Lunette

Sehari sebelum menikah dengan Nathaniel, aku meminta uang pada Ayah dan Ibu untuk membeli informasi di guild. Berkat itu aku mengetahui keburukan-keburukan yang selalu di lakukan Niel, termasuk ia selalu berganti pasangan di setiap malamnya, dan banyak dari mereka adalah seorang gadis yang masih perawan.

Dari sini bisa ku simpulkan, jika Niel memiliki ketertarikan lebih pada gadis perawan. Awalnya aku ragu untuk mempercayai itu, tapi saat aku mengatakan jika aku tidak perawan, ekspresinya seketika berubah.

Tok Tok Tok

Suara ketukan berhasil mengalihkan perhatian kami, aku segera mempercepat langkah ku menuju kamar kecil untuk membersihkan tubuhku dan berganti pakaian.

"Tuan? Baginda kaisar memberikan cuti beberapa hari untuk anda, jadi anda tidak perlu pergi ke kekaisaran dalam beberapa hari sampai dia mengirim surat ke kediaman."

"Oh., Baguslah. Panggilkan aku jalang yang bisa memuaskan aku malam ini." Ujar Niel yang berhasil membuat ku terdiam tak percaya.

"Apa dia gila? Tidak bisakah dia menahannya setidaknya beberapa hari setelah pernikahan?"

"Y-Ya? Tuan? Bagaimana dengan Nyo--"

"Jangan pedulikan dia." Potong Niel.

Aku seperti sudah terbiasa dengan sikapnya yang seperti itu, akupun memilih untuk mengabaikannya dan bersiap memakai gaun ku semalam.

"Hey? Bersiaplah, kita akan ke kastil." Ujarnya tiba-tiba membuka pintu kamar kecil, kini dia bisa melihat bagian belakang ku tanpa sehelai benang pun dari sana.

Aku menatapnya datar, "Yaa." Jawabku malas.

Dia menatapku sedikit lama kemudian bersiap keluar, namun aku kembali mengeluarkan suaraku. "Kita akan berpisah kamar, bukan?" Tanya ku memastikan.

"Kenapa?" Tanyanya santai.

Apa dia bodoh? Apa dia berharap aku menjadi penonton adegan seksnya dengan para jalang itu? Ewh., Menjijikkan.

"Aku tak ingin satu kamar denganmu." Ucap Niel. "Apa kau berharap satu kamar dengan ku?" Lanjutnya tertawa seolah mengejek.

Aku memutar bola mataku malas menatapnya, bagaimana bisa ada pria sepercaya diri ini? Sangat jelas jika aku tak ingin tidur dengannya, mengapa dia selalu mengira sebaliknya?

"Aku tidak tahu kau tuli." Ucap ku datar, hal itu berhasil membuat tawanya terhenti seketika.

"Kau tenang saja, aku tidak berkeinginan untuk menyentuh hal kotor seperti dirimu." Hinanya.

Sakit hati? Tentu tidak. Aku cukup tahan dengan kata-kata pedasnya itu, lagi pula hatiku sudah sekeras batu sejak cinta kedua orangtua ku membeku, tak ada kehangatan yang bisa mencairkan gumpalan es di hatiku.

"Senang mendengarnya, kau bisa pergi." Balas ku tanpa minat. Itu bagus karena aku tak akan pernah memberikan tubuhku pada pria sepertinya.

Jikalau pun diriku kotor, setidaknya baru satu pria yang menyentuhku, dan itu bukan atas dasar keinginan ku sendiri, melainkan paksaan.

Aku selalu bertanya, mengapa hilangnya keperawanan wanita selalu di pertanyakan dan di permasalahkan? Sedangkan keperjakaan seorang pria selalu di anggap lumrah dan sudah biasa?

*****

Anonim

Dua pasangan suami istri itu kini telah tiba di kastil, dengan alasan ingin menghabiskan waktu bersama, akhirnya dua orang itu lepas dari jeratan Kaisar yang terus memaksa mengobrol dengan keduanya.

Lunette mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru arah dengan tatapan takjub. "Kastil yang elegan, namun menyeramkan. Yah wajar saja, karena ada iblis yang menempati tempat ini." Gerutu Lunette.

"Aku bisa mendengarnya." Ujar Niel yang entah dari mana. Suara tajam itu berhasil membuat Lunette merinding.

"Begitukah? Aku juga berharap kau mendengarnya. Sekarang di mana kamar ku? Aku ingin tidur, aku lelah."

Niel menganga di buatnya, bagaimana bisa wanita ini sangat tak tahu malu? Pikirnya.

"Wanita ini benar-benar tidak tahu malu, apa dia tidak di ajarkan sopan santun?" -Niel membatin.

"Kau benar, aku memang tak pernah di ajarkan sopan santun, dan aku tak tertarik dengan hal itu." Jawab Lunette yang lagi-lagi tepat sasaran, seolah gadis itu benar-benar bisa membaca pikiran Niel.

"Katakan padaku, apa kau bisa--"

"Tidak, aku tak bisa membaca pikiran." Potongnya dengan malas.

"Lalu..? Mengapa dia.." -Niel kembali membatin.

Ctak!

Lunette menggentik dahi Niel lucu, kemudian ia tertawa melihat ekspresi Niel yang terlihat kaget dengan dahinya yang sedikit memerah. "Itu karena aku bisa menebak lewat raut wajah bodoh mu itu!" Lunette tersenyum mengejek.

Mendengar itu membuat raut wajah Niel berubah penuh amarah, namun hal itu sama sekali tak membuat Lunette takut. "Bodoh katanya? Wanita tidak tahu diri ini!" -Batinnya kesal.

Percayalah, Niel benar-benar ingin mencekik Lunette saat ini juga agar yang tertinggal hanya namanya saja.

"Sudahlah, katakan di mana kamarku?! Aku benar-benar lelah! Aku perlu mengistirahatkan bokong ku ini!" Ujar Lunette. "Jadi tuan Duke, bekerjasama lah denganku!" Lanjutnya sambil menyatukan kedua tangannya seakan memohon.

Melihat itu membuat Niel tanpa sadar menunjuk arah kamarnya, sedangkan Lunette mulai melangkah menuju kamar Niel. Beberapa saat berlalu, wanita itu kembali ke hadapan Niel dengan raut wajah marahnya.

"Sialan! Kau menipuku! Itu kamar mu dasar pria sial!" Kesal Lunette. "Apa kau ingin aku menyaksikan adegan seks mu bersama para jalang itu nanti hah?! Lalu setelah selesai kau akan memberikan ku pertanyaan! Apa kau benar-benar sudah gila?! Kau memiliki fantasi seksua--mphh"

Niel yang jengah mendengar omelan Lunette benar-benar menyerah sekarang. Ia pun mengulurkan tangannya cepat membekap bibir Lunette dengan tangannya.

"Bisakah kau diam?! Aku lelah mendengar teriakkan mu itu!" Kesal Niel.

Lunette menatap Niel dengan mata berkaca-kaca seakan memohon pada Niel agar pria itu bersedia melepaskannya.

"Kau tak akan berteriak lagi?" Tanya Niel tajam.

Lunette mengangguk kencang, "Hmm!"

"Kamar mu ada di seberang kamarku bodoh! Saat aku menunjuk tadi seharusnya kau lihat dengan benar, dasar bodoh!" Ujar Niel yang hanya di balas senyuman kikuk Lunette yang menunjukkan deretan gigi putihnya.

"Dasar wanita bodoh!" Ujar Niel memutar bola matanya malas. Kemudian Niel pun meninggalkan Lunette dan masuk ke kamarnya untuk beristirahat, begitu juga dengan Lunette yang masuk ke kamarnya sendiri.

Beberapa jam kemudian Niel keluar dari kamarnya dengan pakaian santainya, namun di sana ia di sambut dengan sosok Lunette yang terlihat kebingungan.

"Ada apa dengan mu?" Tanya Niel datar.

"O-Oh? I-Itu--"

Kriukk... Kriukk...

Sebelum Lunette menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja perutnya berbunyi, hal itu berhasil membuat suasana menjadi hening dan penuh kecanggungan.

"Kau lapar?" Tanya Niel dengan raut wajah malasnya.

"Ya.." Jawab Lunette.

"Tidak ada koki, aku membiarkan semua pelayan cuti karena aku menikah."

"APA?! Lalu apa yang akan ku makan, bodoh?!"

"Aku akan menyuruh Lard untuk memesan makanan." Ujar Niel santai.

"Tidak!"

Niel mengernyit, "Hah..?"

"Aku tak bisa memakan makanan dari luar, aku tidak terbiasa!" Ujar Lunette.

"Kau ingin mati kelaparan? Kalau begitu selamat menikmati waktu terakhir mu." Ujar Niel malas kemudian berbalik dan bersiap pergi.

Tap!

Bersambung........

BAB 07. Forced To Marry The Duke