Biar Aku Yang Memilih part 3

0
0
Deskripsi

Kehadiran Janter membuat Niko kembali menemukan semangat 

Aku benar benar merasa gembira sekali hari ini. Itu semua karena janter ada didekatku. Hatiku bersenandung indah. Setelah begitu lama aku tidak pernah merasakan perasaan yang seperti ini, rasanya enggan hal ini cepat berlalu. Kupandangi wajah janter yang sedang menyuapkan nasi ke bibirnya, dan mengunyahnya dengan gaya yang sangat jantan. Jantungku berdebar debar berada didekatnya. “gila…. Masakan kamu memang benar benar enak!”, kata janter sambil menambah capcay kedalam piringnya. 

Aku senang sekali mendengarnya. Dia menyukai rasa masakanku. Tidak sia sia aku capek capek memasak. Kulihat dia memang memakannya dengan sangat lahap. “kalau suka kamu habiskan saja.”, kataku sambil mengunyah daging cumi. “beneran nih?”, tanyanya tak yakin dengan alis terangkat memandangku. “habiskan saja!”, aku meyakinkannya. Langsung dituangnya semua capcay yang tersisa didalam mangkuk ke piringnya. Memang aku tadi memasak tidak banyak cuma dua porsi lebih sedikit. Takutnya janter tidak suka memakannya dan tidak serasi dengan rasa masakanku. Tetapi setelah dia mencicipi dan menyukainya, aku merasa begitu senang sekali.

 Rasanya setiap hari pun aku mau memasak untuk dia. Memilih milih resep yang dia sukai. Asalkan wajah tampan itu bisa tersenyum kepadaku setiap hari. Dan memuji aku. Itu membuat aku merasa sangat bersemangat dan lebih hidup. Aku merasa sangat beruntung bisa berkenalan dengannya dan dia langsung akrab padaku. Mengapa kebetulan sekali dia datang kerumahku hari ini. Disaat pikiranku dipenuhi bayangannya. Disaat aku memikirkannya. Aku senang sekarang dia telah menjadi temanku. Walaupun perasaanku menyukainya melebihi seorang teman. Ataupun sahabat sekalipun. Tetapi biarlah aku memendam perasaanku sendiri. Aku tidak mau dia menjauhiku apabila dia tahu perasaanku.

 Aku tidak perlu terang terangan menunjukkan perasaanku. Lagipula belum tentu dia menyukai hal itu. Dia lelaki normal. Dan aku pun baru menyadari kalau aku memang memiliki perasaan yang ganjil. Asalkan dia senang dan ada bersamaku. Bagiku itu sudah lebih dari cukup. “”"”"” selesai makan. Kami mengobrol di teras belakang. Sambil duduk memandangi ikan koi yang sedang berenang, memandang sisiknya yang berwarna warni. Janter juga suka memandangi ikan ikan itu. Kami berdua ngobrol dengan asik. Banyak hal yang kami bahas. Dari film film terbaru. Otomotif hingga tempat tempat favorit yang paling kami berdua sukai. Tidak terasa hari sudah sore. 

Dan janter berpamitan karena dia mau mandi. Sebenarnya aku masih ingin bersamanya. Belum mau dia pulang secepat ini. Waktu terasa begitu cepat berlalu. Masih ingin aku berdekatan dengannya seperti ini. Menghabiskan waktu membahas yang indah indah. Tetapi aku tidak bisa egois. Dia tentu punya kehidupan sendiri. Dia juga ada kesibukan sendiri. Akhirnya dia pulang, setelah mengucapkan terimakasih untuk makan siangnya. Dan dia juga mengatakan akan main lagi kesini kalau aku tidak keberatan. Tentu saja aku tidak keberatan. 

Karena hal itu yang paling aku inginkan. Tinggal disini pun aku tidak keberatan, justru aku senang. Tentu saja itu cuma aku ucapkan didalam hati. aku memandang mobilnya yang meninggalkan pekarangan rumahku hingga menghilang diujung jalan. Rasanya waktu begitu cepat berlalu hari ini. Aku masuk kedalam rumah dan menutup pintu depan. Hari sudah jam lima sore. Saatnya aku harus mandi. “”"”"” 

 

selesai mandi aku berpakaian. Mengenakan baju ku yang dibelikan oleh astri minggu kemarin. Baju kaus warna oranye dengan aplikasi di bagian ujung lengan berwarna cokelat tua. Sungguh serasi aku memakainya. Astri memang pintar memilihkan baju yang bagus dan sesuai untuk aku pakai, setiap baju yang dia belikan pasti sesuai untukku. Aku memakai gel rambut dan menata rambutku agak diacak. Setelah itu memakai minyak wangi burberry weekend. Aku berkaca dan memandangi wajahku sendiri didalam cermin. Umur ku sudah tiga puluh tahun sekarang. Tetapi banyak yang bilang kalau wajahku seperti baru berumur dua puluh lima tahun. Tinggi badanku seratusdelapanpuluh sentimeter. Kulit ku putih bersih karena nenekku dulu cina. Jadi aku agak agak berwajah oriental. Secara keseluruhan penampilanku lumayan. “”"”"” 

 

aku turun kebawah dan duduk didepan televisi diruang tengah. Menonton siaran televisi yang menayangkan berita. Tapi berita basi semua bikin aku bosan. Lagi lagi kasus cicak dan buaya. Memuakkan! Sudah begini parah hukum dan peradilan di indonesia. Sehingga mafia bertopeng dewa mendapat kedudukan tinggi. Dan semena mena mengatur apa yang dia inginkan sesuai kepentingan dia. Bencana alam dimana mana, seperti sudah antri datangnya. Mungkin kemurkaan yang maha kuasa. Melihat kemunafikan yang sudah mendarah daging di bangsa ini. Dari pada aku muntah melihat berita tidak berharga mending aku pindah saluran. Karena tidak ada yang bagus akhirnya aku memutar lagu di mtv. 

 

== SEMAKIN DEKAT SEMAKIN SAYANG 

 

 

 

Tiba tiba handphone ku berbunyi. Sebuah nomor yang tidak dikenal terpampang dilayar. Aku angkat dan jawab panggilan masuk itu. “halo, dengan niko… Maaf ini siapa?” aku menempelkan handphone ke kuping ku. Suara yang aku kenal dengan logat batak dan agak parau menjawab diujung sana. “maaf ini janter…. Aku mendapatkan nomormu dari astri. Kamu lagi sibuk ya?” aku langsung bersemangat dan menjawab. “oh. Janter… Enggak, aku lagi santai. Memangnya ada apa?” tanyaku dengan rasa penasaran. “aku mau mengajak kamu jalan jalan kalau kamu tidak capek. Tolong buka pintu dong.! Aku sudah di depan nih.” apaaa….. Aku kaget sekali. “iya iya… Tunggu sebentar!” jawabku sambil berlari keruang tamu dan membuka pintu. Anak satu ini selalu penuh dengan kejutan. Untung saja aku telah siap dari tadi. 

Jadi tidak perlu lagi berganti pakaian. Janter duduk dikursi teras depan rumahku sambil menyeringai ketika melihatku. Aku menjadi gemas sekali melihatnya. Ingin rasanya aku mencubit hidungnya yang mancung bangir itu. Aku persilahkan dia untuk masuk kedalam. “maaf ya aku datang mendadak, soalnya aku lagi bete dirumah. Teringat dengan kamu jadi aku langsung kesini!” jantungku berdebar debar mendengar kata katanya. Aku rasanya bahagia. Padahal mungkin dia mengatakan itu karena kangen mau ngobrol. Tapi aku tidak perduli. Yang penting dia memikirkan aku, itu sudah cukup bagiku. “wah kamu sudah ganteng, mau kemana nih?” tanya janter memperhatikan aku sambil duduk diruang tamu. Aku nyaris tersipu malu mendengar pujiannya. 

Entah mengapa setiap kata kata yang mengalir dari bibir janter, selalu indah bagiku. Bagaikan suplemen yang membuat vitalitas ku menjadi bertambah. Apapun yang ada pada janter membuat aku suka. Tubuhnya yang tinggi tegap. Kulitnya yang putih bersih. Rambutnya yang hitam legam dan lebat dengan potongan scatter. Matanya yang tajam. Alisnya yang tebal nyaris bertaut. Bibirnya yang tidak terlalu tipis dan kemerahan. Jari jari tangannya yang ramping dengan kuku terawat dan rapi. Suaranya yang agak parau tetapi maskulin dengan logat batak yang keras. Hatiku benar benar telah tercuri olehnya. 

“hei, jangan bengong dong.! Lagi mikirin apaan sih?” tanyanya membuat aku tersentak dari lamunan sesaatku. “ah enggak kok, siapa juga yang bengong!” aku berkelit untuk menutupi rasa malu. Aku merasa mukaku mekar. Pastilah warnanya memerah. “ya sudah… Kalau begitu kita jalan sekarang saja. Sudah jam setengah delapan nih” katanya sambil melihat arloji ditangan kirinya. ” oke ayo kita jalan” jawabku sambil mematikan televisi. Aku mengunci semua pintu dan jendela. Mematikan lampu di kamar dan sepuluh menit kemudian aku dan janter sudah berada didalam mobil menyusuri jalan raya. “”"”"”"

 

 setelah berputar putar sekitar setengah jam, janter memasuki pekarangan cafe y2 dijalan sudirman. Menepikan mobilnya dan mencari tempat parkir yang agak strategis. Kami berdua keluar dari mobil dan berjalan memasuki cafe. Suasana didalam cafe tidak terlalu ramai. Penerangan yang redup membuat aku merasa bagaikan akan menjalani makan malam romantis. Kami memilih duduk di bagian pojok yang paling sepi. Karena disitu suara musik live dengan seorang penyanyi perempuan muda bersuara mirip ermy kulit yang saat itu sedang menyanyikan lagu nostalgia, bisa terdengar jelas dengan volume yang tidak terlalu keras. Jadi kami berdua bisa mengobrol dengan santai. 

Tanpa perlu berteriak teriak seperti sepasang kakek kakek tuli. Aku memesan makanan dan minuman yang tertera dibuku menu. Janter memilih pesanan yang sama denganku. Kami berbincang bincang sambil mendengar lagu lagu yang dinyanyikan dengan mulus oleh penyanyi tadi. Makanan diantarkan ke meja kami. Langsung kami serbu tanpa ampun. Selesai makan, kami berdua masih santai santai menikmati suasana cafe yang semakin malam semakin ramai. Jam setengah sepuluh kami berangkat dari tempat duduk. Aku memanggil pelayan cafe untuk membayar bill kami. 

Tetapi janter cepat cepat menyodorkan beberapa lembar uang limapuluh ribuan ke pelayan itu. Dan menyuruh pelayan untuk mengambil saja kembalian nya sebagai tips. Aku cuma mengangkat bahu. Kami berkeliling mencari tempat untuk bersantai. Akhirnya kami berhenti di alun alun. Kami turun dari mobil dan duduk di alun alun. Janter bercerita tentang keluarganya. Tempat ia dulu dilahirkan dan besar. Dimana dia sekolah dan kuliah. Hingga akhirnya pindah ke bangka 3 bulan yang lalu. Karena perusahaanya menyuruh dia untuk mengurus cabangnya yang di pangkalpinang. 

Dia juga bercerita kalau aku mengingatkan dia akan temannya waktu di medan dulu. Aku mendengarkan semua yang dia ceritakan dengan penuh perhatian. Sesekali dia menyelipkan canda di sela sela ceritanya. Aku terpingkal pingkal setiap kali dia melontarkan humor konyol yang terkadang agak porno. Berdua dengan janter memang tidak pernah membosankan. Ada ada saja yang dilakukannya. Aku benar benar merasa sangat beruntung sekali. Mengenal janter, aku merasa semangat hidupku menjadi berlipat lipat setiap kali bersamanya. Aku pun bercerita tentang kehidupanku kepadanya. 

Entah kenapa aku sangat percaya kepada janter. Segala hal yang tidak akan pernah aku ceritakan kepada orang lain, tetapi aku ceritakan dengan lancar kepadanya. Dia mendengarkan dengan serius dan terkadang mengangguk angguk serta menimpali. Terkadang memberi saran. Benar benar malam yang paling indah setelah sekian lama aku hidup dalam kebosanan karena rutinitas pekerjaan. Urusan asmara yang membuatku pusing karena hatiku ragu. Dan sekarang aku gembira +++ 

 

Tepat jam duabelas malam kami berdua pulang kerumah. Janter mengantarkan aku pulang hingga kedepan teras. Dari dalam mobil aku melihat ada mobil avanza milik darma terparkir dipinggir jalan depan rumahku. Dia sedang duduk dikursi teras sambil mengetik hape nya. Rupanya dia sedang menungguku. Entah sudah berapa lama dia duduk disitu. Ketika melihat mobil janter memasuki pekarangan rumahku. Dia segera berdiri. Aku turun dari mobil. Janter pun ikut keluar dari mobil. Kami berdua berjalan menghampiri darma. Terlihat wajahnya sangat lega waktu melihat kedatanganku. Tapi begitu dia melihat janter, wajahnya agak lain. Seperti kurang senang. Dia memperhatikan janter dengan tatapan seperti menilai sesuatu. 

Aku melihat janter agak jengah dilihat seperti itu. Aku mengerenyit melihat darma yang kurang sopan. Janter menoleh ke arah lain. Aku segera mengajak mereka berdua masuk kedalam. Janter menolak karena dia mau pulang. Alasannya besok dia harus masuk pagi. Aku tidak bisa memaksanya. Janter pamit pada kami berdua. Aku tersenyum kepadanya sambil berterima kasih. Sementara darma cuma menganggukan kepala dengan ekspresi wajah datar. Membalas salam dari janter. Sebelum masuk kedalam mobil, janter masih sempat mengatakan kalau besok dia mau mengajak aku jalan jalan lagi. 

Aku menjadi senang mendengarnya. Aku mengantar janter sampai kedepan hingga mobilnya menghilang dari tikungan. Aku kembali ke beranda rumahku sambil tersenyum senyum mengingat yang telah kami alami berdua tadi. Darma melihatku dengan alis terangkat satu. “sepertinya kamu senang sekali tadi!.” katanya dengan tatapan menuduh. Aku yang memang lagi senang tidak begitu perduli dengan arti tatapannya itu. Aku masuk kedalam rumah, darma mengikuti aku dari belakang. 

“dari mana saja kalian berdua tadi?.” tanyanya dengan rasa ingin tahu yang begitu kentara. “jalan jalan dan makan malam… Habis itu kami berdua nongkrong di alun alun.” jawabku santai. Aku duduk disofa. Mengambil remote diatas meja dan menyalakan televisi. Darma ikut duduk disampingku. “aku sudah dari jam setengah sembilan bengong didepan teras seperti kambing congek. Menunggu kamu pulang bersenang senang..!” ada nada kesal dari suaranya. “kenapa kamu tidak menelpon aku?” aku membela diri “aku tidak punya nomor handphone kamu..! Jawabnya dengan kesal. Suaranya agak bergetar seperti orang menahan tangis.

 “berarti bukan salah aku dong, dan kenapa juga kamu mau menunggu didepan teras sampai jam segini..!” aku menjawab dengan agak kesal. Aku jadi bingung sendiri kenapa aku merasa kesal dengan pertanyaannya yang seakan akan merusak kesenangan didalam hatiku. “kamu berubah niko..!” katanya dengan ketus aku terhenyak mendengar pernyataannya tadi. Aku berdiri dan mengambil air putih dari dispenser. Lalu meneguknya cepat cepat untuk mendinginkan kepalaku agar tidak terpicu emosi. “aku ngantuk darma. Besok aku harus kerja. Tugas menumpuk di kantor. Kamu mau pulang atau tidur disini? Aku memandang darma sambil meletakkan gelas diatas meja dengan agak keras Karena kesal darma tidak menjawab. Dia cuma berdiri lalu menatap wajahku sebentar. Kemudian tanpa bicara apa apa dia keluar dari rumahku mengambil kunci mobilnya diatas buffet dan langsung pulang tanpa menoleh kebelakang lagi. 

Aku sengaja tidak menahannya. Tidak lama kemudian aku mendengar suara pintu mobil dibanting keras. Lalu derum mesin mobil yang di gas kencang berdecit meninggalkan halaman rumahku. Setelah dia pergi aku kedepan untuk mengunci pintu rumah. Saat aku menutup pintu, tiba tiba aku melihat sebuah bungkusan besar dengan kartu ucapan tergeletak didepan pintu. Aku angkat bungkusan itu. Terasa agak berat. Dan aku ambil kartu ucapan selamat ulang tahun. 

Ada namaku terukir disitu. Astaga aku baru ingat kalau hari ini tepat jam duabelas tadi umurku sudah genap tigapuluh tahun. Dan darma datang kesini menungguku dengan sabar hanya untuk menjadi orang yang pertama kali yang mengucapkan selamat kepadaku. Sedangkan aku bersenang senang dengan janter. Dan tadi aku sempat emosi hingga dia pulang. Aku bawa bungkusan itu masuk kedalam. Dan aku masukan kartu ucapan selamat ulang tahun kedalam kantong jaket ku. Aku menjadi merasa begitu bersalah. +++

 

 

 SETETES EMBUN 

 

Mengapa aku bisa begitu kasar kepada darma tadi. Aku sangat menyesal sekali. Mungkin besok aku belum terlambat untuk meminta maaf. Mungkin sudah sewajarnya darma kesal kepadaku. Berjam jam dia menunggu untuk bertemu dengan aku. Ingin merayakan hari yang spesial bagiku. Setelah sekian lama kami tidak bertemu dia masih tetap ingat dengan hari ulang tahunku. Berarti dia memang tidak berbohong kalau dia selalu memikirkan aku. Aku pegang bungkusan yang sebesar televisi 29 inchi. Terbungkus plastik berbunga dengan kertas kado warna biru metalik. Pastilah tadi dia berkeliling seharian untuk mencari hadiah yang bisa membuat aku senang.

 Moment yang seharusnya aku lewatkan dengan darma malah tadi aku bersama janter. Pasti sebelum kesini darma telah membayangkan kalau aku bakalan bahagia mendapatkan hadiah dan perhatian darinya. Tetapi yang ada dia mendapat kemarahan dariku. Tapi aku juga sudah bingung harus berbuat apa. Perasaanku sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Yang hanya bisa meratapi nasib saat kehilangan seseorang yang aku sayangi. Butuh bertahun tahun aku bisa melupakan darma. 

Dan disaat dia kembali, aku merasakan kalau yang dulu aku alami bersamanya hanyalah sekedar kenangan masa lalu. Aku tidak mau disakiti untuk kedua kali oleh orang yang sama. Andaikan dulu dia masih memberi kabar setelah kuliah, aku mungkin akan terus menunggunya. Aku sempat mengira ia sudah menikah dan punya anak sekarang. Aku menangis… Air mataku jatuh menetes membasahi kartu selamat ulang tahun pemberian darma. Kubuka plastik pembungkus kado ulang tahunku dari darma.

 Ternyata isinya sebuah miniatur kapal titanic yang lumayan besar dan sangat mirip dengan aslinya. Ada colokan adaptor untuk arus listriknya. Aku bisa membayangkan tentulah dia sangat ingin sekali membuat aku senang. Bukannya gampang mencari hadiah seperti ini. Mungkin dia sengaja membawanya ketika dia keluar negri. Aku letakkan kapal titanic itu diatas lemari kaca tempat aku menyusun buku buku. Besok aku harus kerumah darma untuk meminta maaf dan berterimakasih atas hadiahnya dan aku ingin mentraktir dia makan. Mataku mulai mengantuk. Aku matikan lampu kamar. Aku nyalakan lampu titanic ku. Sungguh sangat indah sekali. Lampunya berpendar pendar warna warni. Dan berkelap kelip. Kemudian aku naik kekasur dan berbaring. ******

 

 jam 8 pagi aku kekantor. Memeriksa pembukuan dan order baru masuk, serta melihat apa saja yang harus dikirimkan hari ini, aku tenggelam menekuri angka angka dan tugas didalam ruanganku, tanpa terasa hari telah siang. Waktunya makan. Aku keluar dari ruangan, kulihat titin masih menelpon dimejanya, beberapa karyawan yg lain telah keluar makan siang. 

Aku menitipkan pesan pada titin kalau nanti ada yang mau memesan sesuatu tolong langsung dia tangani. Karena aku mungkin langsung pulang saja. Dengan sigap titin mengambil map yang aku sodorkan padanya. Aku sangat beruntung sekali mendapatkan sekertaris seperti titin. Anaknya sangat rajin dan pintar melobi. Semua tugas yang aku serahkan tidak pernah berantakan. Dia sangat bisa dipercaya. Aku meninggalkan kantor dengan tenang karena semua yang aku tidak sempat periksa telah titin ambil alih. Sekarang saatnya aku harus menemui darma. ****** 

 

semoga saja dia ada dirumah. Mobilku masuk ke pekarangan rumahnya dan kuparkir ditempat yang agak teduh. Aku berjalan menaiki undakan tangga rumahnya. Bentuk rumah darma sangat unik. Fondasinya tinggi jadi dari jauh rumahnya terlihat tinggi. Aku membunyikan bel yang ada disamping pintu. Sesaat kemudian pintu terbuka. Pembantu rumah tangga yang masih muda berdiri dihadapanku. “darma ada?” tanyaku sambil melongok kedalam. “oh ada, tapi dia belum bangun dari semalam” “boleh aku masuk?” “silahkan, langsung saja kekamarnya.” aku masuk mengikuti perempuan muda yang kelihatannya bukan orang bangka. Dari logatnya sepertinya dia orang jawa. “itu kamarnya” tunjuknya kepadaku. 

Aku mengetuk pintunya pelan. Tetapi tidak ada jawaban. Aku coba memutar handle nya ternyata tidak dikunci. Aku tidak bisa melihat apa apa. Karena kamarnya gelap. Kuraba dinding mencari sakelar. Ketemu juga, langsung aku nyalakan lampu. Baru aku bisa melihat semua isi kamar darma. Kamar yang lebih kecil sedikit dari kamarku. Ada kamar mandi didalam juga, Sebuah pesawat televisi 29 inchi dan playstation disudut kamar. Selebihnya lemari. Meja dan buku buku. Darma masih tidur diranjangnya. Aku hampiri dia hendak membangunkannya. 

Aku pegang tangannya dan ku goyang agar dia terbangun. Astaga panas sekali tangannya. Aku raba leher dan keningnya. Panas juga. Pantas saja dia belum terbangun. Rupanya dia sakit. Cepat cepat aku keluar kamar dan meminta air dingin dan saputangan untuk mengompres nya. Aku peras saputangan itu lalu kulipat dan aku kompres keningnya. Darma menggumam tidak jelas. Matanya terbuka dan melihatku. Pucat sekali wajahnya. Dia tersenyum seperti tertahan. Sepertinya dia senang melihat aku datang dan merawatnya. Tetapi dia tidak bisa terlalu senang karena sakit. “aku bawa kerumah sakit aja ya.. Mau nggak?” tanyaku dengan lembut. Aku kasihan sekali melihat dia. Darma menggelengkan kepala pelan. “tidak usah… Nanti juga akan sembuh sendiri!” tolaknya dengan suara agak parau. 

Tapi aku sangat kuatir sekali dengan keadaannya yang seperti ini. Panas tubuhnya jauh melampaui batas normal.. Aku takut dia kena malaria. “jangan kuatir niko, sudah sering kok. Nanti juga sembuh sendiri. Cukup minum bodrex saja kok. +++

 

 Seharian aku dirumah darma. Menyuapinya makan yang walaupun dengan enggan dia tetap membuka juga mulutnya dan mengunyah nasi dengan susah payah. Aku menyuapinya dengan sabar. Aku tidak tega melihat dia sakit seperti ini. Sudah habis setengah piring nasi dan sup ayam. Ketika aku mengulurkan sesendok lagi. Dia menolaknya dan membekap mulutnya seperti menahan muntah. Aku letakkan piring dan sendok dimeja samping tempat tidur. Langsung aku sodorkan air putih segelas kepadanya.

 Dia meminumnya sedikit kemudian berbaring lagi. Aku ambil bodrex ditempat penyimpanan obat diatas lemari es didapur. Lalu aku suruh ia meminumnya. Darma berbaring kembali setelah selesai meneguk sebutir bodrex dengan air putih. Kupijat dengan lembut tangan dan bahunya. Darma menatapku dengan matanya yang sayu. Aku menunduk tidak kuasa menatap matanya. +++ 

 

Darma menceritakan semalam dia tidak langsung pulang waktu pergi dari rumahku dengan emosi. Dia berkeliling dengan mobilnya tak tentu tujuan. Akhirnya memutuskan pergi ke pantai dan merenung disana sampai jam empat pagi. Pantas saja sekarang dia demam. Angin yang kencang dipantai ditambah lagi darma tidak memakai jaket membuat angin pantai mudah masuk ke badannya dan membuat dia sakit. Aku bergidik membayangkan darma sendirian duduk di pantai yang sepi dinihari.

 Andaikan terjadi sesuatu yang fatal, misalnya ada yang jahat kepadanya tentulah aku yang merasa paling bersalah. Aku meminta maaf padanya. Darma menganggukkan wajahnya. Dia mengatakan tidak marah kepadaku. Cuma dia kesal saja rencana yang sudah dia susun untuk membuat aku senang harus gagal. Ternyata dia masih seperti dulu. Selalu sabar dan selalu memahami aku. Darma meremas jemariku. Aku usap lengannya dengan lembut. Aku merasa seakan akan kembali lagi ke masa lalu. 

Kami berdua selalu bersama dan saling melindungi satu sama lain. Waktu dulu aku terkena malaria dan harus di opname di rumah sakit. Dengan sabar darma menungguiku dan tidur dirumah sakit. Sampai sampai dia terpaksa harus bolos dua hari. Padahal aku sudah melarangnya bolos. tetapi darma hanya mengatakan. Kalau apapun yang terjadi, jika kami berdua selalu bersama, segala hal akan terasa lebih mudah dan indah. 

Aku sangat terharu sekali pada waktu itu. Dan kini, seolah olah semua kembali lagi seperti awal. Dengan tubuh dan pikiran yang telah semakin dewasa. Aku pandangi wajah darma yang pucat dan dipenuhi keringat, aku usap dengan tisu pelan pelan takut membangunkan nya. Aku melihat ke jendela, ternyata sudah sore. Aku mau pulang dulu, tubuhku yang berkeringat rasanya tidak nyaman. Aku mau mandi dan mengganti pakaianku yang sudah bau keringat. Untung saja darma sudah tertidur setelah aku pijat tadi. Dengan langkah pelan aku keluar. Dan dengan hati hati aku tutup pintu kamarnya agar tidak menimbulkan suara yang berisik. Aku menitip pesan pada pembantunya untuk memasak bubur dan sayuran kuah bening orangtua darma masih di jakarta jadi terpaksa aku harus tidur disini untuk menjaganya. ****** 

 

 

sampai dirumah aku langsung buru buru mandi. Setelah merasa lebih segar, aku memakai baju dan celana cargo. Kuperiksa semua jendela dan pintu takut ada yang terlupa di kunci. Setelah menyalakan lampu di beberapa ruangan utama. Akupun kembali kerumah darma. Kukunci pagar rumah dan aku gembok dari luar. Kunci rumah aku titipkan pada tetangga samping rumah. Siapa tahu sewaktu waktu ibuku pulang. Aku singgah dulu ke puncak departement store untuk membeli buah dan roti. 

Saat kembali ke rumah darma, ternyata dia telah terbangun, sedang duduk diatas tempat tidur menungguku. Wajahnya berubah cerah saat melihat aku telah kembali. Aku taruh buah dan roti isi daging keatas lemari kaca tempat dia menyusun buku bukunya didalam kamar. Aku hampiri dia, wajahnya masih kuyu. Tetapi waktu aku periksa keningnya sudah tidak sepanas tadi. Aku pergi ke dapur mencari pisau untuk mengupas buah yang tadi aku bawa.

 Nuri pembantu darma membantuku mengupas buah dan menyusun di piring. Setelah itu aku bawa kekamarnya. Aku menyuapkan seiris buah pear kemulutnya. Darma memakannya sambil menatap mataku. Aku tersenyum kepadanya. Aku menemaninya sambil mengajaknya berbicara dan bercerita. Tiba tiba handphoneku berbunyi. Rupanya dari janter, segera aku angkat dan jawab. Janter mau mengajak aku jalan. Sebenarnya aku sangat ingin sekali menemani janter, tetapi aku tidak tega meninggalkan darma. Janter agak kecewa menutup telepon. Hari telah malam. 

Aku tutup jendela kamar dan gorden. Lalu aku naik ke tempat tidur dan berbaring disamping darma. Darma menoleh ke arahku, dia memandang mataku lama sekali. Aku merasa malu ditatap seperti itu. Dari dulu dia sering menatapku seperti itu. dulu aku tidak dapat mengartikan arti dari tatapannya itu. Sekarang aku menyadari itu adalah tatapan kekasih terhadap orang yang di cintainya. Aku memejamkan mata untuk menutup rasa malu. Tiba tiba aku merasa darma memelukku, jantungku jadi berdebar debar tidak teratur. Aku terdiam tidak tahu harus bagaimana. Tetapi aku merasa sangat nyaman. Darma menyusupkan wajahnya ke dadaku. Hingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang kuat disitu. Aku membuka mataku dan memandang rambut darma. 

Aku membalas pelukannya. Aku belai punggungnya dengan lembut. Terasa masih sedikit panas. Aku bisa merasakan nafasnya yang semakin memburu. Jantungku pun berdetak semakin cepat. Aku merasa ada yang terbakar didalam tubuhku. Darma makin mempererat pelukannya. Tangannya sudah menyusup dibalik bajuku. Meraba dadaku. Tangannya yang hangat menyentuh kulit dadaku. Aku merasakan sekujur tubuhku panas.

 Bulu bulu di kulitku berdiri. Tubuhku dan tubuh darma menempel semakin rapat. Tanpa dapat aku cegah. Karena aku merasa bagaikan magnet yang menarik dan menghisap ku untuk semakin dekat mendekapnya. Aku merasakan sesuatu yang keras dari balik piama darma yang tipis menekan pahaku. Sesuatu yang berdenyut denyut. Aku merasakan sensasi yang belum pernah aku alami sebelumnya. Tiba tiba aku merasakan hasratku meluap, gairah dalam diriku tersulut. Perasaan asing dan ganjil tapi nyaman seakan membiusku. Terbakar gairah Celanaku menjadi semakin sesak. Setiap sentuhan sentuhan dari darma membuat aku semakin berkobar. Jemarinya dengan lincah bermain di dadaku. Bagaikan jari pemain piano yang telah hapal dengan not not yang akan dia mainkan. +++ 

 

PASIR WAKTU 

 

Aku memejamkan mata menikmati sentuhan sentuhan darma di tubuhku. Baru sekali ini aku merasakan hal seperti ini, terasa bagaikan terminum air laut yang semakin aku minum membuat aku jadi semakin kehausan. Darma menggeser badannya sejajar dengan denganku. Aku masih memejamkan mata dengan dada berdebar debar menantikan apa yang selanjutnya akan dia lakukan. Kurasakan nafasnya semakin dekat menerpa wajahku. Bibirku terkatup gemetar dan berdesis lirih merasakan nikmat yang janggal sekaligus mengasikkan. Aku merasakan bibir darma yang hangat dan lembut menempel di bibirku, mengecupnya dengan perlahan. Membuat sekujur tubuhku gemetaran dirajam kenikmatan yang membabi buta. Akal sehatku berhenti bekerja dan nafsuku yang dominan menunjukkan prestasi saat ini. Aku membalas ciuman darma sebatas naluri ku menuntun untuk menggali kenikmatan yang semakin dalam menerobos hingga menggetarkan sarafku bagaikan alunan dawai kecapi melantunkan lagu syahdu yang membangkitkan birahi.

 Aku membuka mataku dan melihat wajah darma yang berjarak cuma beberapa milli dari wajahku. Matanya berbulu lentik yang terpejam nyaris menyentuh hidungku. Darma membuka matanya. Aku melihat ada kilatan api yang berpendar didalamnya. Darma melepaskan pagutannya dari bibirku…. Dibelainya pipiku. Aku balas menatapnya tanpa berkedip. Mata yang penuh kasih dan rasa mendamba yang begitu jelas terlukis dari pandangannya. Kemudian dia kembali memelukku dan memejamkan matanya. 

Aku mendekap tanganku di tubuhnya. Belum pernah aku merasa seintim ini dengan siapapun sebelumnya, termasuk dengan perempuan sekalipun. Kami berdua berpelukan erat seperti batang anggur melilit di pagar untuk beberapa lama hingga perlahan lahan aku merasakan pelukannya mengendur, rupanya darma telah tertidur.aku menjaga posisiku tetap seperti ini hingga mataku tertidur. +++

 

 aku terbangun pagi pagi sekali dengan posisi kepalaku diatas dada darma. Aku bisa mendengar bunyi jantungnya yang beredetak teratur. Dadanya turun naik dengan lembut dalam setiap tarikan dan hembusan nafasnya. Perlahan lahan aku berangkat dan melepaskan pelukan tangannya di pinggangku pelan pelan. Tiba tiba darma bergerak dan membuka matanya. Aku duduk disisi tempat tidur. Darma menggeser tubuhnya mendekat kearahku dan memegang pahaku, sambil mencium punggung bagian bawahku. Tubuhnya sudah tidak panas lagi. Berarti dia telah sembuh. 

Aku menyentuh bibirku tepat dibagian dia menciumku semalam. Masih terasa hangat. Aku masih bisa merasakan bagaiamana bibirnya yang keras melumat bibirku dengan penuh perasaan, lidahnya yang menyapu dan membasahi bibirku. Hingga membuat hasratku meletup. Ternyata ciuman bisa seperti itu nikmatnya. Membuat ketagihan hingga rasanya tidak mau berhenti. Aku menunduk menoleh kebelakang. Melihat darma yang berbaring menyamping sambil memeluk perutku. Darma menatap wajahku lalu dia berangkat dan ikut duduk disampingku. 

“semalam benar benar indah niko, terima kasih banyak kamu tidak menolak.” aku tidak menjawab hanya menganggukan kepala dengan pelan. Ada perasaan malu menyergap hatiku terkenang dengan kejadian itu. “Aku ingin selalu seperti ini selamanya, aku benar benar merasa terbang dan bahagia. Aku merasa dunia begitu indah saat aku berada dalam pelukanmu..” lagi lagi aku cuma bisa mengangguk pelan. Lidahku terasa kelu dan mulutku seakan akan terkunci, aku bingung tidak tahu harus berkata apa. Tapi sejujurnya aku merasa begitu menikmati apa yang terjadi semalam. 

Aku merasa sesuatu yang baru dalam diriku. Antara hasrat dan rasa kasih yang muncul kembali perlahan lahan terhadap darma. Aku ingin menolak tetapi tubuhku menghianatiku. Otakku terasa tumpul hingga semakin keras hatiku untuk menolak semua tapi semakin kuat ragaku melawannya. Aku berdiri dan melangkah menuju ke kamar mandi. Didalam kamar mandi aku berdiri didepan wastafel dan memandang bayangan wajahku di dalam kaca selama beberapa menit. Aku seperti melihat bayangan yang tidak aku kenal. Sesosok bayangan yang balas menatap mataku dengan sendu. 

Aku menggeleng gelengkan kepala kuat kuat. Kakiku terasa lunglai dan aku menumpukan tanganku diatas wastafel agar tidak terjatuh. Kuputar kran silver yang ada di wastafel. Mengucurlah air yang sejuk. Kutadah kan tanganku menampung air yang langsung ku basuh kan ke mukaku. Kuambil sabun pembersih wajah. Kupencet isinya lalu aku usapkan ke mukaku hingga berbusa. Kemudian aku bilas lagi dengan air hingga terasa benar benar bersih. Dari dinding kuraih sebotol larutan penyegar mulut lalu aku berkumur hingga nafasku terasa segar. Kutarik tissu dari dinding lalu aku keringkan wajahku hingga benar benar kering. Kupandangi lagi bayanganku didalam kaca. “jangan pernah kamu bermain api niko. Kalau kamu tidak mau hangus terbakar.” desisku pada bayanganku sendiri. ****** 

 

aku keluar dari kamar mandi lalu mengambil kunci mobil yang aku taruh diatas meja kerja darma. Kulihat darma sedang merapikan tempat tidurnya. “aku pulang dulu, dikantor pekerjaanku sedang banyak. Nanti aku kesini lagi.” kataku sambil menghampiri darma. “terima kasih kamu telah menemaniku. Dan mau merawat aku” jawab darma sambil menghentikan sejenak pekerjaannya. “oh ya berapa nomor handphone kamu?” aku mengeluarkan handphone dari saku celana cargoku lalu mengetik keypad alphanumeric mencatat sederetan angka yang disebutkan oleh darma. Kemudian aku save di phonebook setelah aku masukkan nama nya. Darma mengantarkan aku hingga ke depan beranda. Aku memanaskan dulu mesin mobil beberapa saat hingga akhirnya aku meninggalkan pekarangan rumahnya dan pulang ke rumahku. ****** 

 

aku menekuri layar laptopku. Menyelesaikan desain undangan yang dipesan oleh pasangan pengantin muda. Anak konglomerat walet di pangkalpinang. Aku turun tangan sendiri untuk mendesain undangan sebanyak seribulimaratus lembar edisi lux premium. Konsep yang aku buat pada grafisnya sebuah undangan yang berbahan karton duplex double yang dilapisi kertas satin dan samboja berwarna merah tua dipadu dengan warna emas. 

Setiap ujung ujung sudutnya dipasang dari siku tembaga yang berkilau seperti emas. Undangan yang mempunyai enam lembar halaman didalam sampulnya itu didalamnya memakai kertas kalkir kemudian dibagian lembar ke dua kertas linen bergambar foto foto prewedding sang mempelai. Lembaran ketiga dari kertas satin merah tua di grafir dengan tinta emas isi dari undangan itu. Dilembar sisanya aku buat foto yang apabila lembarannya dibuka maka sang pengantin dalam busana yang putih bersama pasangannya sedang melihat burung merpati hinggap, akan langsung timbul seperti tiga dimensi. Kukerahkan kemampuan dan imajinasi untuk membuat undangan yang harganya lima kali lipat harga undangan lux biasa. 

Ku simpan file dan prototype undangan contoh itu kedalam map. Kututup laptop ku. Tinggal besok menelpon calon pengantin untuk acc desainku tadi sebelum akhirnya turun ke proses cetak. Sudah jam setengah empat sore. Ku habiskan secangkir capuccinno yang dibuatkan oleh titin tadi. Walaupun sudah dingin tapi tetap membuat mataku yang tadi mulai kuyu menatap layar laptop sekarang segar kembali. Kemudian aku pulang ke rumah ku dan beristirahat. Lelah sekali hari ini. Mana tadi janter sms mau mengajak aku ke rumah temannya bermain gaple. Jadi waktu yang cuma beberapa jam ini aku manfaat kan untuk tidur. 

 

DILUAR RENCANA 

 

 

Menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan mungkin pernyataan yang sering sekali dikatakan oleh manusia. suka ataupun tidak itu memang benar. Aku saat ini sedang mengalaminya. Andaikan bukan janter yang aku tunggu mungkin aku sudah cabut dari sejak jam tujuh tadi. Sekarang sudah jam sembilan malam. Dan belum ada tanda tanda dia datang. Rasanya kesal sekali, tak terhitung sudah berapa kali aku sms dia, tetapi tidak ada satupun yang terkirim. Semuanya tertunda. Aku telpon tetapi cuma suara rekaman operator cewek yang menamakan dirinya veronica yang dari tadi setia menjawabnya. Kemana sih anak satu ini, tadi janjinya dia mau datang menjemputku jam tujuh dan sudah telat dua jam. Berkali kali aku menarik nafas kesal, apakah memang tidak menghargai waktu, sehingga dengan mudahnya berjanji. Kalau tahu akan begini, aku tidak akan mau menunggu. 

“lagi nungguin siapa niko?” suara mamaku yang entah sejak kapan berdiri dibelakangku. Aku menoleh dan berdiri, “teman ma… Tadi katanya jam tujuh mau menjemputku.” “sekarang sudah jam sembilan, betah sekali kamu menunggunya?” aku tidak menjawab cuma menggeleng kepala dengan kesal. Mendingan aku keluar sendiri saja daripada sakit kepala menunggu sesuatu yang tidak pasti. Aku masuk kedalam mengambil kunci mobil. Lalu pamit pada mamaku, yang langsung mengeluarkan wejangan standard nya jangan ngebut dan jangan pulang pagi. Aku mengangguk dengan lesu. Aku menyalakan mesin mobilku tetapi berkali kali aku menstarter tidak juga nyala. Aduh! Kenapa lagi ini…. Aku keluar dari mobilku dan menutup pintunya dengan setengah dibanting. 

Akhirnya aku menelpon doni, memintanya datang kerumahku. Sekitar limabelas menit anak itu datang dengan mengendarai motor honda tiger nya. “ada apa nik.?” doni membuka helm nya lalu berjalan menghampiriku. “jalan yuk..” “kemana?” “kemana aja deh yang penting jalan! Tunggu sebentar aku ngambil helm dulu.” aku bergegas ke garasi mengambil helm ku. Lima menit kemudian aku sudah dijalan raya bersama doni. “jangan ngebut dong nyet!” aku setengah berteriak diantara deru angin yang menerpa wajahku. Doni tertawa keras tanpa mengurangi kecepatannya. 

“dasar penakut. Lo peluk aja pinggang gue, kalau takut jatuh” “huh maunya…. Sori lah ye!” dasar anak berandalan satu ini bikin aku kesal saja. Tingkahnya yang super cuek dan agak ugal ugalan terkadang membuat aku jadi was was. “sumpah deh ngebut aja lo… Ini terakhir kalinya aku mau dibonceng sama motor kreditan lo ini.” ancamku diantara perasaan takut. “Awwww….!!!!” aku menjerit kaget saat ban motor masuk ke lubang jalan yg lumayan dalam. “gila lo nik!!! Jejeritan kayak kuntilanak, bikin kaget aja!” maki doni dengan kesal. Aku tertawa ngakak mendengar kata katanya “kita ini mau jalan jalan atau ngambil gaji sih?” aku bertanya keras keras tepat ditelinga kanannya. “hei, gue nggak tuli beruk!”

 “hahahahaha…..” “sial!!!” aku tertawa makin keras hingga doni pun kemudian ikut ikutan tertawa. Akhirnya doni mengurangi kecepatannya “nah begini kan lebih enak sayang” “iiii….h… Sayang.. sayang emangnya gue laki lo, najis! “ doni menggidikan bahunya aku menggelitik pinggangnya dengan jari telunjukku. “hei,.. Ngapain lo..awas ntar kita jatuh nih!” doni menggeliat kan pinggangnya karena geli hingga motornya bergoyang goyang dijalan. “Ee…bawa motornya liat liat dong, kalau bawa anak gubernur itu harus hati hati, kalau sampai aku lecet sedikit saja, kamu bakal di benci seumur hidup sama mamaku” aku menggodanya. “huuu… Lahir didukun, Tiap ari makan sambal terasi sama ikan asin aja gaya lo udah kayak artis aja, beruk!” doni membalas candaku lebih parah. 

“sialan!” “lagian kan kamu yg nyuruh cepat cepat minta antar ke rumah sakit karena ketuban kamu udah pecah, kalo sampe brojol dijalan kan gue juga yang repot!” “anjriiit. Emangnya lo pikir aku ini lelaki apapun?” aku mencubit pahanya kecil kecil dengan keras. “ADUH!!!” teriaknya kaget. “gila lo nik, lo nyubit kayak banci deh, sakit banget!” aku cemberut “ketauan suka maen sama banci lo nyet, emang lo sering dicubit banci, pantesan………” “pantesan apa?” tanya doni dengan penasaran “pantesan aja lo dicubit, soalnya bancinya kecewa liat punya lo yg se jempol gue, waktu lo ngen**t bancinya masih sempet nguteks kukunya dgn rapi saking gak kerasanya!” aku tertawa terpingkal pingkal “pukima!” kami berdua tertawa diatas motor “kepantai aja yuk, daripada nggak ada tujuan” ajak doni sambil membelokan setang motor ke jalan semabung. “boleh, tapi gue jangan di apa apain ya, soalnya pantai kan sepi”

 “matamu…. Huh maunya!” cibir doni. Aku tersenyum geli mendengar jawabannya. Aku dan doni sudah berteman sekitar setahun lamanya kami kenal waktu aku ikut presentasi di jati wisata untuk produk yang dipasarkan secara MLM dan kebetulan kami satu group. Karena seringnya bertemu untuk membahas prospek, akhirnya kami jadi makin akrab, doni anaknya lucu dan suka bercanda, dia juga super cuek, umurnya baru duapuluh empat tahun, kulitnya sawo matang, tingginya sekitar 175cm dan badannya sangat kekar, rambutnya ikal tapi dipotong cepak, hobinya makan, hampir semua tempat makan yang enak dia tahu. Dia seorang brimob, aku sering jalan dengan dia kalau dia sedang tidak piket. Doni orangnya baik hati dan sangat perhatian, walaupun ngomongnya suka ceplas ceplos tetapi jarang membuat orang tersinggung. Disaat dia sedang serius aku terkadang serasa berhadapan dengan orang lain. Akhirnya sampai juga kami di pantai. Doni memarkir motornya dibawah pohon cemara +++ 

 

Aku dan doni turun dari motor dan mencari tempat yang enak untuk duduk. Aku berjalan kearah batu karang yang terletak tepat di pinggir pantai. Doni mengikuti aku berjalan kesitu. Aku duduk diatas batu karang. Menikmati hembusan angin pantai yang dingin. Kuambil sebungkus rokok dari kantong sweaterku. Lalu kunyalakan dan kuhisap asapnya dalam dalam. Sungguh nikmat sekali rasanya. Doni mengambil rokok yang aku letakkan diatas batu yang aku duduki dan ikut menyalakan rokok untuk mengusir dingin. Suasana di pantai masih lumayan ramai. Warung remang remang yang berjejer di sepanjang pantai masih buka. 

Musik yang diputar keras dari masing masing warem itu seakan akan berlomba lomba untuk menjadi yang paling keras suaranya. Ada lagu lagu dangdut dan ada pula lagu pop. Sehingga suaranya menjadi tumpang tindih. Aku memandang ombak yang silih berganti datang. Terkadang bagaikan riak dan terkadang menampar pasir. Sehingga buih buih air laut membekas diatas pasir pantai yang terlihat berwarna abu abu kalau malam hari. 

Ku hisap lagi dalam dalam rokok mild ku untuk mengusir dingin. Doni menggulung celana jeansnya hingga sebatas lutut. Kemudian ia berjalan membasahi kakinya diantara ombak yang menerpa pasir dengan lembut. Suara ombak yang di kupingku terasa bagaikan alunan nada yang membuat pikiran menjadi lebih santai. Keadaan tidak terlalu gelap karena sinar bulan purnama dari atas langit yang cerah tak terhalangi pepohonan sehingga terpantul di laut bagaikan kerlap kerlip mutiara terapung di air pantai. Aku menyusul doni setelah sebelumnya ikut menggulung celana panjangku hingga ke lutut dan melepas sandal yang aku pakai lalu meletakkannya diatas batu karang tempat aku tadi duduk. Aku menginjak pasir yang tergenangi air asin terasa hangat. “hati hati terinjak kulit siput” aku berteriak memperingatkan doni. 

“iya aku tahu!” jawab doni sambil berjongkok memungut sesuatu dari atas pasir. “aku dapat lokan yang masih hidup, lihat besar sekali!” dia menunjukkan lokan yang sedang di pegangnya kepadaku. Aku menghampirinya lalu memegang lokan itu “wah berat juga ya, kembalikan saja ke laut. Kasihan dia juga mau hidup” aku menimang lokan ditanganku. Lalu memberikannya lagi kepada doni. “iya, sih!” lalu doni melemparkan lokan itu ketengah laut. Gila kuat sekali tenaganya. Lokan itu terlempar jauh sekali, kalau aku yang melemparnya paling paling cuma beberapa meter jatuhnya.

 “seharusnya kita kesini dari sore tadi, jadi bisa mandi air laut.” doni berkata sambil berkacak pinggang memandang ke tengah laut. “iya aku sudah lama tidak mandi air laut, besok saja kita kesini lagi sore sore. Jadi sudah agak teduh” jawabku sambil menendang kulit siput laut yang tergeletak di depanku. “woi beruk hati hati dong, basah nih celanaku. Lihat!” tunjuk doni kearah celananya yang terpercik air saat aku menendang kulit siput tadi. Aku cengengesan tidak jelas saat melihat bibir doni yang cemberut hampir jatuh.

 “sori nggak sengaja hehehe..,” “ketawa lagi bukannya mikir!” kata doni dengan sebal melihat aku yang cengengesan. Kami berdiri bersisian membiarkan air laut menerpa kaki kami berdua. Terasa agak geli karena ombaknya meninggalkan buih di kaki dan perlahan lahan pecah sehingga kakiku serasa seperti di gelitik. Kemudian doni membuka resluiting celananya dan dengan santainya dia kencing dihadapanku. Mataku nyaris terbelalak melihat benda yang terjulur keluar dari balik resluiting celana doni dan mengucurkan air yang kencang menimbulkan suara berkecipak saat menyentuh air laut. Aku mundur beberapa langkah menhindari air kencingnya terkena kakiku. Selesai kencing doni jongkok meraup air laut dengan tangannya dan membersihkan perkakasnya lalu menutup resluiting celananya. Aku mengerenyit melihat tingkahnya itu. Giliran dia yang cengengesan saat melihat aku tersenyum masam.

 “hahaha sudah melihat sendiri buktinya? Banci mana yang masih bisa berkuteks terkena ini.” katanya dengan penuh kemenangan sambil menunjuk tengah tengah selangkangannya. Aku cuma mendengus. Bukan cuma tidak bisa berkuteks tetapi banci itu bisa mengalami pendarahan berminggu minggu kataku tapi cuma dalam hati. “huh bisa sial aku besok gara gara kamu, bisa nggak di kunjungi malaikat tujuh hari tujuh malam gara gara melihat punya kamu itu. Dasar tidak sopan..!” aku pura pura merengut didepan doni. Doni tertawa puas melihat aku kesal. “punya kamu pasti tidak ada setengahnya dari ini… Makanya sebelum bicara itu perlu bukti dulu hehehe” dia mengejek aku sambil nyengir. “puas?” “lumayan” jawabnya memasang tampang yang membuat aku kesal.

 “coba lihat punya kamu!” aku mengangkat alis melihatnya. “Ini” jawabku “mana?” tanyanya penasaran “nih” aku nungging didepan mukanya sambil tertawa ngakak. “Setan!” dia mengayunkan tangannya untuk menampar pantatku tetapi aku sudah siap dan langsung berlari menjauhinya sambil tertawa terpingkal pingkal doni mengejarku sambil mendumel tidak jelas. “Awas kamu kalau dapat ya!” dia berteriak sambil mengejarku. Aku berlari diatas pasir pantai yang empuk menhindari kejaran darinya. Terlupa sudah perasaan kesalku gara gara menunggu janter tadi. 

Berdua dengan doni memang selalu konyol. Kami selalu bercanda, doni memang teman yang tepat untuk menghilangkan stress. Dia selalu bisa membuat aku terhibur. Tetapi doni hanyalah sebatas teman bagiku. Tidak ada perasaan apapun selain persahabatan yang aku rasakan saat bersama dia. Dan aku tidak ingin mengubahnya untuk alasan apapun. Karena sahabat belum tentu menyenangkan ketika jadi kekasih +++ 

 

Aku keluar dari masjid al furqon melalui pintu utama bersama ratusan jamaah setelah tadi sholat jumat, sejuk sekali rasanya wajahku setelah tersiram air wudhu tadi. Aku menuruni tangga depan, mencari sandal yang tadi aku letakkan di tangga masjid. Aku mengedarkan pandang mencari cari. Oh itu sandalku. Sudah tercecer di pekarangan. Sebelah sandal di standblok dan sebelahnya lagi terpelanting tersepak entah oleh siapa sampai beberapa meter dari tangga. Tepat di bawah batang asoka. Aku sengaja tidak memakai sandal yang bagus untuk jaga jaga.

 Soalnya sudah beberapa kali kejadian sandal bagus diembat orang yang tak bertanggung jawab. Aku mengambil sandal yang satunya sambil jinjit. Aku jongkok memungut sandal dan memakainya. Saat aku tegak lagi, didepanku sudah berdiri darma dengan mengenakan baju koko warna salem berbordir merah di bagian kancing dan kantungnya, kopiah rajut warna putih dan kain sarung merah kotak kotak biru. Perasaan dari tadi aku tidak melihat dia di masjid. “eh. Kamu sholat disini juga ya, kok nggak jemput aku tadi?” darma berkata sambil sambil membuka kopiah lalu mengipas ngipas wajahnya yang berkeringat. “aku pikir kamu belum begitu sehat jadi tidak jumatan.” jawabku sambil berjalan. Darma mengikutiku. “kamu datang belakangan ya?”lanjutku “iya aku datang waktu sholat hampir dimulai. Dan aku kebagian shaf di belakang.”

 “mobilmu mana?” tanyaku darma menunjuk ke arah jalan saya. Tidak jauh dari pohon akasia tua dia memarkir mobilnya. “nanti sore aku mau mengajak kamu ke rumah mamaku di sungailiat. Kamu mau menemani aku?” darma bertanya padaku. Orang tua darma sudah lama bercerai semenjak darma kelas satu smu. Dan masing masing orangtuanya sudah menikah lagi. Jadi selama ini darma tinggal bersama papa dan mama tirinya. Tetapi mama tiri darma sangat menyayangi darma seperti kepada anak sendiri. 

Mama tirinya tidak mempunyai anak, jadi mereka sangat dekat seperti ibu dan anak kandung. Mama kandung darma menikah dengan seorang pegawai biasa, jadi kehidupan mereka biasa biasa saja. Mama kandung darma punya dua anak dari ayah tiri darma. Dan keduanya masih kecil kecil. Darma belum sekalipun bertemu dengan kedua adik tirinya itu. Sebenarnya sore ini aku mau mengajak astri ke gramedia mencari buku, tetapi melihat tatapan darma yang penuh harap itu aku menjadi tidak tega. Akhirnya aku berjanji untuk menemaninya. Darma berjanji untuk menjemputku jam tiga sore. Aku disuruh menunggu dirumah dan bersiap siap. Kami berpisah di jalan depan masjid. Aku naik ke mobilku dan darma masuk ke mobilnya. +++

 

 aku dan darma menempuh setengah jam perjalanan menuju sungailiat dengan mobilnya. Menyusuri jalan raya dan hutan hutan. Aku melayangkan pandangan lewat jendela mobil. “bangka sudah banyak berubah semenjak lama aku tidak kesini.” darma berkata sambil menyetir, aku melihat kedepan dan menyenderkan kepalaku. “lumayan banyak perubahan. Tetapi masalah listrik makin parah disini. Hampir setiap hari ada pemadaman bergilir” jawabku sambil menoleh melihatnya. “masalah listrik ada dimana mana bukan cuma dibangka saja. Ini sudah menjadi masalah nasional dan menjadi pekerjaan rumah bagi pemeritah sekarang.” darma menjelaskan panjang lebar. Aku mengangguk anggukan kepalaku menyetujui kata katanya. “aku selalu memikirkan kejadian malam kemarin, aku merasa semakin mencintaimu, saat tubuh kita berdekatan seperti itu, aku merasa damai, rasanya aku ingin memiliki kamu seutuhnya” kata kata darma membuat aku agak tersentak.

 “aku mencintaimu dari dalam hatiku niko, aku tidak tahu kenapa rasa seperti ini harus aku alami. Kita sama sama lelaki dan aku tahu aku tidak mungkin bisa memilikimu, keluarga kita tidak akan pernah bisa menerimanya.” Darma mengucapkan dengan suara yang agak serak. Aku menatapnya sambil mengusap pahanya. Darma menggapai tanganku dari pahanya dan meremas remas dengan mesra. “hubungan seperti ini tidak akan pernah direstui dalam kehidupan normal darma. Agama dan budaya kita juga menentang. Sudah tertanam jauh didalam benak orang orang semenjak jaman dulu kalau pria dan wanita diciptakan berpasang pasangan, kalau ada yang melenceng dari garis yang sudah di ditetapkan itu, maka siap siaplah mendapatkan penolakan atau malah lebih parah dari itu.” aku menjawab getir. 

Memikirkan kenyataan yang tidak mungkin diubah ini. Darma mengangkat tanganku dari pahanya dan menggenggamnya kemudian mencium tangannku dengan bibirnya. Mobil kami sudah memasuki gerbang selamat datang di kota sungailiat. Aku balas meremas menggenggam tangan darma erat erat. “Aku bodoh ya nik, coba dari dulu aku ungkapkan perasaanku tanpa aku harus menuruti ego ku….” darma melepaskan tanganku. “akhirnya aku tetap tidak bisa menghilangkan rasa cintaku kepadamu. Dan telah menyia nyiakan waktu berharga yang seharusnya aku jalani dengan kamu bersama sama.” ia meneruskan kata katanya. Sambil memutar setir berbelok kekanan menyusuri jalan parit padang. Aku menghela nafas… Aku bingung harus mengatakan apa karena dalam hatiku sendiri pun belum sepenuhnya dapat menyayangi darma seperti dulu. Aku merasa sebelas tahun telah mengikis perasaanku terhadapnya dan sekarang aku mencoba membangun kembali perasaan yang telah lama terlelap dalam ruang hatiku untuk darma.

 Tetapi itu butuh proses entah cepat atau lambat. Namun aku tidak mau membuat dia kecewa. Walaupun dia telah membuat aku kecewa bertahun tahun tetapi aku tidak berniat untuk membalas dendam. Saat ini aku mengikuti saja alur yang ada. Serpihan dari kenangan masa lalu aku dengan dia masih aku anggap berharga dan tersimpan dengan rapat dalam hatiku. “maafkan aku ya niko…. Aku mengakui aku memang egois, meninggalkanmu dan tiba tiba muncul lagi dan mengemis cinta padamu. Aku tahu ada yang ganjil pada persahabatan kita dulu. aku sangat menyayangimu. Aku tidak mau merusakmu. Andaikan dulu aku menuruti kata hatiku mungkin di usia muda kita telah berhubungan intim, karena aku tahu kamu tak akan pernah menolak keinginanku, meskipun kadang bertentangan dengan keinginanmu sendiri. Itu aku sadari. 

Kamu terlalu baik niko. Mungkin itulah yang membuat aku jadi mencintaimu. Aku telah merasa nyaman denganmu. Semua yang aku suka dan tidak telah kamu ketahui. Kebersamaan kita membuat aku merasa ketergantungan. Dan aku merasa harus mencegahnya sebelum terlanjur parah. Tapi kini aku telah dewasa dan mengerti arti hidup. Apa yang manusia jalani adalah suatu pilihan hidup. Konsekuensi ditanggung masing masing. Selama tidak saling merugikan satu sama lain mungkin layak untuk dijalani.” darma menjelaskan dengan kata kata yang teratur. Aku meresapi semua yang dia katakan. Ada rasa sedih saat mendengarnya berkata seperti itu. “aku mengerti darma, jangan terlalu menyalahkan diri sendiri. Akupun bersalah karena aku terlalu senang berteman denganmu hingga batas batas yang sebenarnya tidak boleh dilanggar aku terobos begitu saja. 

Aku pun merasa senang bila bisa bersamamu dulu. Entah kenapa tetapi itulah yang aku rasakan. Sehingga setiap hari tanpa ada sejam pun aku ingin lalui tanpa kamu. Tapi dulu aku tidak menyadari kalau itu adalah perasaan cinta. Setelah aku kuliah di kota besar mataku jadi terbuka. Ternyata memang ada perasaan cinta antara sejenis. Dan aku sedikit demi sedikit paham kalau perasaanku kepadamu dulu lebih dari seorang sahabat, tetapi aku masih bodoh untuk menyadarinya dari awal. Tapi kini aku mohon jangan pernah mendesakku, karena jujur saja.. Perasaan yang dulu terhadapmu sudah nyaris tidak ada lagi. Tetapi perlahan lahan mulai berpucuk lagi, aku minta kamu sabar” akhirnya aku bisa berkata terus terang.. Dadaku terasa lebih ringan setelah mengatakan ini. Setelah itu kami meneruskan perjalanan dengan kebisuan hingga mobil darma masuk ke sebuah pekarangan rumah yang tidak terlalu besar tetapi cukup asri. Halamannya lumayan luas dan ada dua buah pohon mangga tumbuh di depannya. 

Darma memarkir mobil dibawah pohon mangga yang rindang. Tampak disamping rumah, seorang anak kecil sekitar umur sepuluh tahun yang mirip darma sedang bermain dengan tanah. Darma terdiam memperhatikan anak kecil itu bermain. +++ darma menghampiri anak kecil itu, kemudian menyapanya. Mereka berdua entah membicarakan apa. Tapi yang kutahu setelah ngomong dengan darma, anak itu masuk ke dalam rumah sambil berlari memanggil ibunya. Tak lama kemudian anak kecil itu kembali lagi, tapi kali ini bersama ibunya. Yang ternyata adalah mama darma. “mama….. Apa kabar ma?” darma menghampiri mamanya dan menyalami serta menciumi tangannya. 

“astaga darma, ya ampun sudah dewasa sekali kamu sekarang, nak!” kemudian mamanya darma memeluk darma dan mengajaknya masuk kedalam rumah. Darma menoleh kebelakang dan memberi isyarat agar aku mengikutinya masuk ke dalam rumah mamanya. Aku pun mengikuti mereka masuk kedalam. Menyalami mamanya darma dan memperkenalkan diri. Keadaan rumah mamanya darma sangat jauh sekali dengan rumah darma dengan papanya. Rumah yang mungil dengan ruang tamu kecil minim ornamen, hanya ada satu set kursi dan meja tamu serta buffet pendek. Aku duduk mendengarkan pembicaraan antara ibu dan anak yang sudah lama tidak bertemu. Kulihat darma memeluk kedua adik tirinya. Dan memberikan mereka uang yang lumayan besar nilainya bagi anak anak seumuran mereka. Lalu darma juga memberikan mamanya seikat uang lima puluh ribuan.

 Yang ku taksir tidak kurang dari 10 juta. Ibunya agak kaget menerima pemberian darma. Berusaha untuk menolaknya, tetapi dipaksa darma. Katanya untuk membantu biaya sekolah adik adiknya. Akhirnya mama darma menerima uang itu dengan air mata yang mengalir. Aku menjadi terharu melihat semua itu. Dan aku pun jadi sadar bahwa aku termasuk beruntung memiliki keluarga yang masih utuh. Setelah terobati kangennya, darma berpamitan untuk pulang. Mamanya menahan darma untuk menginap tetapi darma menolak dengan alasan besok dia harus kerja. Setelah mencium pipi mamanya dan adik adiknya, darma dan aku pun pamit pulang. Mama darma mengantar kami sampai pintu mobil. Kami keluar dari pekarangan rumah mama kandung darma dengan diiringi lambaian tangan mama dan kedua adik tirinya. 

Sekarang baru pukul lima sore. Darma mengajak aku ke pemandian air hangat desa pemali, aku setuju setuju saja. Memang sudah hampir setengah tahun aku tidak ke situ. Darma tidak hapal dengan jalan ke pemali jadi kami bertukar posisi menjadi aku yang memegang setir. “”"”"” setelah membayar tiket untuk dua orang. Aku dan darma langsung masuk dan menuju ke kolam pemandian air panas itu. Karena hari jumat maka pengunjung disini tidak terlalu ramai. Jadi kami bisa berendam dengan air panas dengan santai tanpa bersempit dikolam yang tidak terlalu besar itu. Aku mengganti pakaian ku di ruang ganti. Kubuka semua baju dan celana kemudian aku masukkan ke dalam tas. jadi aku cuma memakai boxer. Demikian juga dengan darma. 

Tubuhnya begitu atletis dan proporsional. Kulitnya yang putih bersih dengan otot yang tidak terlalu menonjol seperti binaragawan itu sangat sedap sekali untuk di pandang. Perutnya begitu rata dan berkotak kotak. Dadanya lumayan berisi dengan bahu yang bidang. Tubuhnya yang jangkung cuma ditutupi sehelai celana pendek pasti akan mengundang mata yang melirik. “hei kok jadi bengong?” darma menegurku. “siapa yang bengong” aku berkilah mengelak karena merasa malu. “tubuh kamu membuat aku jadi nafsu” bisik darma sambil berjalan di sisiku. Tinggi kami berdua nyaris sama. Cuma aku lebih tinggi paling sesenti dua senti dari dia. “hus jangan ngaco kamu. Jaga tuh jangan sampe terbangun didepan umum. Nanti bisa berabe” aku mengingatkannya. Sampai di kolam aku langsung turun dan astaga panas sekali. 

Tubuhku terasa seperti kena rebus. Darma menyentuh air kolam dengan ujung kakinya. Langsung dia tarik lagi karena panas. Tampaknya dia tidak berani turun. Aku menyuruhnya untuk segera turun tapi dia cuma menggidikan bahunya dengan ekspresi ngeri. Huh bikin bete kayak kucing saja takut sama air. Aku mendekatinya sambil merapat dipinggir kolam. Dia berjongkok tepat di depan mukaku. Saat dia lengah langsung aku tarik tangannya hingga ia tercebur masuk kedalam kolam. Darma menggeliat geliat dalam kolam berusaha mencapai dinding kolam dan bergegas naik kembali. Tetapi aku tahan dia dan kupeluk kuat kuat. Memang kolam ini agak unik. Kalau baru turun kedalam, panasnya minta ampun. Tapi tunggulah satu menit saja maka badan kita akan segera serasi hingga tidak merasa terlalu kepanasan lagi. 

Akhirnya darma juga bisa menyesuaikan diri dengan suhu kolam. Dan dia pun mulai bisa rileks. Kami berdua menyandar di tepi kolam sambil memejamkan mata. Dan ngobrol ringan. Air yang hangat seakan akan memijat tubuh kami dan aku merasa menjadi semakin santai. Aku menarik nafas dalam dalam lalu menghembuskannya dengan teratur. Darma mengikuti apa yang aku lakukan. Bibirnya selalu terkembang senyum melihatku “aku sangat menyukai saat ini bersamamu disini niko.” darma berkata pelan hingga cuma aku yang mendengar. Karena didepan kami ada sekitar delapan orang lagi yang mandi dikolam yang sama. 

Aku tersenyum mendengar kata katanya itu. Aku senang kalau dia merasa senang hari ini. Kasihan darma hidupnya tidak seindah dirinya sendiri. Mungkin orang memandang kehidupan darma sempurna tapi aku lebih tahu kalau dia juga punya rahasia yang kelam tentang dirinya. Jadi apa aku merasa senang kalau bisa membuat dia bahagia. +++

 

 hari sudah mulai Gelap. Aku mengajak darma untuk berangkat dari kolam dan kekamar bilas. Ada sepuluh kamar bilas yang masing masing dilengkapi dengan shower. Aku masuk dan mengunci pintunya. Darma masuk ke kamar yang disebelahku. Kunyalakan shower dan aku bilas dan sabuni seluruh tubuhku untuk menghilangkan sisa sisa tawas yang menempel. Setelah selesai aku mengeringkan badan dan membuka celana dalamku yang telah basah. Aku pakai kembali celana panjang tanpa celana dalam. Keluar dari ruang bilas, darma telah menungguku didepan pintu. “aku lupa bawa celana dalam untuk ganti.” bisikku pada darma. “hahaha. Sama aku juga tidak pake celana dalam sekarang” selorohnya setengah berbisik.

 “ayo kita pulang jangan sampai terlalu larut, soalnya agak gelap.!” berdua kami keluar dari pemandian air panas. Menuju ke parkiran dan naik ke mobil. Aku yang menyetir. 

 

 

TERJEBAK DILEMA 

 

 

 

 

pagi sabtu yang cerah. Aku berlari berkeliling kompleks perumahan. Udara masih terasa sejuk. Biasanya aku rutin lari pagi. Tetapi akhir akhir ini aku sering lembur membuat bermacam desain hingga kadang tidur jam empat pagi. Sekarang belum ada jam setengah enam. Cuma ada satu dua orang yang berjalan. Keringat sudah mulai mengucur. Walaupun dingin tetapi tidak terasa. Alangkah capeknya nafas mulai tersengal sengal. Aku harus cari minum. Biasanya di alun alun banyak yang jual susu kedelai hangat dan kue jajan pasar serta gorengan. Sampai di alun alun aku memesan susu kedelai satu gelas dan sarapan kue. 

Aku duduk dikursi plastik yang di sediakan koko penjual. Aku memandang orang orang yang berlari pagi dan kumpul di alun alun. Suasana pagi memang menyegarkan. Dimana geliat kehidupan dimulai pada awal hari yang baru dengan suasana dan harapan yang baru. Aku pulang kerumah. Dengan berjalan pantai. Badanku sudah capek kalau harus dibawa lari lagi. 

Sampai dirumah aku langsung kedapur dan menemukan mamaku sedang masak untuk sarapan pagi. Dimeja makan telah tersedia pisang goreng dan teh panas. Aku minum teh dan mencomot satu pisang goreng. Sambil duduk menunggu keringatku kering. “belum mandi nik?” tanya mamaku sambil menaruh mangkuk yang berisi ikan goreng sambal tomat di atas meja makan. “sebentar lagi ma. Hari ini aku kekantor agak siang.”

 “oh begitu, ngomong ngomong si darma kemana, kok mama jarang melihatnya?” “ya dirumahnya lah ma, memangnya aku yang pegang tali lehernya” “hus.. Memangnya dia anjiing pudel.!” celetuk mamaku dengan mata melotot “maksud mama siang ini kamu ajak dia makan siang disini. Mama mau masak rusuk sapi asam pedas dengan pucuk kedondong, darma kan paling suka makan itu.” huh mamaku itu kalau sudah senang dengan temanku pasti selalu memasak makanan kesukaannya dan darma dari dulu sering memuji masakan mamaku. 

Sehingga hidung mama kembang kempis bangga. “iya lah nanti aku telpon dia suruh makan siang disini.” jawabku sambil menelan potongan pisang goreng ditanganku. Mamaku tampak puas dengan jawabanku, tampaknya dia sudah kangen masakkannya dipuji. Soalnya aku sama papa paling jarang memuji masakan mama. Bukan tidak mau memuji, berdasarkan pengalaman, kalau dipuji bakalan satu minggu mamaku memasak yang itu itu saja. Dan mamaku akan menelponku dan papa dikantor menyuruh pulang untuk makan. Padahal aku sudah bosan selama empat hari makan dengan lauk opor ayam. Itu gara gara papa memuji masakan opornya. Semenjak kejadian itu aku dan papa kompak untuk tidak memuji masakan mama kalau tidak mau satu minggu mendapat menu itu itu saja.

 aku kekantor jam sepuluh dan memeriksa kerjaan pegawaiku. Semua orderan yang telah selesai aku suruh daniel mengantarkan kepada para pelanggan. Aku selalu menekankan kepada para pegawai agar sedapat mungkin mengerjakan pesanan tepat waktu, sebanyak apapun order masuk. Saat aku sedang memeriksa stok kertas di gudang tiba tiba bahuku di tepuk dari belakang. Aku agak kaget dan sempat mau melabrak untung saja aku menoleh dulu, rupanya janter yang menepuk bahuku. 

Pasti tadi titin yang menyuruhnya menyusul aku kegudang. Wajahnya agak kuyu tidak seperti biasanya. Aku mengajaknya ke ruanganku. Janter bercerita kalau dia baru tadi pagi sampai ke pangkalpinang. Setelah dua hari di medan. Janter minta maaf karena tidak sempat memberitahuku. Karena dia harus terbang ke medan mendadak. Opung borunya yang di medan meninggal. Dan orang tuanya menyuruh ia segera pulang untuk menghadiri pemakaman opung borunya. 

Rasa kesalku padanya langsung hilang mendengar penjelasannya tadi. Aku pun langsung mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya opung janter. Aku menunjukkan padanya desain baliho dan spanduk untuk acara promosi perusahaan tempat dia kerja yang beberapa hari yang lalu ia pesan. Janter tampak sangat terkesan dengan hasil kerjaku dan ia langsung menyukainya. Sesuai dengan konsep yang dia inginkan, katanya. Aku langsung mengirim file itu ke komputer bagian produksi untuk di prioritaskan segera cetak. Setelah itu kami ngobrol dan tertawa tawa. 

Jam duabelas sekarang, dan aku ingat tadi mamaku menyuruhku untuk pulang dan makan siang bersama di rumah. Mungkin darma sudah datang. Karena tadi waktu aku telpon katanya dia akan datang sekitar jam duabelas. Aku langsung mengajak janter untuk ikut makan siang dirumahku. Dengan antusias janter menerima ajakanku. Kami berdua naik mobil masing masing menuju kerumahku. Tepat dugaanku. Mobil darma sudah terparkir di halaman rumahku. Berarti dia sudah datang dan pasti sekarang dia lagi ngobrol dengan mamaku. __ 

 

Aku masuk kedalam bersama janter. Langsung terdengar suara tertawa didapur. Suara mamaku dan darma. Dari dulu darma dan mama begitu akrab. Karena seringnya darma menginap di rumahku akhirnya mama sudah menganggap kami seperti saudara. Aku masuk kedapur. Dan melihat darma sedang mengobrol dengan mama sambil membantu mamaku menata meja. “itu niko sudah datang” tunjuk mamaku ke arahku darma langsung menoleh kearah kami. Dan ketika melihat janter ia langsung terdiam. Dan memandang janter dengan agak sinis. Mamaku tersenyum ketika melihat janter. Janter jadi bingung ditatap seperti itu oleh darma. Tetapi dia segera melihat ke arah mamaku. 

begitu melihat mamaku tersenyum diapun membalas tersenyum dan berjalan menghampiri mamaku. “perkenalkan tante aku janter temannya niko.” ia menyalami mama. Mamaku balas menyalaminya “kok tante belum pernah melihat kamu sebelumnya” mamaku agak heran sambil memandangnya dengan agak menilai. “iya tante aku baru pindah ke pangkalpinang dua bulan karena pindah kerja, sebenarnya aku sudah tiga kali kesini tapi tante lagi tidak ada dirumah. Tidak disangka ternyata niko punya mama yang sangat cantik, mirip widyawati pemain sinetron!” janter menjelaskan tentang dirinya. Nah janter pintar sekali aku lihat hidung mamaku sedikit mengembang. Belum apa apa dia sudah bisa mengambil hati mamaku.

 “oh ya… Masa sih? Mamaku tersenyum lebar sekali dan dia segera menarik tangan janter menyuruhnya duduk. Tampaknya mamaku langsung terkesan dan menyukai janter. Aku sangat senang sekali. “nak janter makan siang disini saja ya. Soalnya tadi tante masak banyak sekali.” tawar mamaku yang jarang sekali ia lakukan pada temanku yang baru ia kenal. “wah apa tidak merepotkan tante, tapi terima kasih banyak tante memang kebetulan aku sangat lapar. Waktu masuk tadi aku mencium bau masakan yang sangat harum sekali, pastilah masakannya enak sekali,” darma menyambut tawaran mamaku dengan jawaban yang benar benar tepat sekali, aku tidak sangsi lagi kalau mamaku hari ini telah menjadikan janter temanku favoritnya. Aku tiba tiba teringat darma yang dari tadi diam saja. “eh darma sudah lama ya kamu kesini?” aku bertanya padanya sambil menarik kursi dan duduk disampingnya di meja makan.

 “enggak juga sih paling juga baru setengah jam aku disini.” jawabnya sambil menyendokkan nasi kedalam piringnya. “maaf aku agak terlambat soalnya tadi pekerjaan hampir kelar jadi tanggung kalau ditinggal.” jelasku sambil mengambil sendok nasi yang baru saja diletakkan oleh darma. Lalu aku menyendokkan nasi ke dalam piringku. “ayo nak janter jangan malu malu. Ambil nasinya yang banyak.” mamaku masih sibuk dengan janternya. Aku memberikan sendok nasi kepada janter. “iya tante,” kata janter sambil menerima sendok dari tanganku. “wah masaknya banyak amat, ada daging asam pedas, acar, ikan panggang, tumis kangkung…. Itu apa namanya…….?” janter mendata masakan yang ada diatas meja. “kerang dimasak cabe, belum pernah makan itu, dicoba saja enak banget dijamin ketagihan” jawab mamaku dengan cepat. “belum tante, di medan tidak ada masakan itu… Wah beruntung sekali niko punya mama seperti tante, ini sih seperti makan di restoran. Pantas saja niko bisa sejangkung ini.” lagi lagi janter membuat mata mamaku berbinar binar.

 “ambil lauknya yang banyak jangan sungkan sungkan. Kamu harus mencoba ini” kata mamaku sambil menyendokkan asam pedas rusuk sapi kedalam mangkuk kecil dan menyodorkannya pada janter. Janter mengambil sendok dan mencoba asam pedas yang diberikan mama. Sementara mamaku diam memandang janter yang sedang mengunyah rusuk dengan tatapan harap harap cemas. “wah…enak sekali tante… Rasanya sama dengan waktu aku makan di restoran biru laut!” mamaku tersenyum lebar sampai sampai seperti menyeringai saking puasnya. Darma melihat janter dengan pandangan mencela, aku sempat mendengar ia mendesiskan kata kalau aku tidak salah dengar seperti *dasar penjilat* aku mengerenyit melihat darma. Ia langsung pura pura sibuk makan saat melihat aku memandangnya seperti itu.

 Mamaku makan cuma sedikit karena dia sedang diet. Kami meneruskan makan sementara mama memandang kami makan dengan pandangan puas nampaknya dia sangat senang sekali. Aku lihat janter sampai nambah sepiring lagi. Darma makan cuma sepiring, sepertinya dia telah kehilangan selera makan dengan adanya janter ikut makan siang bersama kami. Sementara aku ikut janter menambah lagi sepiring makannya. ********* 

 

kami telah selesai makan. Mamaku berdiri hendak membereskan meja. Tiba tiba janter ikut berdiri “biar saya bantu tante membawa piring piring kotor ini kebelakang” tawarnya sambil mengangkat tumpukan piring kotor itu. “sudah tidak usah nak janter. Biar tante saja, nanti kena bajunya” larang mamaku “tidak apa apa kok tante, aku sudah biasa, dirumah juga aku tinggal sendirian. Jadi apa apa aku kerjakan sendiri, jadi udah biasa kok!” “ya ampun tante jadi tidak enak sama nak janter, baru sekali makan dirumah tante, sudah langsung beres beres.” aku berdiri dan membawa gelas gelas kedapur. Janter mengikutiku sambil membawa tumpukan piring kotor. 

Semua peralatan makan kotor telah dibawa kedapur. Mamaku merapikan meja makan. Aku dan janter di dapur. Janter mengajak aku mencuci piring. Jadilah kami berdua mencuci piring bekas kami makan tadi. Mamaku yang melihat aku dan janter mencuci piring langsung mencegah tetapi janter tidak perduli. Dia tetap mencuci piring piring kotor itu. Aku membantunya mengelap sampai kering dan menyusun dalam rak kaca +++ 

 

setelah semua piring telah selesai dicuci, aku dan janter langsung keruang tengah. Darma sedang duduk di depan televisi bersama mamaku. Seperti biasa mamaku selalu memutar chanel vision drama menonton telenovela favoritnya. Aku dan janter duduk bergabung bersama mama dan darma. “Wah, telenovela alicia ya tante, aku juga suka menonton telenovela ini, ceritanya sangat bagus. Ternyata amador tidak mati. Aku sudah menduganya” komentar janter saat dilihatnya tayangan di televisi.

 “iya nih nak, kasihan alicia bertahun tahun dibenci mama amador gara gara dituduh membunuh amador” sambung mamaku dengan senang karena ada yang suka dengan telenovela favoritnya itu. Darma diam saja mendengar pembicaraan antara mamaku dengan janter dengan bosan. “Lelaki kok suka nonton telenovela” katanya dengan sinis setengah berbisik. Rupanya janter mendengar apa yang dikatakan darma tadi. Wajahnya berubah menjadi merah. Sepertinya dia tersinggung, tapi janter tidak mengatakan apa apa cuma ia menatap darma sebentar dengan tatapan permusuhan. Aku menyadari hal itu, tapi tidak berani berkomentar karena ada mamaku disini. Darma acuh tak acuh mendapat tatapan seperti itu dari janter. “tante aku mau ke belakang dulu, mau merokok sambil melihat ikan di kolam.” kata darma kepada mamaku sambil berdiri. “oh ya tidak apa apa nak, tante mau nonton dulu, soalnya ceritanya lagi seru serunya.” jawab mama sambil terus melihat ke televisi.

 Aku ikut berdiri menyusul darma. Akupun jarang menonton telenovela itu jadi aku tidak terlalu penasaran. Janter tetap duduk, dia menemani mamaku menonton. Sambil sekali sekali mengomentari adegan adegan yang bergerak dilayar televisi. Darma sedang berdiri di tepi kolam ikan, sambil menghembuskan asap rokok dari mulut dan hidungnya. Aku menghampiri darma. Lalu akupun ikut menyalakan rokok. Sambil berdiri di sampingnya. “kenapa sih sikap kamu seperti itu?” tanyaku kepada darma. Darma memandangku dan balik bertanya “memangnya ada apa dengan sikap ku, kan tidak ada yang aneh.” ia mengelak pertanyaanku. “tidak aneh apanya…. Selama makan siang tadi mukamu masam, dan kamu sepertinya tidak suka dengan kehadiran janter.” aku langsung ke pokok permasalahan “aku paling tidak suka dengan penjilat” tandasnya singkat. “janter bukan penjilat! Lagipula kamu bukan cuma tadi saja memasang tampang tidak suka terhadap janter. Pada waktu malam dia mengantar aku pulang pun kamu sudah bersikap seperti itu terhadapnya.” tanpa tedeng aling aku memojokkannya. 

“tidak tahu kenapa tetapi aku memang tidak suka dengan dia, hati hati bertema dengannya. Perasaanku mengatakan kalau dia itu tidak baik!” “jangan pernah memvonis seseorang kalau kamu belum kenal dan berbicara langsung padanya !” Aku membela janter, rasanya aku tidak rela kalau ada yang menjelek jelekannya “terserah kamu mau bilang apa. Tetap aku tidak akan bisa menyukai anak itu.!” darma berkeras “terserah kamu mau suka atau tidak, tidak ada pengaruhnya bagi janter!” kataku ketus. darma seperti kaget mendengar kata kataku tadi. Tapi aku tidak perduli. Akhirnya ia cuma menghela nafas saja. Lalu membuang rokok yang dipegangnya ke tanah dan mematikan api rokok dengan sepatunya. Kemudian ia jongkok di pinggir kolam. Memandangi ikan ikan koi yang berenang beriringan. “Ayo masuk mendingan kita bicara bersama sama didalam.. Tidak enak sama mamaku kita membiarkan janter sendirian.” “kamu duluan nanti aku menyusul” jawab darma tanpa menoleh. “”"”"”" 

 

aku masuk dan melihat janter sedang ngobrol dengan mamaku dengan akrab, sepertinya dia telah berhasil membuat mamaku menyenanginya. Mereka seperti bukan baru kenal hari ini. Sesekali mamaku tertawa mendengar lelucon yang diceritakan janter. Memang sangat lucu ditambah dengan logatnya yang agak batak jadi ceritanya makin mengena. Aku senang melihat janter bisa akrab dengan mama. Aku memberi kode dua jempol pada janter dari belakang mamaku. Janter yang melihatnya, mengangguk dan tersenyum. ******* 

 

darma masuk kedalam rumah dan langsung pamit pulang pada mamaku. Aku mengantarnya sampai depan pintu. Tak lama kemudian janter pun ikut pamit untuk pulang karena sudah jam empat sore. Mamaku mengantarnya sampai kedepan pintu. Aku mengikuti janter hingga ke halaman. “nanti malam kamu sibuk nggak?” tanya janter sambil membuka pintu mobilnya. “memangnya kenapa?” tanyaku. “aku mau main ke rumahmu” “nanti malam aku mau apel kerumah astri, mungkin sekitar jam sebelas baru pulang.” oke nanti kalau kamu sudah dirumah langsung sms aku ya!” katanya sambil menstarter mobilnya. “oke….!” “bye…” katanya sambil melambaikan tangan kepadaku dan menjalankan mobilnya lalu meluncur dari pekarangan rumahku. Aku memandang sampai mobilnya menghilang berbelok di tikungan. Kemudian aku masuk kedalam rumah. Rupanya mamaku masih berdiri didepan pintu. “dimana kamu kenal dengannya.?” tanya mamaku. “waktu ulang tahun erin temannya astri, kemudian dia kerumah mengorder barang di percetakanku” jelasku. “anaknya sangat baik, tampan sekali. Mama senang kamu berteman dengan dia.. Anaknya berbobot dan supel, jarang jarang ada anak muda yang seperti dia, sama orangtua sopan.” mamaku rupanya telah terpikat oleh janter, aku senang itu tandanya janter mendapat tempat di keluargaku. 

 

Dan aku bisa sering mengajaknya main kerumah. Karena biasanya mamaku akan membuat makanan yang enak enak agar janter betah dan sering datang. “mataku ngantuk sekali, aku mau tidur dulu…” kataku sambil mencium pipi mamaku. Mama tersenyum dan menganggukan kepalanya. +++ 

 

Sekarang sudah jam tujuh malam. Aku sudah bersiap siap untuk apel rutin ke rumah astri. Aku pakai kemeja warna cokelat muda garis garis dan celana jeans warna hitam, rambutku aku sisir kebelakang, aku amati lagi penampilanku di cermin. Nah sudah sempurna. Sekarang aku harus cepat cepat jangan sampai astri menunggu nunggu. Aku turun kebawah. Kulihat papa dan mamaku sedang mengobrol sambil minum kopi dan makan penganan yang mamaku buat. Setelah pamit kepada mereka berdua, aku langsung cabut kerumah astri. ******** 

 

sampai dirumah astri aku langsung turun dari mobil dan membawa roti panggang dan martabak yang tadi aku beli waktu di jalan, untuk keluarga astri. Ini trik agar calon mertua menyayangi kita. Kuncinya jangan pernah pelit-hahaha astri sudah menungguku duduk diruang tamu. Mengenakan baju terusan berwarna broken white, Dibagian dadanya ditaburi mote sehingga berkerlap kerlip tertimpa cahaya lampu kristal yang tergantung anggun di langit langit ruang tamu astri. Rambutnya yang lurus sepunggung di gerainya dan bibirnya yang tipis dipolesnya sedikit dengan lipstik merah muda. Sungguh cantik sekali dia, sebenarnya sangat beruntung sekali lelaki yang mendapatkan cintanya. Tetapi aku malah merasa tersiksa, karena aku tahu aku telah mendustai hatiku. dan, astri yang tulus mencintaiku tidak pernah tahu apa yang berkecamuk didalam dadaku. 

Dia berdiri saat melihat aku datang. Dan menyuruh aku masuk. Aku duduk dan memberikan bungkusan yang kubawa kepadanya. Astri kedapur menaruh bungkusan itu kemeja makan. Menyusunnya di piring dan sebagian dibawanya ke ruang tamu. Dia kedapur lagi untuk membuatkan minuman. Astri meletakkan cangkir dengan tatakan diatas meja tepat didepanku. “kak, papa dan mamaku mau bicara dengan kakak malam ini.” astri berkata sambil merapikan roknya. Aku agak terkejut mendengar kata kata astri. Jantungku menjadi berdebar debar. Apakah yang mau dibicarakan oleh orangtua astri, sampai mereka harus berpesan kepada astri.. Apakah ini hal yang penting?…. Tubuhku tiba tiba menjadi panas dingin “kenapa muka kakak pucat sekali?” aku agak terkejut dan kembali tersadar. “enggak kok…biasa biasa saja…enggak pucat kok!” aku menjawab dengan terbata bata. “Wajah kakak pucat seperti habis melihat setan….! Kakak tidak enak badan?” “iya, badanku agak sedikit meriang, mungkin masuk angin.” 

aku berusaha menutupi kuatir yang aku rasakan. “memangnya mama dan papamu mau membicarakan hal apa sih… Penting ya?” “kata mama dia mau membicarakan tentang kelangsungan hubungan kita…tuh mama dan papa sudah datang!” astri menunjuk ke halaman rumahnya tepat saat sebuah mobil memasuki pagar dan berhenti tepat di depan teras rumah. Aku melihat tante mul dan papanya astri turun dari mobil dengan menenteng belanjaan yang lumayan banyak, dan berjalan menuju ruang tamu. 

“assalamualaikum…..” tante mul masuk dan tersenyum saat melihatku. “waalaikumsalam” aku dan astri menjawab serempak salam dari mamanya. “eh niko sudah datang ya…kalian ngobrol dulu ya, tante mau menaruh belanjaan ini kedalam.” kemudian mereka berdua masuk kedalam meninggalkan aku dan astri. Sepeninggalnya mama dan papa astri kedalam, aku menjadi semakin gelisah. Untuk ngobrol dengan astri pun rasanya aku jadi tidak konsentrasi lagi. Selang limabelas menit kemudian mama dan papanya menghampiri kami dan ikut duduk bergabung bersama kami. “maaf sebelumnya nak niko,” tante mul membuka pembicaraan. Aku langsung duduk tegak menatap tante mul, menunggu ia melanjutkan ucapannya. “seperti kalian berdua ketahui sendiri. Saat ini umur astri sudah 26 tahun. Dan niko sendiri sudah 30 tahun.” Tante mul memandang kami berdua bergantian. “ehemm…” dia berdehem lalu melanjutkan “dan kalian berdua sudah berpacaran dua tahun lamanya…. Sehingga tante dan papanya astri berpikir… ” ia berhenti sambil melirik suaminya yang juga tampak serius mendengarkan kata katanya. “sudah saatnya kalian berdua melangkah ke hubungan yang lebih serius…!” mama astri menyelesaikan kata katanya 

“kami mau kamu dan astri secepatnya melangsungkan pertunangan” timpal papanya astri tegas sambil menatapku lurus. Aku tertunduk, kakiku gemetaran. Bingung harus menjawab apa. Aku merasa seperti dalam mimpi, terjepit dalam situasi yang benar benar membuatku pusing. Otakku terasa beku dan tidak mampu berpikir. Sementara keringat dingin aku rasakan mulai keluar dari pori pori keningku. Sesaat kami dilanda kebisuan, mataku menatap cangkir berisi coffemix diatas meja didepanku dengan nanar. Sementara itu astri, tante mul dan suaminya, ketiganya memandangku menunggu jawaban dariku. Aku merasa seakan waktu terhenti. Astri terlihat berkali kali menggeser duduknya dengan tidak sabar, sepertinya dia gelisah juga menanti jawaban dariku. 

“bagaimana niko?” suara papanya astri memecah kebisuan kami. Aku menegakkan kepalaku dan menelan ludah dengan getir sebelum akhirnya aku menjawab. “aku akan membicarakan hal ini dengan papa dan mamaku dulu, karena aku juga tidak bisa memutuskan sendiri hal ini.” aku merasa suara yang menjawab tadi bukan suaraku sendiri. Terdengar seperti merintih. “kamu bicarakan dengan orang tua kamu secepatnya, kalau kamu memang serius dengan astri ada baiknya kamu mengikat dia dengan bertunangan, jadi kami sebagai orangtuanya menjadi lebih tenang andaikan terjadi apa apa diantara kalian berdua.” imbuh mama astri “iya tante, secepatnya aku memberikan kepastian.” jawabku dengan suara yang aku buat setegas mungkin. Padahal hatiku kacau balau

 

 KIDUNG LARA SEBUAH HATI 

 

 

Aku pamit pulang pada astri dan kedua orangtuanya setelah tadi aku berjanji untuk segera memberikan kepastian hubungan aku dan astri. Sengaja aku pulang lebih awal malam ini, dengan alasan aku ingin membicarakan hal ini dengan kedua orangtuaku secepatnya. Aku melirik jam tanganku, baru jam sepuluh kurang limabelas menit. Pikiranku benar benar kusut. Mau kemana aku bingung, sedangkan pulang kerumah pun saat ini terlalu cepat, takutnya aku jadi malah makin pusing, daripada kepalaku sakit mendingan aku berkeliling keliling saja meskipun tak ada tujuan pasti. Tiba tiba aku teringat dengan janter, bukankah tadi dia berpesan kalau aku sudah pulang segera memberitahunya. 

Kuambil handphoneku dari atas dashboard dan kucari nomor janter, setelah nomornya terpampang dilayar, langsung aku tekan tombol call, terdengar lagu pujaan hati dari kangen band. Setelah 10 detik lagu itu terputus dan digantikan oleh suara janter. “halo niko kamu dimana? Sudah pulang ya ngapelnya?” ia bertanya. “aku lagi dijalan nih, kamu dimana?” jawabku singkat, dan balik bertanya. beban yang aku rasakan agak terangkat sedikit begitu mendengar suaranya. “aku lagi dirumah, kukira kamu masih sejam lagi pulangnya. Kesini saja ya.” jelas janter. “iya boleh, tapi rumah kamu dimana?” janter menyebutkan sebuah alamat disebuah kompleks perumahan. “oke kamu tunggu didepan rumah. Sekitar sepuluh menit lagi aku tiba disitu” jawabku ******* 

 

aku masuk kedalam komplek rumah yang disebutkan oleh janter tadi, setelah menunjukkan kartu tanda penduduk pada satpam yang jaga didepan gerbang, satpam itupun membuka pagar lalu mempersilahkan aku untuk masuk aku menganggukan kepala dan berterima kasih. Tak lupa aku ulurkan selembar uang duapuluh ribu, untuk beli rokok kataku kepada satpam itu. Lalu diterimanya dengan wajah berseri. Aku menyusuri komplek yang lumayan bagus itu dengan mobil. Ada sekitar empat puluhan rumah didalamnya. Dideretan rumah nomor delapan dari kiri aku melihat janter sedang duduk didepan teras. Aku turun memarkir mobilku didepan di teras rumahnya yang dipayungi oleh kanopi. 

Janter berdiri dan menghampiriku. Aku turun dari mobil dan mengunci pintunya. Lalu janter mengajak aku masuk kedalam rumah. Ruang tamunya tidak terlalu besar tetapi di tata dengan sentuhan modern. Kursi sofa berwarna krem dan ornamen kristal sebagai pajangan yang di susun dengan dekoratif pada sekat yang terbuat dari kaca dan diterangi lampu halogen ber watt rendah memisahkan ruangan tamu dengan ruang tengahnya. Diruang tengah. Sebuah layar televisi lcd ukuran 46 inchi terpasang erat menempel didinding dengan bracket. Home theatre series champagne dengan indah tersusun berjejer di ruangan itu dengan susunan speaker sesuai setting surround yang di rekomendasikan. Sofa panjang berbentuk gitar berwarna hitam menambah padu kesan moderen yang kental dalam tata ruang menontonnya itu. Beberapa lukisan berbingkai hitam minimalis tergantung didinding dan diterangi lampu sorot berwarna kuning keemasan hingga membuat kesan artistik modern. Ternyata anak satu ini mempunyai sentuhan yang cukup berkelas. 

Aku langsung merasa betah dengan keadaan itu. Janter kedapur mengambilkan minuman, aku menunggunya sambil duduk di kursi ruang tamu. “sudah pernah menonton film 2012 belum?” tanyanya sambil berjalan dari dapur membawa sebotol minuman yang sepertinya berasal dari luar. “belum sih, soalnya tidak ada bioskop disini, memangnya kamu sudah menonton?” aku balik bertanya. Sambil menyambut botol minuman dari tangannya. “aku download di internet lalu aku burn dicd, gambarnya sudah terang loh, soalnya sudah high definition jadi dijamin keren. Cuma belum teks indonesia.” jelasnya panjang lebar. “wah boleh juga tuh, aku juga sudah penasaran dengan film yang kontroversi itu. Apakah seheboh yang digembar gemborkan oleh orang orang.” pungkasku lalu menuang minuman kedalam gelas hingga terisi setengahnya. 

Janter menyalakan televisi dan home theatre nya, lalu memasukkan kepingan dvd kedalamnya. Tak lama kemudian adegan demi adegan mulai terpapar di dalam televisi berlayar lebar itu. Suara true surround yang di hasilkan dari ke enam speaker yang di setel pada volume sedang seperti berputar putar di ruangan sehingga aku seakan akan berada didalam gedung bioskop. Gambar yang sangat bening dan detil memaparkan kengerian kiamat yang mencekam. Sehingga aku dan janter beberapa kali terkejut. Ditambah lagi efek suara saat adegan demi adegan yang menegangkan dari si tokoh utama yang menhindari jalan yang terbelah dimana mana. 

Terlupa sudah sakit kepalaku memikirkan masalah pertunangan aku dengan astri yang sudah didesak oleh keluarganya tadi itu. Tenggelam menonton efek film yang spektakuler itu. Cuma sayangnya dari segi cerita masih terlalu banyak yang janggal. Serta tidak masuk akal. Walaupun begitu lumayanlah aku sangat terhibur dengan visualisasinya dan suara digital yang benar benar bagus. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepatnya. Sudah jam duabelas malam. Dan aku harus pulang. Tidak enak terlalu lama. Takutnya janter ngantuk. “jan, sudah larut aku mau pulang ya. Kamu besok kan mau kerja.” kataku sambil menghabiskan minuman di gelasku. Janter yang sedang mematikan hometheatrenya menoleh kepadaku. Lalu meletakkan kepingan dvd didalam kotak lalu menyusun di rak kaset. “besok minggu niko, aku libur. Kamu tidur disini saja ya temani aku, kita ngobrol ngobrol sampai ngantuk. Gimana?” tanyanya sambil berdiri menghampiriku. +++ 

 

aku duduk lagi dan berpikir sebentar, bagaimana ya? Aku kan belum bilang sama mamaku kalau aku tidak pulang malam ini. Tapi dilain sisi aku senang bisa berduaan dengan janter, berdekatan dengannya. Apalagi tidur seranjang dengannya. Aku bisa puas memandangi wajahnya sampai aku tidur. Ah sudahlah, soal mamaku kan aku bisa sms beliau nanti pagi, jadi beliau tidak kuatir. Kalau sms sekarang tentunya mamaku sudah tertidur. “baiklah aku tidur disini, kalau tidak merepotkan kamu!” akhirnya aku berkata. “sip lah. Nah gitu dong, jadi malam ini aku ada teman” kata janter dengan mata berbinar binar. “ngomong ngomong kamu lapar nggak?…… Aku lapar nih!” janter mengelus elus perutnya. “lumayan…. Memangnya ada yang bisa dimakan?” tanyaku yang baru terasa lapar. “kita goreng nasi saja yuk” tawar janter. “boleh!” “ayo kedapur, tapi kita masak sama sama ya, takutnya nasi goreng buatanku tidak sesuai dengan selera kamu!” seloroh janter sambil menarik tanganku berjalan kedapur. Apapun yang kamu masak pasti aku makan janter…. Batinku dalam hati. ******* 

 

tidak sampai setengah jam aku dan janter telah duduk manis di meja makan sambil menikmati nasi goreng panas hasil racikan kami berdua. Lumayan sih rasanya. Cuma tadi janter menuang kecap manisnya kebanyakan. Ada irisan tomat, dan timun. Potongan daging, udang, sayuran dan apa saja yang kami temukan dalam kulkas dimasukkan kesitu. Hingga rasanya agak agak unik.. Janter saja sampai nambah lagi. Melihat dia nambah akupun ikut ikutan. Hingga sukseslah perut kami berdua kekenyangan. Setelah menghabiskan dua piring nasi goreng gado gado itu, kami berdua kembali ke ruang santai. merokok sambil berkelakar. Janter suka bercanda dan sering bercerita yang lucu lucu hingga aku harus beberapa kali terpingkal pingkal sambil menahan sakit perut. Kemudian janter mengambil gitar akustik nya lalu memetik senar senarnya dengan lincah. 

“kamu bisa bernyanyi niko?” tanyanya sambil terus memetik senar memainkan melodi lagu klasik. “suaraku jelek jan, takutnya nanti tetangga pada bangun dan melempar jendela rumah kamu karena terganggu dengan nyanyianku” aku berkelakar. Janter tertawa lalu dia bernyanyi lagu batak yang pernah aku dengar di radio. Molo hadong na salah…. Manang na hurang pambahenakki…. Sai anju ma au, sai anju ma au… Ito hasian… Aha do alana dia do bosirna hasian…. Suaranya sangat bagus dan merdu sekali. Aku sampai terpukau tidak bergeming saat mendengar dia melantunkan lagu ini. Merinding aku mendengar tiap tiap bait yang ia nyanyikan. Terasa sekali kesedihan dalam lagu itu walaupun aku tidak tahu artinya tetapi karena dia menyanyikannya dengan bagus, aku seakan akan bisa menangkap makna dari lagu itu. Entah mengapa rasanya aku jadi ingin memeluknya dan melindungi dia dalam dekapan tubuhku. Janter kamu telah membuat aku jatuh cinta…… aku memandangi janter yang sedang menyanyi.

 Wajahnya yang tampan dan suaranya yang bagus membuat aku seperti tersihir untuk terus menatapnya tanpa berkedip. Nurani ku ikut bernyanyi bersamanya…. Tuhan janganlah malam ini cepat berganti pagi. Aku masih ingin berdua dengan janter sepuasnya. Aku ingin bersamanya sampai kapanpun. Aku rasanya ingin memiliki dia. Tunduk dalam cintanya dan mengabdi raga dan jiwa asalkan bisa mendapatkan rasa cinta dari dia. Entah mengapa aku tiba tiba menjadi sedih. Tanpa terasa air mataku mengalir…. Janter menghentikan nyanyiannya lalu meletakkan gitarnya di kursi. Ia menjulurkan tubuhnya kearahku dan menatapku. “kamu menangis niko?” tiba tiba aku tersadar dan menjadi gelagapan.. Mengapa aku menjadi begini sentimentil. Dasar bodoh aku memaki dalam hati. “enggak kok. Mungkin karena aku ngantuk jadi air mataku keluar!” aku berkelit menutupi malu.

 “oh maaf, aku keasikan bernyanyi jadi tidak tahu kamu ngantuk. Kalau begitu mari kita kekamar.” ajak janter sambil berdiri dan berjalan menuju kamarnya. Aku mengikuti dia dari belakang. Tidak sedikitpun mataku mengantuk. Saat saat bersama janter setiap detik terasa begitu berharga dan tidak sekejab pun aku mau kehilangan moment ini. +++ 

 

memasuki kamar janter yang tertata dengan rapi pastilah akan membuat siapa saja yang melihatnya akan merasa langsung betah. Sebuah ranjang yang tidak terlalu besar tetapi terlihat begitu nyaman, dengan tumpukan bantal empuk dan bedcover tebal berbahan satin, lampu dinding yang temaram berbentuk klasik dan laci dikiri kanan tempat tidur dilengkapi dengan lampu kap berwarna krem senada dengan cat kamarnya. Sound system dengan speaker yang tertempel di atas langit langit kamarnya. Sebuah lukisan repro berukuran besar tergantung didinding tepat diatas sandaran tempat tidur. Dan sebuah lemari dinding yang cukup besar untuk menampung banyak pakaian.

 Ada air conditioner juga. Aku duduk di kursi sofa sementara janter membuka bajunya hingga telanjang dada. Dadanya yang membusung dan perutnya yang begitu rata membuatnya seperti patung yunani yang menjelma. Begitu atletis dan proporsional. Kemudian dia naik ke tempat tidur dengan hanya mengenakan celana boxer. ia menarik bedcover hingga bisa dipakai untuk menyelimuti tubuh. Aku mengikuti nya naik dan berbaring. Jantungku berdebar tidak tertahankan sehingga aku menjadi takut ia bisa mendengarnya. Ranjang ini begitu kecil sehingga tubuh kami rasanya sulit untuk tidak bersentuhan. Aku bisa mencium bau keringatnya yang maskulin dan merangsang. Birahiku terpacu sehingga aliran darahku menjadi lebih deras mengisi pembuluh nadiku. Aku merasa menggigil antara kedinginan dan hasrat yang meluap. Setiap sentuhan tidak sengaja yang terjadi, membuat tubuhku serasa menggeletar seakan akan terkena arus listrik yang bertegangan tinggi. Susah payah aku menahan keinginan untuk memeluknya.

 Aku pandangi bahunya yang kekar dan mulus lalu turun ke lengan dimana terlihat bulu ketiaknya yang menyembul dari sela sela pangkal lengannya. Ingin sekali aku membaringkan kepalaku kesitu. Betapa aku merasa bahagia walaupun cuma bisa memandang saja keindahan nyata yang terpampang didepan mataku. “kamu belum tidur nik?” tanya janter dengan suara pelan sambil mengubah posisinya hingga menghadapku. Aku agak terkejut juga dan berpura pura memandang langit kamar. “belum jan, aku masih menghitung domba,” jawabku asal asalan. Janter tertawa mendengar jawabanku. “kamu membuat aku teringat waktu kecil dulu, kalau aku susah tidur, maka ibuku akan menyuruhku untuk berimajinasi seakan akan ada domba, lalu aku disuruh menghitung bayangan domba itu hingga akhirnya aku benar benar terlelap!” katanya dengan mata menerawang seperti sedang mengenang sesuatu. 

Aku tersenyum dan memandang wajahnya. Hidung yang mancung dan mata yang tajam bagaikan burung rajawali. Bibir yang kemerahan dan tidak terlalu tipis. Tulang pipi yang tegas dengan garis yang memanjang bagaikan lesung pipit. Dagunya yang agak kehijauan karena bekas cukuran. Aku memejamkan mata membayangkan andai wajah itu menatapku dengan penuh cinta. Dan bibir itu menyentuh bibirku, menciumnya dengan rasa kasih. Andaikan aku memiliki semua itu. Tentu aku akan menjadi yang paling bahagia didunia. Tanpa terasa aku menghela nafas dengan keras. “kenapa nik, sepertinya kamu gelisah?” janter melirikku, “eh maaf tadi aku merasa agak kedinginan!” jawabku agak sedikit malu. “lebih baik kita tidur sekarang, hari sudah subuh…. Besok aku harus cepat bangun karena jam delapan aku mau ke gereja.” kata janter sambil menguap. aku menarik bedcover hingga sebatas dada lalu memejamkan mata berusaha untuk tidur. Sudah belasan menit aku memejamkan mata. Tetapi entah kenapa belum diserang rasa kantuk juga. Sementara itu disampingku janter telah tertidur. Matanya terpejam, dia tidur begitu tenang tanpa suara. Kupandangi wajahnya lekat lekat.

 Tidak bosan bosannya aku menikmati paras rupawan bagaikan pangeran yang sedang tidur. Sedangkan aku yang malang ini bagaikan punguk merindukan bulan, tidak akan pernah menjadi putri baginya. Biarlah hasrat yang kurasakan ini menjadi deraan bagi aku sendiri. Tak sepantasnya aku memelihara perasaan yang tidak pada tempatnya ini. Bagaikan berperang dengan diri sendiri. Mati matian aku melawan hasrat yang berkecamuk didalam dada. Betapa sulitnya untuk menahan diri menyentuh tubuh menawan yang berjarak cuma beberapa sentimeter di dekatku. Meredam nafsu yang menggelora dalam tubuhku. Sehingga gemetaran di lecut hasrat birahi. Udara terasa semakin dingin hingga aku harus menggigit bibir yang menggeletar dilanda hasrat. Belum pernah aku merasa seperti ini. Bahkan waktu darma menciumku pun tidak seperti ini. Waktu itu cuma ada nafsu. Dan kali ini aku benar benar menginginkannya sungguh sungguh. Meleburkan tubuhku bersatu dengannya. Memasrahkan diri sepenuhnya. Memuaskan dia tanpa secuil ego. 

Asalkan dia puas aku sudah sangat bahagia. Aku pejamkan mata erat erat namun semakin hilang kantukku. Aku merasa begitu sendirian. Perasaanku terhadap janter yang tidak mungkin bisa aku ungkap kepadanya membuat hatiku menjadi sedih. Mungkin ini terdengar bodoh tetapi aku tidak perduli. Karena rasa ini pun tidak pernah aku undang. Datang sendiri menerobos dalam hatiku secara paksa. Menyiksa batinku yang rapuh. Kenapa aku harus mencintai lelaki sementara aku sendiri lelaki. Tetapi siapa yang bisa melawan cinta. Apakah rasa bisa dipaksakan dan dihilangkan dengan mudah semudah tarikan nafas. 

Memang rumit tetapi inilah adanya. Aku harus menahan diri kalau tidak aku akan kehilangan janter dan yang paling parah mungkin dia akan membenciku seumur hidupnya. Membayangkan itu aku tak tahan. Lebih baik aku bersabar.asalkan dia selalu bersamaku.

 

 

 KOTAK PANDORA

 

 

 Aku berbaring disamping janter dengan mata terjaga hingga fajar datang. Langit subuh mulai berwarna abu abu yang tadinya kelam menghitam. terpeta dari balik vitrase yang transparan. Sementara itu janter semakin nyenyak tidurnya. Selimutnya telah tersingkap hingga sebatas pusar. Hingga memenonjolkan dadanya yang kekar. Dihiasi sepasang puting yang mencuat berwarna cokelat kemerahan, dilatar belakangi kulit putih mulus. Sementara itu bulu bulu halus yang tumbuh di bagian pusarnya berbaris kebawah hingga menghilang di balik boxer nya. Begitu menantang.

 Aku ulurkan tanganku untuk menyentuh dada itu. Tetapi tepat hampir tersentuh kulitnya, aku tarik kembali tanganku… Aku takut ia terbangun dan mengetahui perbuatanku dan akhirnya ia jadi jijik melihatku. Aku rapikan selimutnya. Karena aku lihat ia tidur sambil meringkuk karena dingin. Akhirnya entah karena terlalu lelah dalam keadaan terjaga entah kapan mulainya aku sudah tertidur. ******** Aku terbangun agak siang. Janter tidak ada disampingku. Mungkin ia telah pergi ke gereja. Kulihat di atas meja kamar telah tersedia sepiring nasi goreng dan segelas kopi susu, aku tersenyum, ternyata janter telah terbangun pagi dan masih sempat masak nasi goreng untuk sarapan. 

Aku mencuci muka lalu menghabiskan sarapan yang disiapkan janter tadi. Bertepatan dengan suapan terakhir nasi gorengku. Janter masuk kedalam kamar. Rupanya ia sudah pulang. Rambutnya tersisir dengan rapi. Memakai baju kemeja dimasuk kedalam. Celana katun warna hitam dan sepatu kulit, baru sekali ini aku melihatnya dalam pakaian yang agak resmi serta rapi. Dia terlihat lebih dewasa sekaligus lebih tampan. Penampilannya sehari hari membuat kesan gaul serta trendi. Sehingga dia lebih mirip dengan tokoh tokoh pemain sinetron. Sedangkan sekarang. Dia bagaikan bintang iklan parfum. 

“nyenyak sekali kamu tidur, aku sampai tidak tega membangunkan kamu.” ucap janter sambil duduk disampingku. Aku meletakkan sendok ke dalam piring yang telah kosong. “soalnya aku baru bisa tertidur waktu subuh.” jawabku sambil mengambil gelas yang berisi kopi susu yang sudah agak dingin, lalu meminumnya hingga tinggal setengahnya. “maaf ya tadi aku tinggal, soalnya aku dijemput tulang dan namboruku, sebenarnya tadi aku mau diajak ke pesta pernikahan saudara dari istri tulangku, tetapi aku agak malas. Makanya sepulang dari gereja aku langsung pulang kerumah.!” “tidak apa apa kok kalau kamu memang mau ke pesta, aku bisa pulang sekarang.” jawabku sambil berdiri dan mengangkat piring bekas aku makan tadi. “malas ah. Aku mau ngajak kamu jalan jalan. Mumpung sekarang liburan.” timpal janter sambil berdiri mengikuti aku kedapur.

 Aku memutar keran dan membilas piring dan sendok setelah itu menyusunnya di rak piring. Janter menyender di tungku. Sambil melipat lengan didada, melihat aku mencuci piring. “jadi kita jalan kemana hari ini?” tanyaku sambil mengelap tangan dengan serbet. “bagaimana kalau kita ke kebun temanku, aku pernah diajak kesana sekali, suasananya enak. Ada pondoknya, dan ada sungai juga. Airnya jernih sekali. Banyak batang duren dan sekarang kan lagi musimnya.” jelas janter “wah!..boleh juga tuh, Aku memang paling hobi makan duren.. ” kataku dengan wajah berseri karena senang. Membayangkan seharian bersama janter dikebun duren. Siapa yang tak senang bersama seseorang yang disukai di tengah kebun dan mandi air sungai yang sejuk sambil makan duren coba tunjuk tangan hehehe….

 “baiklah sekarang aku telpon temanku dulu, lalu bersiap siap, setelah itu kita kerumahmu mengganti baju kamu itu, terlalu bagus untuk dibawa kekebun. Aku mengangguk anggukan kepala. “”"”"”"” tak sampai satu jam, aku dan janter telah sampai dirumahku, namaku sedang memotong tangkai bunga anggrek di halaman rumahku. Dia menoleh dan tampak senang sekali saat melihat aku turun dari mobil bersama janter. Ditaruhnya gunting yang ia pegang ke atas pot lalu berjalan menghampiri kami sambil memegang beberapa tangkai bunga anggrek. “wah ada nak janter, darimana saja kalian berdua, kok niko tidak pulang semalam, tidur dirumahnya janter ya?” berondong mamaku tak putus putus seperti senapan otomatis. “iya ma semalam aku tidur dirumah janter. Maaf lupa kasih tau. 

Soalnya mau sms semalam takutnya ganggu mana yang lagi tidur!” jawabku. “oh begitu, eh kalian berdua sudah makan belum? Mama tadi masak sop udang dan perkedel kornet loh…” tanya mamaku. “aku tadi sudah sarapan dirumah janter ma,” jawabku. . “nak janter mau makan?” tanya mama kepada janter bukan seperti pertanyaan tetapi lebih mirip seperti perintah. Aku menyipitkan mata mendengar pertanyaan mamaku itu. “terima kasih banyak tante, bukannya menolak tetapi aku dan niko harus buru buru karena kami berdua telah ditunggu teman teman.” tolak janter dengan halus, “memangnya kalian berdua mau pergi kemana?” tanya mamaku dengan tatapan ingin tahu. “kekebun teman” jawabku dan janter nyaris serempak. 

“ya sudahlah kalau begitu, lain kali saja kalau kalian tidak sibuk!” kata mamaku sedikit kecewa. “kami kedalam dulu ya tante” “oh ya. Silahkan….tante mau melanjutkan lagi memotong bunga bunga tante ini.” kata mamaku sambil mengambil kembali gunting yang tadi ia taruh diatas pot bunganya. Aku dan janter masuk kedalam rumah lalu aku mandi dan mengganti pakaian dan pergi lagi dengan janter setelah semua telah siap. Kami berdua pamit sama mamaku dan keluar lagi dengan mobilku menjemput teman teman janter yang telah menunggunya di rumah masing masing. +++ Ternyata kebun temannya janter itu jauh juga. Terletak diluar kota, kami berlima, aku, janter, ranti, mona, dan wahyu. 

Yang aku kenal cuma ranti waktu diacara ulang tahun erin. Sepanjang perjalanan itu kami banyak tertawa dan bercanda, karena wahyu yang punya kebun itu anaknya konyol dan suka melucu. Ada ada saja ceritanya yang membuat perut kami jadi sakit karena tertawa terpingkal pingkal. Perjalanan selama satu jam setengah jadi tidak terasa. Kami melewati perkebunan kelapa sawit yang rimbun dan teduh, berbaris pohon pohon kelapa sawit yang ditanam teratur, aku memandang dari balik kaca jendela mobil yang terbuka. Perasaan damai melihat hijaunya perkebunan dan hutan. Setelah melewati perkebunan kelapa sawit, tidak lama kemudian kami belok kiri dan masuk kejalan yang belum diaspal sekitar tiga ratus meter kedalam sampailah kami di kebun wahyu. Wahyu yang menyetir, memarkir mobil di tempat yang teduh. 

Lalu kami semua turun dari mobil. Mona yang membawa makanan dan minuman menurunkan barang bawaannya dibantu oleh janter. Lalu kami berjalan kaki menuju pondok yang ada dikebun. Suara gemerisik semak semak dan ranting kering yang terjatuh ditanah terinjak oleh kaki kami. Kami melepaskan lelah didalam pondok, wahyu membentangkan tikar yang ia ambil dari atas langit langit pondok, untuk alas kami duduk. Sementara mona dan ranti mengeluarkan perbekalan dari dalam wadah plastik yang tadi dibawanya. Ada rujak buah, kue, nasi dan lauknya, serta minuman mineral dan sirup jeruk. Pantas saja tadi aku lihat dia membawa wadah plastik yang banyak. Rupanya ini memang benar benar piknik kekebun. Aku keluar dari pondok dan berjalan melihat lihat suasana kebun yang sejuk karena di payungi pohon pohon yang rindang. 

Ada batang timun yang merambat dan mulai ditumbuhi putik yang nantinya akan menjadi bakal buah timun. Kacang panjang, terong ungu, cabe, dan juga berjajar rapi batang singkong. Wah rasanya aku menjadi betah dengan keadaan ini. Jarang jarang aku melihat kebun secara langsung. Aku berjalan ke jalan yang agak menurun dan ditumbuhi rumput liar, beberapa tumbuhan yang berbunga yang aku tidak tahu apa namanya, tumbuh secara tidak beraturan tetapi sangat alami. Melintang di sepanjang kiri kanan jalan setapak yang aku lalui. Yang berujung pada sebuah sungai yang tidak terlalu besar yang mengalir entah sampai kemana, airnya sangat jernih hingga aku dapat melihat ikan ikan air tawar yang tidak terlalu besar sedang berenang renang dipermukaan sungai mematuk makanan dari sela sela rumput air yang tumbuh di dasarnya. Aku segera mendekati sungai dan duduk berjongkok di tepi sungai. Aku senang sekali melihat ikan ikan itu. 

Rasanya aku ingin turun ke airnya yang sejuk ini. Menyegarkan tubuh yang mulai gerah. Aku mendengar suara daun kering yang terinjak dibelakangku, ternyata janter menyusulku, dan berjalan hati hati dijalan yang agak landai seperti takut terpeleset, setelah didekatku dia ikut duduk dan memandangi aliran sungai yang berbunyi gemericik. “aku ingat waktu dimedan dulu ketika aku masih kecil aku sering bermain main disungai dan mandi bersama teman teman sekampungku dulu.” kata janter sambil memain air dengan ujung jari kakinya. “aku juga dulu sering mandi disungai, mamaku paling takut kalau aku sudah ikut dengan teman teman ke sungai, waktu itu hampir setiap tahun ada anak anak yang meninggal disungai itu, karena dimakan oleh buaya, dan terkadang ada hantu sungai yang menarik siapa yang mandi disitu hingga mati lemas, sebenarnya aku tidak percaya tetapi itulah kenyataannya, sungai itu selalu meminta korban setiap tahun. 

Tapi sekarang sudah terkena proyek pemerintah kota untuk dijadikan kolam retensi. Jadi tidak angker lagi. Karena sudah banyak yang menjadikan itu sebagai tempat untuk nongkrong dan mencuci mata.” aku bercerita sambil terus menatap ikan ikan yang bermain main melawan arus yang tidak kencang. “oh ya? Tetapi kamu kok bisa seberani itu?” tanya janter dengan mata agak terbuka lebar. “yah, namanya juga waktu itu aku masih anak anak jan, mana perduli dengan hal hal seperti itu. Yang penting bisa hura hura dengan teman teman, yang lain dikesampingkan.” jelasku. “iya sih aku juga dulu seperti itu, yang penting hati puas.” cetus janter. “terkadang jika aku pulang dari mandi, mataku merah… Aku masuk kerumah dengan sembunyi sembunyi menghindar dari kemarahan mamaku. Tetapi selalu saja mamaku mengetahuinya dan dia tidak segan segan untuk menampar pantatku, dengan maksud agar aku jera, tetapi tetap saja kalau ada kesempatan aku selalu mengulanginya lagi.” kataku sambil tertawa mengenang kenakalanku dimasa lalu. Janter ikut tertawa.

 “tapi kalau melihat kamu yang sekarang ini, aku tidak sedikitpun menduga kalau semasa kecil dulu kamu itu bandel hahaha” seloroh janter. “maksud kamu?” tanyaku agak heran. “iya… Kamu sekarang begitu teratur dan rapi, waktu aku melihat kamu dikantor. Aku sempat berpikir kalau kamu itu dari kecil selalu dirumah dan belajar dengan tenang.” “ya wajarlah kan sekarang aku sudah dewasa, jadi pemikiran pun harus dewasa kalau ingin terus maju.” “iya sih.. Mungkin karena itulah aku merasa senang berteman dengan kamu dari awal aku mengenalmu, aku tahu kalau kamu asik untuk dijadikan teman.” kata kata janter itu membuat jantungku kembali berdebar debar, senang sekali rasanya mengetahui kalau ia merasa nyaman kalau berada didekatku. 

Andaikan dia tahu isi hatiku sesungguhnya,apakah dia masih merasa nyaman? Andaikan aku ungkap apa yang kurasa apakah dia akan terima +++ aku belum berani untuk mengambil resiko itu. Ini bagaikan sebuah kotak pandora yang apabila dibuka maka hanya akan mendatangkan masalah yang rumit tanpa henti. Daripada aku harus mendapat malu karena perasaan yang tidak pada tempatnya ini, lebih baik aku bersabar. Menikmati yang telah ada sekarang. Janter merasa aku adalah teman yang baik dimatanya dan biarlah akan tetap begitu adanya. Kalau memang nanti seiring waktu berganti dan dia memang benar benar sudah bisa menerima keadaanku apapun itu, mungkin aku akan berterus terang tentang apa yang aku rasa terhadapnya. Tetapi yang jadi pertanyaan sekarang adalah. 

Apakah masih cukup waktu bagi aku dan janter untuk saling mendalami jiwa masing masing andaikan aku sekarang telah didesak oleh keluarga astri untuk mengikat astri dalam pertunangan. Rasanya aku jadi bingung sendiri, mengapa hatiku jadi kacau dan rumit seperti ini, ada perempuan yang baik mencintaiku, tetapi aku tidak bisa merasakan hal yang sama sampai detik ini. Mengapa waktu begini cepat berlalu, mengapa aku begitu cepat menjadi dewasa, dan mengapa aku harus selalu mengesampingkan keinginanku sendiri hanya untuk menyenangkan orang orang yang aku sayangi. 

Mama andai engkau tahu inilah sebenarnya putera kebanggaanmu, inilah anakmu satu satunya yang engkau jadikan tumpuan harapanmu, sebenarnya tidak berguna. Tidak patut untuk kamu banggakan, karena saat ini aku sendiripun tidak mempunyai kebanggaan pada diriku sendiri. Aku hanya akan menyakiti keluargaku, menyakiti astri, menyakiti diriku sendiri. Aku yang diharapkan akan menjadi penyambung keturunan dari keluargaku sama sekali tidak dapat diandalkan. Cucu impian kedua orang tuaku mungkin hanya akan menjadi mimpi seumur hidup bagi mereka berdua. Aku Bagaikan musuh dalam selimut yang akan menghancurkan hidup mereka. Tak terhitung rasa sayang yang mereka berikan kepadaku, tak terukur cinta kasih yang mereka ulurkan padaku. 

Pengorbanan dan air mata yang telah mereka lakukan hanya demi aku. Dan sekarang aku hanya akan membuat mereka menderita seumur hidup begitu mengetahui kalau aku adalah seorang gay. Ya seorang gay yang tak akan memberi mereka cucu, impian mamaku untuk mempunyai menantu, mengundang seluruh kerabat dan tetangga saat hari pernikahanku yang kata mama akan ia buat semeriah mungkin, karena disitulah dia ingin menunjukkan kepada semua orang orang.

 Bahwa segala pengorbanannya selama ini dalam membesarkanku tidak lah sia sia, aku telah berhasil dan mempunyai isteri yang cantik dan tidak lama lagi akan menghadiahkan beliau seorang cucu. Tapi dimana aku sekarang, bukannya bersiap siap untuk segera mewujudkan mimpi itu jadi kenyataan, malah duduk dipinggir sungai dengan seorang lelaki, yang aku sayangi, cintai sepenuh hati, seorang laki laki bukannya perempuan. Menyiksa batinku sendiri dengan perasaan yang seharusnya tidak boleh aku pupuk, tidak boleh aku ikuti dan harus segera aku buang jauh jauh. Tetapi salah kah jika aku pun ingin merasakan bahagia, salahkah kalau aku merasa begitu bahagia apabila berdekatan dengannya, dan apakah besar dosaku bila aku merasa lebih hidup, lebih bersemangat dalam menjalani hidup bila berdekatan dengan lelaki yang aku cintai ini, tidak pernah sekalipun aku berusaha untuk merekayasa apa yang aku rasakan. Semua ini murni datangnya dari dalam hatiku, datang dari naluriku, hingga aku sendiripun tidak bisa menhindarinya karena aku merasa begitu nyaman apabila bisa berdua dengannya.

 Mengapa harus ada perasaan cinta yang tidak pada tempatnya ini pada diriku? Apakah aku harus melawan hasrat ini sementara aku tahu itu sangat menyiksa. Aku tidak pernah bergaul dengan orang orang yang seperti aku sebelumnya, jadi kepada siapa aku harus menimpakan kesalahan ini, bukan karena pergaulan aku menjadi gay. Tetapi itu sudah ada dalam diriku selama ini. Walaupun aku terlambat menyadarinya. Alangkah beruntungnya orang orang yang dilahirkan bukan sebagai gay, dimana mereka bebas mencintai wanita yang mereka inginkan.. 

Berjuang mendapatkan cintanya, dan bisa dengan leluasa menunjukkan kemesraan kepada siapapun. Dan orang orang akan memuji serta memberikan doa restu serta ikut bahagia untuk mereka. Sedangkan aku, andaikan bisa mendapatkan hati janter. Siapa yang akan memberikan restu, siapa yang akan memberikan dukungan, yang ada malah akan disumpah. Dicaci dan dihina. Aku tidak siap tetapi aku harus terima. Mungkin ada yang bisa dengan bangga mengakui dirinya gay. Tetapi sungguh egois karena hanya menyakiti orang orang yang mencintainya, membuat keluarga sedih, dan malu. Tetapi akupun tidak bisa menyalahkan itu, karena sudah cukup tersiksa dengan keadaan itu. 

Dan penolakan yang ada dari segala sisi membuat jiwa mereka tertekan dan akhirnya meluap hingga tak tertahankan. Walaupun sudah terbuka, itupun pastinya sudah melalui pertentangan batin yang cukup lama.. Siksaan diri yang berlarut larut. Hingga hanya dengan menunjukkan jati diri lah mereka melawan dan menentang orang orang yang menghujat serta menghinanya. Tapi aku belum siap. Dan mungkin aku tidak akan pernah siap. Karena aku sangat mencintai keluargaku. Biarlah aku harus berkorban melawan keinginan diri sendiri hanya agar semuanya berjalan pada jalur yang telah ditetapkan. Agar semuanya bisa tersenyum bahagia. Dan akupun akan ikut tersenyum walaupun hujan badai bergemuruh didalam hatiku. Andaikan nanti perasaanku terbalas oleh janter, biarlah aku akan menyimpan ini rapat rapat. Karena cuma ini cara aman untuk keadaan ini. Tidak boleh memaksa, biarlah dirasakan sendiri +++ 

 

“hei…kok melamun lagi sih..!” janter membuat aku sedikit kaget. Aku tersipu karena sempat melamun. Lalu aku berdiri sambil membersihkan celanaku yang dikotori daun yang lekat saat aku duduk tadi. Janter ikut berdiri, “kepondok yuk… Tadi katanya wahyu lagi cari duren jatuh, gak tau sudah dapat atau belum” ajak janter. Aku mengangguk lalu berjalan mengikutinya kembali kepondok. Rupanya ranti, mona dan wahyu sedang asik membelah duren yang lumayan besar. Ada sekitar enam buah duren yang sudah masak. Aromanya menguar masuk ke hidungku. Aku langsung mempercepat jalanku. Tepat saat aku sampai dipondok, duren telah terbelah, dagingnya yang kuning keemasan tampak begitu menggugah selera.

 Aromanya sangat tajam dan harum. Benar benar duren super. Cepat cepat aku caplok buah yang lunak dan berdaging tebal itu. tak sampai sedetik sudah pindah kemulutku. Wah benar benar manis dan enak sekali Seperti susu. Saraf lidahku terasa benar benar dimanjakan oleh rasa yang benar benar lezat. Tekstur daging buahnya benar benar kenyal dan lembut. Tak terasa kami telah menghabiskan buah yang keenam. Semuanya sangat puas dengan duren itu. Jam tiga kami makan nasi didepan teras pondok. Ranti telah menyiapkan piring plastik dan sendok. Lalu kami makan sambil menikmati angin yang berhembus menerpa kami dengan lembut. Setelah semuanya selesai makan, mona dan ranti membawa piring piring dan peralatan makan yang kotor untuk dicuci disungai.. Berlima kami pergi kesungai. Suara kicau burung murai hutan yang merdu terdengar dari atas pohon yang tinggi tinggi. Setelah selesai mencuci piring. 

Ranti dan mona membawa piring2 itu kepondok. Mereka berdua mau tiduran dulu sebentar karena kekenyangan. Wahyu mengajak aku dan janter mandi disungai. Kami membuka pakaian dan celana hingga cuma tersisa celana dalam saja. Aku hampir saja terpana saat melihat tubuh indah janter yang hanya terbalut secarik celana dalam yang berpinggang rendah. Sehingga garis alur perutnya terpampang dengan jelas hingga hampir dipangkal pahanya yang bagian depannya menggunung. Aku bisa melihat bentuk dari punya janter yang membulat panjang di dalam celana dalam hijau muda yang ia pakai. Bulu bulu menghitam dan ikal yang tumbuh dibawah pusarnya tampak begitu kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Perutnya begitu datar dan kencang. Berkali kali aku harus menelan ludah saat melihat itu. Aku harus bekerja keras menahan mataku agar tidak terlalu melotot. Serta mulutku agar tidak menganga. Lalu kami bertiga turun kesungai dan berendam bermain main dengan air. Tubuh janter yang basah tampak semakin menggairahkan.

 Celana dalamku sendiri sudah terasa sesak. Untung saja aku berada dalam air yang dalamnya sedikit diatas pinggangku. Hingga bisa menutupi keadaan yang memalukan ini. Sementara janter dengan cueknya berenang menyelam lalu menangkap kakiku dari dalam air. Aku kaget sekali saat tangannya menarik kakiku. Lalu akupun terduduk didasar kolam dengan posisi hampir bertindihan dengan janter. Kami berdua segera berdiri untuk mengambil nafas dipermukaan air. 

Wahyu tertawa tawa melihat aku yang sesak nafas megap megap karena ditarik janter. Sebenarnya wahyu juga lumayan ganteng, kulitnya yang cokelat cukup padat karena rajin fitness. Tetapi aku biasa biasa saja melihatnya dalam keadaan setengah telanjang. Tidak ada getaran sedikitpun. Sementara dengan janter, dadaku terasa terbakar. Wahyu menyelam didasar sungai dan saat muncul kembali. Ditangannya sudah tergenggam udang yang lumayan besar lengkap dengan capitnya yang kehijauan. Wahyu terlihat sangat senang sekali. Dilemparnya udang itu ke tanah. Lalu ia menyelam lagi. Meraba lubang yang ada di kayu yang tenggelam didasar sungai untuk kembali mencari udang. Aku dan janter pun penasaran dan mengikuti wahyu menyelam dan mencari udang di sela sela kayu yang tenggelam. Janter berdiri dekat sekali denganku. Air sungai yang bening membuatku bisa melihat dengan jelas tanpa membuat mata perih. 

Posisi kepalaku tepat didepan tonjolan celana dalamnya. Aku bisa melihat bulu bulu pahanya yang melayang dalam air. Tiba tiba janter memelukku hingga tonjolan celananya menabrak wajahku. Aku langsung berdiri dan melihat dia tertawa tawa. Aku pura pura marah lalu menyemburnya dengan air Hingga ia berlari menjauh. Sekitar satu jam kami bermain main dengan air sungai. Lalu kami naik dan mengeringkan tubuh. Wahyu membuka celana dalamnya didepan aku dan janter. 

Lalu memerasnya hingga kering. Sempat terlihat olehku perkakas pribadinya yang mengerut dan berwarna kehitaman disemaki bulu yang lebat dan ikal. Lalu dipakainya kembali celana dalamnya. Setelah itu ia memakai baju dan celana panjangnya. Lalu memungut udang yang tadi ia kumpulkan diatas tanah. Lumayan ada belasan udang yang cukup besar seperti jempol tanganku yang ia berhasil tangkap. Wahyu kembali kepondok. Sementara aku dan janter masih berangin anginan mengeringkan tubuh yang basah. Masih bercelana dalam.. Sekitar sepuluh menit air yang tadi masih membentuk titik titik ditubuh kami mulai sirna. Cuma celana dalam yang masih kuyup tiba tiba tanpa permisi janter membuka celana dalamnya hingga dia telanjang bulat didepanku. Tanpa perasaan malu sedikitpun. Mungkin karena ia menganggap kami berdua sama sama lelaki.

 Aku sangat kaget sekali tidak menyangka bakalan melihat janter dalam keadaan polos seperti sekarang ini. Dengan santai ia memeras celana dalamnya kemudian mengibas ngibas kan agar cepat kering. Sementara aku dengan kepala yang tiba tiba pusing memandang bagian…….

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Biar Aku Yang Memilih part 4
0
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan