Bab 1 dan 2 ~ Panggilan Tak Terjawab

0
0
Deskripsi

[Riani bunuh diri]

“Demi apa?“ teriak Jessica dalam hati. Ia mendelik mengangkat kedua alis sontak bangkit dari duduknya.

Tingkahnya membuat piring dan gelas di atas meja makan berdenting. Orang tua dan Jo abangnya menoleh, menatap penasaran. Makan malam itu sedikit ricuh karena ulahnya.

“Kenapa Jess?“ tanya sang Mama dengan raut khawatir. Apalagi saat wajah Jessica berubah pucat.

“Ah, enggak.“ Gadis dengan rambut panjang yang hobi memakai bando itu menggeleng, duduk kembali di kursinya.

Jantungnya berdetak...

Bab 1 : Riani Bunuh Diri

[Riani bunuh diri]

“Demi apa?“ teriak Jessica dalam hati. Ia mendelik mengangkat kedua alis sontak bangkit dari duduknya.

Tingkahnya membuat piring dan gelas di atas meja makan berdenting. Orang tua dan Jo abangnya menoleh, menatap penasaran. Makan malam itu sedikit ricuh karena ulahnya.

“Kenapa Jess?“ tanya sang Mama dengan raut khawatir. Apalagi saat wajah Jessica berubah pucat.

“Ah, enggak.“ Gadis dengan rambut panjang yang hobi memakai bando itu menggeleng, duduk kembali di kursinya.

Jantungnya berdetak tak karuan. Pesan dari Airin, sahabatnya cukup memecah konsentrasi. Riani, Riani yang dimaksud Airin bukan Riani yang itu, kan?

Ia menggeleng, saat mendongak. Jo, abangnya menatapnya dengan curiga.

Jessica kelabakan, ia menunduk seketika, meraih sendok dan garpu. Mengaduk-aduk makanannya namun tak jua memasukkan ke dalam mulut.

“Kenapa sih Jess? Kayak orang gak tenang gitu?“ Tanya Jo yang risih melihat tingkah sang adik.

Suara Jo memecahkan kesunyian yang tercipta sejenak itu. Papa dan Mama kini mengalihkan pandangan pada anak perempuan satu-satunya di keluarga.

“Kamu ada masalah?“ ucap Papa Jessica membuka suara. Menghentikan kegiatan makannya.

“Enggak, Pa, cuma masalah tugas.“ Jessica beralasan.

“Kalo memang ada masalah, bilang aja Jess. Nanti Papa selesaikan. Masalah nilai sekolah kamu atau ada guru yang berani sama kamu?“

Jo memutar mata, sang Papa terlalu memanjakan sang adik. Bahkan urusan sekolah atau nilai yang gadis itu dapat juga mendapat campur tangan orang tuanya. Sungguh ia tak suka itu. Mentang-mentang sang Papa adalah kepala yayasan di sekolah tempat Jessica bernaung.

Sebenarnya Jo ditawari sekolah di SMA swasta yang sama seperti Jessica. Ia lebih memilih bersekolah di sekolah umum yang jauh dari kata mewah. Walaupun sempat dimusuhi sang Mama hingga berbulan-bulan. Namun, lambat laun mereka mulai menerima.

“B—bukan Pa. Masalah biasa, kok. Ehm … Jessica udah selesai boleh langsung ke kamar, gak? Ada pr soalnya.“

“Ya sudah, sana!“ ucap sang Papa. Membuat Jessica langsung bangkit menyambar ponselnya dan naik ke lantai atas tempat di mana kamarnya berada.

Jo hanya menatap penasaran. Raut wajah sang adik terlihat ketakutan. Ia menelengkan kepala, merasa heran saat Jessica menyebut pr. Sejak kapan gadis itu mau mengerjakan pr.

Ia mengangkat bahu, mengabaikan hal itu dan melanjutkan makannya kembali.

***

Jessica menutup pintu kamar, memastikan telah menguncinya. Kemudian ia berjalan menuju balkon dan memulai panggilan ke nomor Airin.

“Lo dapat kabar darimana?“ tanya Jessica sembari berkacak pinggang. Menatap halaman luas yang dihuni beberapa mobil.

“Ya ampun Jess, lo gak lihat grup sekolah. Di sana udah rame tahu!“ tukas Airin dengan geram dari sebrang telpon.

Jessika terpaku, tanpa mematikan panggilan suara. Ia membuka grup sekolah yang memang sudah sangat ramai. Ia memang mematikan notifikasi grup karena merasa terganggu dengan bunyinya. Berbagai hal dibahas di sana, dari hal yang penting sampai gak penting. Dan ia gak suka itu.

Matanya menelisik, menyapu isi chat yang di dominasi anak kelasnya. Seketika terbelalak saat sedang scroll menemukan sebuah foto.

“Aaaa …. “ Jessica berteriak kaget sembari menutup mulut. Ponselnya seketika jatuh di atas lantai.

“Jess lo kenapa? Lo gak kenapa-kenapa, kan?“ Airin khawatir dari sebrang telepon.

“Rin, R—Riani beneran bunuh diri?“ ucapnya dengan gemetar. Perlahan tubuhnya merunduk mengambil ponselnya kembali. Menggesel layar yang menampilkan tubuh Riani tengah tergantung di atas tali.

Dengan mata melotot dan lidah terjulur. Gambar itu sangat menyeramkan. Dan dapat dipastikan Jessica akan mengalami mimpi buruk setelah ini.

“Kan, tadi gue udah bilang, Jess. Lo, sih, ke mana aja dari tadi sampai gak lihat hp.“

“Rin gue perlu ketemu lo sekarang.“

“Yaelah dari tadi kami juga nungguin lo kali. Gue ngabarin lo sekalian mau bilang juga kalo kami udah di basecamp. Cepetan lo ke sini!“

“Oke, tunggu gue!“ ucap Jessica buru-buru mengambil tasnya yang tergeletak di atas meja. Lalu melesat keluar dari kamar.

“Astaga Bang Jo!“ ucapnya kaget saat Jo berada tepat di depan kamarnya. “Bikin kaget tahu!“ sengitnya dengan tatapan tajam.

“Lo habis ngapain? Muka lo pucat banget.“

“Terserah guelah! Dah, jangan ikut campur.“ Jessica mendorong bahu Jo hingga menyingkir dari hadapannya. Gadis itu berlari menuruni tangga.

“Lo mau ke mana Jess?“

“Tempat temen,” teriaknya membuat Jo memicing. Sekarang entah kenapa ia merasa curiga pada adiknya itu.

***

Basecamp yang dimaksud adalah sebuah kafe milik Ayahnya Airin. Yang lantai atasnya digunakan oleh Jessica dan gengnya untuk berkumpul.

Sesampainya di sana sudah ada Anna, Kate, Airin dan Gisele. Keempatnya duduk dengan gelas dan makanan masing-masing di hadapan.

“Sorry gue telat,” ucap Jessica mencampakkan tasnya di kursi, lantas mulai duduk di hadapan keempat sahabatnya.

“It's okay, gak telat-telat amat, kok,” ucap Kate sembari menyeruput es cappucinonya.

“Ya, santai aja!“ Gisele tersenyum sembari menatap ponselnya.

Mata Jessica memicing. Menatap satu persatu temannya yang tampak tenang-tenang saja.

“Kalian udah tahu kabar dari grup sekolah, kan?“ tanya Jessica penasaran.

“Ya, kita duluan yang tahu. Baru ngabarin lo, Jess.“ Airin membuka suara.

“Terus kenapa kalian tenang-tenang aja. Ini soal Riani, dan dia bunuh diri.“

“Gue tadi sempat khawatir, sih,” ucap Anna. Gadis dengan rambut pirang itu memelintir ujung-ujung rambutnya. “Tapi setelah gue pikirkan lagi, ya, buat apa juga. Gak penting!“

“Na! Dia itu mati gara-gara kit— mmph ….“ Airin menutup mulutnya yang tak sempat bicara lebih lanjut. “Lo apa-apaan sih, Rin! Gue belum selesai ngomong.“

“Bisa pelanin dikit gak suara lo? Kalo orang lain dengar anggapnya aneh-aneh tahu.“

“Tapi Riani mati gara-gara kita. Kita sering ngerjain plus ngebully dia.“

“Kenapa lo khawatir banget? Dia itu mati karena mentalnya lemah aja. Masa dikerjain dikit langsung bunuh diri. Udahlah gak usah ngerasa bersalah. Seharusnya kalo lo memang sepeduli itu kenapa gak dari awal? Biasanya kan yang ngusulin buat ngerjain dia itu lo, Jess.“

“Gue setuju sama Kate!“ ujar Gisele mengacungkan jempolnya.

“Ya emang, sih. Tapi gimana kalau keluarganya ngelaporin kita.“

“Hahaha Riani itu dah gak punya orang tua.“ Anna tergelak.

Jessica terperanjat. “Lo serius? Gue kok gak tahu?“

“Apa sih yang lo tahu Jess?“ tukas Anna mengangkat alisnya.  Ya, selama berteman dan Jessica menjadi ketua geng. Gadis itu hanya terima bersih. Bahkan cenderung tak terlalu peduli.

“Udahlah gak usah dibahas lagi. Kayak yang udah-udah, beberapa hari lagi juga kelar ini masalah. Gak ada yang perlu lo khawatirin. Kalo kita pun di laporin dan terlibat, Papa lo juga bakalan turun tangan buat atasin masalah ini, kan?“

Jessica berdecak, ia mengacak rambut sembari duduk di kursinya. Keempat temannya tampak menganggap enteng masalah itu. Sementara ia justru kepikiran.

Sama seperti teman-temannya, sebenarnya kalau Riani tak sampai bunuh diri, ia juga tak terlalu mempermasalahkan hal ini. Selain karena ia punya backingan kuat. Teman serta papanya juga bakalan membela dia.

Tapi, ini pertama kali anak yang dirundungnya mati. Bukan karena ulahnya memang. Namun, entah kenapa ia kepikiran. Perasaan tak enak mulai menggelayuti diikuti rasa bersalah.

Selain karena ia yang sering mengusulkan untuk mengerjai si miskin dan udik Riani. Tepat satu minggu sebelumnya saat ia dan kelima orang itu mengerjainya di sekolah.

Riani mengucapkan hal-hal yang agak mengganggu pikirannya. Saat mereka meninggalkannya di gudang sekolah.

Dan … cuma Jessica yang mendengar hal itu.

 

 

#####

Bab 2 : Sumpah

“Ayo siram lagi hahahaha ….“ Jessica tertawa bahagia saat air comberan berwarna hitam pekat itu mengguyur tubuh Riani hingga seragam putihnya lecek dan berwarna kehitaman.

Sementara gadis yang tengah terikat di pohon dengan mulut tersumpal kain itu menatap kelima gadis di sekelilingnya dengan pandangan memelas.

Matanya memerah menahan tangis. Dahinya mengeluarkan darah sementara tas dan buku pelajarannya sudah berceceran di bawah kaki dengan kondisi basah dan lecek karena diinjak-injak Jessica.

Wajahnya penuh lebam dan memar. Kakinya juga penuh luka karena sebelum diikat di pohon Jessica dan gengnya menendang serta memukulinya.

Hanya … karena satu kesalahan. Laki-laki yang disukai Jessica mengobrol dengannya. Padahal Reky hanya meminjam pena dan sedikit berbicara dengannya tadi.

Plakk

“Hahaha …. “ Jessica terbahak bersama keempat temannya sembari bertepuk tangan. Tepat setelah ia menampar pipi Riani dan menimbulkan bercak kemerahan. Gadis itu tersungkur ke samping.

“Lemah banget, Lo!“ ucap Kate meremehkan.

“Rin pinjam hp lo!“ ucap Jessica pada Airin yang sedang tertawa-tawa di sampingnya. Sementara Kate, Anna dan Gisele menyiram air comberan para Riani dari kejauhan.

Bau busuk menyeruak memenuhi udara. Kelimanya memakai sepatu boat dan juga sarung tangan. Berbeda dengan Riani yang tampak polos. Bahkan ia tak mengenakan sepatu.

“Buat apaan?“

“Buat motoin dialah. Hp gue ketinggalan di kelas.“

“Nih! Awas kotor ya! Gue baru ganti hp.“

“Yaelah beli lagi apa susahnya, sih!' tukas Jessica merebut ponsel Airin dari tangan gadis itu.

“Gue udah lima kali ganti hp, Jess. Kalo yang ini rusak bisa-bisa kena marah bokap.“

“Iya-iya! Bawel amat.“

Jessica mengutak-atik ponsel Airin. Membuka kamera lantas memotret dirinya sendiri.

“Jess lo ngapain, sih, gak jelas banget.“ Airin bersedekap menatap Jessica yang tak menghiraukan ucapannya.

“Jess!“

“Ck … ya ampun Airin, bisa gak, sih, jangan gangguin gue dulu.“  Jessica memutar mata. “Ayo girls bawa dia ke gudang!“ perintahnya sembari berbalik.

Anna, Kate, Gisele, dan Airin saling berpandangan, tak mengerti dengan perintah Jessica yang suka berubah-ubah.

“Mau ngapain?“ tanya Gisele.

Jessica menghentikan langkah, berbalik menatap Gisele.

“Gue mau ngelakuin hal yang menyenangkan. Ikutin aja! Kalian pasti suka.“

Keempatnya tersenyum menyadari rencana terselubung Jessica. Anna dan Gisele melepas ikatan tangan Riani. Kemudian membawanya mengikuti Jessica yang berjalan di depan diikuti Airin dan Kate. Keduanya orang itu sedang melihat situasi.

Jam sekolah telah selesai dan tak ada lagi orang di sana. Beberapa karyawan atau para guru masih di kantor masing-masing. Tak pernah ada yang mengunjungi gedung belakang sekolah yang terbengkalai. Yang lebih banyak digunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang sekolah yang sudah tak terpakai.

Lagipula kalaupun ada yang tahu, tak ada yang berani melaporkan mereka. Siapa yang tak kenal Jessica dan gengnya. Orang tua mereka punya pengaruh besar di mana-mana.

Ayah gadis itu adalah kepala yayasan sekolah, tempat mereka bernaung sekarang sekaligus pengusaha tekstil terkenal di kota.

Airin, orang tuanya adalah donatur besar di sekolah. Gisele dan Anna adalah anak anggota dewan. Sementara Kate, ibunya merupakan kepala sekolah.

Pengaruh besar itu membuat mereka jumawa dan merasa berhak semena-semena.

Brukk

Riani dicampakkan di atas lantai berdebu dengan kasar oleh Gisele dan Anna. Gadis itu tersungkur sembari mengaduh kesakitan.

“Buka bajunya, Na!“ perintahnya pada Anna.

“Lo serius?“

“Menurut lo?“

“Berlebihan gak sih?“ tanya Kate sembari menelengkan kepala. Jujur melihat Riani yang sekarang tidak berdaya dengan luka lebam-lebam begitu ia … sedikit kasihan.

“Lo gak mau?“

“Bukan gitu!“

“Yaudah buruan! Bantuin Kate!“

Riani yang merasa Kate dan Anna mendekatinya, meronta. Bahkan Kate dan Anna sampai terkena tendangan kakinya. Membuat Jessica berang dan turun tangan. Ia berjalan mendekat.

“Please Jess, jangan! Kamu boleh lakuin apa aja tapi jangan permalukan aku. Memangnya gak cukup perlakuan kamu selama ini? Aku gak pernah deketin Reky!“

“Gue gak peduli, ya, bangs*t. Yang penting gue gak suka lo deketin dia. Gue udah peringatin lo berapa kali.“

“Pegangin dia! Biar gue yang lakuin! Dasar udik nyusahin. Padahal gue niat baik loh. Lo mau gue buat jadi bintang film.“ Jessica mengeringai, tak memperdulikan Riani yang meronta-ronta. Membuat Anna dan Kate kewalahan memeganginya.

Ia meraih kerah seragam Riani, memegangnya dengan dua tangan, kemudian menariknya dengan gerakan cepat.

Kraak

Seragam Riani robek dengan lebar diiringi tawa kelima gadis di sekelilingnya. Gadis itu menangis berusaha menutupi tubuhnya yang terekspos hanya mengenakan dalaman. Namun tangan Anna dan Kate menghalanginya.

Jessica tertawa-tawa, mengarahkan kameranya mendekat Riani dan memotret wanita itu.

“Ayo bergaya dong! Lagi!“ Jessica tertawa saat Riani berusaha keras menutupi tubuhnya. Namun tak kunjung bisa.

Kate, Anna, Gisele dan Airin tertawa dan menganggap ini hiburan bagi mereka. Mereka melakukan hal itu cukup lama hingga banyak foto Jessica yang ada pada ponsel Airin.

“Udah, ah, cape gue ketawa. Lepasin dia!“ perintah Jessica pada Kate, kemudian gadis itu berbalik sembari melihat-lihat hasil fotonya.

Kate dan Anna melepaskan tangan Riani. Gadis itu langsung menutupi tubuhnya. Ia menangis menatap kelima gadis yang telah   merundungya itu berjalan menjauh.

Perlahan Riani bangkit, dengan tertatih-tatih ia meraih tangan Jessica yang memang tertinggal di belakang. Terakhir keluar dari gudang sekolah.

“Hiii!“ Jessica tersentak, ia menepis tangan Riani hingga gadis yang tubuhnya sudah lemah itu tersungkur.

Keempat temannya yang sudah berajalan lebih dahulu keluar gudang berhenti. Memperhatikan Jessica dan Riani dari kejauhan.

“K—kamu gak bakal upload foto itu, kan, Jess?“ tanya Riani dengan tatapan memelas.

“Menurut lo? Emang gue sebaik itu ya? Mau ngabulin permintaan lo?“

“Please Jess, hapus foto itu!“ Riani berusaha meraih ponsel di tangan Jessica. Namun gadis itu buru mengalihkan ponsel itu pada tangan satunya dan mengangkat tinggi-tinggi.

“Gak akan!“

“Gue mohon!“ pinta Riani memelas.

“Emang gue peduli?“ Jessica mendorong kuat tubuh Riani. Kemudian menendang perutnya hingga gadis itu tersungkur jatuh di atas sembari memegangi perutnya kesakitan.

Jessica menutup mulut. “Lo gak apa-apa, Riani?“ Ia berjalan mendekati Riani. Tangannya terulur hendak meraih rambut Riani yang menutupi wajahnya.

Plakk!

“Itu balasan karena lo berani nyentuh gue. Memang siapa lo? Orang udik yang berani-beraninya nyentuh tangan gue!“

Jessica tertawa lirih, berbalik hendak meninggalkan Riani. Namun kali ini langkahnya benar-benar terhenti. Riani menahan tangannya dengan kuat walau ia berusaha menepisnya.

“Lepasin, gak!“

“Kamu dan teman-temanmu udah buat hidupku hancur Jess. Memangnya kenapa kalau gadis miskin ini sekolah di SMA swasta favorit dengan jalur beasiswa?“ Riani berteriak dengan suara menggelegar. Membuat Jessica terkejut. Ia tak pernah melihat Riani seperti ini. Sorot mata gadis itu tampak menyeramkan dengan kekuatan yang cukup aneh, biasanya Jessica bisa melawan dengan mudah.

“Aku peringati kamu dan teman-temanmu! Satu kali kamu upload foto aku yang ada di ponsel itu. Jangan harap hidup kamu akan tenang satu kalipun. Aku bersumpah akan ngejar kamu, gak peduli saat aku hidup atau mati! Kau ingat perkataanku Jessica! Kamu … akan mati!“

“Hih! Lo udah gila!“ teriak Jessica berjalan keluar dari gudang sembari bergidik. Sempat ia berbalik untuk melihat Riani yang tenyata sedang menatap tajam ke arahnya dari balik rambut yang menutupi wajah gadis itu.

“Kenapa Jess?“ tanya Airin yang melihat tingkah aneh Jessica dan melihat ke gudang. Riani memandang mereka dengan pandangan yang tidak bisa ia artikan.

Tapi, entah mengapa bulu kuduknya meremang saat matanya bertatapan dengan Riani.

“Dia udah gila!“ seru Jessica sembari berjalan cepat menjauh dari gudang diikuti keempat temannya dengan tatapan heran.

 

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Bab 3 dan 4 ~ Panggilan Tak Terjawab
1
0
Jessica memijit keningnya yang terasa pusing. Masih memikirkan sumpah Riani yang entah kenapa terus terngiang-ngiang di kepalanya.Padahal dulu, setelah ia ulpload  gambar Riani di mading sekolah yang berujung gadis itu dipanggil ke ruang BK. Jessica tenang-tenang saja walau Riani mengadu itu ulahnya.Karena ia tahu, ia tak akan pernah dihukum sebesar apapun kesalahan yang ia perbuat di sekolah itu.Tapi kali ini …Jessica menggeleng, entah kenapa ia merasa takut. Apa karena sang korban sudah mati? Atau merasa sumpah Riani akan terjadi?Bagaimana jika … gadis itu jadi arwah gentayangan dan  terus datang ke mimpi untuk mrnghantuinya?Ciiit ….Jessica refleks ngerem mendadak saat menyadari sesuatu telah menyebrang tepat di depan mobilnya. Dan sepertinya ia menabrak sesuatu itu. Jantungnya berdebar tak karuan. Lampu mobilnya menyorot jalanan yang lumayan sepi.“Apa itu tadi?“ ucapnya lirih memegang erat kemudi. Ia mendongak, namun tak tampak apa-apa. Hanya jalanan yang tersorot lampu. Sesekali satu atau dua motor melewatinya.Tapi … ia memang merasakan mobilnya membentur sesuatu tadi.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan