Bab 7 dan 8 ~ Lanjutkan Kisahku

0
0
Deskripsi

Pagi ini Randy datang dengan lingkaran hitam di matanya. Ia sama sekali tak bisa tidur karena menjaga mata tetap terbuka.

Mengurungkan niat, ia tak jadi nginap di kamarnya Mas Eko. Laki-laki itu baru pindah dua hari, banyak barang yang berserakan di kamar itu. Kalau Randy bersikeras, entah di mana ia akan tidur.

Makanya, ia menahan diri dan terpaksa tidur di kamarnya. Menahan ketakutan walau tak ada sosok yang datang menakutinya. Sampai pagi menjelang ia hanya merem-merem ayam, alhasil kantung mata...

Bab 7 : Mengungkap Misteri

Pagi ini Randy datang dengan lingkaran hitam di matanya. Ia sama sekali tak bisa tidur karena menjaga mata tetap terbuka.

Mengurungkan niat, ia tak jadi nginap di kamarnya Mas Eko. Laki-laki itu baru pindah dua hari, banyak barang yang berserakan di kamar itu. Kalau Randy bersikeras, entah di mana ia akan tidur.

Makanya, ia menahan diri dan terpaksa tidur di kamarnya. Menahan ketakutan walau tak ada sosok yang datang menakutinya. Sampai pagi menjelang ia hanya merem-merem ayam, alhasil kantung mata itu semakin menjadi.

Randy masuk ke dalam kelas. Menelungkupkan wajah di atas meja kecil yang bersatu dengan kursinya. Memejamkan mata sejenak sebelum Dosen datang, karena rasa kantuk yang teramat sangat.

***

“Ran! Randy!“

Laki-laki itu mengerjap, bangkit dari posisi sembari menggeliat. Menatap sekeliling, semua orang memperhatikannya.

“Dipanggil Miss Ria, tuh!“

Ia memicing, menatap siapa yang tengah berbicara padanya. Yasmin, menunjuk Miss Ria yang sedang berdiri di depan kelas.

Randy jadi gelagapan, buru-buru mengusai diri dan duduk sempurna.

“Sana! Udah ditungguin dari tadi,” ucap Yasmin memukul pelan bahunya.

“Mau ngapain?“ bisik Randy takut. Kali saja ia tadi tertidur saat Dosen muda itu tengah mengisi materi, nilainya akan terancam jelek nanti.

“Gak tahu, udah ikutin aja. Semangat, ya!“

Randy mendengkus, apalagi saat Yasmin memeletkan lidah ke arahnya. Ia melangkah gontai mengikuti Miss Ria yang kini sudah keluar dari kelas.

Miss Ria menuntunnya duduk di kantin kampus. Diam agak lama sebelum wanita itu memulai ucapannya.

“Jadi … apa yang kamu lakukan akhir-akhir ini?“

“Maksud Miss?“ tukas Randy tak mengerti kenapa tiba-tiba Miss Ria menanyakan hal itu padanya.

“Apa punggungmu masih sakit?“

Randy menaikkan sebelah alis. Darimana Miss Ria tahu kalau punggungnya sempat sakit kemarin? Apakah Miss Ria sekarang telah berubah menjadi seorang peramal.

“Jawablah Randy!“

“Ya, tapi… darimana Miss tahu?“

“Hanya menebak saja, lalu apakah kamu akhir-akhir ini sedang menulis sebuah cerita. Maksudku di salah satu media sosial seperti facebook?“

“Ha?“ Randy melongo. “Darimana Miss tahu juga?“

Ria menghela nafas, mengeluarkan ponsel dari dalam kantung roknya. “Berarti dugaanku benar, ini cerita kamu yang buat, kan?“

Layar ponsel Miss Ria menunjukkan sebuah laman sosial media milik Randy. Cerita yang ia buat beberapa hari lalu di salah satu grup komunitas menulis facebook.

“Randy, mungkin kamu akan anggap saya aneh.“ Miss Ria menurunkan ponselnya di atas meja tepat setelah Randy mengangguk, mengakui kalau akun yang menulis cerita tersebut adalah dirinya.

“Saya… bisa melihat arwah.“

Hening.

Randy diam, tak tahu harus mengatakan apa. Ia berkedip menatap Miss Ria. “Maksud Miss?“

“Ada sesuatu yang menggantung di punggung kamu kemarin. Sosok itu datang karena kamu menulis kisah tentangnya. Oleh sebab itu dia menghantui kamu, membuat punggung kamu sakit dan parahnya, karena saya yang bisa melihat makhluk itu, saya juga terkena imbasnya.“

“Jadi…?“

“Makhluk itu menuntut kamu untuk menulis kisah yang sebenarnya, yang terjadi pada dirinya karena kisah yang kamu tulis itu tidak benar.“

“Tunggu dulu! Maksudnya kisah kematian tragis sosok si wanita, dari cerita berjudul penunggu rumah kosong yang saya tulis?“

Miss Ria mengangguk. “Mungkin kamu akan kira saya gila karena menceritakan hal ini ke kamu. Tapi, sosok itu telah memberikan gambaran bagaimana kisah tragis sebelum kematiannya terjadi dan itu … berbanding terbalik dengan cerita yang kamu buat.“

Randy terbelalak. “Cerita yang saya buat ini berdasarkan kisah nyata dari desas-desus cerita rumah kosong di dekat rumah saya, Miss. Kisah tentang seorang wanita bernama Alia yang bunuh diri dan menjadi arwah penasaran karena telah berselingkuh dan video perselingkuhannya tersebar di sosial media.“

“Kamu sudah riset cerita tersebut, apakah benar-benar terjadi?“

“Saya dengar kisah tersebut dari orang-orang yang mengaku melihat bagaimana kematian Alia secara langsung.“

Ria menggeleng. “Kalau begitu kamu telah mendapat berita yang salah karena sebenarnya… Alia tidak bunuh diri.“

“Tidak bunuh diri?“ ulang Randy tak percaya. Cerita yang selama ini beredar mengatakan bahwa Alia telah selingkuh dari suaminya dan bunuh diri.

Setelah kejadian itu pihak polisi tak melakukan penyelidikan lebih lanjut karena suami Alia yang memintanya.

“Darimana Miss Ria tahu?“

“Sudah saya katakan, saya bisa melihat arwah. Mungkin ini memang sulit dipercaya Randy, tapi … arwah Alia menampakkan kisah kematiannya pada saya.“

Alis Randy berkerut. Mendengarkan cerita yang menurutnya agak janggal itu. Ya, dia memang penulis horor. Namun, kalau mendengar kisah begitu secara langsung. Rasanya agak aneh.

“Miss, gak lagi bercanda, kan?“

“Apakah wajah saya tampak berbohong?“

Randy menghela nafas. Menatap wajah Miss Ria yang tak tampak raut kebohongan di sana.

“Kalau begitu katakan pada saya bagaimana kisah kematian Alia yang sebenarnya kalau memang Miss diberi penglihatan  itu.“

“Baiklah akan saya ceritakan, tapi saya tak sepenuhnya memerintah kamu untuk mempercayai apa yang saya lihat dan percaya kalau itu benar terjadi.

Saya hanya ingin kamu mendengarkan dan berpikir lebih jernih. Karena setelahnya apapun yang terjadi itu terserah padamu. Karena sekarang arwah Alia bukan hanya mengikutimu saja, melainkan juga mengikuti saya.“

***

Randy menggeleng sembari berjalan naik menuju lantai atas dari bangunan di mana kamar kos nya berada.

Cerita dari Miss Ria terus terngiang-ngiang di kepalanya. Tentang kebenaran kisah Alia yang selama ini beredar di masyarakat.

Randy tak tahu cerita mana yang sebenarnya terjadi. Namun, kalau yang dikatakan Miss Ria memang benar kalau selama ini Alia tidak bunuh diri melainkan dibunuh. Sia-sia riset ceritanya yang memakan waktu hampir satu bulan.

Padahal saat mengunjungi rumah kosong itu untuk menganalisa data dan keterangan cerita. Randy yakin benar kalau kisah kematian Alia persis seperti yang para narasumber itu katakan.

Itu berarti pembunuhan Alia memang sengaja direkayasa sebagai bunuh diri dan ….

Akh! Randy tak ingin menduga-duga. Itu kisah sepuluh tahun yang lalu dan rumah mewah di pinggir jalan itu sudah lama tak ditempati.

Setidaknya ia merasa bersalah telah menduga-duga kematian tak wajar dari orang yang sudah meninggal hingga arwahnya bergentayangan begitu.

Satu-satunya cara adalah … ia harus memastikan sendiri kisah kebenarannya.

“Randy!“

Randy tersentak, menoleh ke belakang dilihatnya Adi sedang kewalahan naik tangga dengan banyak barang di tangannya.

“Ya ampun kupanggilin dari tadi gak nyahut-nyahut,” ucap Adi dengan nafas ngos-ngos-an.

“Ha? Masa? Aku kok gak denger?“

“Makanya jalan jangan sambil ngelamun.“

Randy menggaruk kepalanya yang tak gatal sembari cengengesan. Membantu membawakan beberapa barang Adi saat melihat pemuda itu begitu kesusahan.

“Hehe makasih, tahu aja lagi repot.“

“Biasa aja kali. Baru pulang dari kampung?“

Adi menggangguk, mengeluarkan kunci dari dalam kantung celananya. “Ibu sakit, jadi aku pulang sebentar buat merawatnya sampai abangku yang dari Kalimantan pulang buat gantian jagain.“

“Sekarang udah sembuh?“

“Alhamdulillah, Ran. Seenggakny gak separah hari pertama saat dibawa ke rumah sakit. Nafasnya sesak bahkan harus pakai tabung oksigen. Sekarang mah udah, enggak.“

“Alhamdulillah kalo gitu. Lekas sembuh, ya!“

“Aamin Ran. Oh itu taruh situ aja!“ tukas Adi saat Randy berdiri di depan pintu kamarnya dengan kardus indomi di tangan.

“Isinya makanan, Ran, kalau mau ambil aja.“

“Iya, Di. Aku taruh sini, ya!“

Adi mengangguk sembari masuk ke dalam kamar kos dan menyibakkan tirai jendela kamarnya. Sementara Randy hanya memperhatikan tak berani masuk ke dalam.

Masih segar dalam ingatannya kejadian hari itu, yang membuatnya takut untuk tidur di kos an.

“Masuk, Ran! Jangan bengong aja.“

“Gak, deh, Di.“

“Lah kenapa?“

“Lagi banyak tugas, maaf ya!“ elaknya.

“Oh, yodah, deh. Tapi ini dibawa, ya! Oleh-oleh.“ Adi menyerahkan satu bungkusan plastik ke tangan Randy.

“Makasih.“

“Sama-sama.“

Randy berbalik, jalan menuju kamarnya. Setelah membuka pintu ia meletakkan kantung plastik itu di atas meja belajar sembari mengintip sedikit isi di dalamnya.

Penganan ringan khas daerah. Randy mencomot satu dodol garut dan memasukkannya ke dalam mulut. Benaknya dipenuhi perkataan Miss Ria yang masih mengganjal. Apalagi perkataan Miss Ria terakhir sebelum keduanya berpisah.

“Saya hanya berharap kamu mau menyelesaikan cerita yang kamu buat dan teror ini akan berakhir. Sudah banyak teror yang saya hadapi karena arwah yang selalu mengusik hidup saya. Saya hanya ingin hidup tenang, Randy!“

Ia berdecak, mencampakkan bungkus dodol itu dengan asal seraya menautkan kedua tangan di belakang kepala.

Perkataan Miss Ria mengusiknya. Memang, sejak ia menulis cerita tentang Alia yang ia ambil dari kisah nyata wanita yang sudah tiada itu, dirinya mulai diganggu penampakan-penampakan seram.

Mungkin … Miss Ria juga mengalami hal yang sama dengannya. 
 

 

#####

Bab 8 : Ke Rumah Kosong

Rasa penasaran yang memuncak memicu adrenalinnya untuk mengunjungi rumah kosong yang ia jadikan bahan cerita di malam hari, walau rasa takut mendominasi.

Randy turun dari motor seraya mengacak rambut. Bangunan tua kosong berhias lumut itu tampak sangat menyeramkan saat di malam hari seperti ini.

Butuh waktu cukup lama untuk meyakinkan diri datang ke bangunan ini. Mumpung hari belum terlalu malam dan orang-orang masih berlalu lalang dengan motor dan mobilnya di jalanan. Setidaknya, malam ini keadaan cukup ramai.

Demi membuktikan perkataan Miss Ria, tentang kekeliruannya meriset data kematian sang penunggu rumah kosong dalam ceritanya. Ia tak bisa menunggu saat esok hari. Karena rasa penasaran itu sudah dipuncak bisa dipastikan Randy tak akan bisa tidur sebelum membuktikannya sendiri.

Entah hal apa yang bisa ia dapatkan di bangunan kosong ini. Namun batinnya terus berharap ada seseorang yang bisa ia temui untuk mempertanyakan kebenaran kisah rumah ini yang sebenar-benarnya.

Randy memasuki bangunan yang bahkan tak dikunci itu dengan mudah. Benar-benar rumah yang ditinggal begitu saja oleh pemiliknya. Terbukti saat Randy mendorong pintu rumah itu, keseluruhan barang-barangnya masih ada di sana.

Nyalinya ciut saat melihat lorong yang gelap itu. Tapi kalau tidak masuk ia akan penasaran setengah mati. Menetralkan debar jantung di dada, ia menepuk-nepuk senter yang ia bawa hingga senter itu hidup dan menerangi ruangan di dalam rumah.

Satu langkah kaki mengayun dengan mantap masuk ke dalam sembari cahaya senter yang ia gerakkan menuju ke beberapa bagian yang ia rasa perlu.

Cahaya senter Randy menyorot tangga menuju lantai atas rumah ini. Ada beberapa ruangan di sana, ia melangkah menaiki tangga.

“Heh!“

Deg

Langkahnya terhenti, sontak berdiri kaku.

“Heh!“

Suara itu sontak membuat bulu kuduknya meremang. Perlahan Randy mengusap tengkuknya yang terasa dingin. Melirik dengan mata ke arah kanan dan kiri, di balik  kegelapan itu tak ada siapapun.

Ia meneguk ludah dengan susah payah. Menoleh ke belakang dengan gerakan kaku. Bayangan hitam membentuk wujud manusia tengah berdiri di depan pintu rumah yang tak ia tutup tadi.

“A—astaga!“ Randy melangkah mundur, kakinya tersandung. Jatuh terduduk tepat diundakan tangga. Senter yang ia pegang telah menggelinding entah ke mana.

Sreet… sreet….

Langkah kaki yang terdengar di seret seiring bayangan hitam yang terus mendekat ke arahnya.  Randy beringsut mundur. Apalagi saat bias cahaya rembulan dari luar sana menampilkan siluet bayangan itu sedang mengayunkan sesuatu.

***

Dengan tangan gemetar Randy menerima uluran wedang jahe dari seorang laki-laki paruh baya di sampingnya. Ia menyeruput minuman yang masih mengeluarkan uap panas itu dengan nikmat.

Mengangguk sungkan pada laki-laki di sampingnya saat tak sengaja bersitatap. Keduanya duduk di dalam sebuah warung kopi yang bersebrangan agak jauh dari rumah tersebut.

“Jadi, kamu pikir saya adalah hantu?“

Randi mengangguk sembari nyengir, merasa sangat bersalah pada laki-laki di sampingnya saat ini.

“Ha ha ha … memang banyak orang-orang yang takut melihat saya saat pertama kali bertemu, apalagi saya bawa-bawa parang.“

Randy mengangguk dengan cepat. Juga suasana gelap membuatnya tak bisa melihat wajah laki-laki tua itu dengan jelas. Membuatnya terlanjur buruk sangka dan mengira itu adalah hantu sehingga menjerit ketakutan.

“Saya cuma orang yang ditugaskan untuk menjaga rumah 
dari tangan orang-orang usil yang kadang menjarah tempat ini.“

“Kalau takut dijarah kenapa rumah ini tak dikunci saja, Pak?“

“Entahlah, saya juga bingung. Yang punya rumah tak pernah memperbaiki kuncinya. Lagipula orang-orang sekitar tak ada yang berani mendekat karena kisah seram yang ada di rumah ini.

Biasanya yang suka menjarah itu orang-orang jauh, tapi mereka kadung kabur diluan dan tak dapat apa-apa karena ditakuti hantu Alia yang penasaran.“

“Kalo Bapak pernah dinampaki hantu Alia, gak?“

“Jangan ditanya!“

“Lah kenapa?“

“Sering banget, bahkan sampai terbiasa lihat arwah hantu itu berkeliaran si rumah saya. Tapi beberapa hari ini dia jarang muncul, syukurlah.“

“Ya iya, wong datangnya ke kos saya,” ucap Randy dalam hati sembari bersungut-sungut.

“Namanya juga arwah penasaran, Nak. Wajar kalau dia berkeliaran gitu.“

“Jadi, bapak percaya kalau Alia bunuh diri?“ seru Randy.

“Sst … pelankan suaramu! Alia itu sensitif, sekali saja kita ceritain kisah bunuh dirinya di bakalan muncul.“

“Benarkah, Pak?“

Laki-laki tua itu mengangguk dengan wajah yakin.

“Memangnya, kamu ini sebenarnya mau ngapain sampai datang ke rumah kosong itu sendirian, malam-malam lagi. Gak takut apa?“

“Yah, sebenarnya takut, Pak. Cuma saya berani-beranikan diri karena penasaran, soalnya salah satu teman saya yang bisa melihat 'mereka'  mengatakan kalau Alia tidak bunuh diri seperti yang diberitakan oleh orang-orang.“

“Eh!“ Laki-laki tua itu terperanjat, menatap Randy dengan alis bertaut. “Kamu serius? Jangan buat cerita bohonglah. Nanti jadi fitnah, loh.“

“Awalnya saya juga gak percaya, Pak. Makanya saya nekat datang ke rumah kosong ini dan ketemu Bapak. Jadi, Bapak gak tahu apa-apa?“

“Enggak, saya mah gak tahu apa-apa selain berita simpang siur itu.“

“Bapak … boleh tolong saya, gak?“

“Tolong apa atuh?“

“Informasi lebih lanjut tentang kematian Alia. Karena….“ Randy memajukan sedikit tubuhnya setelah menelisik tak ada orang yang memperhatikan mereka. “Saya dan teman saya telah dihantui Alia beberapa hari ini, Pak.“

“Maksud kamu?“

“Jadi gini … saya iseng-iseng nulis cerita tentang kisah Alia yang meninggal karena bunuh diri di salah satu sosial media milik saya.

Nah, sejak saat itu hantu Alia meneror saya dan teman saya yang bisa melihat makhluk tak kasat mata, yang saya bilang tadi. Dia mengatakan kalau Alia tidak bunuh diri. Katanya, Alia menuntut saya untuk menuliskan kisah yang sebenarnya.“

Lelaki tua itu kini tampak gelisah. Ia duduk sembari gerak ke sana ke mari.

“Bapak tahu sesuatu? Tentang rumah itu atau pemiliknya yang masih kerabat Alia. “ tanya Randy menangkap gerak aneh laki-laki itu.

“Ehm … sudah sepuluh tahun berlalu. Orang-orang juga terkadang melupakan kisah rumah kosong ini. Dan sebenarnya pemilik rumah itu sudah berpindah tangan. Bukan kerabat Alia lagi yang memilikinya melainkan orang lain dan saya yang disuruh jaga rumah itu. Tapi ….“

“Tapi?“

“Tapi apa, Pak?“

“Ada yang aneh dengan lelaki itu. Saya sering memergokinya menangis sendirian sembari memandangi lukisan wanita cantik di salah satu ruangan. Saya tak pernah bertanya lebih lanjut karena laki-laki itu agak aneh. Dia sering berbicara sendirian.“

“Siapa nama laki-laki itu, Pak?“

“Hilman, dia datang setiap hari sabtu.“

“Kira-kira jam berapa?“

“Biasanya sih sore, menjelang maghrib.“

Randy mengangguk-angguk. Ia kemudian bangkit dari duduknya.

“Kamu mau bertemu dia, Nak?“

“Iya, saya perlu mengambil beberapa informasi untuk melanjutkan cerita saya. Agar saya mendapat berita yang lebih jelas lagi.“

“Pak Hilman itu setahu saya tak banyak bicara, juga tak suka ditanya-tanya. Tapi terserah kalau kamu tetap mau coba. Semoga saja berhasil.“

“Baik, Pak, terimakasih. Oh, iya, nama Bapak siapa?“

“Dirman.“

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Bab 9 dan 10 ~ Lanjutkan Kisahku
0
0
Randy pulang ke kos annya dan berniat kembali keesokan harinya ke rumah itu. Ia memijit-mijit pundak yang terasa pegal. Entahlah hawanya agak aneh malam ini.Apa jangan-jangan.“Ada sesuatu yang menggantung di punggung kamu kemarin. Sosok itu datang karena kamu menulis kisah tentangnya. Oleh sebab itu dia menghantui kamu, membuat punggung kamu sakit dan parahnya, karena saya yang bisa melihat makhluk itu….Randy bergidik ngeri, menatap ke belakang punggungnya kini sembari mengibas-ngibaskan tangannya di belakang punggung. Berharap semoga tak ada Alia di sana.Kos Randy terdiri dari dua lantai dengan masing-masing sembilan kamar di satu lantai yang saling berhadap-hadapan membentuk letter U. Sementara di tengahnya ada tangga menuju kamar kos lantai dua yang berisi sembilan   kamar yang saling berhadapan juga.Begitu membuka gerbang kos mata Randy memicing melihat Adi sedang berdiri di sudut tangga sembari membelakanginya. Laki-laki itu tengah berdiam diri entah melakukan apa. Randy berjalan mendekat.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan