada meja. Mereka asal menaruhnya. Yang penting terlihat aesthetic di mata pelanggan. Tapi di sini aku melihat peralatan makan ini tertata dengan baik berdasarkan fase penggunaannya.”

“Aku tidak seberapa mengerti hal seperti ini. Sepertinya tepat membawa mu kemari. Perwakilan DIB Group cabang Kanada pasti akan puas setelah berkunjung kemari."

"Ah iya, bukankah Kanada adalah pusat DIB Group? Lantas kamu sebagai Direktur Utama kenapa memilih di sini? Kamu tidak khawatir dengan pergerakan bisnis mu di sana?"

"Tenang saja. Aku mempercayakan DIB Group pusat pada orang yang tepat...." Adam melirik laki-laki dengan pakaian pelayan menghampiri. Ia memberi tahu bahwa makanan tester sudah bisa disiapkan.

"Baiklah. Bawa kemari," ujar Adam.

Di sini Adam sengaja membawa Starla untuk menilai hidangan yang akan disajikan nanti untuk teman karibnya yang dipercayai memegang kendali gedung TC pusat.

Setelah berujar ingin berlibur ke Bali. Thommy mengaku akan mampir ke Jakarta guna bertemu tatap dengan atasannya yang tidak lain adalah Adam.

"Orang seperti apa wakil direktur yang kamu percayai itu?" tanya Starla. Jujur saja, jika menjadi Adam, Starla tidak akan begitu mudahnya meninggalkan perusahaan. Apalagi mempercayakan kepada seseorang. Kepercayaan Starla terlanjur dipatahkan oleh seseorang. Untuk membangunnya lagi butuh waktu lama.

"Buat apa kamu bertanya tentangnya?" selidik Adam curiga.

"Hah, ada apa dengan raut curiga mu? Kamu pikir aku bertanya seperti itu untuk menarik perhatiannya?"

"Hehe, kamu tahu kalau aku tipe lelaki cemburuan kan?"

"Ugh! Kamu membuat ku ilfeel!" sarkas Starla.

Obrolan mereka diinterupsi oleh kedatangan pramusaji yang membawa tester beberapa makanan. Berbagai menu di hidangkan.

Hidangan pertama makanan pembuka. Dari lima pilihan Starla memilih martabak telur. Agar bisa menunjukkan kerorisinilan indonesia.

Hidangan kedua adalah main course alias makanan utama. Starla memilih rendang dan ikan asap bambu yang dilumuri dengan rempah tradisional Indonesia. Nasi tak elak memenuhi menu makan utama.

Hidangan ketiga adalah dessert sekaligus makanan penutup. Starla memilih klepon isian gula aren.

Yah, kira-kira begitulah sajian yang akan dinikmati orang asing yang akan berkunjung ke Indonesia. Negara ini terkenal dengan ragam budayanya. Menarik minat tersendiri di kalangan turiS. Itu sebabnya Starla tidak memilih masakan barat karena mereka pasti sudah biasa memakannya.

Sibuk menikmati makanan yang terisisa. Kegiatan Starla diinterupsi oleh bunyi notifikasi. Tidak hanya Starla, Adam pun ikut menoleh ke handphone Starla di meja

Sialnya terpampang nama Daniel. Dengan malas Starla menyahut handphone itu sebelum kalah cepat dengan tangan Adam.

"Hei!" pekik Starla.

"Kembalikan!"

"Cobalah priksa konsep acara aniversart FG Group dari tim perencana ini. Aku ingin kamu menilai kelayakannya," ucap Adam membaca pesan itu.

"Kembalikan!" sahut Starla paksa.

"FG Group akan merayakan aniversary?" tanya Adam.

"Humm... minggu depan. Daniel meminta ku menilai konsep acaranya."

"Hah! Memang apa gunanya dia? Apa jabatan itu hanya pajangan?!" hardik Adam.

"Dia sedang sibuk di Depok. Lagi pula aku yang menawarkan diri," seringai Starla mengembang.

Adam menyadarinya dan ikut menyeringai. "Apa itu hari eksekusinya?"

"Yah, setelah ku pikir-pikir. Sepertinya tidak baik menyimpan hama terlalu lama."

"Haha, wah. Kamu harus mengundang ku ya?"

"Tentu. Berkat mu aku mendapatkan semua bukti ini. Adam, terimakasih. Aku belum mengucapkannya dengan benar waktu itu."

Mereka kembali ke kantor seusai makan siang sekaligus reservasi restotan untuk menyambut kedatangan wakil direktur DIB Group yang ada di Kanada.

Starla memakai seatbeltnya dengan baik. Berbeda dengan Adam yang tampak kesulitan. Oh! Saat ini Starla merangkap sebagai supir sekaligus. Jangan ditanyakan kemana Theo. Karena Adam tiba-tiba datang dan mengajak Starla pergi setelah berujar pada Theo untuk libur hari ini.

"Kamu butuh bantuan?"

"Tidak... sebentar lagi--"

Di luar dugaan! Starla inisiatif membantu Adam memasang seatbelt. Lucu bukan? Biasanya di drama korea, laki-laki yang memasangkan pada perempuannya. Tapi mereka justru terbalik.

"Sudah!" ujar Starla kesal. Kalau tetap mengedepankan harga dirinya. Mobil ini tidak akan jalan.

"Itu lah kenapa aku tidak mau minta bantuan mu. Aku terlihat tidak keren sama sekali," ujar Adam memajukan bibir. Tampak seklai dia kesal.

Diam-diam bibir Starla mengembang singkat. Aneh sekali! Hal-hal remeh seperti ini justru membuat Adam kesal. Dia masih tempramen seperti saat kecil.

"Ya sudah. Yang penting kan sudah terpasang."

"Lain kali aku akan memasangkannya untuk mu."

"Tidak usah. Aku bisa sendiri."

"Cih! Sudah ku duga kamu akan berkata seperti itu."

"Ah, ngomong-ngomong bukankah hari ini jadwal cek rutin tangan mu?"

"Dari mana kamu tahu?"

"Theo."

"Hemm... ya, aku sudah membuat janji nanti malam. Sepertinya besok aku sudah dibolehkan mengemudi."

"Begitu...." lirik curiga Starla. Ia takut Adam hanya membual saja.

***

Sepulangnya dari bekerja. Starla tak langsung menapakkan kakinya ke apartemen. Mobilnya melesat ke suatu tempat.

Sebelumnya ia telah menerima pesan dari Alarie yang isinya seperti ini.

"Starla, bisakah kita bicara?"

Hanya satu kalimat dan itu mengundang rasa penasaran Starla. Apa yang akan disampaikan Alarie? Firasatnya tidak enak.

Sebuah cafe langganan bergaya modern kekinian yang sering dikunjungi dua insan yang dulunya berteman baik sebelum sebuah fakta mengerikan terungkap menjadi pijakan Starla saat ini.

Di ujung sana Starla melihat Alarie tengah menyesap minumannya sambil memandang kosong ke arah jalanan. Lepek rambutnya menyimpulkan bahwa dia sedang tidak baik-baik saja. Karena yang Starla tahu Alarie sangat menjaga penampilan diri.

Satu tarikan nafas berujung terbuang. Starla memantapkan langkah menuju Alarie. Hal apapun yang akan disampaikannya, Starla sudah memasang tameng sekokoh tembok Cina.

"Hai Alarie. Maaf sudah membuat mu lama menunggu. Jalan agak macet tadi," alibi Starla.

"Tidak apa-apa. Santai saja. Emh... kamu mau pesan dulu?"

"Aku sudah memesannya tadi."

"Oh. Baiklah."

Sudah? Begitu saja? Hell! Ayolah! Starla terlalu malas basa-basi. Langsung ke intinya saja bisa tidak?!

"Anu... bagaimana kebar mu? Kerja dengan Tuan Adamson pasti tidak mudah ya?" tanya Alarie.

Jujur Starla agak terkejut dengan raut yang ditampakkan Alarie. Bagaimana ya menjelaskannya? Dia tampak seperti orang putus asa. Seolah beban di pundaknya sudah menumpuk cukup banyak dan tinggal menunggu waktu untuk meledak.

"Yah, aku sudah mulai membiasakan diri. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan ku. Aku tahu apa yang harus dilakukan. Emh... sebenarnya aku agak khawatir dengan mu. Kamu terlihat berantakkan. Apa kamu sedang dilanda masalah?" tanya Starla sok perhatian.

"Emh.... bagaimana ya... dibilang masalah sebenarnya ini lebih ke anugerah untuk ku. Tapi... sepertinya ini akan menjadi masalah untuk sebagian orang."

Apa ini? Firasat Starla semakin tidak enak. Jangan-jangan Alarie.....

"Starla.... aku hamil."

DEG!

Kuatkan diri mu Starla!

"Dalam perut ku ada janin milik Daniel."

DEG!

DEG!

DEG!

Tenanglah Starla! Tenang! Kamu bisa mengontrol amarah ini! Ya seperti biasa. Kamu harus menahannya! Lagi pula kamu sudah tidak ada perasaan dengan Daniel.

Tapi...

Apa ini?

Tangan Starla bergerak sendiri. Menyahut gelas di depannya kemudian menuangkan seisi gelas ke wajah Alarie.

Kenapa Starla tidak bisa mengontrol emosinya seperti biasa? Entahlah, saat ini seolah kesabarannya menemui titik jenuh dan meledak begitu saja.

Sudah sejauh apa toleransi yang Starla berikan pada mereka? Dan kini mereka telah melewati batas kesabaran seorang Starla.

"Maaf Starla. Aku dan Daniel diam-diam memiliki hubungan di belakang mu. Aku tidak mau terlalu lama menyakiti mu jadi ku putuskan untuk mengaku."

"Aku tahu kamu marah. Tapi, ini sudah terjadi. Diperbaiki pun tidak bisa. Starla... ku mohon ikhlaskan Daniel untuk ku."

Detik itu juga tangan Starla mendarat keras di pipi Alarie. Ia hampir tersungkur. Beruntung kakinya sigap mencegah. Mungkin karena dia tidak mau terjadi apa-apa dengan bayinya.

"Alarie!"

"Apa sebelumnya aku pernah menyakiti mu?"

"Apa aku pernah tidak sengaja merendahkan mu?"

"Apa kamu sadar apa yang telah kamu lakukan pada ku?"

Sudah cukup! Pertahanan yang digadang sekokoh tembok cina ini akhirnya runtuh juga. Genangan air mata merembas di pelupuk mata Starla. Ia bukan menangisi dua bajingan pengkhianat ini. Starla hanya kesal dengan jalan hidupnya. Kenapa bisa begini?!

"JAWAB!" teriak Starla.

Seluruh atensi terarah pada dua insan itu. Tak jarang dari mereka mengambil video momen langka ini.

"Maaf Starla. Aku minta maaf. Semua sudah terjadi. Maafkan aku," simpuh Alarie bersujud di kaki Starla.

Kerumunan orang yang saling mengarahkan pandangannya pada mereka. Bagaimana pun juga posisi ini merugikan Starla. Alarie yang bersimpuh itu terlihat seperti korban. Sedangkan Starla terlihat seperti wanita bengis.

Oh ayolah! Starla korbannya di sini. Akan ia buat orang-orang di sini berpihak padanya!

"Alarie...." panggil Starla. Emosi tak lagi menjamah dirinya. Ia benar-benar tenang untuk membuat drama murahan agar orang-orang berempati padanya.

Jujur saja di situasi ini Starla ingin sekali menampar berulang kali wanita di depannya. Namun, Starla sadar, kekerasan tidak akan membuahkan hasil bagus.

"Sudahlah, kamu benar. Semua sudah terjadi," Starla meraih dua pundak Alarie dan membantunya berdiri. "Kamu sedang hamil bukan? Jangan duduk bersimpuh seperti itu."

"Kamu adalah teman baik ku. Di luar dari perbuatan mu yang bermain dengan suami ku di belakang. Aku benar-benar menganggap mu sebagai keluarga."

"Starla.... maaf... aku benar-benar minta maaf," ucap Alarie berderai air mata.

"Alarie, kita harus mendiskusikan ini bersama Daniel."

"Apa kamu akan minta cerai?" sahut Alarie tak tahu diri.

Sama halnya dengan Starla yang geram dengan kata-kata itu. Orang-orang di sekitar Starla pun ikut menghujat.

"Dasar pelakor tidak tahu diri! Seharusnya kamu tahu situasi!"

"Wanita itu terlalu mulia. Kalau aku jadi dia sudah ku jambak pelakor itu!"

"Hei wanita pelakor! Kamu sengaja memanfaatkan kandungan mu agar dia menceraikan suaminya ya? Dasar wanita biadab! Kamu tidak pantas hidup!"

"Iya dasar pelakor! Wanita seperti mu itu hama dalam rumah tangga! Masih banyak laki-laki single tapi pilih yang beristri. Situ gila ya?!"

"Hah! Percuma cantik kalau akalnya minus. Dasar tidak tahu diri!"

Keributan menggema di cafe. Para pelanggan yang di dominasi perempuan ini menyuarakan kekesalannya. Sedangkan Alarie tampak ketakutan dengan aksi orang-orang yang mulai melemparinya dengan berbagai minuman milik mereka.

Berbeda dengan Alarie. Starla tersenyum simpul sambil menikmati mineral yang diberikan salah satu pelanggan. Ia berhasil menciptakan peran korban yang dibela banyak orang.

Ini salah satu karma yang harus kamu terima Alarie. Direndahkan banyak orang dan terlihat menyedihkan. Kasihan sekali!

"Semuanya!" pekik Starla. Yah, sayang untuk diakhiri tapi pertunjukan ini harus segera di sudahi.

"Tolong jangan seperti ini. Saya menghargai simpati kalian. Tapi, ini tidak akan berakhir baik jika terjadi hal yang buruk dengan Alarie dan bayinya. Saya akan menyelesaikan ini dengan baik. Sebelumnya saya minta maaf pada pemilik cafe karena telah menimbulkan keributan...." bungkuk Starla pada orang-orang berseragam khas cafe ini.

"Saya akan ganti semua kerugiannya."

"Nona! Anda terlalu baik. Wanita seperti itu seharusnya tidak dikasihi. Dia akan menyakiti mu lebih banyak lagi!" pekik salah satu di antara mereka.

"Saya tahu, tapi biar bagaimana pun dia adalah teman baik saya. Dan di dalam perutnya ada anak dari suami saya. Tolong biarkan saya menyelesaikan ini secara kekeluargaan."

"Huh! Nona benar-benar wanita baik. Jika saya menajadi Nona. Saya sudah menarik rambutnya dan membenturkannya ke tembok!"

Wow! Bar-bar sekali wanita muda ini. Dari ekspresinya sepertinya dia memiliki pengalaman yang sama.

"Terimakasih atas simpatinya. Saya permisi dulu," ujar Starla kemudian membawa Alarie pergi.
 

Fight 60

Di bawah kepemimpinan Adamson, gedung TC—markas pusat DIB Group memiliki standar kerja minimum. Umumnya sekitar 8 jam perhari. Para karyawan memanfaatkan waktu bekerja dengan sungguh-sungguh. Tapi tak jarang dari mereka merenggangkan ketegangan di sela bekerja.

Begitu pun dengan Theo, sebagai orang yang paling dekat dengan Adam. Ia blak-blakan streaming drama korea di meja kerjanya saat Adam tidak memiliki jam terbang alias jadwal kosong.

Ya, Theo itu agak berbeda dengan kebanyakan lelaki. Biasanya lelaki lebih senang menonton film yang dibumbu action. Menyukai drama korea bukan berarti Theo menjadi lelaki menye-menye yang suka menciptakan drama. Karena panutannya adalah Lee min ho, actor korea yang terkenal dengan perannya yang keren dan dingin.

“Ugh, drama yang ku tonton belum update,” keluh Theo seraya menaikturunkan jempolnya pada layar handphone.

“Jadwal Tuan Adam juga sudah selesai,” ia melirik ke arloginya. Masih siang, belum waktunya pulang.

“Apa boleh buat,” ia menyandarkan diri ke kepala kursi. Membuka aplikasi tiktok dan menikmati segala konten yang tersedia. Yah, beginilah kehidupan Theo sehari-hari. Kata siapa dia laki-laki panutan yang memanfaatkan waktu secara produktif? Seorang Theo juga tidak bisa menolak asyiknya scroll media social. Tak jarang Theo main game online. Ia tidak melakukannya sekarang karena Adam pernah berujar tidak suka dengan orang yang kecanduan game online.

“Hah, sepertinya sedang ada trend baru,” ujar Theo datar. Bola matanya menangkap gadis remaja sedang berjoget-joget ria. 

Jempolnya terus naik turun. Mengganti konten demi konten. Theo akan berhenti ketika konten itu dirasa menarik. Lalu, keningnya lama kelamaan mengerut berkat satu konten.

“Lho, ini kan….”

Theo sigap berdiri. Ia memasuki ruangan Adam yang tampak hampa karena hari ini Starla izin tidak masuk. Mungkin ini ada hubungannya dengan video yang baru saja Theo lihat.

“Tuan, Tuan!”

“Tck! Apa ibu mu nyidam toak saat hamil mu dulu, hah? Jangan teriak-teriak!” kecam Adam. Sudah tahu ia kesal karena Starla tidak masuk tanpa memberi alasan jelas. Sekarang ditambah Theo yang berteriak-teriak tidak jelas.

“Tuan harus lihat ini!” handphonenya ia majukan tepat di hadapan Adam. menampilkan peristiwa Starla dan Alarie di café kemarin. Rupanya seorang warga net mengunggahnya ke tiktok.

“Ah, ternyata karena ini dia tidak masuk," gumam Adam.

“Apa yang harus ku lakukan Tuan?” sigap Theo. Ini adalah ranahnya bertindak. Menghapus satu video bukan masalah berat untuk Theo. namun, di luar dugaan!

“Tidak, kamu tidak perlu melakukan apapun.”

“Ha? Tapi Nona Starla….”

“Kamu tidak lihat siapa yang diserang di komentar?”

“Oh, aku baru menyadarinya. Tapi Tuan, bukankah ini beresiko juga untuk Nona Starla? Maksud ku rumor perselingkuhan ini pasti akan mempengaruhi FG Group. Baik internal maupun para investor.”

“Tidak masalah, dengan ini internal FG Group akan dirombak ulang. Pengemis itu sudah pasti akan diusir. Lalu tugas ku hanya menyingkirkan hama yang tersisa seperti David Faranggis.”

“Yah, mungkin ini bisa menjadi kesempatan Nona Starla untuk mendepak orang-orang itu. Tapi bagaimana resiko setelahnya? Para investor itu pasti akan menarik semua investasinya. Karena bagi investor, citra baik seseorang itu adalah hal yang harus dimiliki seorang pemimpin. Ini akan menjadi akhir FG Group.”

“Tck! Biarkan saja mereka menarik semua investasinya. Kamu lupa FG Group punya Adamson sebagai investor? Aku yang menjamin FG Group tidak akan hancur. Sebaliknya, setelah Starla berhasil menyingkirkan orang-orang itu. Aku akan membuat FG Group kembali ke masa jayanya.”

Theo tercengang. Ternyata Tuannya sungguh-sungguh ingin membantu Nona Starla.

“Syukurlah, kalau begitu aku akan berkontribusi sedikit dalam rencana Tuan,” sahut Theo semangat.

“Bagaimana cara mu membantu?”

“Begini….”

Theo mengambil handphonenya kembali. Mengetik beberapa kalimat di kolom kometar dan menggiring opini public untuk membela Starla sehingga tak ada celah sedikit pun tentang kekurangan yang akan berpotensi merugikan Starla.

“Wah, ternyata begitu. Baiklah, buat akun anonim dan sebarkan video itu ke media social mana pun. Lakukan tugas mu melindungi Starla dari mulut nyinyir netizen. Oh satu lagi! Jangan beritahu Starla. Biarkan dia menganggap hal ini alami terjadi.”

“Dimengerti Tuan.”

***

Ulah dari video viral itu. Daniel harus memacu laju kendaraannya secepat kilat. Kira-kira satu jam yang lalu, sekretarisnya menunjukkan konten di salah satu media sosial yang menunjukkan bersihtegang antara Alarie dan Starla di suatu Cafe.

BRAK!

"SIALAN!" pekik Daniel memukul stir mobiln. Setelah melihat video itu ia langsung pulang sendirian dan menyerahkan tugas ke sekretarisnya.

Sejak tadi handphonenya terus menampakkan panggilan dial. Mulai dari David Faranggis, para investor dan banyak lagi. Ini adalah akhir untuk Daniel.

"Alarie! Kamu sudah keterlaluan!"

"BANGSAT!"

Emosinya kian menggebu. Melampiaskan amarah dengan menginjak pedal gas semakin dalam. Ia melesat bagai buronan dikejar polisi. Hingga satu momen di mana pikirannya tersita oleh raut kecewa Starla, mobil itu oleng dan hampir menabrak beton pembatas jalan tol.

Suara decitan ban mobil yang bergesekan dengan aspal menggelegar. Untung saja Daniel bisa menguasai laju mobil dan berhenti dengan selamat setelah berputar beberapa kali.

Nafas Daniel menggebu. Hampir saja malaikat maut membawa jiwanya.

"Starla...." gumam Daniel.

Beberapa waktu yang lalu Daniel sudah memantapkan diri. Ia akan melepas Alarie dan hidup bahagia bersama Starla. Ya, memang terdengar tidak tahu diri. Tapi, Daniel akan menebus kesalahannya perlahan dengan mencintai Starla sepanjang hidupnya.

Tapi, siapa yang menyangka akan seperti ini? Rahasianya dibongkar. Terlebih oleh Alarie sendiri.

Daniel meraih handphone. Ia mengabaikan panggilan tak terjawab yang entah sudah berapa kali memanggilnya. Hanya satu nomor yang harus ia hubungi sekarang.

"Starla... ku mohon angkatlah," gumam Daniel.

Dering itu terdengar. Namun tak kunjung diangkat. Daniel semakin risau. Ia coba beberapa kali namun tetap nihil. Sampai sebuah pengemudi lain mengetuk kaca mobil Daniel dengan raut khawatir.

Ya, tentu saja dia khawatir. Mobil pajero sport yang dikendarai Daniel melintang di tengah jalan.

Dalam pikiran Daniel. Kecelakaan ini bukan masalah besar. Ia mencoba tenang dan menanggapi pengemudi itu dengan ramah sebelum pergi melaju kembali.

Jalanan malam membuat suasana jalan tol sepi. Dengan segudang masalah dalam benak. Daniel kembali melajukan mobilnya dengan cepat. Seolah kecelakaan tadi tak membuatnya gentar sama sekali. Ia harus menemui Starla saat ini juga. Sebelum terlambat!

***

Bunyi password pintu otomatis membangunkan Starla yang tengah tertidur. Di situasi sendiri seperti ini, indra pendengarannya akan menajam karena was-was dengan keadaan.

Seperti yang Starla duga, pelaku yang menekan password pintu otomatis itu dalah Daniel. Starla merenggangkan sejenak bahunya. Setidaknya bukan orang asing yang masuk.

Keningnya dibuat berkerut saat sadar di bawah temaramnya lampu wajah Daniel tampak berantakkan. Oh, dibanding berantakkan mungkin lebih tepatnya khawatir. Ya, itu adalah wajah khawatir mendekati putus asa.

Apa gerangan yang membuat Daniel seperti itu? Apa mungkin dia sudah tahu bahwa Alarie telah membongkar rahasia mereka?

Perlu digarisbawahi. Saat ini Starla tidak tahu menahu tentang viralnya video mereka di café sore itu. Akhir-akhir ini ia jarang buka media social dan fokus pada botiqnya yang butuh diperhatikan.

Starla mendekati dinding tempat saklar lampu berada dan menekannya. Alangkah terkejutnya Starla saat melihat ke arah Daniel. Bukan hanya berantakkan! Ada noda darah kering di pelipisnya.

“Starla….”

“Tolong jangan percaya kata-katanya!”

DEG!

Ah, ternyata Daniel sudah tahu ya? tentang Alarie yang melaporkan perselingkuhannya. Tapi tahu dari mana? Ah, tidak masalah tahu dari mana! Sekarang Starla hanya harus fokus dengan rencana.

Jujur saja, pengakuan Alarie di luar konteks rencana yang telah disusun Starla untuk menghancurkan Daniel. Tak apa! Starla hanya perlu improvisasi untuk menangani masalah ini.

Tatapan Starla menjadi datar. Daniel yang melihat itu langsung melangkah maju. Tapi sayang, hal itu diiringi dengan Starla yang mundur. Seolah tidak mau dekat dengan Daniel.

“Starla… ku mohon. Percaya pada ku. Alarie hanya membual. Kamu tahu kan? Sejak kuliah dia selalu menempeli kita? Dia… dia pasti punya perasaan pada ku. Itu sebabnya dia berkata tidak jelas seperti itu. Ku mohon Starla. Percaya pada ku. Aku tidak mau pernikahan kita hancur hanya karena bualan dia!”

“Daniel…. Alarie datang pada ku dengan wajah putus asa. Seolah dia sudah melakukan segala cara sampai akhirnya tak ada pilihan selain datang pada ku. Apa aku harus percaya semua perkataannya dusta?”

“Starla…. Aku tulus mencintai mu. Bersama mu adalah kebahagian terbesar untuk ku. Kenapa aku harus menghancurkannya dengan memilih perempuan lain?”

Ah, darah Starla seakan membumbung tinggi sampai langit ke tujuh. Ada ya orang munafik seperti Daniel? sebenarnya apa yang ada di dalam otaknya? Sudah jelas-jelas dia ketahuan selingkuh. Tapi masih tetap menyangkal.

Baiklah! Starla berubah pikiran! Ia akan menciptakan ending terburuk untuk manusia munafik ini!

“Baiklah, untuk kali ini aku akan percaya pada mu….”

Senyum Daniel mengembang sempurna. Ia hendak memeluk sebelum tangan Starla mencegah. “Aku akan percaya pada mu jika Alarie membuktikan bahwa dirinya tidak hamil! Kamu bilang Alarie hanya membual kan?"

“Oke, aku akan membawa Alarie ke dokter—“

“Tidak! Aku yang akan membawa Alarie ke dokter dan mendapatkan hasil tes kehamilannya!” sergap Starla. Jika Daniel yang membawanya. Mungkin saja surat keterangan hamil itu bisa dimanipulasi.

“Baiklah, kapan kamu akan membawanya?”

“Sampai Alarie ditemukan.”

Ya, sejak kejadian di café waktu itu. Alarie selolah menghilang ditelan bumi. Starla sudah mencarinya di kontrakan. Namun nihil. Hanya ada satu orang yang bisa menemukan Alarie tanpa harus mencarinya. Ya, dia adalah Daniel. Toleransi ini pun tak luput dari rencana Starla untuk menarik keluar Alarie.

“Baiklah, Starla…. Terimakasih. Sudah memberi ku kesempatan,” ujar Daniel lega.

Kesempatan? Oh Daniel! Kamu salah jika menganggap Starla wanita polos yang mudah dikelabuhi. Kenyataannya, ia adalah wanita yang bisa mengutuk dengan wajah terseyum.

Ini bukanlah kesempatan! Melainkan strategi untuk balas dendam!
 

Bersambung

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Duke! Let's Have Babys (Eksplisit Scene 2)
47
1
Siap-siap baper. Lukas x Ziya dalam menciptakan produk unggulan. Mwehehe
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan