Sena Puspa Part 7

0
0
Deskripsi

Masa lalu Sena dan semua alasan telah diketahui, namun sang gadis memutuskan untuk memelihara dendam dan menetapkan jati diri bahwa dia akan membalas dendam pada siapapun yang melukainya dulu. Apakah usaha Bitha untuk membantunya menemukan cahaya akan berhasil? DI sinilah bagian terakhir dari klien kedua Konselor Hantu

Latar belakang beralih menjadi suasana lorong sekolah dengan beberapa kelas di kanan dan kiri. Mungkin saat itu sedang jam istirahat karena banyak siswa berdiri di luar ruangan, bercengkrama, bercanda, saling jitak kepala penuh tawa riang, hingga sosok Sena terlihat lewat. Semua mata tertuju padanya, memberi rasa tidak nyaman sembari telinganya menangkap selentingan omongan buruk.

“Aku tidak menyangka,” seorang siswi memakai bando berbisik. “Anak berprestasi seperti dia,” sahut temannya. “Kalem dari luar tapi liar di dalam!” ujar siswa laki-laki memakai celana cut bray. “Hebat sekali dia bisa menggaet artis sekolah,” cemooh siswi cantik mengenakan kardigan merah muda.

Sena hanya bisa mendengarkan tanpa menyadari apa yang siswa siswi ini katakan. Hingga geng kutu buku mendekat lalu menggiring gadis itu menuju mading. “Oh oh oh! Kau harus lihat betapa hebohnya seluruh sekolah! Nyalimu besar sekali Sena!” ujar anggota geng bertubuh gemuk girang.

“Apa maksudnya?” tanya Sena dingin. Siswa tersebut memicingkan mata sembari memberi senyum sinis menunjuk sesuatu yang terpasang di tajuk utama mading.

Kaki Sena lemas. Matanya membelalak tidak percaya. Selembar foto berukuran besar terpampang menampilkan seorang perempuan sedang menikmati cumbuan dari kawan laki-lakinya. Walaupun pengambilan gambar buram namun gambar wajah Sena lumayan nampak. Sudah seminggu lalu sejak situasi yang ingin dilupakannya itu terjadi. Dia merasa mual dengan ekspresinya sendiri.

“Kerja yang bagus Sena! Kami menunggu skandal-skandal lain untuk jadi catatan akhir sekolah!” geng kutu buku meninggalkan Sena yang merosot ke lantai; menunduk lemas.

“Aku yang mengambil gambar ini,” suara Mala terdengar dari belakang. Gadis itu tersenyum jahat lalu berjongkok dan berbisik pada Sena, “Anggap saja kita impas tapi kurasa hal ini bakal lebih besar karena ada barang bukti. Selamat menikmati ketenaran barumu jalang.”

Sisa hari dilewati Sena dengan telinga berdengung oleh hinaan “Jalang! Jalang! Jalang!” secara berulang-ulang dari bermacam-macam suara. Hingga wali kelas memanggilnya masuk ke ruang guru untuk meminta penjelasan atas apa yang sudah terjadi setelah foto di mading menjadi gosip hangat di kalangan sekolah.

“Apa penjelasanmu mengenai hal ini? Sena, kami sebagai guru yang menghargaimu karena prestasi merasa sangat kecewa. Perbuatanmu bisa mencoreng nama sekolah!” cecar wali kelas; seorang laki-laki berkemeja kotak-kotak biru dan berambut hitam klimis yang tidak bisa menutupi sejumlah uban.

Sebelum Sena menjawab, pintu ruang guru diketuk dari luar dan Ian terlihat kikuk melangkah masuk. Wali kelas menyuruhnya untuk duduk di samping Sena kemudian menanyakan hal serupa.

“Saya tidak tahu apa-apa pak. Saat itu saya sedang duduk bersama anak basket lainnya dan Sena tiba-tiba datang menyodorkan minuman. Kalau dari baunya mungkin sudah dicampur minuman keras. Dia terus memaksa untuk minum dan mengajak berdansa,” cerita Ian.

Sena menunduk sembari menggerutu pelan, “tidak, bukan seperti itu ceritanya.  Itu… itu… Semua perbuatan…”

“Sudah! Tidak akan ada habisnya jika saling menyalahkan. Silahkan ambil amplop di meja dan berikan pada orang tua kalian. Katakan pada mereka untuk datang besok, dan ingat;” wali kelas melirik Ian tajam, “Tidak ada alasan apapun untuk tidak datang atau kalian akan dikeluarkan menjelang ujian akhir!”

Ian mendengus kesal lalu dengan kasar mengambil satu amplop di meja dan beranjak berdiri. Sebelum pergi dia menoleh jengkel pada Sena lalu meninggalkan ruang guru. Si gadis sendiri hanya terdiam kemudian meraih surat dan meninggalkan ruang guru tanpa berkata apa-apa dan terus menunduk. Dia kembali ke kelas dan membiarkan telinganya pengang oleh ejekan dan caci maki teman sekelasnya termasuk Mala.

Hingga bel jam pelajaran berakhir dan semua siswa sudah meninggalkan kelas membawa gosip panas hari itu, Sena hanya terdiam tak bergerak. Matanya menatap kosong lurus ke depan. Dia belum menyimpan buku dan alat tulis ke dalam tas sama sekali. Beberapa saat berlalu hingga tidak ada lagi suara terdengar, sekolah sudah kosong dari siswa dan guru, Sena mencari sesuatu di dalam tasnya. Sebilah pisau lipat kenang-kenangan dari ayah dan selembar fotonya saat masih berusia enam bulan.

Sena berjalan menuju toilet sekolah yang juga sepi. Lampu sudah dimatikan sehingga ruangan tersebut nampak gelap. Dia melihat wajahnya sekilas pada cermin di atas wastafel lalu menuju bilik paling ujung yang kebanyakan dijauhi oleh siswi-siswi karena desas desus menjadi tempat sesosok hantu berdiam diri.

Gadis itu mengunci bilik toilet tanpa bersuara. Tiba-tiba Sena berteriak sarat nada frustasi dan melepaskan segala beban di hati. Dia menangis dengan kuat, menjerit-jerit sambil menggebrak dinding hingga bergaung di seluruh ruangan toilet. Nafasnya memburu dan cepat namun perlahan-lahan menjadi pelan semakin pelan hingga berhenti dan tidak terdengar apa-apa lagi.

“Berdiam di dalam bilik itu memberiku banyak kesempatan untuk mendengar bagaimana anak perempuan bergosip, walaupun lama sekali tidak ada yang masuk. Kurasa mereka tidak berani setelah aku mati,” ujar Sena terkikik geli. “Diam-diam aku mengunjungi setiap orang yang merasa punya masalah denganku, kau harus lihat wajah lucu mereka saat melihatku datang.”

Bitha menulis dalam buku saku seraya berkata, “Mereka akan dapat balasan. Tanpa perlu kau menggentayangi, kesalahan akan terus menghantui orang-orang itu.”

“Mereka akan membayar apa yang diperbuat kepadaku,” nada Sena sedikit meninggi. Dia melotot marah pada Bitha. “Apakah kau tidak ingin melihat cahaya? Apakah jika mereka bernasib sama akan membuatmu damai Sena?”

Sena tertawa terbahak-bahak. Suaranya lebih melengking sementara wujudnya perlahan-lahan berubah menjadi sosok Kuntilanak Merah berkepala terbalik dan melayang. “Oh tidak, energi mereka sudah menjadi satu sekarang,” gumam Bitha khawatir seraya mundur berdiri dari kursinya.

“Siapa kau berhak memberitahu apa yang harus kulakukan atau tidak?” makhluk itu menjerit hingga telinga Konselor terasa sakit sekali. Bitha masih berusaha untuk memisahkan Sena dengan si sosok negatif dengan membujuknya.

“Kau bisa menemukan tujuan yang lebih baik. Sena! Jangan biarkan dendam dan sakit hati menguasai hatimu. Aku tahu kau bisa melakukannya, kau adalah anak yang baik!”

Kuntilanak Sena melayang lebih tinggi lalu bergerak menerjang menuju arah Bitha. Dia benar-benar nampak sangat mengerikan dan menyerang Konselor. Tawa melengking masih terus keluar dari mulutnya yang terbuka.

“Di mana kau saat aku memendam kesedihan?”

“Di mana kau saat aku membutuhkan tempat untuk mencurahkan keluh kesah?”

“Di mana kau saat semua menudingku sebagai orang yang tidak pantas untuk hidup karena mereka pikir kastanya lebih tinggi?”

Nada Kuntilanak itu meninggi seraya mengucapkan kalimat terakhirnya, “Di mana kau saat aku berada dalam dua pilihan untuk menerima kematian atau bertahan dalam hidup sengsara?”

Terjangan sosok tersebut tidak berhenti hingga dia menghilang setelah menembus tubuh Bitha. Konselor terpaku hingga beberapa waktu lalu jatuh terduduk bertumpu pada lutut. Nafasnya naik turun tidak teratur. Tubuhnya terasa sakit luar biasa. Bitha menenangkan dirinya untuk beberapa saat sebelum berdiri dan kembali ke meja kerja.

Perempuan itu membuka lembar terakhir dari berkas kemudian membuat tanda tangan dan memberikan stempel lalu menutup map. “Aku berdoa kau akan menemukan jalan yang lebih baik. Dan jika saat itu tiba, aku akan berada di sini untuk menemuimu dengan senang hati Sena.”

Setelah suasana mencekam reda, Bitha mendengar suara yang sudah dia dengar pada sesi Tuan Koen Cornelis. Bedanya kini suara tersebut terkesan gembira dan bernada mengejek.

Kowé ra bakal iso nduk, kabèh iki wés dalan é! Katé piyé caramu mbalèkno dêmit-dêmit iku kabèh nang sejatiné, ora mungkin kêdadén. Aku sênêng soalé kowé gagal mbênakno cah wèdok iki. Sitik akèh, kowé bakal têtêp mati nang tanganku masio caraku bakal luwéh tak alusi. Iléng nduk, kowé bakal mati koyok bapakmu lèk ngotot mélok nang urusan-urusanku!”

“Bapak?” tanya Bitha dalam hati. Kenapa semua ini bisa menyambung dengan membawa nama Bapak? Dua kasus yang dikerjakannya barusan semacam memberikan persepsi bahwa ada hubungan yang secara tidak langsung berkaitan. Apapun orang yang berbicara akan lakukan, Bitha berjanji pada diri sendiri untuk terus berusaha membuka tabir misterius samar serta mencari kebenaran dan kenyataan.

“Aku pasti menemukan jawaban!” ujar Konselor tegas.

 

C A S E  C L O S E D

 

Note: akhirnya kasus kedua selesai! Walaupun tidak sesuai dengan harapan sang Konselor karena kliennya tidak bisa melepaskan diri dari jeratan dendam. Sedikit fun fact bahwa kisah masa kecil hingga SMA klien banyak sekali terinspirasi dari kisah masa kecil author walaupun di dramatisir sedemikian rupa namun beberapa adegan memang nyata. Dari Sena bisa ditarik kesimpulan bahwa kesabaran ada batasnya dan seorang yang pendiam belum tentu bisa menghadapi masalah hidupnya dengan tenang serta RED FLAG untuk perundungan. Sampai sekarang hal tersebut masih terjadi dan membawa akibat buruk. STOP BULLYING BECAUSE WE ARE NEVER ABOVE LEVEL THAN ANOTHER PERSON!

Fun fact kedua adalah author menggunakan konten salah satu channel dari Youtube untuk menggambarkan bagaimana cara berkomunikasi dengan makhluk alam lain dan visualisasi Kuntilanak sebagai ‘villain’ utama di kasus kedua. Big Shout Out for Diary Mistery Sara yang jadi sumber inspirasi. I really love all your contents and learn a lot from all the spirit you've met! Make sure untuk subscribe channel DMS untuk melihat konten-kontennya dan author bermimpi bahwa suatu hari mungkin bisa berkesempatan bertemu dengan team DMS… hehehe finger crossed! Spesifik episode yang author gunakan sebagai inspirasi menulis berjudul ‘Kuntilanak Hitam,’ bisa ditonton di channel Youtube DMS, it was fun and terrifying at the same time!

Link: https://youtu.be/zNXQJlt08O4

 Sampai bertemu di Ghost Counselor klien ketiga! Salam Karya

Dt.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Interlude 2
0
0
Sedikit jeda sebelum kisah Bitha berlanjut! DISCLAIMER: nyaris semua percakapan dalam part ini berbahasa Jawa namun pemilihan kata yang digunakan oleh author dibuat sedemikian sederhana sehingga masih bisa dipahami. Part ini memperkenalkan dua karakter baru yang mungkin akan jadi spin off dari cerita utama. We'll see about it!
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan