Double C: 2

1
0
Deskripsi

ıllıllı

Siapa yang tak terkejut bertemu idola di situasi yang sama sekali tidak akseptabel?

Perempuan bernama lengkap Cheara Kinandhita itu tampak amat terkesiap hingga kakinya tanpa sadar mundur selangkah. Andai tak sekuat tenaga mengendalikan diri, ia pasti akan terduduk di tanah. Cheara telah merasakan sesak sedari perdebatannya dan Masson, lantas sekarang bagai baru saja memperoleh buah tin langsung dari surga saat dihadapkan pesona sang bintang.

Kedatangan Cheara di taman kota yang terbilang sepi—terlebih di sore hari—tak lain memang mengatur agenda untuk memutuskan hubungannya dengan Masson, laki-laki yang sudah menjadi pacarnya selama setengah tahun terakhir. Niat menuntaskannya dengan cepat pun harus terhalang karena keegoisan Masson.

Kemudian, kini … Cheara berkali-kali lipat dibuat terkejut dengan pertemuannya dan Carys, penyanyi dan aktor terkenal itu. Menggumamkan nama Carys lebih daripada spontan sampai-sampai ia tidak percaya dengan nafsinya. Alih-alih mulut Cheara gatal untuk terang-terangan memuja maupun mengakui saat itu juga bahwa dirinya tidak lain dan tidak bukan adalah salah satu penggemar laki-laki itu.

“Chea, kita bisa mendiskusikannya lagi. Aku enggak mau putus!”

Lamunan Cheara buyar, kontan menoleh ke belakang dan menggeram kesal. Ia bukannya melupakan Masson, tetapi sungguh pikiran gadis itu mulai ke mana-mana. Cheara mengepalkan tangannya sembari menarik napas panjang, berusaha keras supaya bisa mengontrol diri serta berpikir realistis.

“Kamu bisa anggap aku teman.”

“Cheara, I’m sorry. Please …, give me one more change,” papar Masson bernada memohon. “You can’t leave me like that.

“Aku sudah memaafkan kamu, tapi … enggak untuk tetap meneruskan hubungan kita. We’re done,” tukas Cheara tegas.

“Tapi a—”

I say once more, we are no longer a pair of lover anymore.

“Aku akan menemui kamu nanti. Sampai jumpa, Sayang.”

Cheara mendengkus, tetapi memilih diam saat Masson akhirnya angkat tangan—pertanda menyerah—serta mulai berlalu dari hadapannya. Ia tak ambil pusing meskipun ucapan terakhir laki-laki itu penuh antisipasi. Cheara justru acuh tidak acuh mengangkat bahunya dan kembali berputar.

Kemudian, Cheara menelan saliva susah payah. Anggapan bahwa dirinya sedang bermimpi, akhirnya terbukti salah. Keberadaan sosok yang mengejutkannya beberapa saat lalu itu masih di posisi semula, sedang memandangnya dengan tatapan yang tidak dipahami maksudnya. Hanya saja, Cheara betul-betul terpaku.
 


Carys Alvarendra. Sungguh, Cheara tak mungkin salah orang lagi. Bertahun-tahun mengenali visual laki-laki itu biarpun sekadar dilihat dari segala media, tetapi ia teramat yakin bila kini sang empu tampak nyata. Di luar dari situasi yang terbilang memalukan, diam-diam Cheara mensyukuri kebetulan ini.

“Hai ….”

Cheara meremas pakaiannya, menahan diri untuk tak memekik kesenangan. Demi Tuhan, teguran ramah tersebut betul-betul tidak diduga-duga. Takut-takut salah dengar, Cheara sampai mencabau daun telinganya. Ia konstan bergeming, di mana tak memiliki keberanian untuk merespons.

“Kamu … kenal aku, ya?”

“M-maaf,” balas Cheara terbata-bata, mendadak merasa bersalah.

Senyum hangat di wajah Carys seolah-olah menyempurnakan sinar mentari yang perlahan tenggelam di ufuk barat. Laki-laki itu bangkit dari tempat duduknya, lalu pelan nan pasti melangkah—menghampiri—Cheara. Tak lupa juga Carys menanyakan alasan Cheara tiba-tiba mengutarakan penyesalan.

“Maaf untuk apa?”

“A-aku … aku mung … mungkin sudah mengganggu … privasi ka … kamu,” gumam Cheara kembali, bertambah gugup.

“Enggak, kok. Justru aku yang seharusnya minta maaf. Sorry, I saw and heard everything that was going on in here, Cheara.”

“Che … Cheara?”

“Bukannya nama kamu Cheara, kan?”

Kesekian kali Cheara tertegun. Entah apa mimpinya semalam, tetapi ia tidak mungkin memilih taman ini untuk mengatur janji bersama Masson andaikan tahu akan bertemu pula dengan Carys. Sampai tiba-tiba Carys mempertanyakan nama lengkapnya, Cheara tergabas menjawab tanpa pikir panjang.

“Cantik. Nama yang cantik … seperti orangnya.” Carys memuji tulus, senyumnya pun bertambah sumringah. “Aku Carys Alvarendra.”

“Aku tahu.” Cheara refleks mengatup mulutnya sendiri, terkejut dengan responsnya yang amat sangat berlebihan dan seolah-olah mempromosikan dirinya sebagai salah satu penggemar Carys. “M-maksudku, kamu terkenal di negeri ini.”

“Cheara.”

“Ya?”

Kali ini, kedua sudut bibir Carys melengkung sempurna dan terpantau percaya diri. “Aku pikir kita harus saling mengenal.”

Jari-jari Cheara saling memilin, sementara dadanya kian berdebar-debar. Sungguh ia tidak tahu apa yang mesti dikatakannya, sementara ucapan Carys terlalu tak disangka-sangka. Ini memang merupakan pertemuan pertama mereka, tetapi … bagaimana bisa laki-laki itu juga sudah memberikan makna terselubung lain dari pertanyaannya?

“A-aku ... a—”

Cheara bernapas lega karena kerasnya dering dari ponsel milik Carys tidak gagal membuat perhatian sang pemilik teralihkan. Masih berdiri di posisi awal, ia hanya memperhatikan gerak-gerik Carys yang terpantau jengkel hingga ogah-ogahan merogoh benda persegi panjang itu sebelum mendekatkannya ke telinga.

“Ada apa, sih, El?!”

Cheara menunduk, mengamati kakinya yang nyaris tak mampu menapak. Obrolan antara Carys dengan sosok—tak tahu siapa—itu tampak serius, sehingga ia bingung tindakan apa yang mesti diambilnya. Waktu yang tepat untuk kabur, tetapi Cheara tidak bergeser barang sejengkal.

Pikiran Cheara terbelah, antara rasa kesal karena Masson serta keterkejutan yang tidak mereda. Ia tidak paham dengan maksud semesta yang hari ini begitu lucu, alih-alih tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Tidak cukup dengan mendapati adegan mesum Masson dan perempuan lain, sosok Carys yang ditemui benar-benar mengguncangnya.

“Cheara.”

Cheara mendongak, lantas mengerjap sekali begitu suara bas Carys menyapa indra pendengarannya. Ia menahan napas, bersiap mendengarkan penuturan laki-laki tersebut. Berdiri berhadapan dengan jarak tidak lebih dari satu meter, membuat Cheara gemetar di bawah tilikan elang milik Carys.

“Hem …, maaf. A-aku … maksudku, a-ada … ada hal yang harus aku urus. A-aku … sepertinya aku harus pergi sekarang,” gumam Carys terdengar begitu enggan.

“I-iya.”

“Cheara, I hope that we have a chance to meet again. See you ….”

Kali ini, Carys terlihat seakan-akan tengah dikejar sesuatu hingga Cheara hanya bisa merespons dengan anggukan. Ia menegang begitu Carys mengulurkan tangan dan mengusap puncak kepalanya, ditambah senyum manis. Sentuhan pertama yang mungkin juga akan menjadi terakhir kali.

ıllıllı

Cheara Kinandhita, pendiri Armonia’s Dating Agency, sudah menghadapi banyak permasalahan orang perihal menemukan jodoh yang tepat. Misalnya, wajib mempunyai mobil mewah dengan harga selangit, tinggi lebih dari seratus delapan puluh sentimeter, dan yang teraneh adalah … ekhem, organ vital sesuai keinginan klien.

Cheara bahkan meringis sepanjang hari untuk memikirkan cara paling sopan demi menyanggupi permintaan kliennya bulan lalu. Untungnya, dewi fortuna masih memihak saat ada salah satu kandidat yang sempat menuliskan sesuatu—tak kalah menjijikan—dan pada akhirnya menjadi jalan Cheara mempertemukan kedua insan tersebut.

Keberhasilan Cheara sebagai miss cupid memang tidak perlu diragukan, tidak lagi dua satu pasangan yang berhasil mencapai jenjang pernikahan karenanya. Selama lima tahun berdiri, Armonia’s Dating Agency meraih lebih dari sembilan puluh enam persen ulasan positif dari para pelanggan yang puas dengan pelayanan perusahaan.

Akan tetapi, nasib baik bisnis tidak berpengaruh dengan kesuksesan sang pendiri. Perihal percintaan, Cheara terus mengalami kegagalan. Tidak hanya sekali, tetapi selalu sama pada setiap percobaan. Jangankan dirinya, teman-teman Cheara pun tampak sudah terlalu muak mengenalkan laki-laki padanya—meskipun sekadar perkenalan awal.

Selanjutnya, bagaimana Masson mengkhianatinya pun menarik Cheara sampai ke titik jenuh. Ia telah terlalu capai untuk kembali melewati segenap tahapan-tahapan yang pada akhirnya menghadapi kekandasan. Lagi pula, Cheara baru menginjak umur dua puluh tujuh tahun dan kariernya masih cemerlang meskipun tidak dengan kisah cintanya.

“Lo pasti habis halu, ya?”

Lamunan Cheara pecah, berganti decakan begitu suara Zhenya menyeruak begitu keras di telinganya. Ia memutar bola mata, jenuh dengan pertanyaan yang terus diulang oleh sahabatnya itu. Cheara bosan merespons, tetapi Zhenya tetap tak mempercayai ceritanya beberapa saat lalu. Memang mustahil, hanya saja ia tidak sedang krisis kewarasan hingga berkhayal terlalu jauh.

Cheara menyesal menceritakan pertemuannya dan Carys. Sejujurnya, pun sampai detik ini ia tak percaya sudah diberi satu kesempatan emas untuk bersinggungan tatap dengan idola sejuta umat itu. Dari kebetulan-kebetulan yang pernah dilewati, kejadian kemarin paling tak mungkin Cheara lupakan begitu saja—sampai kapan pun.

“Gue, tuh, kaget aja, Che. Gue tahunya lo, kan, mau putusin si Masson. Wajar gue sekarang kaget karena tiba-tiba lo ngaku ketemu Carys juga.”

“Ya, memang gue ketemu Carys, Zhenya. Gue juga enggak tahu tiba-tiba … gue lihat dia. Lo pikir gue enggak malu waktu tahu kalau ternyata … orang yang selama ini gue idolakan, justru nonton langsung detik-detik gue putus dengan Masson?!”

Zhenya menyipitkan matanya, lalu akhirnya mengangguk pelan. Gadis yang pagi ini memadupadankan crop top blouse warna abu-abu dan bawahan mom jeans itu lantas berdeham pelan sebelum berujar, “Berarti di balik musibah, ada untungnya. Bahkan gue rasa lo banyak happy-nya, deh, kemaren.”

“Kenapa lo bilang begitu?”

“Pertama, karena lo … bukannya sudah beberapa minggu terakhir selalu bilang bosan sama si Masson? Jadi, kemaren itu kesempatan lo banget, kan, bisa putusin dia?” Mendapati anggukan lemah Cheara, Zhenya tersenyum samar dan melanjutkan, “Kedua, walaupun waktunya memang enggak pas …, tapi gue yakin lo, tuh, senang banget habis ketemu sama Carys, kan?”

“Ya, tapi tetap aja malu, Zhen. Lo tahu gue sudah bertahun-tahun suka lihat Carys di televisi, bahkan semua media sosialnya gue ikuti. Walau pengen banget, gue sengaja enggak pengen ketemu dia kalau direncanakan kayak datang ke fan meeting, konser, dan semacamnya. T-tapi bukan berarti gue enggak mau dan … dan bukan berarti juga bakal kayak gini jadinya!”

“Lo enggak minta foto bareng, Che? Atau tanda tangan?”

“Boro-boro foto bareng dan tanda tangan, gue lihat matanya aja langsung gemetar di tempat! Gue pengen kabur, tapi juga pengen terus lihat dia!”

Kemudian, tawa Zhenya yang meledak-ledak membuat Cheara memberengut kesal. Ia menjatuhkan kepalanya ke meja, bahkan tidak bereaksi ketika seruan dari arah belakang terdengar. Tidak perlu menebak, melainkan suara Daisy—salah satu temannya selain Zhenya—yang juga mendadak menampakkan batang hidung.

“Ada apa, sih? Kok kalian ribut banget kayaknya?”

“Ini, Dai. Ada yang baru ketemu sama idolanya, nih.”

“Ha? Lo, Che?” 

Penawaran Daisy yang tampaknya serius dan kekehan geli Zhenya makin memicu Cheara kesal. Ia bertahan di posisi, masih enggan mengangkat kepalanya dan mendapati raut menggoda sepasang sahabatnya tersebut. Cheara sadar sekali bagaimana kekanak-kanakannya sekarang, tetapi terlalu sulit menghilangkan euforia atas apa yang baru saja dialaminya kurang dari dua puluh empat jam lalu.

“Lo mau gue kenalin sama Carys, enggak, Che?” Daisy kembali bersuara sesaat menempati bangku kosong di samping Cheara. “Kebetulan, nih, gue ada nomornya.”

“Nah, iya. Sudah dua minggu Daisy kerja sama di Ace Group dan kayaknya kenal sama Carys dan Elvan juga, kan, Dai?”

Jika sebelumnya terkesan mengejek, justru saat ini Zhenya terpampang semangat. Ia menepuk pundak Cheara cukup kuat hingga sang empu berdecak, lantas beralih pula memukul meja yang memisahkannya dengan kedua gadis di hadapannya. Zhenya hanya menyeringai begitu memperoleh pelototan Daisy serta erangan putus asa Cheara.

“Bisa dibilang begitu. Meskipun gue sekretarisnya Danesh, gue kenal cukup baik sama Carys dan Elvan. Secara mereka juga atasan gue.”

“Jadi perantara Carys sama Cheara, Dai. Kayaknya pertemuan mereka kemaren membekas banget. Dari cerita Cheara, gue rasa Carys tertarik sama teman kita satu ini. Coba, deh, sesekali lo jadi miss cupid buat ini anak.”

Alih-alih menyetujui ide Zhenya yang juga cepat disanggupi Daisy, Cheara justru segera beranjak. Dengan rambut yang sedikit berantakan, ia mengarahkan telunjuknya ke Zhenya serta Daisy. Tatapan Cheara pun terpantau penuh peringatan, di mana hendak menunjukkan bahwa dirinya tidak main-main.

“Jangan macam-macam, Dai. Enggak usah lo ikuti saran gilanya Zhenya.”

Zhenya, yang memproleh protes langsung dari Cheara, mendengkus. “Lo memang enggak ada terima kasihnya, ya, Che. Sudah bagus lo memanfaatkan relasi lo dan Daisy sebagai sahabat. Lo bisa minta tolong Daisy biar bisa kenal dengan Carys.”

“Sudahlah. Anggap aja gue benaran mimpi habis ketemu Carys. Gue sekarang benaran sudah muak sama cowok. Gue ogah pacaran lagi karena ending-nya akan tetap sama,” kata Cheara eksplisit.

“Yakin?”

“Ya, mulai sekarang gue malas kenal sama cowok.”

“Biasanya, itu tanda-tanda jodoh lo sudah dekat, sih, Che.”

Cheara telanjur sungkan, sehingga sahutan Daisy sekadar angin lalu baginya. Ia meninggalkan kedua temannya itu, memilih mengendap di ruangan pribadinya sambil menikmati secangkir matcha latte serta piring berisi biskuit yang sebelumnya disiapkan oleh Shine—asistennya.

Datang bulan seperti saat ini dengan mudah mempermainkan mood Cheara, jelas membuatnya mudah kesal hanya karena hal-hal kecil. Memikirkan ketidakpastian hanya membuang-buang waktu, sementara banyak yang mesti ia pikirkan. Majunya sejumlah aplikasi dating memicu kemunduran minat signifikan pada Armonia’s Dating Agency, sehingga Cheara harus memutar cara demi mempertahankan bisnisnya.

ıllıllı

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Double C: 3
1
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan