0. Leila dan Alatas Membuka Portal

18
8
Deskripsi

Tugasku cuma satu: menjaga tombol portal agar tidak ada yang menekannya.

Kesalahanku juga cuma satu: mengajak Alatas bersamaku.

0. Leila dan Alatas Membuka Portal

Tugasku cuma satu: menjaga tombol portal agar tidak ada yang menekannya.

Kesalahanku juga cuma satu: mengajak Alatas bersamaku.

Begitu dia masuk menyusulku, hal pertama yang dia lakukan adalah menduduki panel kendali dan menyentuh tombol itu sambil bertanya, “Apa, nih?”

Lalu, dia memencetnya.

Portal teleportasi buatan NC yang belum stabil seketika terbuka dan menyedot kami ke dalamnya.

***

Kalian pasti bingung kenapa tiba-tiba kita ada di situasi ini. Biar kujelaskan dari awal.

Jadi, suatu hari, aku bertengkar dengan ayahku. Aku kabur dari rumah. Lalu, aku terkubur di reruntuhan. Lalu, Alatas mengeluarkanku ....

Sebentar. Sepertinya aku mundur kejauhan. Baiklah, biar kuulang.

Jadi, suatu hari, aku berpikir, bagaimana ya kalau semua orang di RavAges punya kehidupan yang berbeda, dan skenario macam apa yang bisa kubuat agar mereka terpental ke dunia yang ... tunggu! Ini bukan isi pikiranku! Isi pikiran siapa ini?!

Oke, sekarang sungguhan.

Jadi, ada sebuah penelitian Fervor. Yap, NC masih melakukan penelitian terhadap Fervor. Hanya saja kali ini regulasinya lebih ketat dan para Fervent tidak terlalu diperlakukan seperti hewan lagi. Kami naik pangkat dari kelinci percobaan jadi subjek hidup yang ditawari sejumlah uang atau fasilitas jika mau jadi bahan penelitian. Sungguh sebuah kemajuan.

Ini bukan sarkasme. Kalau dibandingkan dengan kehidupan yang dulu, ini memang kemajuan.

Fervent bisa tinggal di mana pun di antara manusia normal. Kami mendapat pendidikan dan pelatihan yang sesuai di dalam fasilitas yang lebih manusiawi, tidak lagi dikandangi di Herde atau Pusat Karantina. Fervent yang akan disemai biasanya bisa menandatangani sebuah kontrak atau perjanjian—bagian tubuh mana yang mereka donorkan, berapa bayaran yang mereka peroleh, dan ganti rugi macam apa yang mereka dapatkan kalau sesuatu terjadi di luar kontrak ... misal, ada yang mati. Atau, bisa juga NC memakai Fervent yang memang sudah mati atas seizin keluaganya yang masih hidup.

Nah, baru-baru ini NC membuat portal teleportasi. Coba tebak dari apa portal itu terbuat? Atau lebih tepatnya, dari siapa portal itu terbuat?

Mending tidak usah disebut, kurasa.

Masalahnya, portal itu belum stabil. Ia membuka semaunya, lokasi yang dituju suka aneh-aneh dan tidak sesuai dengan data yang di-input, kadang tidak berfungsi sama sekali. Kadang pula, alih-alih memindahkan objek yang memasukinya, ia malah memuntahkan sesuatu yang baru—orang, benda, hewan, atau apa saja yang disedotnya entah dari mana. Yang paling parah, baru terjadi semalam, hasil percobaan menunjukkan bahwa portal ini juga membuka jalur ke dunia lain.

Dunia paralel, ujar mereka.

Aku tidak tahu apa maksudnya. Satu-satunya hal paralel yang kutahu hanya rangkaian listrik.

Pokoknya, ini mengejutkan para peneliti. Menurut mereka, portal ini, dengan cara yang mengerikan, telah jauh melampaui rancangan awal pembuatannya.

Bagiku pribadi, portal ini seperti mencoba mengatakan: “Aku tidak bisa dikendalikan—berlututlah kalian di hadapan kekuatanku! Ha-ha-ha!”

Jadi, mereka hendak menyegel portal ini untuk sementara sampai ia lebih stabil, koordinatnya bisa diatur dengan benar, pemakaiaannya aman, dan sistem teleportasinya lebih sempurna.

Aku ditugasi mengawasinya, memastikan tidak ada yang mencoba memakainya atau tanpa sengaja menekan tombolnya, sampai para teknisi bisa menyegel seluruh ruangan ini. Rencananya, mereka akan tetap menyegel tempat ini sampai minggu depan—sampai para peneliti dan Fervent lain datang dari luar pulau untuk membantu menyempurnakannya.

Aku baru menjaga tempat itu selama dua jam saat pacarku menghubungiku. Saat kukatakan padanya dia bisa makan siang duluan tanpa aku, pemuda itu malah datang membawa tas piknik berisi roti lapis, setermos minuman hangat, gelas-gelas plastik, sestoples sayuran segar, dan buah-buahan yang sudah dipotongi.

Akhirnya kami piknik di luar ruangan yang kujaga.

Alatas adalah pemuda yang baik, wajahnya enak dipandang, senyumnya manis, sikapnya perhatian, tutur bicaranya lembut, dan secara umum adalah kekasih yang sempurna. Namun, Alatas juga tukang rayu kambuhan. Dia juga berbagi sel otak dengan terumbu karang dan bintang laut. Paham maksudku?

“Gajah ternyata makan rumput, ranting, dan buah-buahan,” celetuknya sampai aku batal menggigit roti lapisku, sementara dia mengunyah dengan wajah tanpa dosa. “Heran tidak, sih? Badan mereka sebesar itu meski makanannya rumput. Kucing dan anjing yang makan daging ukurannya malah tidak sampai sekaki gajah. Tapi kalau dipikir lagi, Erion makan lebih banyak daripada Truck.”

“Apa kau baru saja berkata Truck itu gajah dan Erion itu kucing?”

 Alatas melirik kanan-kiri seolah takut Truck muncul mendadak dan menginjaknya.

“Memang kau belum pernah lihat gajah sebelum ini?” tanyaku.

“Aku besar di pantai, Leila. Area pesisir dan sekitaran laut mana ada gajah. Saat aku dalam misi membersihkan Garis Merah minggu lalu, itu pertama kalinya aku lihat gajah.”

Aku tertawa. “Apa lagi yang kau lihat selain gajah?”

“Harimau dan orang utan.” Alatas menelan gigitan terakhir roti lapisnya. “Percayalah, orang utan sama sekali bukan orang. Tapi para Fervent yang hidup di sana seperti terbiasa hidup berdampingan dengan hewan-hewan itu. Kau tahu tidak, bahkan kami bertemu Brainware yang bisa memahami hewan? Tapi jangan bilang siapa-siapa. Kami tidak menulis ini di laporan. Bisa-bisa NC menyuruh kami menjemput Brainware itu untuk ... yah, direkrut.”

Beginilah Alatas. Meski kadang dia bicara hal-hal bodoh, tetapi dia tidak sepenuhnya tak berotak. Dia paham benar bahwa istilah menjemput dan merekrut dalam sistem NC sama seperti menangkap atau menculik dan dipaksa bergabung.

“Kalau itu rahasia, jangan dikasih tahu ke aku dengan mudahnya, Alatas.”

Dia menyengir. “Aku percaya padamu, sayangku.”

Ck. Apa aku sudah bilang dia juga tukang rayu kambuhan?

“Apa menurutmu Brainware-mu bisa melakukan itu juga? Bicara pada hewan?”

“Belum pernah kucoba,” kataku. “Tapi, yah, hewan punya otak. Kekuatan Brainware mencakup semua yang berhubungan dengan otak. Jadi, mungkin saja bisa. Tapi kurasa aku takkan mencobanya. Soalnya kadang aku mengadopsi beberapa sifat atau pola pikir subjek yang otaknya kumasuki. Kadang aku mengira diriku adalah mereka yang isinya kepalanya kuintip. Kau mau punya pacar yang menjilati orang-orang dan dirinya sendiri seperti kucing?”

Alatas memandangi gelas plastiknya, lalu cengiran tolol tersungging di wajahnya. Pikiran biadabnya sedemikian lantang sampai terproyeksikan langsung ke dalam kepalaku.

Kuulurkan satu tanganku dan kucengkram kedua pipinya dengan kuku-kuku jariku menancap di kulit wajahnya. “Hentikan.”

Mulutnya sampai membentuk lingkaran kecil dan bibirnya mengeriput ke depan. “M-mahaf.”

“Terima kasih makan siangnya,” kataku begitu kami selesai, lalu kubantu Alatas membereskan sisa-sisa makan siang kami dan memasukkan gelas-gelas kembali ke dalam tas piknik. “Shift-mu sudah habis, ‘kan? Kau ada rencana apa lagi setelah ini?”

“Menemanimu berjaga sampai sore?” usulnya. “Cuma jaga portal, ‘kan? Kau pasti bosan disuruh diam di sini seharian.”

Dia tidak salah. Memang akan membosankan diam di sini seorang diri sampai sore. Orang-orang yang bertugas menyegelnya baru akan datang tiga jam lagi. Semua petugas sudah dipulangkan dan beberapa petugas keamanan berjaga di luar gerbang fasilitas. Bisa dibilang, aku di sini hanya formalitas untuk skenario terburuk kalau ada penyusup tolol yang memutuskan ingin mengutak-atik portal. Penempatanku di sini juga kebetulan saja karena aku terlibat dalam percobaan terakhir portal tadi pagi.

Aku baru akan memasukkan gelas plastik terakhir ke dalam tas piknik ketika menyadari Alatas tengah terdiam mengamati portal di dalam. Alisnya mengernyit. Aku langsung tahu dia entah tengah memikirkan hal paling bodoh atau membuat pertanyaan tak terduga dalam kepalanya. Tanpa Brainware sekali pun, Alatas adalah tipe orang yang mudah dibaca hanya dari ekspresi wajah atau gestur tubuhnya.

Setelah perenungan yang cukup panjang itu, dia bertanya, “Kalau ada dua portal teleportasi dinyalakan dan dihadapkan ke satu sama lain, portal mana yang menelportasikan portal yang mana?”

Tuh, ‘kan.

“Jangan coba-coba melakukan hal bodoh,” kataku seraya mendorong tas piknik yang sudah beres ke tangannya.

“Tentu.” Dia menaruh tas pikniknya di samping pintu, lalu bergeser lagi sambil membungkuk seperti mempersilakanku masuk. “Silakan, ratuku.”

Saat melewatinya, aku memberi peringatan, “Kita hanya akan duduk di dalam dan mengobrol tanpa menyentuh apa-apa. Paham?”

“Paham, Sayang.” Alatas mengekoriku masuk. Sementara aku mencari-cari tombol lampu, pemuda itu mendadak sudah berada di sisi seberang ruangan dan dalam gelap mengira panel-panel di dinding adalah kursi panjang. Sebelum aku sempat meneriakinya, Alatas sudah menyentuh satu-satunya tombol yang tidak boleh disentuh. “Apa, nih?”

Kalian tahu kelanjutannya.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 1. Leila Mendua
17
14
“Mau lewat?” Wanita di sebelah kanan bertanya.“Jika tidak lewat, kalian akan terjebak selamanya di sini,” kata yang kiri.Wanita yang duduk di tengah mengangguk. “Kalian bisa lewat dan ikuti saja alurnya sampai kalian bisa pulang kembali.”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan