Bab 1. Aww sakit, Baby!

5
9
Deskripsi

"Hmm. Iya begitu, good terus naik keatas." Axelle tampak memejamkan matanya, la begitu menikmati perlakuan lembut tangan wanita cantik di hadapannya itu.


 

"Hmm. Iya begitu, good terus naik keatas." Axelle tampak memejamkan matanya, la begitu menikmati perlakuan lembut tangan wanita cantik di hadapannya itu.

"Udah ya, Prof. Saya capek!" renggek wanita itu. Tapi, meski begitu ia tetap menggerakkan tangannya keatas dan kebawah sesuai perintah Axelle.

"Apa? tadi kamu panggil apa?" sentak Axelle tidak terima. Ia tidak suka jika wanita itu memanggilnya dengan sebutan 'Prof' saat mereka tengah berduaan seperti sekarang ini. 

"Minta dihukum lebih ya, kamu rupanya!!!" ucap Axelle dengan menundukan sedikit kepalanya, guna melihat wajah wanita cantik yang tengah berada di bawahnya ini. "Lebih cepat, Baby!" Titah Axelle dengan tegas. la pun kembali memejamkan matanya erat.

Wanita itu pun mendengus sebal, dengan gerakan cepat dan kasar ia  kembali melakukan hal itu lagi. bahkan kali ini gadis cantik berambut  panjang itu, terlihat sedikit menekan bagian 'itu' serta mencabut beberapa bulu halus yang tumbuh disana. "Daddy, segini kurang kenceng nggak?" tanya wanita itu. Ia lalu beringsut dari duduknya dan berjalan perlahan menuju ranjang.

"Aww– sakit, Baby." Axelle meringis merasakan sakit pada bagian itu. Tak lama pria itu pun terlihat mengelusnya pelan.

"Seharian ini aku capek banget. Tapi, Daddy malah hukum aku suruh mijitin kaki, Daddy," dengus wanita itu sebal, la lalu mencebikan bibirnya kesal. Kini posisi gadis itu sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Axelle ikut merebahkan tubuhnya di samping Arra, lalu pria itu menyelipkan lengan kanannya dan menarik pelan kepala gadis itu untuk dijadikan bantalan tidur.

"Kenapa tadi cuekin, Daddy?" tanya Axelle lalu membelai pelan sisi wajah gadis cantik itu.

Arra mendengus pelan. "Daddy pikir aja sendiri!" sungutnya kesal, ingin melepaskan diri. Tapi, Axelle sudah keburu memeluk tubuh mungilnya dengan erat.

"Kamu pikir Daddy dukun. Bisa tahu isi hatimu, tanpa kamu cerita." Axelle menggelengkan kepalanya heran.

Memang ya kaum wanita itu aneh dan susah di tebak. Bukan menjelaskan duduk permasalahanya malah menyuruh kaum pria itu untuk mencari jawabannya sendiri. Dan jika tebakannya itu salah, sudah pasti kaum wanita tambah murka di buatnya.

"Tau ah, aku kesel." Wajah Arra masih merengut kesal, bahkan bibirnya sudah manyun sejak tadi.

Axelle tersenyum geli menatap wajah Arra yang terlihat menggemaskan itu, karena tidak tahan pria itu pun langsung mencium bibir gadis itu dengan gemasnya. Awalnya memang hanya kecupan saja. Tapi, seperti biasa Axelle tidak pernah puas ia selalu ingin melakukan hal lebih pada tubuh gadis itu.

Alhasil kini Axelle pun dengan penuh kelembutan memegang erat tengkuk leher Arra, dan bibir pria itu dengan terampil mulai memagut, melumat dan menghisap benda berbentuk kenyal itu dengan gerakan yang menggoda lagi penuh hasrat.

"Eugh." 

Arra melenguh lirih kala Axelle dengan sengaja menggigit bibir bawahnya, dan sudah pasti hal itu membuat Arra membuka mulut nya sedikit lebih lebar lagi.

Hap!

Dengan cepat Axelle kembali melahap habis bibir Arra. Mengajak gadis itu bertukar saliva, Arra si gadis penurut pun langsung mengikuti kemauan Axelle dan dalam hitungan detik Arra sudah berhasil membalas ciuman memabukkan Axelle dengan tak kalah ganasnya. Keduanya terus melakukan pergulatan lidah hingga lima menit lamanya. Sampai Arra yang mulai kehabisan nafas pun langsung menepuk dada bidang Axelle, berharap pria itu segera melepaskan tautan bibir keduanya.

"Why, Baby?" tanya Axelle dengan suara yang serak akan makna. 

Pria itu terlihat keberatan dan seolah masih ingin terus memagut bibir semanis cherry itu.

"Daddy, Stop it!" kata Arra dengan deru nafas yang masih terengah-engah, persis seperti ikan yang kekurangan air untuk bernafas.

"I can't stop, and keep wanting more," ujar Axelle dengan tegas.

Sejak kejadian malam itu, harus Axelle akui bahwa ia tidak bisa lepas dari bayang-bayang tubuh indah Arra. Segala sesuatu yang menyangkut gadis cantik itu selalu membuatnya candu.

"One more time please!"

Kalimat tersebut bukan kalimat meminta izin, melainkan sebuah kalimat perintah yang wajib dan harus Arra turuti. Ya, Axelle si pria arrogant apapun yang ia inginkan harus segera diwujudkan, tidak boleh menolak apalagi membantahnya.

"Daddy, aku mau."

Ucapan Arra terputus karena ulah Axelle yang tiba-tiba menyerang bibirnya lagi. Dan ya Arra pun hanya bisa pasrah, dari pada mengelak dan membuat pria itu marah lebih baik Arra ikut menikmatinya kan.

Axelle mulai membawa Arra menikmati arus ciuman panas ini. Gadis itu sendiri tambah bersemangat dan terlihat mulai mengalungkan kedua tangannya ke leher kekar Axell, sesekali jemari lentiknya mengusap-usap dengan lembut surai hitam tebal milik pria itu.

Nafas Axelle semakin memburu. Rupannya hasrat dalam dada pria itu kembali menggebu, ia menginginkan hal yang lebih dari sekedar ciuman. Dan benar saja jari-jari tangannya yang besar itu mulai turun ke bawah dan mulai memainkan kancing kemeja Arra dan berniat ingin membuka nya secara perlahan. Namun, sayang belum sempat hal itu terjadi Arra lebih dulu mendorong erat tubuhnya setelah mendengar suara nyaring pada ponselnya yang terus berdering sejak beberapa menit yang lalu.

"Shit!" 

Axelle mengumpat kesal karena kegiatan menyenangkannya di ganggu. Pria itu beringsut dari atas tubuh Arra dan memilih bersandar pada kepala ranjang, sambil memijat pelan dahinya yang mendadak pusing.

"Sebentar ya. Aku angkat telepon dulu."

Arra pun bangkit dari tidurnya, sebelum beranjak pergi ia pun menyempatkan diri mengecup bibir Axelle sekilas, sebagai bentuk permintaan maaf gadis itu. Setelahnya Arra melangkahkan kakinya dengan terburu menuju balkon.

"Halo," sapa Arra pertama kali.

"Dimana?" tanya seorang pria di seberang sana dengan nada yang terdengar begitu galak dan tegas. "Cepat pulang!" titahnya kemudian.

Arra pun menggigit bibir bawahnya panik. Selain Axelle, Arra pun begitu takut akan pria yang menelpon nya ini. Jantung gadis itu pun berdetak lebih kencang, ia gugup dan khawatir. Haruskah kesenangan yang selama ini ia tutupi dengan rapar terbongkar begitu saja.

"Ada apa, Bang?" tanya Arra mencoba menetralkan rasa gugupnya. Meski sebenarnya ia sangat panik.

"Baby, kenapa lama sekali?" 

Axelle bersuara cukup kencang, hingga membuat pria di seberang sana mendengar suaranya. 

"Siapa dia, Arra?" tanya pria itu dengan geramnya.

"Bukan, Bang. Hmm itu suara tv, iya tv," sanggah Arra dengan dada yang berdebar hebat. Jelas sekali Arra takut jika pria di seberang sana menjadi murka.

"Oke. Pulang sekarang. Papi sama mami nungguin kamu dari tadi. Apa perlu Abang jemput?" 

"Nggak usah, Bang. Oke aku pulang sekarang." 

Setelah mengatakan hal itu Arra langsung menutup panggilan telepon itu secara sepihak lalu memasukkan ponselnya itu ke dalam saku celananya.

"Come here, Baby!" 

Axelle melambaikan tangan kanannya, meminta Arra untuk mendekat. Arra pun mengangguk patuh, dan langsung mendudukkan dirinya tepat di pangkuan Axelle.

"Daddy," panggil Arra pelan dengan suara yang mendesah manja.

"Hmm. Iya?" 

"Malam ini aku nggak bisa bobo sama Daddy. Ada something dan ya aku harus pergi," ujar Arra sambil mengusap dada bidang Axelle dengan lembut, berharap pria itu memberikannya izin.

"No!" tolak Axelle dengan tegas.

"Why, Daddy? Hanya malam ini. Please," pinta Arra dengan raut wajah memelas.

Mata Axelle sedikit memicing dan menatap tajam Arra, lalu berkata. "Apa kamu ingin menemui pelanggan mu yang lain?" geram Axelle dengan kesal dan raut wajah yang terlihat begitu marah.





 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Bab 7. Martabak Tahu, Dari Cinta Pertama
5
4
Ah sialan! rutuk Melvin kesal. 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan