
CINDY POV
Nunik secara tiba-tiba menghentikan ucapannya. Sikapnya mendadak kembali normal. Tak lama aku menyadari mas Hendro udah ada di dekatku, lalu langsung duduk sebelahku.
"Lagi ngobrol apa? Kok tampak serius sekali?" tanya mas Hendro.
"Eh, mas Hendro! Nggak tau Mas, Yona sama Nunik katanya mau ngomong," kataku sambil melirik Yona dan Nunik.
"Ah, nggak begitu penting sih, Cin. Nanti aja ngobrolinnya," kata Nunik. Aku masih menangkap ada sesuatu yang sebetulnya ingin banget dia bicarakan. Sesuatu yang penting.
Jam menunjukkan pukul 15.15 sore.
"Ya udah, kalo gitu. Kita lanjutin sesi pertanyaan tadi, ya. Mulai dari Yona..."
"Oke, Cin. Aku lanjutin pertanyaan tadi, ya. Pertanyaan pertama.... Hobi Pak Hendro apa sih?"
Sambil mengatur posisi duduknya, mas Hendro langsung menjawab pertanyaan Yona.
"Kalau hobi sebetulnya banyak. Cuma, yang paling saya suka itu sepak bola sama nge-gym," jawab mas Hendro.
"Ooh, hobinya semuanya olahraga dong. Pantes badannya atletis. Adi yang punya fitness centre aja kalah!" kata Yona melirik Adi. Adi hanya senyum aja disindir gitu.
"Pertanyaan keduanya?" tanyaku ke Yona.
"Oh iya, pertanyaan kedua aku... Pak Hendro udah berapa kali nikah sih?" tanya Yona.
"Saya baru satu kali nikah. Ini mau yang kedua," mas Hendro menjawab pertanyaan Yona sambil lengan kekarnya merangkul pinggangku. Ugh, rasanya senang banget dimesrain gitu. Ah!
"Oke, sekarang giliran Nunik!" kataku.
Nunik mulai mengatur posisinya, bersiap untuk mengajukan pertanyaannya. "Pertanyaan pertama, kalo boleh tahu siapa nama mantan istrinya. Kok tega banget sih dia ninggalin pria segagah dan seganteng pak Hendro?"
"Ih, terlalu personal kalo pertanyaannya gitu," protesku.
"Udah, nggak apa-apa," bisik mas Hendro ke aku, lalu dia menjawab pertanyaan itu, "Saya sebut inisial aja ya. Namanya JN."
"Gak boleh protes ya, Nik!" kataku.
"Iyaa. Kan jawabannya terserah pak Hendro, kan," kata Nunik.
"Iya, lanjut pertanyaan kedua," kataku lagi.
"Pertanyaan kedua, pak Hendro itu tipe setia atau tipe selingkuh?" tanya Nunik.
"Saya tipe setia! Kalo ini nggak perlu diragukan!" jawab mas Hendro mantap.
"Waah, beruntung banget kamu, Cin. Dapat calon yang super high quality!" kata Nunik.
"Iya dong, Nik..." kurebahkan kepalaku ke bahu kekar mas Hendro. Sejauh ini mas Hendro tampak enjoy aja aku bersikap mesra gitu sama dia di depan teman-temanku.
"Kamu udah selesai kan, Nik? Kalau gitu sekarang giliranku, ya!" kata Riki.
"Iya!" jawab Nunik.
"Pertanyaan pertama buat pak Hendro, kenal Cindy udah berapa lama?" tanya Riki.
"Sudah enam bulan lebih. Begitu saya cerai, kami langsung dekat satu sama lain!" jawab mas Hendro.
"Oke. Pertanyaan kedua, lebih suka duren apa pisang? Sebutkan alasannya kalo boleh!"
"Kok tiba-tiba nanyain buah?" kataku.
"Ya nggak apa-apa lah, aku cuma mau tau buah kesukaan pak Hendro," jawab Riki.
"Saya lebih suka pisang. Alasannya, lebih bergizi, lebih enak. Makin besar ukurannya, rasanya semakin enak!" jawab mas Hendro.
"Wah, kalo gitu selera kita sama, pak. Saya juga suka pisang!" kata Riki sambil senyum-senyum gitu. Aneh!
"Udah segitu aja kan, Rik, pertanyaanmu?" tanya Putra.
"Yes, bos! Giliran kamu sekarang!" jawab Riki.
"Ok, pertanyaan pertamaku, pak Hendro nggak risih kah mengenakan seragam yang menurutku sih...lumayan ketat, gitu?"
"Kalo untuk seragam, enggak risih. Seragam ketat justru membuat saya merasa lebih fleksibel," jawab mas Hendro.
"Iya, lebih seksi juga, pak!" sahut Adi.
"Kalo itu saya pikir bonusnya lah," kata mas Hendro menanggapi sambil senyum ganteng gitu.
"Iya, pak. Tuh dari tadi Yona sama Nunik ngelirik bapak terus. Nggak malu padahal ada suaminya..." kata Adi lagi.
Aku tahu Adi sedang bergurau sih, tapi kayaknya Yona sama Nunik nggak terima dia ngomong gitu.
"Eh, enak aja asal nuduh. Kamu aja kali yang dari tadi jelalatan melototin pak Hendro!" kata Yona protes.
"Iya tuh, cowok homo kayak kamu mana mungkin nggak tertarik sama penampilan pak Hendro yang macho..." sahut Nunik membela pernyataan Yona.
"Udah, ah. Nanti kamu ada giliran, Di. Setelah giliran Putra!" kataku menengahi.
"Kok Adi dibilang homo?" tanya mas Hendro pelan.
"Iya, Mas. Adi itu open gay. Udah lama kami tahunya.." jawabku.
Mas Hendro mengangguk-angguk mendengar penjelasanku.
"Udah ah, lanjut pertanyaan kedua, ya!" kata Putra. "Menurut mas Hendro, lebih keren mana Austin Wolf atau William Seeds?"
Aku sejujurnya nggak tahu siapa nama yang disebutin Putra. Mungkin nama pemain bola, atau aktor, atau siapa lah!
Mas Hendro langsung menjawab spontan, "saya lebih suka Austin Wolf! Lebih keren!"
"Emang siapa itu, mas?" tanyaku penasaran.
Kulihat Putra, Riki, dan Adi serempak mengangguk-angguk. Kayaknya mereka semua tahu. Apa cuma aku sendiri ya yang nggak kenal itu siapa?
"Memangnya siapa itu, Pah?" tanya Nunik ke suaminya, Putra.
"Oh, aku kira cuma aku aja yang nggak kenal sama yang disebutin Putra tadi. Ternyata kamu pun nggak tahu?" kata Yona ke Nunik.
Nunik menggeleng.
"Aku juga nggak tahu!" kataku.
"Itu nama aktor. Betul kan, pak Hendro!" kata Putra ke mas Hendro.
Mas Hendro kulihat diam aja sambil tersenyum gimana gitu..
"Aktor apaan sih, mas? Nggak terkenal kayaknya," tanyaku.
"Mas sebetulnya juga nggak tahu. Cuma asal jawab aja tadi.." kata mas Hendro.
"Yah, kamu gimana sih, bos! Masak nanyain aktor nggak terkenal," kataku.
"Ya, siapa tahu pak Hendro kenal, ya nggak, Di!" kata Putra ke Adi.
Adi hanya senyum-senyum aja. Tapi akhirnya dia ikut berkomentar juga, "sebetulnya aku juga nggak kenal!"
"Bangke! Itu kan aktor favoritmu!" kata Putra protes.
"Iya, nih. Aku juga nggak kenal!" Riki ikut berkomentar.
"Udah, ah. Kayaknya memang cuma Putra yang tau. Sekarang giliran Adi ya!" kataku sambil ngasih kode ke Adi untuk bertanya.
"Oke ya. Pertanyaanku...Pak Hendro kan kerjanya polisi, terus wajahnya kan ganteng, badannya juga kekar gitu. Pernah nggak pak Hendro digodain atau diajakin sama cowok?"
"Wah, kalo yang namanya digodain sih udah biasa, lah. Rekan-rekan saya yang lain juga begitu," jawab mas Hendro.
"Iya, wajar sih. Kan sekarang banyak cowok gay bertebaran di mana-mana. Termasuk kamu itu, Di. Bukannya tadi kamu juga godain pak Hendro!" kata Riki menimpali.
"Yang tadi itu nggak termasuk menggoda, lah. Kan cuma nanya-nanya aja," kata Adi protes.
"Ya udah, nggak usah ngegas. Lanjut pertanyaan kedua, gih!" kata Riki.
"Baik. Pertanyaan keduaku, seandainya nih ya! Sekali lagi seandainya pak Hendro terpaksa harus berhubungan seks dengan sesama cowok. Pilih jadi suami nya atau istri nya?" tanya Adi.
"Ih! Pertanyaan kamu cabul, Di!" kata Yona protes.
"Lho, katanya bebas mau nanya apa aja. Mau nanya kuntilanak terbuat dari apa pun boleh, kan. Masak pertanyaan aku barusan nggak boleh?" protes Adi.
"Iya, sih. Tapi kalo mas Hendro menolak jawab, kamu nggak boleh protes, ya!" kataku.
"Iya, semua kuserahkan ke pak Hendro!" kata Adi sambil senyum-senyum mesum gitu ke mas Hendro.
"Pak Hendro harap maklum ya, soalnya Adi itu doyannya sama cowok. Dia gay!" Nunik menjelaskan begitu mungkin dia takut mas Hendro tersinggung atau apa.
"Iya, Nik. Tadi juga udah ku kasi tau sih mas Hendronya," kataku.
"Kalo pertanyaannya gitu sih, aku aja ya yang jawab," kata Yona. "Jelas jadi suaminya dong. Kekar gitu masak jadi istri!" katanya lagi.
"Yah, masak kamu yang jawab, Yon? Kan pertanyaannya buat pak Hendro!" Adi tampak protes.
"Iya, tauu. Ya udah, kalo jawaban pak Hendro gimana?" tanya Yona.
Kulihat mas Hendro tersenyum sampai menampakkan gigi putihnya. Duh, keliatan ganteng banget kalo dia tersenyum begitu.
"Menurut saya, kalo jadi istri sepertinya lebih seru!" jawab mas Hendro dengan nada bergurau.
"Wow, kalo gitu aku siap jadi suaminya!" kata Adi girang.
"Yaaa, jangan dong. Aku nggak rela!" kata Yona dan Nunik bersamaan.
Kami semua tertawa. Mas Hendro juga tertawa.
"Ya enggak lah. Yang barusan cuma bercanda kok itu. Iya kan, Pak!" kata Adi sambil melirik mas Hendro.
"Haha iya, santai saja!" jawab mas Hendro.
Entahlah. Biarpun aku tahu Adi cuma bercanda, tapi jauh di dalam hati aku merasa cemburu. Aku nggak tahu mengapa. Just a bad feeling or... something like that.
Bersambung
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
