
PERTOLONGAN NURMI
“jadi bagaimana…sudah kalian tentukan paket mana yang mau kalian ambil…?” tanya pemilik bridal dengan tatapan ingin tahu. Aku meletakan brosur diatas meja. “bagaimana kak..?” astri meminta pendapatku. “kita harus merundingkan dulu dengan mama.. Bagaimanapun juga kita tak bisa memutuskan sendiri, karena ini bukan jumlah yang sedikit…” jawabku sambil menarik nafas berat. “terserah kakak.. Mana baiknya saja.. Astri juga tak mau terlalu memberatkan.” ucap astri penuh pengertian. “kalau baju tadi satu paketnya berapa…?” tanyaku ingin tahu.. “kalau anda mengambil paket glamor, makan gaun pengantin itu sepasangnya kami masukan kedalam paket, tapi tentu saja ada perubahan harga, karena gaun itu memang bukan gaun biasa biasa saja… Saya tahu anda berdua punya selera yang cukup baik.. Mungkin uang juga bukan kendala bagi anda.. Tapi benar kata calon suamimu…” ia melirik pada astri. “semua tentang masalah pernikahan dan pestanya itu harus dirundingkan bersama keluarga.. Karena bagaimanapun juga, mereka lah yang nantinya akan mengurus segalanya…” ia menjelaskan panjang lebar.
Aku dan astri mengangguk anggukan kepala. “jadi kira kira berapa tepat nominal yang harus saya bayarkan nantinya…?” tanyaku langsung pada intinya. “paket glamor terdiri dari, dua pasang gaun baru, gaun yang anda mau tadi dan satu gaun adat tradisional bangka. dua belas gaun untuk pagar ayu, dua belas pagar bagus, keranjang hantaran yang akan kami hias sendiri, mobil pengantin. Kue pengantin empat tingkat.. Foto kolase dua album, foto kanvas ukuran besar dua.. Dua kali perawatan kulit untuk mempelai wanita, satu kali test make up, Satu paket foto prawedding, tenda dengan plafon, pelaminan jati ukir ukuran besar, serta bunga segar, dan hiasan kamar pengantin.. Taplak meja saji berimpel, dan pondok untuk prasmanan lima buah. Total semua biayanya….” ia menyebutkan sederetan angka.. Yang membuat kerongkonganku langsung kering.
Astri tersenyum miris menatapku.. Ya ampun.. Itu sama saja dengan penghasilanku setahun. “oke… Akan kami pertimbangkan.. Sekarang kami mau mohon diri dulu.. Boleh saya minta brosurnya..?” aku berdiri, astri juga ikut berdiri. “oh silahkan.. Datang saja kemari kalau memang kalian berkenan percayakan pada kami untuk resepsi yang tak akan kalian lupakan seumur hidup…” perempuan itu berpromosi. Kemudian ia menyerahkan kartu namanya padaku. Ia mengantarkan aku dan astri hingga kedepan pintu. “jangan lupa hubungi ya.. Nomor telpon ada di brosur itu…” ia masih sempat berpesan. Aku tersenyum mengangguk. Didalam mobil aku dan astri tertawa terpingkal pingkal membahas tentang harga paket yang terlalu mahal tadi, tapi sebenarnya memang setimpal dengan kualitasnya. Cuma, masa sih setelah menikah aku dan astri harus gigit jari. “kemana lagi kita as..?” tanyaku sambil menyetir. “cari makan yuk… Jadi laper nih… Keliling terus dari tadi…” jawab astri sambil menjepit rambutnya keatas. “oke… Kita makan ditempat kita biasa ya..!” “terserah kakak.. Yang penting perut diisi…” timpal astri masih tertawa mengenang hal tadi.
******
sampai direstoran yang aku maksud, aku dan astri turun dari mobil, kemudian masuk kedalam mencari tempat duduk yang masih kosong. Tak disangka sangka kami bertemu dengan nurmi, ia sedang makan sendirian, nurmi memanggil kami, mengajak kami bergabung di mejanya. Aku dan astri langsung menghampiri nurmi. “hai as, nik… Apa kabar.. Darimana saja kalian.. Kok keringatan gitu..?” tanya nurmi ramah, sambil mengangkat gelas jus nya. “dari keliling keliling cari bridal nur… Capek..” jawab astri. “silahkan pesan dulu makanan dan minum.. Kayaknya kalian berdua sudah kelaparan..” canda nurmi menyodorkan buku menu. Astri mengambil buku itu dan membaca menu yang tertera. “terus gimana… Udah dapat belum yang sesuai selera..?” tanya nurmi memandang kami berdua. “ada sih nur yang cocok.. Tapi… Harganya itu… Nggak nahan..” cerita astri. “nggak nahan gimana maksudnya?” nurmi kurang mengerti. “MAHAL” astri menirukan ruben. “hahaha… Ada ada saja..” balas nurmi. “dimana kalian melihatnya..?” “ini… Coba lihat..” astri mengulurkan brosur yang tadi kami bawa dari bridal. Nurmi mengambilnya dan membaca sebentar. “eh tunggu dulu… Ini kan bridal milik tanteku.. Lady’s bridal.. Tak salah lagi.. Aku biasa menjadi modelnya..” “wah kebetulan sekali nur…” astri bersemangat. “habis makan kita kesitu lagi ya…siapa tahu aku bisa nego minta korting sama tante..” tawar nurmi.
“wah boleh.. Kamu baik banget nur..” senyum astri makin lebar. “sudah… Sekarang pesan dulu makanannya.. Nanti keburu sore, aku masih ada kerjaan..” “thanks ya nur..” kami memesan makanan, setelah pesanan datang, aku dan astri makan hingga kenyang. Ketika nurmi mau membayar, aku cepat cepat mencegahnya. Aku tak enak kalau sampai ia yang membayar, lagipula ia mau menolong aku dan astri, jadi sudah sepantasnya aku yang membayar. Setelah itu aku, astri dan nurmi langsung keluar dari restoran, menuju mobil kami masing masing, bermaksud kembali ke bridal. Setelah sampai di bridal tadi, nurmi mengajak aku dan astri masuk. Memang benar kata nurmi, ternyata para pegawai disini semua sudah kenal dengan nurmi.. “mana tante..?” tanya nurmi pada gadis yang aku ingat bernama ana yang tadi membantu astri mencoba gaun pengantin. “ada diatas mbak… Langsung saja kesana..” kata ana. “ayo as, nik.. Ikut aku..!” aku dan astri mengikuti nurmi naik ke tangga. Menuju ke lantai dua tempat gaun tadi dipajang. “hai tante..” sapa nurmi. +++ “hai…. Nur… Wah tumben sayang… Sama siapa kemari.. Oooooo… Yang tadi itu…!” tante nurmi tampak begitu senang saat melihat nurmi, setengah berlari ia menyongsong nurmi dan memeluknya.
“aku bawa teman nih tan..!” nurmi membalas memeluk tantenya. “iya yang tadi datang kesini.. Mereka temanmu ya sayang..?” tanya tante nurmi memandang aku dan astri lebih bersahabat. “astri ini sahabat nurmi tante, nurmi juga berpacaran dengan sahabat akrab calon suami astri.. Itu loh tan.. Si darma yang dulu pernah nurmi ajak kesini..!” jelas nurmi pada tantenya. “oh begitu ya… Wah tante baru tahu.. Eh silahkan duduk.. Siapa tadi namanya..?” tanya tante nurmi padaku dan astri. “niko” aku menyalami tante nurmi. “astri tan..” astri juga menyalami tante nurmi. “iya… Eh niko sama astri udah mantap dengan paket yang tante tawarkan tadi…?” tante nurmi kembali bertanya. “mereka sangat tertarik tan, tapi ada sedikit kendala di harga… Masih bisa digoyang dikit nggak tan..?” nurmi yang menjawab.. Ia langsung blak blakan.. “maksudnya harga tadi terlalu mahal ya…?” ulang tantenya nurmi. “iya tan.. Tadi kan kami ketemu di restoran, trus astri cerita pulang dari sini… Aku bilang ini kan bridal punya tanteku.. Astri bilang ia sangat suka dengan gaun dan pelaminan yang ada disini.. Seperti yang ia impi impikan selama ini, namun mereka terkendala soal harga..” “oh…begitu… Tante sih tidak masalah, kalau memang mereka berdua sahabatmu yang paling dekat.. Dan kamu yang meminta pada tante.. Bisa saja tante menolong mereka.. Kamu tahu kan… Dari dulu, tante itu paling tidak bisa menolak permintaan kamu sayang…” tante nurmi merangkul nurmi.. Ia melayangkan senyum kepada aku dan astri..
“wah terima kasih banget tante… Aku tak tau harus bilang apa..” astri sangat gembira.. Akupun ikut gembira mendengar kata kata tante nurmi. “mari kita bahas lagi… Tadi kalian mau baju yang ini kan..?” tante nurmi menunjuk gaun dalam lemari yang telah terbungkus plastik. Rupanya ia langsung menyimpan gaun itu karena siap siap siapa tahu aku dan astri jadi mengambilnya. “iya tante.. Gaun yang itu..” jawab astri sambil menghampiri lemari dan memandang gaun indah itu. “begini saja biar lebih hemat.. Biasanya kan tante memasukan gaun ke dalam paket glamor untuk jadi milik pengantin.. Nah bagaimana kalau kalian cuma meminjam saja.. Sedangkan paket yang tante bilang tadi masih sama.. Bagaimana..?” ia memberikan opsi padaku dan astri. Astri terlihat ragu.. Sepertinya ia benar benar ingin memiliki gaun itu.. “biasanya tante tidak pernah merubah paket glamor.. Soalnya gaun ini termasuk paket kelas atas… Jadi tidak disewakan.. Tapi berhubung tante mau membantu kalian, makanya tante mengizinkan baju ini hanya sekedar di pinjamkan..” tutur tante nurmi panjang lebar. “kalau memang begitu, tak apa apa tante.. Aku sudah jatuh cinta dengan gaun itu…” jawab astri. “baguslah kalau begitu… Tante akan atur semuanya… Jadi tanggal berapa tepatnya kalian akan menikah…” astri menjawab pertanyaan tante nurmi.
Kemudian selama satu jam kami membahas tentang pesta yang kami inginkan. Astri menjelaskan detilnya. Tante nurmi mengakomodasi semua apresiasi kami. Ia juga merekomendasikan beberapa tempat yang menerima pesanan kue murah tapi enak. Dia janji akan membantu aku dan astri. Aku memandang nurmi dengan penuh terimakasih. Nurmi kekasih darma.. Lelaki yang telah aku sakiti. Setelah selesai dengan bahasan tentang pesta dengan tante nurmi, kami berpamitan. Setelah tak lupa berterimakasih. tante nurmi mengingatkan aku dan astri untuk jadwal pemotretan outdoor hari rabu ini.. Aku dan astri mengiyakan berjanji untuk datang. Nurmi langsung pamit mau kembali ke kantornya. Aku dan astri mengucapkan terimakasih banyak kepadanya. Kami berdua pulang dengan senang, betapa indahnya hidup memiliki sahabat yang baik, mereka selalu berkenan untuk menolong. Aku jadi teringat dengan darma. Entah apa kabar dia sekarang, sudah empat hari aku tak menerima sms dan telpon dari dia. Mungkin ia memang benar benar sakit hati karena perlakuanku.. Memikirkan darma membuat aku menjadi sedih.
Aku memang jahat padanya, biarlah ia mengenang aku sebagai orang yang telah membuat ia sakit hati.. Sudah cukup darma berkorban untuk aku. Aku hanya bisa mendoakan agar ia mendapatkan kebahagiaan nantinya. Aku berharap darma dan nurmi juga bisa menikah seperti aku dan astri. Dan disaat itu, darma telah bisa memaafkan aku. Sampai dirumah, mama telah menunggu didepan teras, wajahnya agak cemas. Melihat aku dan astri turun dari mobil, bergegas ia menghampiri kami. “dari mana saja kalian berdua ini… Pergi dari pagi baru pulang sekarang…!” tanya mama agak marah. “kami mencari bridal ma..” jelasku singkat. “kan bisa menelpon.. Bikin orang tua panik saja.. Cari bridal kok dari pagi sampai sore, bukannya pulang dulu makan siang.. Memang keterlaluan kalian berdua ini…” kata mama dengan kesal. Astri menunduk malu. Aku tak menjawab karena memang aku bersalah tak memberitahu mama.
“maaf ma.. Tadi terlalu asik soalnya kami mendapatkan bridal yang terbaik disini, malah kami mendapatkan potongan harga yang sangat banyak.. Mama pasti gak bakalan percaya.. Kalau mama melihat gaun yang dipilih astri.. Hmmm…” aku sengaja membuat mama penasaran, aku paling tahu karakter mama. “masa sih.. Terus bagaimana.. Seperti apa gaunnya.. Kok mama nggak diajak sih.. Bagus nggak.. Pelaminannya besar nggak..?” tanya mama antusias. Terlupa sudah kekesalannya.. Betul dugaanku mama langsung penasaran. +++ KIRIMAN TAK TERDUGA “iya tan, kami benar benar beruntung, ternyata pemilik bridal itu tantenya nurmi.” timpal astri sambil duduk dilantai teras rumahku…. “oh ya… Jadi kalian sudah deal belum?” “sudah ma, nanti mama lihat sendiri pilihan kami.. Pasti mama tidak menyangka.. Lebih dari yang mama bayangkan.” aku memanas manasi mama. “kalian memang kurang ajar.. Anak anak durhaka.. Kenapa tidak mengajak mama.. Pasti niko ini yang sengaja nggak mau ngajak mama ya…!” tuduh mama agak sebal, karena kesenangannya untuk ikut serta memilih pelaminan dan baju yang akan kami pakai tak terkabul. “bukan begitu ma.. Tadi itu mendadak, sebenarnya kami mau jalan jalan saja.. Eh nggak taunya pas ditengah jalan, astri berubah pikiran.. Ia mengajak aku mencari bridal…” jelasku pada mama dengan perasaan sedikit bersalah. “iya tan.. Kami minta maaf.. Tapi aku janji nanti hari rabu kami pasti mengajak tante kesana.. Sekalian mau foto prawedding..” astri menghibur mama. Wajah mama langsung cerah. ******** malam ini aku tak kemana mana. Cuma berbaring dikamar sambil memutar lagu, aku masih membayangkan pernikahanku nanti.. Aku takut sekali aku tak mampu.
Kasihan astri andai aku tak bisa membuat ia bahagia.. Bayangan janter selalu berkelebat di pikiranku. Berkali kali aku tepiskan namun tak mau juga pergi. Mengapa begitu sulitnya menghilangkan perasaan cinta yang sudah tertanam.. Mengenang kembali saat saat aku masih bersama janter, membuat batinku pilu.. Ingin rasanya aku menangis.. Aku sangat membutuhkan janter untuk memberikan aku kekuatan menjalani semua ini. Andai ia bisa bersabar, ia mau menerima semua, pasti aku tak akan merana seperti ini.. Aku turun dari tempat tidur, bermaksud untuk mematikan lampu kamar, tiba tiba terdengar pintu kamarku diketuk dari luar. Aku berjalan membuka pintu. Jantungku nyaris amblas begitu menyadari siapa yang berdiri didepan pintu. Janter bersama temannya.. “hai niko…kami Menganggu nggak…?” tanya janter dengan suara seperti biasa, tak ada tanda tanda sedikitpun kalau kemarin ia sempat marah marah padaku.
“hai jan… Nggak kok.. Silahkan masuk…” jawabku dengan suara yang terdengar bukan seperti suaraku sendiri… “kenalkan temanku.. Christian..” teman janter mengulurkan tangan padaku, ia tersenyum ramah.. Tampan sekali orangnya.. “hai.. Saya niko teman janter..” aku membalas jabatan tangannya. “oh.. Ini niko yang sering di ceritakan janter…” “ayo masuk saja.. Nggak apa apa…” janter dan christian masuk ke dalam kamar. Aku tutup pintunya. “silahkan duduk..!” aku menarik kursi untuk christian. “terimakasih…” balas christian dengan sopan. “maaf ya keadaan kamarku berantakan… Maklum kamar bujangan…hehehe..” aku berbasa basi. Christian cuma mengangguk sambil tetap tersenyum ramah.. Kenapa sih dia tersenyum terus.. Apa memang pembawaannya begitu.. Aku bertanya dalam hati. “maaf ya aku tinggal sebentar.. Kalian mau minum apa.?” tanyaku sambil berjalan menuju pintu. “terserah kamu saja.. Apa aja boleh nik..” jawab janter. Aku turun kebawah.. Jantungku masih berdebar debar tak karuan.. Mimpi apa aku, janter datang kesini.. Setengah mati aku menahan tidak berlari memeluk tubuhnya erat erat.. Hatiku masih mendambakan janter.. Aku tak bisa menolak.. Aku belum mampu menghilangkan rasa cinta ini begitu saja..
Aku mengambil tiga buah cangkir kemudian mengambil tiga bungkus coffemix dari dalam lemari dinding. Setelah tiga cangkir kopi siap, aku kembali keatas kamar untuk mengantarkan kopi itu pada janter dan temannya. Aku membuka pintu dengan siku tanganku karena baki berisi cangkir tiga buah ini tak memungkinkan aku untuk memegang dengan satu tangan. Baru saja aku mau masuk.. Tiba tiba jantungku nyaris berhenti berdetak melihat kedalam kamarku.. Kakiku tiba tiba menjadi lemas. Hampir saja jatuh baki yang aku pegang… janter dan christian sedang berciuman.. Begitu melihat aku cepat cepat mereka melepaskan ciumannya. Christian tampak sangat malu. Sedangkan janter seperti tak terjadi apa apa.. “maaf ya nik, aku kira kamu masih didapur.. Habis aku nggak tahan nih.. Christian benar benar membuat aku kasmaran…” ujarnya tenang tanpa rasa bersalah. Aku menarik nafas yang terasa sesak.. Aku tersenyum lalu meletakan baki diatas meja samping tempat tidur. “tak apa apa jan.. Diminum kopinya ya..” aku berpura pura tenang, padahal hatiku bergolak panas. Aku tahu janter sengaja ingin membuat aku kesal, dia pikir aku cemburu melihat dia berciuman dengan christ, memang aku cemburu, tapi aku tak akan membuatnya puas dengan marah marah.. Aku kontrol diriku agar tak terpengaruh dengan kejadian barusan. Biarlah ia dengan christian.. Namun sedikit banyak hatiku jadi curiga, ia baru saja menjemput christian yang datang dari medan.. Dan sekarang mereka berciuman didepanku.
Janter tak merasa canggung sedikitpun, cuma christian yang masih memerah wajahnya karena malu. Sejak kapan mereka berhubungan.. Aku yakin waktu janter pergi ke medan, ia tak kehilangan aku sedikitpun. Buktinya ada christian sekarang. Lagi lagi janter membohongi aku. Tak sedikitpun la pernah bercerita tentang christian kemarin kemarin. Yang ia ceritakan padaku cuma tentang om beni. Hatiku sakit sekali mengingat dusta janter. Biarlah aku tahan dulu, tak enak ada christian, mungkin ia juga korban kebohongan janter. Tak adil kalau aku mencak mencak didepannya. Dengan tenang aku duduk di sofa kecil. “christian… Kegiatanmu selama ini di medan apa?” tanyaku berbasa basi. “aku berkebun.. Memelihara ikan di tambak dan menanam sayur di pekarangan rumahku yang cukup luas…” jawab christian agak menunduk. “oh begitu.. Rencananya berapa lama kamu disini..?” “belum tau nik.. Aku belum jalan kemana mana.. Baru hari ini janter mengajak aku kemari. “kalau kamu disini, terus yang mengurus kebun dan tambak siapa..?” aku ingin tahu. “ada orang yang bekerja untukku, tak banyak sih cuma dua orang.. Mereka yang aku suruh merawat kebun dan tambak selama aku pergi, aku sudah tahu kalau mereka bisa diandalkan..” jelas christian.
Janter cuma diam mendengar. Saat aku meliriknya.. Janter cuma menyeringai. “jan…minum kopinya.. Nanti keburu dingin..” janter cuma mengangguk malas. Aku perhatikan pipi janter agak cekung, di seputar lingkaran matanya agak hitam sembab, sepertinya akhir akhir ini janter sering begadang. Betapa aku kangen sekali dengan senyum janter seperti biasanya. Namun kini aku harus mengubur dalam dalam anganku.. Janter sudah menjadi milik christian sekarang. Aku tidak bisa marah.. Karena kami memang sudah putus, aku memilih astri, dan janter pun bebas memilih dengan siapa ia mau menjalin hubungan. Aku sudah tak punya hak marah padanya. “jan.. Aku harap kamu dan christian bisa selalu baik ya.. Tak seperti kita dulu sering bertengkar..” ucapku pada janter. Christian memandangku agak kaget. Janter menatap aku tajam. “aku yakin kami berdua akan baik baik saja..” jawabnya ringan. “maaf ya nik… Aku tak bermaksud untuk….” christian ikut berbicara namun aku potong. “tak apa apa christian, jangan terlalu dipikirkan. Aku mengerti kok.. Biasa aja nggak perlu malu…. Jaga janter ya.. Dia agak rewel..” aku mencoba bercanda namun terdengar garing. Christian tertawa kecil. Janter tetap memasang wajah batu. “terima kasih ya nik… Aku sudah menyangka kalau kamu memang baik seperti yang janter ceritakan..” kata christian.
Aku tertegun mendengarnya. Ternyata janter tak pernah menjelek jelekan aku walaupun telah aku kecewakan. “apa sih yang kalian bicarakan ini… Seperti kurang kerjaan aja.. Mending cari topik lain yang lebih asik kek…” timpal janter bosan. Christian terdiam, aku mencoba menahan diri, walaupun sikap janter tidak menyenangkan, bukan berarti aku harus membalas. “ya sudah.. Kita ganti topik saja…” aku mencoba untuk menetralisir suasana biar tak terlalu kaku. “bagaimana persiapan pernikahanmu nanti nik….?” tanya janter, suaranya agak bergetar. “masih diurus jan, tadi siang aku dan astri mencari bridal untuk dekorasi dan rias aku dan astri..” aku menceritakan kejadian tadi siang, janter mendengarkan dengan serius, sesekali ia mengangguk. Entah kenapa aku seperti merasakan kalau janter agak sedih, tapi aku takut itu cuma perasaanku saja, bukankah kalau kita punya perasaan pada seseorang, kita cenderung merasa orang itu perduli pada kita.. Atau memperhatikan kita.
Padahal belum tentu. “jadi kalian mendapat potongan harga karena gaun dan jas kamu itu hanya sekedar kalian pinjam..?” tanya janter dengan suara datar. “iya jan.. Sebenarnya aku sih cukup lah uang untuk membelinya, tapi kamu tahu sendiri kan.. Setelah pesta, aku dan astri masih banyak kebutuhan yang penting.. Makanya aku tak bisa gegabah…” jelasku sambil tertawa kecil. “ya sudah lah.. Yang penting itu pestanya nanti lancar, tak ada halangan..” janter menasehatiku. Aku senang karena ia masih ada perhatian dan perduli padaku. “kamu jangan sampai nggak datang ya jan, ajak christian juga ya..” “aku usahakan datang nik..” “kamu sahabatku, aku sangat sedih kalau kamu sampai nggak datang jan..” mengapa aku menjadi sentimentil seperti ini.. “iya nik.. Aku akan usahakan.. Siapa tahu aku berhalangan.” pembicaraan yang membuat aku serasa ingin menangis, betapa sakitnya perasaan ini, meminta orang yang kita cinta merestui pernikahan kita. Bagaikan melukai tubuh sendiri dan meminum darahnya. Janter mengapa begini jadinya janter dan christian pulang dari rumahku hampir jam duabelas malam. Setelah mengunci pintu ruang tamu, aku kembali kekamar. Berbaring tanpa semangat, ternyata benar dugaanku. Janter dan christian bukan sekadar teman biasa. Aku harus betul betul yakin untuk menghapus rasa cinta yang masih tertinggal dihati. Janter bukan untukku. Meski sempat tertekan batin karena sedih, aku akhirnya bisa tidur.
*******
pulang dari kantor hari sudah sore, tugas yang menumpuk menunggu untuk aku selesaikan. Ditambah lagi aku mendesain kartu undangan untuk pernikahan aku dan astri. Tidak banyak cuma 700 lembar saja. Itupun belum turun cetak, aku mau meminta persetujuan astri dulu, siapa tahu ada beberapa hal yang harus diubah. Sampai dirumah, aku disambut mama. Ia langsung menarik tanganku mengajak aku ke kamar. “ada apa sih ma..?” tanyaku heran. “ini coba kamu lihat..!” mama membuka pintu kamarku lalu menunjukan kotak besar yang masih terbungkus rapi diikat dengan pita jepang merah tua. Tergeletak diatas tempat tidur. “apa itu ma..?” aku bingung, masa sih ada orang memberikan kado begini awal, pernikahanku juga kan belum dilaksanakan. “itu dari lady’s bridal, katanya itu milik kamu..” jelas mama. “oh.. Dari lady’s bridal.. Tapi apa ya.. Kok kotaknya besar amat.. Kenapa harus dibungkus rapi seperti itu..?” aku bertanya pada mama. “ya mana mama tahu.. Coba kamu buka dulu isinya.. Jadi kita nggak penasaran..” perintah mama, aku yakin pasti mama lebih penasaran mau tahu apa isinya. Aku sobek dengan hati hati pembungkus kado itu, ternyata sebuah kotak dari karton duplex tebal. Aku buka, bungkusan plastik hitam aku tekan sepertinya kain. Ada selembar nota pembayaran bertulis nama lengkapku. Nominal disitu sangat besar. Aku tak merasa pernah membayar apa apa pada lady’s bridal.. Apa ini suatu kesalah pahaman.. Aku buka pembungkus plastik dan mengeluarkan isinya. Ternyata setelan jas ivory dan gaun pengantin yang aku dan astri coba kemarin.
Aku jadi bingung… Apakah astri berubah pikiran, ia membeli gaun dan jas ini.. Tapi kenapa harus dikirim dirumahku. Mama terbelalak kagum saat mengangkat gaun berbahan satin sutra broken white berpadu tulle, bergemerlapan kilau kristal swarovski, dengan borci bunga dan mote jepang. Tak ketinggalan aksesori kalung, mahkota, gelang. Kristal Sebagai pelengkapnya. “ya ampun niko… Indah sekali.. Seumur hidup mama baru sekali ini melihat gaun seindah ini… Pasti mahal sekali nak…” terbata bata mamaku berbicara saking terpesona melihatnya. “tunggu dulu ma.. Mungkin ada yang keliru.. Ini ada nota pembayaran, gaun dan setelan jas ini telah lunas.. Tapi siapa yang membayarnya.. Disini tertulis namaku. Aku tak membeli semua ini..” aku memberikan nota itu pada mama. Mama mengambil nota dari tanganku, membacanya dan terbelalak… “astaghfirullah… Mahal sekali..!” mama menutup mulut dengan tangannya. “sebentar ma, aku telpon astri dulu… Jangan jangan ini salah paham..” aku ambil hapeku dari kantong, kemudian menelpon astri. “halo as, kamu beli gaun dan jas kemarin ya..?” tanyaku hati hati.
“yang mana kak.. Yang di lady’s bridal kemarin ya.. Nggak kok.. Astri juga belum kemana mana.. Pulang dari kantor langsung tidur..” jelas astri agak heran. “sekarang gaun ini ada dirumah kakak.. Sudah lunas.. Siapa yang membayarnya kalau begitu..” hening sejenak, sepertinya astri juga kaget. Kemudian ia bicara. “yang benar kak.. Jangan bercanda.. Astri jadi deg degan nih..” “sumpah as, kakak nggak bohong.. Coba kamu kesini sekarang..!” “sebentar lagi ya kak.. Astri siap siap dulu..” “iya.. Jangan lama lama..” aku menutup telpon. Mama memandangku sambil diam.. Seperti memikirkan sesuatu. “astri tak membayarnya ma.. Jadi siapa…” aku mendesah, sedikit kuatir. “coba kamu cek lagi ke bridal, siapa tahu semua ini keliru. Saran mama bijak. Ya ampun betul juga ya.. “iya ma, lagi nunggu astri nih..” jawabku. Andai ada kekeliruan, kenapa harus ada nota tanda lunas segala.. Aku makin bingung. Aku dan mama menunggu astri. Setelah astri datang, tanpa buang buang waktu lagi aku mengajaknya ke bridal, mama mau ikut, jadi kami pun mengajaknya. Sampai di bridal, aku langsung bertanya pada tante nurmi perihal gaun dan jas itu.
Dia cuma tersenyum dengan tenang. “semua itu sudah menjadi milik kalian, sudah dibayar lunas..” aku, astri dan mama berpandangan. “siapa yang membayarnya..?” tanyaku makin heran. “pokoknya sudah dibayar, lunas dan sudah menjadi milik kalian…” jelas tante nurmi masih merahasiakan. “iya siapa yang membayarnya… Paling tidak aku mau tahu, siapa yang telah memberikan hadiah semahal itu padaku..” aku sedikit mendesak. “orang itu berpesan tidak mau sampai kamu tahu..” “memangnya kenapa.?” “tante juga tak habis pikir.. Tapi itu pesannya. “lelaki atau perempuan tante..?” “tidak perlu tahu.. Itu pesannya.” jawab tante nurmi tegas. “aku mau mengucapkan terimakasih padanya…” aku memohon. “tante akan menyampaikan padanya.” jawab tante nurmi tegas. Aku tak bisa berkata apa apa lagi. Mama dan astri juga kebingungan.. Siapa yang telah memberikan gaun dan jas ini. “kalian berdua beruntung punya seseorang yang sangat menyayangi kalian hingga mau memberikan hadiah mahal ini..” kata kata tante nurmi membuat aku terharu.
Siapapun yang telah membayarnya.. Memberikan aku hadiah itu, aku sangat berterimakasih… Tapi kenapa ia memberikan hadiah itu, dari mana ia tahu kalau aku dan astri kesini. Dan bagaimana ia sampai terpikir aku memilih jas dan gaun ini.. Aku betul betul bingung… akhirnya karena tante nurmi tak mau juga memberi tahu siapa yang memberi hadiah itu pada kami, walaupun dipaksa, mama mengajak pulang, kami berpamitan sama tante nurmi, sampai dirumah, belum puas rasanya hatiku.. Demikian juga astri, siapapun yang memberi hadiah itu, tentulah bukan orang sembarangan, ia dekat denganku, saat ini yang aku curigai janter.. Soalnya semalam aku bercerita padanya. Bisa saja ia menemui tante nurmi, bukankah lady’s salon itu cukup terkenal, tak susah baginya untuk mencarinya. Tapi apa motif janter, dia kan tidak punya perasaan apa apa lagi padaku, ia bahkan sudah dapat ganti yang lebih baik dariku.
Namun layak untuk ditanya.. Semua hal bisa saja terjadi. Habis magrib aku kerumah janter. Untung saja dia ada, aku mengetuk pintu, janter yang sedang duduk diruang tamu bersama christian langsung menoleh dan menyuruhku masuk. “hai nik.. Tumben.. Silahkan duduk nik..!” kata janter, suaranya biasa biasa saja, tak ada keganjilan atau hal hal yang mencurigakan. “nggak keluar jan,..?” tanyaku sambil duduk disampingnya. “belum nik, rencananya sebentar lagi mau mengajak christ jalan jalan sambil cari makan…” “oh ya.. Jadi aku mengganggu dong..” kataku tak enak hati. “biasa biasa aja nik.. Gak ganggu kok.. Ini juga baru jam tujuh kurang..” “gitu ya… Aku juga nggak lama kok…” “kayaknya kamu lagi gelisah.. Ada apa nik…?” “nggak apa apa jan… Aku cuma mau tanya.. Apa kamu ada kirim hadiah untuk aku..?” tanyaku hati hati. “hadiah….?… Hadiah apa maksudmu.. Nggak ada kok nik.. Memangnya kamu dapat hadiah apa.?” janter balik bertanya.. Ia tak nampak terkejut, atau menutupi sesuatu, reaksinya biasa biasa saja.. “ah nggak jan.. Lupakan.. Cuma mau memastikan aja..”
aku berkilah, percuma saja dibahas, janter tak mungkin berdusta. Ia terlihat benar benar tak tahu apa apa.. “kalau gitu aku pulang dulu ya jan.. Maaf udah ganggu..makasih ya..” aku pamit. “kok buru buru sih.. Emangnya mau kemana.?” “nggak jan, masih ada urusan dikit, lagipula kamu mau keluar bareng christian.. Gak enak lah mengganggu..” suaraku agak tercekat diujung mulut. Membayangkan christian bermesraan dengan janter membuat aku sedih, aku masih cemburu.. Tubuh yang biasanya hanya aku yang memiliki, sekarang bukan untukku lagi, rasanya waktu begitu cepat berlalu, segala yang indah bersamanya kini tinggal puing saja. Aku berjalan dengan gontai kembali kerumah. Bagaimana aku bisa melupakan janter, kalau setiap hari melihat dia.. Kenapa dia harus pindah dekat rumahku, kalau akhirnya hubungan kami harus berakhir. Sampai dirumah, aku langsung kekamar, berpikir pikir, siapa kira kira yang paling memungkinkan yang memberikan baju itu.. Kalau doni, sangat mustahil, selain polisi baru, ia kost, kadang makan aja ngutang dulu diwarung.
Darma.. Ia sekarang di palembang, mana mungkin tahu tentang masalah gaun itu, lagipula kapan dia ada waktu untuk membayar, dan menyuruh tante nurmi tak buka mulut.. “nurmi, lebih tak mungkin lagi.. Kalau mau memberikan pada kami, tentu dari kemarin kemarin.. Tante mul.. Nggak mungkin. Papa.. Mana tertarik ia dengan masalah bridal, lalu siapa… Aduh pusing… Aku akan memberanikan diri menelpon darma. Apa pun nanti reaksinya, aku akan berbesar hati.. Andai memang darma yang memberikan hadiah itu, aku mana punya muka, tak bisa aku katakan betapa aku malu, selama ini hanya bisa menyakiti hatinya. Aku pencet nomor darma, ku tunggu nada sambungnya.. Namun tak aktif, yang terdengar hanya suara operator cewek yang mendayu dayu menginformasikan nomor darma tidak aktif atau berada diluar jangkauan. Apakah itu artinya darma telah ganti nomor handphone.. Jadi bagaimana aku bisa menghubungi ia lagi. Berarti darma telah benar benar marah padaku. Hingga nomor nya pun ia ganti, ia tak mungkin mau menghubungi aku lagi, jangan jangan, nomor hapeku pun telah dihapusnya. Jadi tak mungkin darma yang mengirimkan baju itu.
KEJUTAN DARMA.
Aku menuruni tangga yang berkelok kelok, bersama astri hamparan rumput tebal membentang ratusan meter sejauh pandangan mata. “oke.. Sekarang tolong anda berdiri berhadap hadapan, tangan wanita memeluk pinggang pria… Yap.. Bagus… Tahan.. Kepala wanita tolong agak serong kekiri sedikit… Yap…senyum keduanya…. Bagus..” Perintah sang fotografer. “Tahan ya…!” ia membidikan kamera kearah kami berdua. KLIK.. KLIK.. KLIK.. Suara kamera DSLR diiringi tembakan lampu blitz menangkap moment kemesraan aku dan astri menuju pernikahan.. Sudah beberapa jam kami disini, entah sudah pose yang ke berapa puluh, capek sekali rasanya. Mesti pindah pindah, cari objek…kemudian berpose, aku dan astri disuruh untuk tersenyum lepas, untuk memberikan kesan bahagia yang tak terhingga, ini adalah tempat kedua, setelah tadi kami mengambil gambar di hutan, sekarang di lapangan golf, habis ini sebelum senja datang kami sudah harus berada di pantai, mengambil pemandangan berlatar belakang pantai dan senja. Berkali kali aku menghapus keringat yang bercucuran di kening. Entah sudah berapa lembar tissue. Tante nurmi beberapa kali membedaki wajahku. Agar terlihat lebih segar. Herannya astri tak nampak letih sedikitpun. Iapun tak berkeringat seperti aku. Padahal wajahnya di make up. Aku paling jarang berfoto, soal gaya aku tak biasa, namun tante nurmi sangat profesional, bersama fotografer, ia mengarahkan aku dan astri. Hingga gaya kami didepan kamera tak terlalu kaku. “oke sudah.. Sekarang kita ke pantai.. Hari sudah agak teduh..” ujar tante nurmi.
Astri melepaskan tangannya dari pinggangku. Sepatu tinggi bertali yang ia pakai, membuat tubuh astri lebih tinggi, puncak kepalanya sejajar dengan kupingku. Sambil berkipas dengan karton, aku dan astri menghampiri mama. Astri mengambil jaket lalu memakainya. Untuk menutupi gaun berpotongan terbuka pada bahunya. Mama berdiri sambil membawa tas besar berisi baju baju ganti aku dan astri. Kemudian kami berlima bersama fotografer kembali kemobil, untuk bersiap siap ke pantai, mengambil foto disana. Ternyata menjadi pengantin itu capek juga.. Selain menghabiskan begitu banyak biaya.. Tenaga.. Pikiran.. Dan Waktu.. Juga membutuhkan kesabaran. Mama mengulurkan sebotol minuman dingin padaku. Aku meminumnya sambil menyetir. Tante nurmi, astri dan mama ngobrol dengan asik. Aku heran dengan astri, tak sedikitpun ia capek. Sepertinya ia betul betul menikmati session foto outdoor ini. Mama pun begitu, ia selalu senyum sumringah.. Fotografer yang mengabadikan gambar kami, sedang sibuk memeriksa foto foto yang tadi ia ambil, lewat layar mini pada kamera nikkon D90 yang ia pegang.
Wajahnya begitu puas. Sampai di pantai, aku mencari tempat parkir yang agak teduh, kemudian kami turun dari mobil, tante nurmi mengoleskan lip gloss pada bibir astri, dan membedakinya sedikit tebal untuk mengimbangi suasana yang mulai gelap agar wajah astri terlihat lebih segar. Sang fotografer berjalan dengan cepat, memilih tempat yang paling bagus view nya. Ia menyuruh aku dan astri duduk diatas batu karang, sambil berpegangan tangan. Kemudian ia memotret kami dari belakang, setelah itu ia menyuruh aku berjalan sambil bergandengan di sepanjang tepi pantai.. Dengan cekatan ia mengambil gambar. Terakhir, aku dan astri ia suruh berpelukan. Ombak kecil bermain membasahi kakiku yang tanpa alas, astri mendongak menatapku, aku sedikit menunduk menatap mata astri sambil senyum, hidung kami berdua saling menempel, hari sudah agak gelap, langit berwarna kemerahan, sinar matahari membias dibalik awan, bagaikan ditelan lautan.. Aku menahan pose selama beberapa detik. Hingga sang fotografer selesai mengambil gambar kami. Dalam keadaan sedekat ini, aku melihat sinar mata astri begitu sendu.. Entah apa yang astri pikirkan. Setelah selesai, kami kembali menuju mobil, aku mengajak mereka makan di restauran masakan laut yang terletak dekat pantai.
Dari siang hingga hampir malam berkeliling keliling untuk mengambil moment indah, tentu saja membuat kami semua lapar. Aku senang bekerja sama dengan tante nurmi, ia memang benar benar menguasai bidangnya. Setiap detil sekecil apapun tak pernah terlewatkan olehnya. Sepertinya kesempurnaan adalah tujuan utama hidupnya. Aku sangat yakin sekali akan hasilnya fotonya nanti. Wajah astri yang ia rias hampir satu jam setengah, memang jadi benar benar cantik, sangat berbeda, walaupun tipis, namun begitu berubah, aku jadi serasa melihat artis saja. Aku memesan makanan yang cukup banyak, kami menunggu pesanan kami diantarkan, sambil mengobrol dan bercanda. Mama sangat serius membahas detil pesta nanti dengan tante nurmi, sepertinya apa yang mama inginkan bisa di akomodasi dengan baik oleh tantenya nurmi. Mama benar benar puas. Setelah makanan datang, kami langsung melahapnya.. Hingga jam setengah delapan malam kami di restauran itu. Kami pulang, setelah mengantarkan tantenya nurmi dan sang fotografer kembali ke bridal, setelah itu aku mengantar astri ke rumahnya.
Sesudah mengantar astri, aku dan mama pulang kerumah. Rasanya tubuhku sangat capek sekali. Seperti habis menebang sepuluh pohon besar. Begitu sampai dirumah, aku langsung mencuci muka, kemudian ganti baju. Aku berbaring sebentar, masih memikirkan siapa yang memberikan gaun dan jas itu pada kami. Aku sangat penasaran, tak akan bisa tenang kalau belum tahu siapa yang telah membayarnya untuk aku. Kenapa darma tak mengaktifkan nomornya.. Sebelumnya hal itu tak pernah ia lakukan. Mengingat darma membuat aku jadi sedih. hari ini aku tak ke kantor.. Menjelang satu minggu pernikahanku, aku telah menyuruh titin untuk mengurus semua masalah yang berhubungan dengan bisnis. Aku hanya bersantai saja.. Persiapan pernikahan sudah hampir final, empat hari lagi, aku sudah menjadi suami sah astri, undangan sudah semenjak seminggu yang lalu sudah selesai kami bagikan pada teman teman, kerabat dan siapa siapa yang akan kami undang. Gedung, tenda, dekorasi, kursi, meja dan segala tetek bengek nya diurus oleh lady’s bridal. Sebelum jumat ini aku dan astri tidak dipertemukan lagi, untuk perawatan tubuh, astri diantar oleh mamanya sendiri. Janter entah kenapa seperti selalu menghindar dariku, setiap kami tak sengaja bertemu, ia akan mencari jalan lain untuk menghindar.
Sebenarnya aku ingin sekali berbicara dengannya. Tapi tak pernah ada kesempatan. Aku hampir stress tak ada teman yang bisa diajak bicara. Doni sedang ke belitung. Ada tugas disana. Darma tanpa kabar, berkali kali aku telpon tak pernah aktif. Mama tak mengizinkan aku pergi jauh jauh dari rumah, tak boleh calon pengantin bepergian jauh katanya. Untuk menjaga terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Karena banyak kejadian calon pengantin kecelakaan dan meninggal sebelum sempat menikah. Mama sangat protektif dalam masalah ini. Jadi aku cuma bisa bengong saja duduk diteras rumah. Merasa kesepian di tengah tengah keramaian. Beberapa saudara jauh sudah datang menginap dirumahku. Untuk membantu persiapan acara nanti. Jadi rumahku ramai dan selalu ribut dengan suara tawa canda mama yang sudah kangen dengan saudara saudaranya. Sebuah mobil ekspedisi berhenti didepan rqmahku. Dua orang turun dan menghampiriku. “maaf, apa benar ini rumahnya niko deswara..?” tanya salah seorang kurir ekspedisi padaku. “iya betul, saya niko.. Ada apa pak?” tanyaku heran. “ada kiriman paket untuk anda pak niko…” “oh ya… Dari siapa..?” tanyaku ingin tahu. “ini pak.. Tolong di tandatangani dulu.. Paket ini dari bapak adrian darmasyahputra..” jelas kurir itu sambil menyerahkan ballpoint dan kuitansi untuk aku tangani. Aku terhenyak… Darma… Ia mengirim paket padaku.. Bukankah ia masih marah, tapi ia masih sempat sempatnya mengirimkan paket.. Berarti ia masih memikirkan aku. Cepat cepat aku ambil kertas dan ballpoint dari tangan kurir itu lalu aku tandatangani. “terima kasih pak niko.. Tunggu sebentar..” kurir itu mengambil pena dan kertas yang baru saja aku tandatangani lalu kembali ke mobil, membuka pintu bak belakang mobil.
Berdua mereka mengangkat kotak hampir sebesar lemari pendek. Kotak itu di packing dengan kayu. Sepertinya isi paket itu barang yang agak rentan.. “taruh saja disitu..!” aku memberi instruksi pada kedua kurir itu. Mereka meletakan paket itu diatas lantai teras. “kami mohon diri pak.. Terimakasih..” dengan sopan mereka berpamitan. “terimakasih banyak ya…” jawabku sambil memegang paket dari darma. Aku jadi penasaran. Apa yang darma kirimkan padaku. Berat sekali bobot paket ini.. Tak ada surat tak ada pemberitahuan apa apa… Bagaimana aku mengucapkan terimakasih padanya. Darma mengapa selalu baik padaku.. Walaupun tak mau lagi bicara dan aku hubungi, namun ia masih ingat untuk memberikan kado padaku. Apa sih isinya.. Mengapa bisa sebesar ini… Aku jadi terharu.. Berkali kali aku sakiti hatinya, tapi darma selalu saja berkorban untukku.. Jangan jangan memang benar dugaanku, kalau sebenarnya memang darma yang telah membayar lunas jas pengantinku dan gaun astri. Tapi kenapa darma tak mengatakan apa apa… Aku tak enak hati, terlalu banyak ia menghabiskan uangnya hanya untukku. Aku tak pantas mendapatkan kemurahan hatinya seperti ini. Darma, semoga tuhan memberkatimu sahabatku… Aku pergi ke gudang, mengambil palu yang ada kaitan untuk membuka paku yang mengunci packing kayu ini.
Dengan hati hati aku buka satu persatu kayu albisia kasar dengan ujung palu. Setelah terbuka, dan tinggal kotak kardusnya saja. Aku buka penutupnya.. Gumpalan kertas yang sudah dipotong kecil kecil seperti mie. Aku bongkar hingga menyembul kepala kuda terbuat dari kaca. Aku keluarkan dengan perlahan lahan. Sebuah patung kuda terbuat dari kristal setinggi pinggangku. Lengkap dengan alat untuk memutar patung itu. Ya ampun.. Darma kok terpikir untuk memberikan hadiah ini. Aku bawa masuk kedalam rumah. Sepupuku yang sedang ngumpul di ruang tengah langsung menghampiriku, mereka begitu kagum melihat patung kristal kuda yang diberi darma. Aku colok steker di listrik, kuda itu berputar dengan pelan. Warna lampu yang berubah ubah membuat kuda itu makin indah.. “wah nik.. Kamu beli dimana.. Bagus sekali..?” tanya yoga, anak bibiku. “dikirim teman yog.. “ “baik sekali temanmu itu nik… Beruntung banget punya teman seperti itu…” celetuk yoga yang masih terkagum kagum memandang patung kuda yang masih berputar putar dan berkelap kelip. Aku cuma mengangkat bahu. “yog, tolong aku mengangkat patung ini keatas ya…” “oke bos..” yoga membantuku mengangkat patung kristal itu ke kamarku yang ada di lantai dua. “sudah yog, disini saja.. Terima kasih ya…” “sama sama nik.. Aku kebawah lagi ya… Lagi nonton tadi, filmnya seru.. Nggak apa apa kan..” ujar yoga.
“nggak apa apa.. Nanti sebentar lagi aku turun..” jawabku. Yoga keluar dari kamarku, kembali kebawah, ngumpul dengan saudara saudaraku yang lain. Aku menggeser patung kristal itu disamping televisi lcd ku, bagus sekali.. Aku tak berhenti mengaguminya. Darma memang selalu penuh dengan kejutan. Andai saja aku tak menyakiti hatinya. Batinku sedih mengingatnya. setelah puas mengagumi hadiah dari darma, aku turun kebawah. Berkumpul dengan saudara dan sepupuku.. Bercanda dengan mereka. ******** aku sedang membuang sampah dibelakang rumah, saat aku mendengar suara ribut ribut dirumah janter, aku taruh ember tempat sampah diatas rumput. Kemudian aku berjalan menuju rumah janter. Semakin dekat, suara ribut makin terdengar.. Seperti suara orang bertengkar. Aku jadi berdebar.. Jangan jangan….. Bergegas aku berjalan kearah ruang tamunya. Ternyata betul, janter sedang berantem. “KAMU BOHONG JANTER….. AKU SUDAH MELIHAT SENDIRI….!!” suara christian dengan nada tinggi karena emosi. “KAMU LANCANG… TANPA SEIJINKU MEMERIKSA BARANG BARANG PRIBADIKU…” balas janter tak kalah sengit. “JADI BETUL KAN… KAMU CUMA MEMANFAATKAN AKU…KAMU TEGA MEMPERMAINKAN PERASAANKU… KAMU HANYA INGIN MEMBUAT NIKO CEMBURU… “ maki christian tak terkendali. Loh kok namaku disebut sebut.. Memangnya ada hubungan apa aku dengan pertengkaran mereka. Kemana namborunya janter, kok tak kelihatan. “POKOKNYA AKU TAK TERIMA…” “TERSERAH… AKU TAK MEMAKSA…” Balas janter penuh emosi. Kenapa christian begitu marahnya.. Beda sekali ia dengan waktu aku berbicara dengannya.. Waktu itu begitu kalem, namun saat ini meledak ledak, wajahnya memerah karena emosi, seakan akan dia siap untuk membunuh siapa saja. “CAPEK AKU MENGHADAPI KAMU CHRIST… KEKANAK KANAKAN….MAUNYA SELALU DIPERHATIKAN….” sembur niko pedas. “WAJAR KAMU BICARA BEGITU… KARENA YANG ADA DIBENAKMU HANYA NIKO SIALAN… ITU… KEPARAT KAU JANTER…” christian meledak ledak.. Kenapa sih mereka bertengkar, aku kok disangkut pautkan dalam masalah mereka… Sebenarnya apa yang memicu pertengkaran mereka. “JANGAN PERNAH KAU SEBUT SEBUT NIKO SIALAN… YANG SIALAN ITU KAMU…” tiba tiba lenter meninju wajah christian.. Tanpa diduga oleh christian hingga ia tersungkur jatuh menabrak kursi tamu. Christian terlihat sangat kaget dan melotot melihat janter dengan pandangan tak percaya.. Cepat cepat aku masuk kedalam, aku harus menghentikan pertengkaran mereka yang semakin memanas, jangan sampai tetangga sekitar mendengar semua yang mereka katakan.. Aku tahu mereka bertengkar karenaku.. Gawat kalau ada yang mendengar semua ini.. Bisa berantakan semua.. Christian berangkat, berjalan agak terhuyung ke arah janter dengan tinju terkepal.. Setengah berlari aku tangkap tangan christian. Janter terperangah melihatku, wajah christian yang beringas, menatapku berapi api.. Tiba tiba tanpa aku duga ia menendang perutku keras keras.. Dadaku langsung sesak, rasanya seperti perutku dihantam dengan batu. Aku terjerembab ke lantai, perutku rasanya mual tak tertahankan. Belum sempat aku berdiri, christian sudah menerjangku lagi, ia menyepak tubuhku dengan kasar, bertubi tubi.. Bagaikan kalap, wajahku pun tak urung kena tendang olehnya.. Janter menerkam christian bagai seekor singa yang mengamuk.. Menerjang tubuh christian hingga menghantam dinding, christian terpuruk jatuh, tersengal sengal memegang dadanya. Aku merasa bagai bermimpi.. Kenapa bisa seperti ini jadinya.. Dengan susah payah aku berdiri, walau agak limbung tapi aku paksakan juga. Menahan janter yang tengah kalap, agar tak terus terusan memukul christian.. Apapun masalah mereka, pertengkaran ini tak dapat dibiarkan.. Namun janter mendorongku kuat kuat, hingga aku terduduk di kursi.. Tanpa aku duga ia mengangkat meja kecil dari kayu dan menghantam ke tubuh christian. “janter…. Jangaaaaan..” aku berteriak mencegahnya. Christian melindungi kepalanya dengan kedua tangannya.. Meringkuk menunggu meja itu menghantamnya… Aku berdiri cepat, menyambar meja kecil yang terayun diatas kepala janter.. Janter terdiam.. Meja itu terlepas dari pegangannya.. Terjatuh ke lantai. Aku dekap tubuh janter erat erat.. Menahan agar ia tak memukul christian lagi.. Aku merasakan tubuh janter yang tegang perlahan lahan mulai melemah.. Tiba tiba ia membalas memelukku.. “niko… Maafkan aku… Maafkan aku…” kata kata yang meluncur keluar dari mulutnya terdengar begitu getir.. Aku terdiam.. Melepaskan perlahan lahan tanganku dari tubuhnya.. Sementara christian cuma meringkuk menatap aku dengan sorot mata penuh kebencian. Aku merasa takut melihat sorot matanya itu.. Entah kenapa bagaikan pandangan orang tak waras… Aku waspada.. Takut ia tiba tiba berangkat dan kembali menyerang aku dan janter.. “christ.. Kamu jangan macam macam.. Aku bersumpah bisa membunuhmu..” ancam janter tak main main. Christ tak menjawab, matanya menyala nyala memandang janter, bagaikan dendam berapi api yang bergelora dihatinya. “apa masalahnya jan.. Kenapa kalian bisa bertengkar seperti ini… Kenapa jan… Kenapa namaku dibawa bawa..?” tanyaku dengan nafas tersengal menahan ngilu di sekujur tubuhku akibat dipukul christian tadi.. “tak apa apa nik.. Cuma salah paham saja… Tak ada apa apa kok…” janter berusaha berkilah. “tak mungkin tak ada apa apanya jan… Kalian tak mungkin berantem.. Kalau masalahnya tak besar!” “sudah ku bilang tak ada apa apa nik… Kamu pulang saja… Aku tak apa apa… Kami bisa menyelesaikan masalah kami…” kata janter agak keras, mencoba mengusir aku dari rumahnya. “kalian membawa bawa namaku, aku berhak tau.. Aku juga sudah kena pukul christian tanpa salah.. Ada apa ini janter.?” aku mendesaknya.. Tiba tiba mataku melihat selembar kertas diatas meja.. Aku terdiam, kemudian mengambil kertas yang rupanya kwitansi itu, mataku terbelalak membaca isi kwitansi itu, bukti pembayaran gaun dan jas untuk lady’s bridal. AKAD NIKAH Aku serasa tak percaya memegang lembaran kertas yang kecil tapi berarti besar dan telah membuat masalah itu. Dengan gemetar aku menatap janter. “jadi kamu……tapi kenapa….????” suaraku serak, terbuka semua yang selama ini membuat aku bingung. Janter tertunduk tak berani menatap wajahku. Seperti seorang anak ketahuan mencuri permen ditoko. “kenapa kau lakukan ini semua untukku janter…?” tanyaku penuh haru.. Benar benar tak kusangka ternyata janter tak seburuk yang aku kira… Ia masih perduli padaku.. Ia masih mau berkorban untukku.. Aku tahu, rupanya ia masih menyayangiku.. Christian hanyalah bagian dari rencananya untuk membuat aku membencinya. Christian bangkit, kemudian berdiri sambil menyeka mulutnya yang berdarah. “puas kamu sekarang niko… Pasti kamu merasa bangga.. Kamu pemenangnya.. Salut buatmu.. Angkat topi untuk kamu… Hehe..” kata kata christian yang sinis terasa mengiris hatiku. Janter tak mengatakan apa apa.. Ia mungkin merasa malu karena semua perbuatannya telah terbongkar.. Janter cuma terpekur menatap lantai keramik putih di ruang tamu ini. “jan.. Mengapa kamu lakukan ini… Katakan terus terang… Aku tak pantas menerima kebaikan darimu..” desakku sambil mengguncang tubuh janter.. “jangan berlagak sok suci niko.. Aku tahu apa yang ada diotak busukmu itu…” cetus christian sinis “DIAAAAM….” aku membentak christian, rasanya kesabaranku bisa hilang menghadapi pemuda satu ini. Christian menatapku dengan pandangan menghina, tapi ia diam juga. Mungkin tak menyangka aku bisa juga emosi. “aku sangat menyayangimu niko… Walaupun kamu sudah menjadi milik astri.. Aku tak akan pernah bisa… Melupakanmu… Cintaku terlalu besar…” keluar juga kata kata dari bibir janter.. Walaupun terpatah patah. “tapi kenapa kamu lakukan ini…” aku masih bingung, rasanya otakku tak mampu mencerna semua ini.. Terlalu diluar dugaanku. “aku sengaja tak ingin mengganggu kamu lagi.. Kamu telah memilih astri, aku harus terima… Aku tak mau merusak kebahagiaanmu.. Aku telah berjanji pada astri untuk meninggalkanmu.. Ia menangis memohon padaku… Terpaksa aku mencari cara agar kau membenciku…” ucap janter pelan.. Sambil duduk, aku ikut duduk disampingnya. “maksudmu…?” “sekitar sebulan yang lalu astri mendatangiku.. Ia sudah tahu tentang hubungan kita… Ia bersujud padaku… Meminta aku mengasihaninya… Ia benar benar mencintaimu nik… Aku tak tega menolak permohonannya itu… Kata astri… Ia lebih baik mati kalau harus kehilanganmu…” penjelasan janter itu membuat tubuhku menggigil.. Ternyata astri yang memintanya untuk meninggalkan aku.. Itulah sebabnya janter menyuruh aku memilih antara dia dan astri, karena janter pasti tau, aku tak mungkin mengecewakan keluargaku. Kalau saja aku mau sedikit lebih peka, aku seharusnya mengerti, janter tahu selama ini tentang hubunganku dengan astri, waktu aku bertunangan pun tak masalah baginya, ia pun sudah tahu kalau aku pasti akan menikahi astri tahun ini.. Tiba tiba ia berubah dan tak menerima saat tahu aku melamar astri, ternyata astri yang meminta.. Astri yang membuat ia melakukan pilihan yang sangat sulit ini. Seharusnya aku sadar betapa besar cinta janter padaku.. Aku mestinya tak berpikiran buruk padanya. Tapi christian… Mengapa ia harus dilibatkan dalam sandiwara janter ini.. Kenapa.. Christian tak bersalah.. Ia hanya korban dari ego janter.. Kepalaku tiba tiba terasa sakit.. Bagaikan ribuan jarum kecil yang menusuk nusuk dalam otakku.. “aku minta maaf niko… Tak seharusnya kamu tahu tentang hal ini…” suara janter terdengar begitu lelah.. Christian diam mendengar pembicaraan aku dan janter. “kenapa kamu memanfaatkan christian… Kenapa…?” erangku dengan suara parau.. “sebetulnya, aku sudah bulat untuk mencoba melupakanmu selamanya, meskipun sulit, tapi asal aku berusaha pasti ada jalan.. Aku teringat christian… Aku menyuruhnya datang kemari… Aku sudah berusaha untuk menyayanginya.. Menjadikan ia sebagai pengganti dirimu… Aku berusaha untuk menumbuhkan rasa cinta padanya.. Ibarat sambil menyelam minum air nik… Ia lah yang bisa membuat aku melupakan perasaanku padamu.. Namun ketika aku mendengar waktu malam itu kamu bercerita tentang gaun astri yang begitu ia inginkan.. Walau hatiku masih kecewa, aku ingin memberikan kamu hadiah terakhir dariku, sebelum aku benar benar pergi dari sini, meninggalkan bangka bersama christian… Aku ingin melihat kamu tersenyum walaupun cuma sebentar….” janter berhenti sejenak, menyusut hidungnya yang penuh, lalu melanjutkan penjelasannya. “besoknya aku cari bridal yang kamu ceritakan itu, aku mengaku sepupumu, ingin memberikan kamu hadiah, aku tanya pada pemilik bridal itu tentang baju yang kamu maksudkan itu… Aku punya tabungan yang lumayan cukup untuk membayarnya.. Dan aku meminta pemilik bridal itu bersumpah tak akan memberitahumu perihal ini… Ia pun mau berjanji.. Tapi malam ini semuanya jadi kacau.. Christian memeriksa laci tempat aku menyimpan barang barang pribadiku.. Ia membaca semua tentang curahan hatiku yang aku tulis di buku agendaku.. Dan ia menemukan kwitansi ini… Ia langsung marah marah… Ia tak terima… Ia mengamuk.. Padahal aku sudah benar benar serius untuk menjadikan ia penggantimu… Tapi tak sama niko.. Ia jauh berbeda darimu.. Walau wajah kalian mirip… Tapi sifat kalian jauh berbeda… Dan sekarang aku mulai menyesali keputusanku itu….” janter menutup penjelasannya. Aku terdiam tak mampu berbicara. Sementara christian tertunduk seperti menyesali perbuatannya. badanku seolah lemas tak bertenaga, mendengar penjelasan janter membuatku jadi merasa bersalah, aku memang suka membuat kehancuran, pada hati orang yang mencintaiku, astri harus merendahkan diri bersujud pada janter, hanya demi aku… Demi mendapatkan cinta yang tak mampu ia gapai. Darma pun demikian, sakit hatinya padaku membuat ia mengeluarkan kata kata kasar.. Padahal ia hampir tak pernah memaki. Janter, terpaksa bersandiwara demi kebahagiaanku… Orang seperti apa aku ini.. Tanpa aku sadari, keegoisanku, menyeret mereka pada penderitaan. “janter… Aku minta maaf.. Ampuni aku… Ampuni aku janter…” aku terisak, bersimpuh dilutut janter. Entah karena kaget dengan apa yang aku lakukan, janter spontan langsung berdiri. “niko…. Apa apaan ini.. Tolong jangan begini nik… Aku tak mau melihatmu seperti ini… Cukup niko… Tanpa kamu minta aku telah memaafkanmu..” ucap janter dengan risau. Kemudian ia memapahku berdiri. Janter memelukku erat bagaikan sudah memendam rindu bertahun tahun. Aku balas memeluknya. Seakan akan aku tak ingin lagi lepas, selamanya aku ingin berada di tubuh hangat dan kekar ini… Aku merasa beban yang mengimpit selama beberapa hari ini perlahan lahan mulai terangkat.. “sudahlah nik… Mungkin sudah garis kita harus seperti ini…” janter membelai pipiku. “bantu aku melewati ini semua jan… Aku betul betul membutuhkanmu…” aku menahan isak agar tak sampai keluar. “aku janji nik.. Aku akan membantumu melewati ini…” suara janter terdengar mantap. Aku tatap mata tajam janter.. Menembus hingga pupilnya yang hitam legam dan bening.. Mata yang memancarkan kasih sayang.. Janter Membuat aku merasa aman bila berada dipelukannya. Janter mengajak aku duduk, sementara itu christian dengan tatapan penuh luka, menatap kami sekilas, kemudian masuk kedalam kamar tanpa mengatakan apa apa lagi. Terdengar pintu kamar di banting keras keras. Janter hanya menarik nafas dalam dalam. “niko.. Kamu sudah tahu apa yang aku rasakan, aku mohon kamu bisa berpikir jernih.. Kembalilah pada astri… Dia lebih membutuhkanmu saat ini… Teruskan pernikahan kalian… Aku hanya meminta ini padamu nik…” kata kata janter bagaikan duri yang menusuk hatiku. “bagaimana dengan kamu jan..” tanyaku pilu. “aku tak selemah yang kamu kira nik.. Aku pasti bisa melalui semuanya.. Aku janji..” “kita tetap bersahabat kan… Tolong jangan pergi jan.. Bagiku cuma kamu satu satunya yang membuat aku masih semangat…” “aku janji nik.. Bahagiakan astri, bahagiakan mamamu.. Papamu… Beri mereka cucu yang mereka dambakan.. Aku yakin kamu pasti bisa… Kamu adalah niko yang hebat yang akan selalu ada dihatiku…” aku terharu mendengar kata kata janter.. Namun aku merasa lega, aku tahu walaupun antara kami berdua tak mungkin bersatu, namun cinta itu tetap terbingkai kokoh di hati kami berdua. “iya jan, aku akan menikahi astri, aku harap kamu datang.. Berikan aku kekuatan.. Hanya itu yang aku minta padamu..” aku memohon. “aku janji nik.. Aku akan datang….” “terus.. Bagaimana dengan christian… Kasihan dia jan.. Dia tak bersalah.. Kita tak boleh melibatkan orang lain untuk turut merasakan sakit karena kita…” “aku akan meminta maaf padanya.. Aku tak tahu apa dia bisa mengerti.. Apapun yang ia lakukan.. Aku akan terima… Aku memang salah…” janter seperti termenung. Aku pun ikut terdiam bersama janter.. Selama beberapa menit, hanya suara televisi yang menayangkan iklan mengisi kebisuan kami. mama membangunkan aku pagi pagi sekali, rasanya malas sekali turun dari tempat tidur, suasana begitu dingin.. Tapi aku paksakan juga.. Aku turun ke bawah. Kesibukan sudah mulai terlihat, didapur.. Bibi, mak wo, mak su, mama, tanteku, sibuk menyusun tissue diatas piring, ada yang mengiris kue, memasak rendang, lempah kuning rusuk sapi, dan macam macam hidangan, sepupu sepupuku, mengeluarkan kursi kursi sofa ke tanah, hingga rumahku terlihat lebih lengang. Karpet beludru di hamparkan diatas lantai. Sementara itu, beberapa orang tetangga sedang menyusun telur hias untuk khataman, telur itu berwarna warni, ditempatkan pada wadah berbentuk keranjang kecil berwarna warni, disangkut pada sebatang lidi kabung yang dililit dengan kertas emas. Kemudian ditancapkan pada sebatang pohon pisang yang telah dipotong diletakan pada sebuah dulang tembaga. Begitu ramai, Begitu semarak, bagaikan kuntum bunga warna warni. Jam setengah sembilan akad nikah aku dengan astri.. Iya.. Ini hari jumat, hari ini aku akan mengucap ikrar sebagai suami.. Rasanya aku bagai mimpi.. Saat berjalan pun tubuhku seakan akan tak menginjak lantai. Aku sangat gemetar. “hei, calon pengantin… Mandi dulu..!!.. Jangan bengong, nanti kesiangan..” tegur edo, anak tanteku yang datang dari luar kota. Aku cuma tersenyum.. Di luar, yoga dan beberapa tetanggaku yang cowok, sedang menyusun kursi dibawah tenda yang sore kemarin dipasang. Cuma dua kapling, karena ini cuma acara ijab kabul, cuma tetangga dan saudara saja yang diundang. Aku beranjak menuju dapur. Mamaku hilir mudik seperti orang yang kebingungan. Sibuk sekali mama, lepas dari memeriksa buah buahan diatas meja saji, ia langsung balik ke dapur, membawa sebaskom udang goreng pedas, kembali lagi mengambil piring oval, menyusun lauk pauk dan menghiasinya dengan bunga yang bermacam bentuk terbuat dari sayuran dan buah buahan.. Stress rasanya otakku melihat keramaian seperti ini. Aku mau kembali kekamar, tiba tiba mama melihatku, “niko.. Kamu itu kok masih santai santai saja… Ayo buruan mandi… Sebentar lagi keluarga astri sudah datang loh… Ayo cepat cepat bersiap siap lah nak… Aduh.. Bagaimana sih kamu niko…” mama setengah panik, langsung mendorongku menuju tangga.. “iya… Iya… Ma.. Sabar dikit kenapa sih… Aduh mama ini… Kayak kebakaran kutang aja…” dengan kesal aku kembali ke kamar. “dibilang orangtua malah ngeyel lagi… Ayo buruan.. Mau nikah kok kayak mau kesekolah aja.. Tak takut telat..” seloroh mama setengah tertawa. Cepat cepat aku masuk kamar, daripada mama meneruskan nasehatnya. Bisa bisa habis tiga bab, materi etika yang ia paparkan. Aku mandi dan sekitar setengah jam.. Mandi sebersih bersihnya.. Tak lupa mandi wajib. Kan hari ini aku musti mengaji. Mengucapkan ijab kabul, masa dalam keadaan tubuh tidak suci. Setelah itu aku ganti pakaian, mengenakan beskap hitam, celana bahan warna hitam, kemeja dalam putih lengan panjang, sepatu hitam dan kopiah… Aku pandangi cermin yang merefleksikan bayangan tubuhku. Wajah yang agak ragu, tubuh gamang, aku jadi gemetaran.. aku turun kebawah, semua persiapan mama telah selesai, sudah rapi seluruh ruangan, di ruang tamu, sudah disusun bantal lantai bersarung beludru merah tua, dan sebuah meja pendek,.. Beberapa bapak bapak sudah datang.. Ada juga kerabat kerabat yang tidak menginap, suasana riuh rendah orang orang yang mengobrol. Kakiku jadi gemetaran, sekarang sudah hampir jam delapan, tinggal menunggu astri datang bersama keluarganya. Mataku berkeliling mengitari ruangan, melihat apakah penghulu dari depag sudah datang. Sayup sayup telingaku menangkap bunyi tabuhan rebana.. Dan nyanyian kasidahan.. Rombongan keluarga astri sudah datang. Bergegas semua orang berdiri, juru foto berlari ke depan jalan bersama dengan juru kamera.. Mama menarik tanganku, bersama papa kami keluar menyambut astri.. aku berjalan dengan diapit mama dan papa, dibelakang kami, rombongan penyambutan ikut berjalan dibelakang kami. Astri dan orangtuanya berjalan pelan mendekat ke kami. Cukup panjang rombongan mereka. Penabuh rebana masih bernyanyi lagu kasidah dibelakang mereka. Setelah dekat, astri menyalamiku sambil mencium tanganku, kemudian menyalami dan mencium tangan papa dan mama. Akupun menyalami kedua orang tua astri serta mencium tangan mereka. Kedua orang tua kami saling bersalaman juga. Setelah itu, aku dan astri berjalan berdampingan menuju kerumahku, diiringi oleh kedua orangtua kami serta rombongan yang tadi mengantar. Kami masuk kedalam rumah. Aku dan astri duduk dilantai, beralaskan bantal beludru. Penghulu duduk didepan aku dan astri, papa astri duduk disamping penghulu, papa mamaku dan mama astri duduk dibelakang kami. Sebagai saksi, pamanku dan kerabat keluarga astri. Papa astri sebagai wali nikah. Sebelum proses ijab kabul, aku dan astri khatam al quran dulu. Selesai khatam, Astri meminta izin untuk menikah denganku, pada papanya. sesuai instruksi yang diarahkan oleh penghulu. Menjelang ijab kabul dilaksanakan, penghulu memberikan nasehat perkawinan, aku diam mendengarkan semua wejangan standard itu. Cukup lama, membuat aku jadi makin gemetaran. Setelah selesai, ia mengeluarkan beberapa kertas dokumen yang harus aku dan astri tandatangani. Tak dapat aku ceritakan betapa jantungku berdebar bagaikan ombak menghantam karang. Mas kawin berupa al quran dan seperangkat alat sholat yang telah dibungkus dalam keranjang, dibentuk menyerupai masjid, buah karya lady’s bridal diletakkan mama diatas meja, beserta sepasang cincin kawin yang diletakan dalam kotak beludru merah berbentuk kuntum mawar. “bagaimana, sudah bisa dimulai sekarang akad nikahnya..?” penghulu bertanya pada papa astri. “iya…lebih cepat lebih baik..” jawab papa astri. “saudara niko ikuti kata kata saya..” penghulu itu menatapku. Aku diam konsentrasi mendengarkan kata kata penghulu. Ia mengucapkan beberapa kalimat, aku mengikutinya. “sekarang jabat tangan mertuamu..!” perintah penghulu itu. Keringat dingin merembes dari pelipisku, aku jabat tangan papa astri. Semua tamu diam, yang terdengar hanya suara penghulu. “saya nikahkan engkau niko deswara bin zaldy setiadi dengan ananda astri kamaratih binti abbas hardadi dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan perhiasan emas 24 karat seberat 50 gram dibayar tunai…!” ucap penghulu itu dengan tegas. “saya terima nikahnya astri kamaratih binti abbas hardadi dengan mas kawin tersebut tunai.” aku menjawab dengan suara yang aku buat tegas. “bagaimana sah..?” pak penghulu mengitari pandangan kepada semua tamu. “sah..” semua menjawab.. Termasuk papa astri dan papaku. “sekarang tukar cincin..” aku mengambil sebentuk cincin dalam kotak dan memasangkan di jari manis astri, demikian pula astri memasangkan cincin yang satunya di jariku.. Mata astri merah, ia terharu.. Entah kenapa aku juga rasanya ingin menangis, tapi aku tahan. Astri mencium tanganku. Dadaku terasa makin sesak. “sekarang kedua mempelai, menyalami orang tuanya..” perintah penghulu itu. Astri mencium tangan kedua orang tuanya. Kemudian papa dan mamaku, aku mencium tangan papa dan mama. Mama langsung memelukku sambil menangis terharu. Kemudian aku menyalami kedua orangtua astri. Suasana haru dan bahagia aku rasakan begitu kental saat ini, astri tak dapat menahan tangisnya. Setelah itu aku dan astri berdiri berkeliling menyalami semua tamu yang ada didalam rumah. Tokoh agama dan para tamu pria melantunkan marhabah. Membuat jantungku bergetar. Juru foto dan video shooting mengabadikan setiap moment tanpa ada yang terlewati. Tamu tamu diinstruksi oleh panitia bagian dapur untuk menyantap hidangan yang mama siapkan tadi. Ucapan selamat dari teman temanku dan teman teman astri yang datang, bagai tak henti henti. Aku berjalan keluar rumah, melihat janter sedang duduk dikursi bawah tenda. Ia seperti melamun. Aku hampiri janter. Ia berdiri begitu melihat aku. “selamat ya nik… Sekarang kamu sudah menjadi suami astri.. “ ucapnya dengan suara bergetar, matanya agak merah. “terimakasih jan.. Maafkan aku ya… “ rasanya ingin menangis.. Astri mendekati kami berdua. Janter menyalami astri. “selamat ya as.. Jaga niko baik baik..” “terimakasih juga kak… Maafkan astri ya kak… Doakan agar aku dan niko diberi kemudahan menjalani rumah tangga kami.. Juga untuk pengertian kakak..” ucap astri pelan.. Janter hanya mengangguk lemah. “jan, makan dulu yuk..” ajakku. “iya nik.. Temani aku ya..” aku memandang astri sebentar, ia menganggukkan kepala sambil tersenyum. Kemudian aku mengajak janter ke meja saji, aku cuma makan sedikit, rasanya nafsu makanku agar kurang. Demikian juga janter, sedikit sekali ia mengambil makanan, kucing pun mungkin lebih banyak porsinya ketimbang dia. Aku duduk dibawah tenda bersama janter, makan dalam kebisuan. Tak dapat aku gambarkan perasaanku saat ini.. Senang karena semua sudah selesai, kuatir membayangkan hari hari yang akan aku jalani setelah ini.. Sedih karena aku pasti akan kehilangan janter.. Asing dengan predikat baru sebagai seorang suami. Takut bila aku tak bisa memuaskan astri.. Makanan yang aku kunyah terasa bagaikan duri di mulutku. Ternyata.. Menikah itu akan terasa lebih menentramkan hati apabila kita memang benar benar mencintai orang yang kita nikahi. Saat ini yang penting mamaku sudah merasa bahagia.. Aku hanya bisa berusaha untuk menjaga dan menyayangi astri secara wajar. PESTA Setelah semua tamu pulang, aku ganti baju, turut membantu sepupu sepupuku membereskan rumah, menggulung karpet karpet, menyusun kembali kursi kursi ditempat asalnya.. Mengatur hiasan dan dekorasi kembali pada tempatnya. Astri bergabung dengan para wanita, mereka membereskan dapur. Semua kerabat kami menyukai astri, ia langsung akrab dengan saudara saudara mama dan papa. Astri memang supel, ia juga ramah, jadi tak susah baginya untuk mengambil hati siapapun. Beberapa dari kerabat kami, langsung berbenah siap siap untuk pulang, mamaku masih menahan mereka, tapi mereka bersikeras tetap pulang, aku mengerti, pasti mereka masih banyak urusan lain. Aku berterimakasih dan menyalami mereka. Tak lupa aku mengingatkan mereka agar datang ke pesta resepsi hari minggu ini. Entah kenapa rasanya tubuhku capek tak, padahal aku tidak bekerja keras. Astri sepertinya sudah selesai membantu mama, ia menghampiri aku sambil mengeringkan tangannya dengan lap. “abang, kelihatannya abang capek, mendingan istirahat saja dulu.. Aku masih mau membantu mama..” kata astri dengan lembut, ia meletakan lap diatas meja kemudian merangkul tanganku mengajak ke kamar. Astri memanggil aku abang, bukan kakak lagi.. Ia juga sudah memanggil mamaku dengan sebutan mama, bukan tante lagi. Aku berjalan naik ke tangga, menuju ke kamar, diantar astri.. Beberapa sepupuku yang usil meledek kami berdua. Mereka tertawa tawa. Wajah astri memerah karena malu. Aku pura pura mendelik melihat mereka, untuk menutupi grogi yang aku rasakan. Mungkin mereka pikir aku mau belah duren. Gilaaaa… Ya…! Siang siang gini. Sampai didalam kamar, aku langsung berbaring di tempat tidur. Astri ganti baju didepanku. Aku sempat terperangah kaget, memalingkan muka ke lain, aku lupa kalau sekarang, antara aku dan astri sudah tak ada lagi batas, jadi tak ada yang perlu aku sungkan lagi. Astri tertawa melihatku. Melihat dia cuma mengenakan bra dan celana dalam, terus terang membuat aku agak galau. Aku belum merasakan getaran seperti yang aku rasakan saat melihat janter atau darma mengenakan celana dalam. Astri mengganti dengan baju rumahan. “bang, aku ke dapur dulu ya.. Abang istirahat dulu..” ujar astri sambil menghampiriku dan mencium pipiku. “iya dik.. Abang capek banget, tak apa apa kan abang tidur dulu..” “iya bang… Met tidur ya sayang..” balas astri sambil keluar dari kamar. Aku masih terbaring selama setengah jam sebelum akhirnya betul betul tertidur. ******* astri membangunkan aku jam tiga. “bang, bangun…saatnya sholat..” aku bergerak dengan malas.. Saat melihat astri duduk ditepi ranjang.. Aku langsung tersentak, cepat cepat bangun.. “loh… Sejak kapan kamu disini..mama dimana…? Aku terbelalak menatap astri. “huh abang… Lupa ya.. Sekarang kan astri sudah jadi istri abang.” astri pura pura merajuk. Aku tertegun.. Iya benar, aku sudah menjadi suaminya sekarang. “maaf ya dik.. Abang lupa.. He..he.. Soalnya belum terbiasa.. Makanya abang kaget..” aku tersipu sedikit malu. “tidak apa apa bang.. Mandi gih..!!” “iya dik.. Tunggu sebentar..” aku bangun lalu kekamar mandi. Astri merapikan seprei. Setelah mandi dan wudhu. Aku sholat ashar bersama astri. Selesai mengucapkan salam, astri beringsut ke arahku kemudian mencium tanganku. Aku merasakan getaran dan kesejukan seakan menerpa hatiku.. Suatu awal.. Tak sehoror yang aku bayangkan. Bersama astri aku turun ke bawah.. Mama sedang duduk didepan televisi bersama beberapa saudara kami yang belum pulang. Aku bergabung bersama mereka. Ngobrol ngobrol sejenak. Astri pergi ke dapur membuatkan kopi untuk kami. Mama tersenyum simpul.. Impiannya mendapatkan menantu perempuan yang rajin, cantik, pintar, baik, sudah terwujud. Sekarang astri pindah dirumahku. Kamarku menjadi kamar bersama. Aku harus lebih berhati hati, karena kamar itu sekarang tak bisa lagi untuk menyimpan barang barang pribadi yang tak diketahui oleh astri, sejak sebulan yang lalu, laptop yang menyimpan ratusan file foto dan film gay sudah aku delete. Semua dvd gay sudah aku bakar. Aku tak boleh lagi menyimpan sesuatu yang berbau gay dikamar kami.. Terlalu berbahaya. Aku harus mempunyai wibawa seorang suami, aku sekarang harus bisa mengarahkan astri sebagai seorang isteri yang baik. Aku rasa itu tak sulit mengingat astri memang sudah memiliki sifat baik. “bang, nanti agak sore kita ke lady’s bridal, ada beberapa urusan yang masih harus dibahas, tadi tantenya nurmi telpon.. Ia menyuruh kesana. Astri memberitahuku. “iya dik.. Sebentar lagi ya.. Kamu ganti baju lah dulu, nanti abang nyusul.” jawabku. Yoga cekikikan mendengar aku dan astri memanggil abang adik. Aku cubit pinggang yoga dengan kesal. “sudah.. Jangan menggoda terus, nanti kualat baru tau…” tegur mama pada yoga. “iya mak ngah.. Maaf hehehe cuma bercanda aja..” kilah yoga sambil diam diam memonyongkan mulutnya meledekku. Astri naik kekamar, mengganti baju. Aku pergi kedapur mengambil minum. Dari jendela dapur aku melihat janter sedang duduk merenung dibawah pohon. Ia duduk diatas rumput sambil menengadah menatap langit. Ingin rasanya aku menghampirinya, janter.. Kamu pasti sedang memikirkan aku.. Maaf membuat kamu menderita… Ini bukan keinginan hatiku.. Aku beranjak mengambil gelas, tak boleh terus menerus menyesali nasib, hidup harus dijalani.. Walau penuh tantangan harus dilalui. Aku yakin asalkan berusaha, aku bisa membunuh perasaanku. Demikian janter, seiring waktu berlalu aku yakin ia akan melupakanku.. Aku ikhlas kamu dengan christian. Kamu berhak untuk merasakan bahagia. seisi rumah sudah tidur, sudah jam sebelas malam sekarang, astri sedang menonton sinetron dikamar. Aku duduk ditempat tidur, pura pura membaca majalah. Padahal pikiranku sedang berkecamuk, rasanya begitu cepat waktu berlalu, tak terasa sudah larut malam. Aku harus siap siap, sebentar lagi aku akan melaksanakan kewajiban pertamaku sebagai seorang suami, untuk memberi nafkah batin pada astri. Aku tak bisa menghindar, aku harus berusaha semampuku agar astri tidak kecewa. Sinetron yang astri tonton selesai, Televisi sudah dimatikan, astri berdiri, berjalan menghampiriku, naik keatas ranjang, berbaring disampingku. Aku diam pura pura asik membaca, astri bergeser lebih dekat padaku, tangannya menarik buku yang aku pegang. “bang, malam ini astri ikhlas serahkan seluruh jiwa dan raga astri untuk abang, astri ingin berbakti dan melaksanakan kewajiban kita sebagai suami isteri..” ucap astri pelan, suaranya terdengar bergetar. “iya dik.. Semoga kita bisa melakukannya dengan baik.. Abang minta jangan kecewa andai abang tidak memuaskan, abang agak capek…” aku meminta pengertian astri, aku lihat astri mengangguk. Dengan tangan gemetaran, aku lepaskan baju tidur merah tua yang dipakai astri, kulitnya yang lembut langsung terasa hangat ditanganku, bagaikan satin. Astri pun gemetar, ternyata ia juga kuatir, bukan hanya aku saja. Astri menjulurkan tangannya mencari sakelar lampu duduk, terdengar suara ‘CKLIK’ ruangan langsung redup. Aku sentuh leher jenjang astri dengan bibirku. Ia meremas punggungku. Nafasnya tak teratur, sementara itu tanganku meraba punggungnya, melepaskan kaitan bra yang ia pakai, tubuh astri mengejang liar. Begitu bra terlepas, sepasang payudara membusung didepanku.. Yang seumur hidup baru sekali ini aku lihat sedekat ini dengan mataku. [kecuali waktu masih bayi waktu menetek dengan mama. Itu kan aku nggak ingat.] aku tak merasakan getaran apa apa… Tapi aku bisa melakukannya, walaupun tanpa gairah meledak, tak sulit untuk memberi astri rangsangan… Meski aku cuma merasa tawar, bagi astri, sentuhan sentuhan yang aku lakukan, membuat ia merasa terbang. Aku memulai pelajaranku yang pertama. ******* aku tak bisa tidur sedikitpun. Astri memeluk tubuhku, ia tidur dengan ekspresi bagai orang sedang tersenyum. Kepalanya berbantal bahuku. Aku telah berhasil melakukannya. Astri sangat bahagia, waktu melepaskan keperawanannya tadi, ia sempat menjerit tertahan, aku sempat panik. Namun ia tetap menarik tubuhku untuk terus melanjutkan. Selaput dara nya berhasil aku tembus.. Darah mengalir, darah pertama isteriku menjadi wanita sejati, pertamanya aku juga berperan sebagai suami dikehidupan nyata. Ada rasa haru, bahagia, senang, tak terlukiskan dengan kata kata.. Aku berhasil melakukannya tanpa ada kesulitan, walaupun tanpa hasrat meletup, ini adalah suatu awal yang baik. Astri menangis bahagia. Memeluk tubuhku. “semoga benih yang abang semai malam ini akan menjadi buah cinta kita….” ia berbisik ditelingaku, dengan linangan air mata haru. Aku mengangguk dan mencium keningnya. Pagi pagi sekali astri sudah bangun, aku pura pura tidur. Aku dengar ia mandi, kemudian berpakain dan turun ke bawah. Padahal baru jam setengah lima pagi. Aku turun dan kekamar mandi, aku juga harus membiasakan diri bangun pagi, aku harus memberi contoh yang baik pada astri, aku malu kalau tak bisa mengimbanginya. Aku mandi junub, membersihkan badan. Setelah berpakaian, aku turun ke bawah menyusul astri. Masih sepi, mama dan papa pasti masih tidur, demikian juga saudara ku yang menginap. Terdengar denting gelas di dapur. Astri sedang mencuci piring. Aku melihat dari pintu, ia tak menyadari aku mengawasinya. Lincah sekali tangannya mengerjakan pekerjaan dapur. Tak lama lama, semua piring telah bersih, nasi di rice cooker sudah matang, ia juga merebus air, semua pekerjaan yang biasanya dilakukan mama. Ia babat habis. Bisa aku bayangkan betapa senangnya hati mama melihatnya nanti. Pelan pelan aku hampiri dia, aku peluk dari belakang. Aku kecup pipinya. Astri agak kaget, kemudian tertawa senang begitu menyadari itu aku. “wah… Yang jadi pengantin baru… Mesra amat..” terdengar suara dibelakang kami. ++++ Ia tersenyum senang melihat aku dan astri yang tersipu malu. “ah mama.. Ngagetin aja..” aku melepaskan pelukanku dengan wajah memerah. “tak apa apa nak, mama bahagia sekali melihatnya.. Ini yang mama harapkan, kamu mendapat istri yang kamu cintai..” “mama kok sudah bangun…?” “tadi mama mendengar suara suara di dapur, jadinya mama terbangun.. Rupanya kalian berdua.. Mama pikir tadinya kucing..” ujar mama geli. “mama bisa aja..” timpal astri malu. Mama mengedarkan pandang ke sekeliling dapur, tertegun sesaat. Wajah mama berseri seri. “kamu mengerjakan semua ini sendirian… Jam berapa kamu sudah bangun as..?” tanya mama sedikit heran. “jam setengah lima ma..” “yang benar…?” “iya ma.. Astri sudah biasa gini dirumah.” “lain kali, kamu jangan ngerjain sendirian… Mama sangat menghargai semua… Jangan sampai kamu capek as.. Kita bisa sama sama, kamu sekarang putri mama, jangan merasa sungkan atau tak enak hati disini, ini juga rumahmu sayang…” tegur mama lembut. “astri senang melakukannya ma.. Bagi astri, tak ada yang lebih membahagiakan dari mengurus rumah tangga, melayani suami.. Aku menyayangi mama seperti mama kandung sendiri… Tak apa apa ma, jangan kuatir, di rumah pun, astri udah biasa gini…” jelas astri. “niko betul betul beruntung mendapatkan isteri seperti kamu nak… Mama juga senang punya mantu kamu.. Semoga anak mama bisa membahagiakan kamu ya nak.. “ mama terharu. Aku tersenyum pada mama, semua terasa makin mudah bagiku. Perasaan sayang mulai tumbuh, semoga ini akan terus berkembang. ******* astri tidur siang, mungkin karena capek.. Aku tak tahu apa yang harus di kerjakan, dari pada bengong dirumah, mendingan aku ke rumah janter, ngobrol dengan janter. Sampai dirumah janter, suasana agak sepi, apakah janter sedang keluar.?.. Aku coba mengetuk pintu. Tak lama pintu terbuka, wajah janter nongol dari balik pintu. “eh niko, masuk bro.. Kirain siapa…” “kok sepi jan, yang lain pada kemana..?” tanyaku sambil masuk ke dalam. Aku tercengang melihat tumpukan dus dus yang sudah tersusun rapi Terisolasi. “kamu… Mau kemana…jan..?” aku bertanya dengan bingung. “berkemas kemas nik… Aku mau kembali ke medan..” jawab janter ringan. “tapi.. Kenapa…?” “tak kenapa kenapa nik… Tak ada lagi yang aku tunggu disini….” ucap janter murung. “kamu mau meninggalkan aku lagi jan…” “bukan begitu nik… Aku ingin menata lagi kehidupanku dari awal.. Membuka lembaran baru, kamu sudah menikah sekarang… Aku ingin kamu bahagia.. Dengan adanya aku disini, kamu tak bakalan tenang, ini demi kebaikan kita berdua…” jelas janter parau. Aku termangu tak dapat berkata. Cuma diam menatap wajah janter, tampak lelah, sedih.. “kamu jangan sedih ya nik… Karena inilah jalan yang terbaik bagi kita…” janter mengulangi kata katanya. “christian bagaimana jan..?” akhirnya aku bisa juga berbicara. “dia sedang menemani namboru ke pasar, mencari oleh oleh untuk kami bawa ke medan..” “apakah kamu memilih dengan christian..?” tanyaku hati hati.. “entahlah nik… Lihat bagaimana nanti saja… Aku minta maaf ya, gara gara pertengkaran kami, kamu kena pukul christian…” janter tak enak hati mengingat kejadian kemarin dulu. “sudah lah jan, itu sudah berlalu.. Dikenang juga tak berguna… Aku minta maaf ya.. Sampaikan pada christian, aku minta maaf juga sama dia…” “christian juga bilang, kalau ketemu kamu, dia minta maaf, aku sudah menjelaskan padanya… Sekarang ia sudah mengerti…” “jan, kapan rencana kamu berangkat..?” “kalau tak ada halangan, hari senin, aku, christ, dan namboru berangkat..” jawab janter. “lalu, bagaimana dengan barang barang kamu yang ada dirumah ini..?” “tolong kamu jual, kalau ada yang mau beli, kita masih tetap kontak kok nik… Aku minta bantuan kamu. Nanti kamu transfer saja uangnya..” kata janter sambil memandang alat alat rumahnya yang semua serba baru. “lalu, mengenai gaun dan jas itu.. Untuk sekarang jujur masih banyak pengeluaran.. Aku belum bisa bayar sekarang…” aku teringat. “ssst…. Itu jangan dibahas lagi, itu memang untuk kamu dan astri, sebagai hadiah pernikahan kalian… Aku ikhlas kok nik… Aku bahagia, bisa melakukan sesuatu untuk kamu… Semoga kalau kau memandang jas dan gaun itu, kamu akan mengingat, bahwa dihatimu pernah ada aku.. Demikian juga aku akan terus mengenang kamu sampai ujung hidupku.” urai janter penuh kesedihan. “terima kasih jan.. Aku janji.. Kamu akan selalu ada dihatiku.. Walaupun kita tak bisa bersatu, namun hatiku selalu untuk kamu.. Biarlah cinta ini aku kenang, sebagai hal terindah yang pernah hadir dalam hidupku..” aku mengusap pipiku yang mulai basah. Janter menghampiriku, kemudian memeluk tubuhku dengan erat. Tubuhnya terguncang dalam pelukanku. “aku mencintaimu jan….” aku berbisik. “aku juga mencintaimu nik..” balas janter. “aku mohon kamu mau datang di pesta pernikahanku walau cuma sebentar..” “aku janji pasti datang nik..” tiba tiba pusing menyergap kepalaku, sakit sekali rasanya.. Tubuhku menjadi lemas. Aku terkulai, untung janter masih sempat mendekapku. ******* aku terbangun karena air dingin mengalir lewat mulutku masuk ke tenggorokanku. Aku memandang janter yang bersimpuh disampingku dengan wajah yang sangat kuatir, christian dan namboru janter duduk dikursi yang ada didepanku. Mereka juga tampak cemas melihatku. Aku bangun dengan malu, janter menarik gelas berisi air putih yang ia pegang di mulutku. “aku tadi kenapa jan..?” tanyaku lemah. “kamu terlalu capek nik.. Kamu pingsan..” jelas janter. “maaf ya jadi ngerepotin kalian…” aku memandangi mereka satu satu. Namboru janter senyum, demikian juga dengan christian. “tak apa apa niko, lebih baik kamu sekarang pulang, istirahat yang cukup, besok kamu harus punya stamina yang kuat, jangan sampai pingsan seperti ini lagi di pesta.” namboru janter menasehatiku. “iya tante.. Terimakasih ya…” aku berdiri. “nik… Apa perlu aku antar ke rumah…?” tanya janter masih dengan nada benar. “tak apa apa jan, aku sudah kuat kok, aku bisa sendiri, makasih ya…” “nik… Masalah kemarin aku minta maaf ya..” tiba tiba christian menghampiriku. Lalu meraih tanganku.. Aku mengangguk sambil tersenyum. Namboru janter juga ikut senyum.. Apakah ia tahu aku bertengkar kemarin… Ah mungkin itu cuma perasaanku saja.. Aku berjalan pulang ke rumah, hatiku masih sedih memikirkan janter akan pergi jauh.. Ia akan kembali ke kampung halamannya yang jauh… Entah kapan aku bisa bertemu ia lagi.. Semua kenangan indah kami berdua hanyalah tinggal kenangan.. Aku tak bisa melakukan apa apa… Tak bisa menyeret janter dalam kesedihan lagi, aku tak bisa egois, aku telah memilih astri, aku tak bisa serakah.. Mereka bukan patung, mereka punya hati.. Tak semua yang kita inginkan terwujud.. Apa yang diberikan tuhan pada kita adalah yang terbaik untuk kita.. Segala rencana yang diatas pasti ada hikmahnya. Tidak boleh berburuk sangka.. Ada perjumpaan pasti ada perpisahan.. Kalau bukan jarak dan waktu, pasti kematian yang akan memisahkannya.. Itulah ketetapan yang tak dapat di tawar tawar lagi. Didunia ini tak ada yang kekal.. Darma pun tak ada kabar lagi sekarang.. Cuma patung kristal berbentuk kuda meringkik yang jadi kenangan terakhir dia.. Akan selalu aku jaga.. Akan tetap aku rawat, seperti selama ini darma menjaga dan merawatku, disaat saat aku lemah, sakit, tak berdaya… Dimanapun saat ini darma, aku hanya berharap yang terbaik selalu datang padanya. Cukuplah aku mimpi buruk yang masuk dalam hidupnya. Orang sebaik darma aku yakin akan mendapatkan yang terbaik.. Tuhan akan menjaganya. Semoga darma bahagia. ******** “nah, sekarang coba kamu pakai baju mirah ini, asisten tante nurmi yang dulu pernah membantuku mencoba jas di lady’s bridal. Aku pakai baju mirah, busana pengantin adat bangka belitung, yang berwarna merah terang, berbentuk seperti jas selutut, lengan panjang berbahan beludru halus, yang dihiasi mote dan payet warna emas, dibagian tepi itu di kelilingi motif pucuk rebong berbentuk segitiga. Warna emas. Hingga kebagian leher. Bagian depan bermotif bunga kenanga dan melati. Ciri khas busana adat pengantin dibangka. Kopiah bermotif sama, warna merah, berlilitkan bantalan bundar, hingga membentuk bagai sorban. Setangkai bunga bersepuh emas tertancap diatasnya. Gantungan mirip bandul lempeng berbentuk motif pucuk rebong, dengan untaian mutiara emas bergoyang goyang di tepi kanan kepalaku hingga menutupi telingaku. Aku merasa bagaikan panglima di kerajaan bangka jaman dulu. Wajahku telah di bedak agar terlihat lebih segar, lipstik warna bibir juga dioles tipis agar penampilanku makin wah. Tanpa terkesan seperti banci. Aku sudah siap sebagai pengantin yang sebentar lagi akan menuju ke gedung bersama astri, aku keluar dari kamar, orang orang yang menungguku berdecak kagum melihat penampilanku, doni menepuk bahuku dengan akrab, yoga sepupuku dan yang lain telah berkumpul di depan. Mama berdiri bersama papa, di ruang tamu. Papa memakai beskap hitam, mama sangat cantik mengenakan baju kebaya, rambutnya di sanggul rapi, wajah mama dirias, membuatnya terlihat muda, bagaikan seorang ibu suri, yang hendak mengantarkan putera mahkota ke singgasana. “ayo,.. Sekarang sudah jam delapan, kita ketempat astri sekarang..” kata mama agak panik.. “iya ma.. Jam sebelas undangan pasti mulai berdatangan, jangan sampai terlambat…” jawabku menghampiri mama. Papa dan mama menggandeng tanganku menuju mobil, papa duduk didepan disamping yoga yang menyetir, aku dan mama duduk di belakang. Kami menuju kerumah astri sekarang, untuk menjemput mempelai wanita. Sejak tadi malam astri aku antar pulang, agar ia bisa siap siap dirumahnya. Tak beberapa menit kami tiba dirumah astri, ramai sekali disana.. Iring iringan mobil kami berhenti, aku membuka pintu mobil dan keluar, papa dan mama menuntunku berjalan menuju ke depan rumah astri yang telah berdiri tenda megah memanjang. Mama dan papa astri menggandeng astri, aku terpana melihat astri, bagaikan tak mengenal wajahnya.. Betapa cantiknya dia.. Balutan busana adat mirah yang ia pakai, dengan hiasan bunga emas yang ramai diatas kepalanya, dibatasi oleh paksian. wajahnya dirias tebal namun sangat cantik.. Astri melangkah dengan pelan, karena lilitan kain cual berwarna merah dengan bordiran benang emas membuat ia terlihat berkilau. Tamu tamu berdiri untuk menghormati kedua mempelai. Aku dan astri. Aku menghampiri astri, kemudian kami berdiri bersisian, berjalan menuju mobil sedan yang dihias dengan pita dan karangan bunga. Sopir membuka pintu bagi aku dan astri, kami berdua masuk kedalam. Astri masuk dengan hati hati, karena bunga emas yang ada diatas kepalanya itu lumayan tinggi. Setelah kami berdua sudah duduk, sopir kembali menutup mobil. Semua kerabat keluargaku dan keluarga astri masuk kedalam mobil masing masing. Mama, papa, tante mul, dan om abbas masuk kedalam satu mobil tepat dibelakang mobil pengantin. Tanpa membuang waktu lagi kami segera meluncur menuju ke gedung. Aku menggenggam tangan astri yang di pacar, dengan ukiran bunga, mirip …….tato berukiran bunga, berwarna kuning kunyit. Mobil yang membawa kami telah sampai didepan pagar gedung, sopir berhenti, kemudian turun, membuka pintu mobil disampingku dan astri. Aku dan astri turun, aku berdiri menggandeng tangan astri menunggu orangtua kami turun. Setelah itu kami melangkah menuju ke gedung. Jalan yang ada di gerbang, didepannya berdiri paragola berbentuk hati, terbuat dari rangkaian bunga mawar warna merah sebagai pintu masuk, karpet beludru sepanjang dari paragola hingga ke pintu gedung, terbentang. Begitu langkah kami sampai diatas karpet, terdengar bunyi tabuhan gendang, akordion, gitar dambus, dan alat musik tradisional, mengiringi tarian lima orang penari, tari sekapur sirih, lima penari yang bergerak gemulai seiring lantunan musik itu masing masing membawa wadah kuningan berisi kelopak bunga, dan beras kunyit.. Masih dalam gerakkan tariannya mereka menaburkan kelopak bunga dan beras kunyit ke sepanjang jalan yang akan kami lalui.. Ledakkan confietti sempat membuat aku kaget.. Pita halus berwarna warni, dan kertas krep berhamburan diatas kami, seakan akan bagai hujan bunga turun diatas kepala kami tanpa henti.. Penari memberi jalan bagi kami untuk masuk, mereka mengiringi kami hingga ke pelaminan. Semua tamu berdiri, begitu banyak tamu yang datang.. Aku dan astri melangkah diantara mereka sambil tak henti henti menebarkan senyum. Dekorasi lady’s bridal telah berdiri megah, pelaminan jati berukir warna emas, dengan kursi jati besar berukir, beralaskan bantalan beludru warna merah, bagaikan baju pengantin yang aku pakai. Aku duduk dikursi yang agak panjang, astri duduk disampingku, mama astri dan papanya duduk di kursi sampingku, mama dan papaku duduk dikursi sebelah astri. Perasaanku tak dapat aku gambarkan dengan kata kata. Tamu tamu memandang kami tersenyum, semua memberikan restu untuk aku dan astri. Lampu sorot kuning keemasan yang menyinari pelaminan tempat kami bersanding agak membuat pandanganku silau. Tema pesta pernikahan seribu bunga, benar benar pas, tenda dengan plafon pita merah dan emas membentang sepanjang gedung. Semua kursi tamu berwarna merah, dekorasi bernuansa merah dan emas membuat gedung ini terlihat meriah. Air mancur bergemericik di taman bunga mini yang tepat berdiri di depan pelaminan. Suara musik ringan mengalun disetiap sudut ruangan. Dari penyanyi yang cukup terkenal di bangka.. Kami sengaja telah mengatur agar lagu yang dibawakan sesuai dengan tema pesta, lagu romantis. Diseluruh ruangan gedung ini bertaburan bunga dimana mana.. Penari kembali menari untuk menghibur para tamu. Aku memandang seluruh tamu, walau agak bergetar nervous, tapi aku sangat senang, tak kusangka kebahagiaan menjadi raja dan ratu sehari bersama astri begini rasanya. Aku mencari cari sosok janter diantara para tamu, namun sepertinya ia belum datang. Tapi namborunya sudah duduk dibarisan depan. Para tamu yang baru datang, antri mengisi buku tamu. Juru kamera dengan lampu sorotnya mengabadikan moment ini, kilatan lampu blitz sesekali memancar, membuat mataku silau. Beberapa tamu menghampiri kami, aku dan astri berdiri demikian juga kedua orang tua kami. Mereka menyalami kami dan mengucapkan selamat menempuh hidup baru, aku dan astri mengucapkan terima kasih. Setelah itu aku duduk lagi. Rasanya agak gelisah, menunggu kedatangan janter.. Hari inilah terakhir aku masih bisa melihatnya, sebelum besok ia pulang kembali ke kampung halamannya. Tamu sudah semakin ramai, lebih dari separuh kursi sudah terisi, baik didalam gedung maupun di tenda luar gedung. Meja meja panjang tempat makanan untuk para tamu, diletakan pada sudut sudut yang strategis, semua sudah diatur oleh tantenya nurmi. Pondok pondok berisi makanan tradisional, dan buah buahan berdiri di luar dan dalam gedung, dijaga para pagar ayu dan pagar bagus yang mengenakan baju adat yang kompak, berwarna senada, pagar ayu disanggul, dirias cantik, pagar bagus memakai baju telok belanga dan stanjak. Warna emas. Mereka nampak sibuk melayani para tamu, dengan gesit sesuai dengan tugas yang telah dibagi waktu susunan rapat panitia. Pandanganku tetap lurus ke depan. Kearah pintu masuk, berharap melihat janter datang. Namun sudah satu jam duduk di pelaminan ini belum nampak juga batang hidungnya. Aku jadi kuatir janter tak datang, bagaimana kalau dia tiba tiba berubah pikiran, pulang hari ini… Sekilas aku seperti melihat darma.. Namun lampu blitz menyilaukan mataku, saat aku melihat ketempat tadi, darma tidak ada.. Rupanya itu cuma ilusi saja.. Aku jadi keringatan, suasana ramai dan berisik ini membuat aku agak lelah.. Padahal ac dalam ruangan sudah di switch ke level terdingin. Aku kembali berdiri, barisan tamu berdiri memanjang untuk menyalami kami. Tanpa konsen aku menyalami dan tersenyum pada para tamu, sembunyi sembunyi aku mencari janter diantara bahu para tamu yang berbaris. Disudut paling ujung di samping speaker, aku seperti melihat darma lagi, namun aku tak bisa melihat dengan jelas, karena tamu sudah tak sabar menyalami kami. Begitu ada kesempatan mengintip, tak ada lagi sosok yang aku kira darma tadi. Kenapa aku jadi berhalusinasi seperti ini.. Sudah jam setengah duabelas, janter belum datang, aku makin kuatir, kepalaku jadi agak pusing, aku tak mungkin menyusulnya di rumah.. Ada apa sih dengan janter, aku berdoa semoga tak seperti yang aku pikirkan. Aku sangat berharap masih bisa melihat janter. Jangan sampai ia pergi tanpa pamit.. Tapi namborunya ada disini, berarti janter belum pulang. +++ EPILOG. Tangan kekar menangkapku sebelum aku jatuh.. Pandanganku masih berkunang kunang, tapi aku masih sadar ketika ia memapahku duduk dipelaminan. Aku membuka mata dan memandang wajah darma.. Memang benar itu darma, aku tidak berhalusinasi, ternyata darma datang dipesta pernikahanku. Kapan ia tiba di bangka.. Kenapa ia tak menghubungiku.. Mama yang tadi sempat panik menghampiriku. Tamu tamu sebagian berdiri melihat aku dengan penasaran, namun para panitia segera menenangkan tamu tamu, mengatakan kalau insiden tadi cuma aku terlalu capek, jadi aku tersandung karpet hingga nyaris jatuh, kalau tidak demikian, bisa dipastikan pesta ini bakalan kacau. Astri menatapku dengan kuatir, ia berbisik. “abang kenapa, mukanya pucat begitu.. Apa tadi pagi abang belum makan. Aku menggeleng sambil memaksakan senyum. “sudah dik, mungkin cuma kurang tidur semalam, memikirkan pesta ini. Aku balas berbisik. “ehmmm….” darma berdehem, aku langsung berdiri, teringat ia menunggu untuk menyalamiku. Astri juga ikut berdiri. “selamat ya nik… Semoga rumah tangga kalian berdua terwujud menjadi keluarga sakinah, mawardah dan warahmah…” darma menyalami aku dan memberikan kata kata ucapan selamat. Aku membalas salam darma. “terima kasih sahabat.. Semoga kamu juga cepat mendapatkan isteri…” darma cuma mengangguk.. Aku bisa melihat luka yang dalam terpancar dari tatapan matanya. Nurmi berdiri disamping darma, menyalami aku, dan memberikan selamat. Janter dan christian berdiri sedang menyalami papa dan mama astri, kemudian janter menjabat tanganku erat.. Agak lama dia menjabat tanganku, hingga christian menyentuh pinggangnya, mengingatkan masih ada banyak orang yang antri ingin memberikan ucapan selamat. Setelah menyalami aku, christian dan janter kembali ke kursi tamu. Darma dan nurmi duduk di kursi tamu barisan depan. Demikian juga janter dan christian. Aku memandang mereka dari pelaminan tempat aku duduk. Darma sedang asik berbincang dengan nurmi, sementara janter balas memandangku dari tempat ia duduk. Hari ini semua perasaan berkumpul jadi satu dalam hatiku, bahagia, senang, sedih, ingin menangis, kehilangan, dan macam macam lagi.. Hingga jam dua pesta berakhir.. Kami kembali kerumah. Aku tak melihat lagi darma. Ia pulang tanpa pamit, cuma janter dan christian yang aku lihat, karena sebelum pergi mereka kembali menyalamiku dan pamit pulang. Malam hari, pesta dilanjut di rumah astri, ia mengenakan gaun yang di berikan oleh janter, betul betul cantik ia memakai gaun itu. Bak seorang puteri, gaun itu mengembang bagai kelopak bunga lily, undangan yang datang tak kalah ramai dengan tadi siang. Janter datang tanpa christian. Ia tersenyum lebar melihat aku dan astri mengenakan baju yang ia beri.. Aku mengedipkan mata pada janter. Pesta malam ini lebih santai, aku dan astri tidak mesti terus duduk di pelaminan, kami berkeliling menerima salam dari teman teman akrabku dan astri, pesta malam ini memang sengaja di khususkan untuk teman teman kami. Semua ikut bahagia menikmati pesta ini. Saat aku mau mengambil gelas di meja saji, tiba tiba bahuku di tepuk dari belakang. Aku berbalik, ternyata darma.. “nik, boleh aku bicara sebentar…” pinta darma padaku. “boleh dar, kita duduk disana saja ya…” ajakku sambil menunjuk ke sudut ruangan. “boleh…” jawab darma sambil mengikuti aku berjalan. Aku mengambil bangku disudut ruangan yang agak sepi, darma ikut duduk disampingku. “ada apa dar…” tanyaku agak penasaran. “aku minta maaf kata kataku kemarin yang kasar.. Tak seharusnya aku terlalu emosi..” darma menunduk, suaranya terdengar sedih. “jangan di ingat lagi dar, aku tahu semua kemarahanmu itu karena kamu menyayangiku..” “iya nik… Hingga saat ini aku tak bisa berhenti mencintaimu.. Walaupun kamu telah menjadi milik astri.. Entah kenapa hatiku tak bisa ikhlas… Aku menderita tiap malam bila ingat kamu nik…” ucap darma dengan jujur.. Aku terdiam, menatap darma, aku berpikir mencari kata kata yang tepat untuk menjawabnya. “aku minta maaf ya dar, semua jadi begini.. Aku melakukan kesalahan yang besar, aku berdosa padamu,.. Aku tak punya pendirian, aku egois… Kamu adalah sahabat dari aku masih kecil.. Aku ingin selamanya kita akan terus jadi sahabat.. Terlepas dari perasaan yang ada di hati kita masing masing.. Takdir menetapkan aku harus menikah dengan astri, bagaimanapun aku menolak, ia tetap menikah denganku.. Seberapa besar cinta antara kita… Tak mungkin bisa bersatu dalam ikatan pernikahan.. Kamu sudah punya nurmi. Aku yakin, gadis sebaik dia, asalkan kamu berusaha, seperti yang saat ini aku lakukan.. Rasa cinta itu akan muncul, walaupun memakan waktu. Demikian juga dengan rasa cinta yang bisa luntur seiring waktu…” jelasku panjang lebar memberi semangat untuk darma… Padahal hatiku pun saat ini begitu sedih.. “iya nik… Sekali lagi selamat ya… Besok aku kembali ke palembang nik… Aku memutuskan pindah disana.. Aku akan membeli rumah dipalembang.. Dibangka tak ada lagi yang aku tunggu dan harapkan….” “kalau itu yang terbaik… Lakukanlah dar, jangan lupa hubungi aku disini..” “tidak nik.. Aku tak mau tahu nomor telponmu dan kamu tak usah menghubungiku.. Bantu aku untuk melupakanmu. Ini pertemuan terakhir kita.. Aku janji tak akan pernah menemuimu, sebelum perasaan cintaku benar benar telah hilang.. Tapi itu rasanya tak mungkin. Aku tahu aku takkan pernah berhenti mencintaimu. Aku pulang dulu ya nik… Selamat tinggal…” darma berdiri kemudian keluar dari rumah tanpa melihat aku lagi.. Langkahnya begitu pasti. aku memandang kepergian darma, aku ingin berteriak memanggilnya, namun kerongkonganku rasanya bagaikan tercekat.. Darma tak menoleh lagi ke belakang walau untuk sekilas, ia seperti ingin menutup kisah sedih yang selama ini menghantuinya. lututku gemetar.. Mengingat kata kata darma tadi, ia sudah dengan jelas mengatakan kalau ia tak mau lagi menghubungiku. Suara musik dan hingar bingar pesta malam ini tak bisa aku nikmati lagi. Jiwaku terasa kosong. Ya tuhan… Kenapa aku tak bisa meminta agar aku tak kehilangan siapapun, baik janter maupun darma. Namun kini mereka akan pergi, jauh meninggalkan aku, membawa hati yang terluka.. Masing masing ingin menata kembali hidup mereka yang pernah aku buat kacau. Aku merasa begitu sepi, merasa sendiri, angin yang menerpa terasa begitu dingin. Dari jauh aku melihat astri sedang bersama teman temannya.. Mereka tertawa tawa. Begitu bahagia. Aku hanya bisa menatap mereka dengan pandangan kosong, ironis… Dihari yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan ini.. Aku malah kehilangan kedua orang yang ada di hatiku, mereka dua orang yang aku sayangi… Aku cintai… Aku sakiti… Dan aku kecewakan. Setelah sekian lama aku terdiam, hanya termenung.. Tiba tiba tanganku di tarik oleh astri, entah sejak kapan ia menghampiriku, aku tak tahu. Aku tatap wajah astri, bagaikan melihat sungai yang teduh dan tenang, aku jadi sadar. Aku tak boleh mengulangi kesalahan yang sama.. Cukup darma dan janter yang kecewa. Sekarang aku masih punya astri, walaupun tak sebesar perasaan sayang terhadap darma dan janter. Aku akan berusaha untuk mencintainya. Karena ia adalah isteriku. Aku berdiri tersenyum menggandeng tangan astri, mengikutinya menemui para tamu. Aku harus bangkit juga.. Tak boleh terpuruk, ini pestaku, aku harus menikmatinya… Aku ikut bergabung dengan para tamu.. Kami tertawa tawa, bercanda, menikmati pesta ini. Pesta yang tak setiap hari aku alami. Walau masa depan penuh tantangan menunggu di depan mata. Aku akan hadapi dengan tegar. Astri adalah perempuan yang aku yakin mampu mengisi hari hariku agar terasa lebih ringan. Para teman teman bersorak sorak saat lagu yang agak ngebeat di dendangkan penyanyi di panggung. Mereka menyuruh aku mencium astri. Aku diam agak bingung menatap astri, demikian juga aku lihat astri tersipu malu. Segera aku raih tubuh astri dengan lembut aku tahan tubuhnya agar setengah terbaring, kemudian aku kecup lembut bibirnya.. Astri terpejam, membalas kecupanku dengan lembut. Astri berbisik. “aku mencintaimu bang…” aku tersenyum. Para teman teman kami bersorak sorak.. Musik masih mengalun, pesta belum usai. Semoga masih ada pesta pesta yang lain dalam hidupku. Aku butuh lebih banyak lagi pesta. Hidup ini memang suatu pilihan, diantara pilihan pilihan yang sulit. Apapun yang kita pilih dan tak kita pilih, membawa suatu kebajikan ataupun keburukan. Pilihan yang kita tempuh. Harus kita jalani dengan ikhlas karena itulah pilihan hidup kita. Dan aku yakin inilah pilihan yang paling benar. Untuk aku. Untuk keluarga. Untuk semua pihak. Untuk masa depan cerah. ~~~~~~~~*********~~~~~~~~~
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
