
Berawal dari noda lipstik di baju suaminya, tiba-tiba Dea mengetahui berbagai rahasia dari selingkuhan suami-Icha, dia tiba-tiba mengajak bertemu. Perempuan itu mengungkap berbagai fakta mengejutkan yang dilakukan suami hingga kakak kandungnya sendiri.
Padahal ia sudah menyiapkan gugatan cerai pada Kevin, suaminya. Sayangnya setelah bertemu dengan Icha, ia mengurungkan niatnya karena rencana awal yang sudah ia susun sedemikian rupa hancur lebur tak ada arti.
Kini ia akan membalas dendam dari rasa...
Detak jantungnya bekerja cepat mendapati dirinya dipandang rendah oleh wanita tak tahu diri itu.
“Surprise!!?” teriak Icha gembira.
“Bagaimana Mbak Dea?! Apa kamu terkejut!” lanjut perempuan itu. Tangan Dea menggengam erat, kepalanya terasa nyut-nyutan.
Dengan dada yang beritme tak teratur, Dea bertanya, “Apa yang ingin kamu bicarakan Icha! CEPAT KATAKAN!”
Icha langsung berdiri dan mendekati Dea, bibirnya tersungging ke atas menunjukkan seberapa besar kemenangan yang telah ia cetak.
“Haa...” Ia menghela nafasnya dengan anggun. Kemenangan ini benar-benar Icha nikmati dengan sangat baik. Setelah bersusah payah menggoda Kevin. Ini adalah waktu yang pas untuk merasakan kebahagiaanya. Dia segera mendekatkan wajahnya dan menatap mata intens Dea. Tak ingin kalah, lawannya pun menatap kedua maniknya dengan tajam.
“Kamu sudah tahu hubunganku dengan Mas Kevin kan?” tanya Icha.
“Ya, lalu?” jawab Dea santai.
“Memang apa hubunganku dengan Mas Kevin?” tanya Icha yang ingin mengoreksi jawaban rinci wanita di depannya.
“Wanita kedua, kamu yang memperkenalkan dirimu seperti itu kan?” jawab Dea diakhiri dengan pertanyaan.
Icha kembali duduk di kursinya. “Duduk dulu Dea!” perintah wanita itu.
Dea enggan mematuhi perintah wanita murahan di depannya. Namun, ia terpaksa menuruti kata-kata perempuan itu karena rasa penasaran terhadap rahasia suaminya.
Seorang pelayan mendatangi mereka berdua seraya menyajikan dua minuman di meja. Kedua perempuan itu tetap saling beradu tatapan tajam, sama-sama mempertahankan harga diri mereka.
“Thanks Mbak,” ujar Icha pada pelayan itu.
“Sama-sama.” Pelayan itu langsung mengundurkan diri meninggalkan kedua pelanggannya.
“Tidak usah bertele-tele, cepat katakan semuanya,” tegas Dea yang mulai jengah pada Icha.
Senyum perempuan itu merekah mendapati ketidaksabaran istri kekasihnya.
“Sabar Dea, aku akan mengatakannya sekarang.”
Dea hanya menatap lurus wajah Icha. Ingin sekali ia mengumpat berkali-kali bahkan menghantam kepala perempuan itu dengan kursi, tapi tak mampu ia lakukan.
Setelah menyedot minuman di depannya, Icha mulai membuka pembicaraan.
“Suamimu telah menyembunyikan kekayaan darimu dan dia akan segera MENCERAIKANMU!!” tegas Icha dengan penuh penekanan.
Jantung Dea berhenti berdetak ketika mendengar penuturan pelakor itu.
“Ketika kalian sudah bercerai, maka kamu akan menjadi gembel karena Kevin sudah merampas semua kekayaan atas namamu,” lanjut Icha. Napas Dea berderu dengan cepat.
‘Bagaimana bisa Kevin merampas semua kekayaanku. Aku kan menyimpannya pada Levi,’ batin Dea. Ucapan perempuan itu terasa seperti bualan.
“Levi yang membantu Kevin menguras kekayaanmu. Jadi kamu akan menjadi wanita gembel di jalanan De,” ucap Icha penuh penekanan. Mata Dea melebar! Tak memberikan waktu untuk Dea berpikir, Icha terus-terusan memborbardir dirinya tanpa henti.
“Kamu tidak tau kan jika Mas Kevin memiliki bisnis cafe?” ejek perempuan itu. Dea tak bergeming mendengar penuturan tersebut.
“Ditambah!!? Cafe itu AKU yang pegang! Hahaha...” tawa Icha pecah.
“Yang paling penting! Aku telah menikah dengan suamimu karena bantuan Nina! Hahahaha...!!!”
Mata Dea melotot mendengar perkataan Icha. Ini sangat mengejutkan untuknya, lidahnya terasa kelu.
Ia tak mampu mengeluarkan sepatah katapun setiap Icha mengejeknya.
Hanya wajah tegang dengan berlinang air mata yang mampu ia lakukan.
‘Dia telah menikah dengan Kevin? Dibantu Nina kakak iparku sendiri!’ pikirnya penuh tanda tanya.
‘Bagaimana bisa semua orang mengkhianatiku seperti ini? Bahkan keluarga terdekatku sendiri?’ Dea sangat shock mendengar ucapan Icha.
Pcass!!! Tanpa sadar Dea mengambil es teh di depannya lalu menyiramnya ke Icha.
“AAaaa!” teriak nyaring icha merasakan dinginnya air di wajahnya. Perempuan itu sangat terkejut tiba-tiba mendapat serangan dari istri pertama suaminya.
_________________
Brakkk!!! Daun pintu itu terbanting dengan keras.
“Mas Levi!” teriak Dea di rumah kakak lelakinya.
Tak ada sahutan, “Mas Levi! Mbak Nina! Cepat Keluar!” teriaknya tanpa henti memanggil tuan rumah yang tak kelihatan batang hidungnya.
Emosinya tak bisa dikontrol lagi setelah melakukan pertemuan dengan Icha. Ia sempat menyiram perempuan itu habis-habisan karena ucapannya yang sangat menyakitkan. Ditambah banyak fakta tak terduga yang disampaikan istri kedua suaminya itu. Kini dia akan menghajar Levi dan Nina karena telah berani mengkhianatinya.
“Apa-apaan kamu Dea!” sahut Nina istri dari Levi yang berjalan menghampirinya. Wanita itu menatap adik iparnya dengan begitu tajam, bahkan tak ada sedikit senyuman di wajahnya. Kehadiran Dea dengan perilaku tak etis itu jelas membuat pemilik rumah marah.
Dengan nafas yang ngos-ngosan Dea memaksa kakak iparnya memanggil Levi.
“Panggil Mas Levi sekarang!” ucap Dea penuh penekanan.
“Suamiku sedang sibuk!” ketus Nina.
“Panggil sekarang atau aku botakin rambutmu!” ancam Dea dengan tangan yang sudah menjambak rambut Nina.
“Akh!” pekik perempuan itu kesakitan, “Oke aku akan memanggil Mas Levi. Lepaskan tanganmu!”
Mata bengis itu membuat Nina bergidik, ia segera berlari menghampiri suaminya yang berada di ruang kerja. Langkah kakinya tampak tergesa-gesa takut menjadi mangsa adik iparnya yang berada dalam mode on fire.
“Mas! Dea datang,” ucap Nina dengan nafas tersenggal-senggal. Levi mengacuhkan istrinya dan masih berkutat dengan laptopnya.
“Mas!” panggil perempuan itu. Sayangnya tak digubris oleh lelaki yang sibuk dengan pekerjaannya.
Tak butuh waktu lama, tiba-tiba... PLAKKK!!! PLAKKK!!!
Tangan itu melayang di pipi kanan dan kiri Levi dengan beringas hingga menghasilkan suara nyaring yang sangat panas. Tatapan tajam berisi gejolak emosi tak tertahankan di matanya.
Nina yang menyaksikan hanya bisa menutup mulutnya dengan mata melotot tak percaya.
“Fuck! Apa-apaan kamu Dea!” teriak Levi penuh amarah. Tamparan itu menyebabkan pipinya terasa panas dan perih. Tangan kanannya memegang pipi yang memerah.
“Sial*n kau Levi!” Dea ingin menampar kakaknya sekali lagi tapi tertahan oleh tangan kekar lelaki di depannya.
Dengan kuat perempuan itu menyibakkan tangan itu lalu merampas laptop yang bertengger di atas meja.
PRAKKK!!! PRAKKK!!!
“Astaga!” pekik Nina yang kaget melihat barang mahal itu terlempar.
Mesin ketik modern itu terlempar ke dinding hingga menyebabkan keyboard berhamburan dengan layar yang porak poranda.
Ting! Ting! Tinggg! Bunyi besi dari mesin laptop yang terjatuh ke lantai.
“Dea!!!” teriak Levi dengan tangan yang mendorong tubuh adiknya ke belakang. Ada sedikit penyelasan dalam dirinya karena sudah jahat membuat adiknya terdorong hingga tertabrak meja di belakang.
“Apa!? Laki-laki tak tahu diri kau!” sahut Dea yang tak kalah keras. Levi hanya menatap adiknya dengan tajam, dadanya kembang kempis mendapat makian dari adiknya.
“Kakak si*lan!” teriak adik perempuannya. “Bagaimana bisa kamu buat adikmu sebagai bahan taruhan!!!”
Mata Levi melotot, tubuhnya membeku seketika. Ia sangat terkejut mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Dea. Sorotan mata lelaki itu sangat sulit diartikan, tapi Dea paham dengan arti tatapan Levi.
Respon pria didepannya yang terkejut itu membuat Dea semakin yakin jika ucapan Icha memang benar.
‘Ternyata wanita murahan itu tidak berbohong kepadaku,’ batin Dea yang terpaksa mengakui ucapan Icha.
Sedangkan Nina semakin tidak paham dengan arah pembicaraan adik ipar dan suaminya.
“Dan kau Nina! Wanita murahan! Berani-beraninya-”
PLAKKK!!!
Dea menengadahkan pandangannya yang kabur pada kakaknya. Ucapannya terpotong setelah tangan Levi yang kekar melayang di pipinya.
“Sadarkan dirimu Dea!” teriak Levi, ia tak terima jika istrinya dicaci dengan sebutan tak senonoh, meskipun pelaku itu adalah adiknya sendiri.
Air mata jatuh dari pelupuk perempuan yang baru saja mendapat tamparan dari kakak tersayangnya. Hatinya terasa seperti dicabik-cabik karena mendapatkan perlakuan kasar dari Levi.
“Sadar!? Kamu yang harus sadar Mas!” bentak Dea. Teriakan itu kembali membuat Levi mengernyitkan keningnya. Napasnya mulai memburu lantaran tersulut emosi. Adik perempuannya kini berani membantahnya.
“Bicarakan baik-baik! Ada masalah apa hingga kamu kesetanan seperti ini?!” hardik Levi menahan emosin. Lelaki itu sangat terkejut melihat Dea yang tiba-tiba kesetanan bahkan mencacinya tanpa ampun.
Direngkuh tubuh wanita itu, berharap emosinya segera reda. Ada perasaan menyesal karena telah menampar adik semata wayangnya. Ini pertama kalinya Levi berlaku kasar pada Dea.
“Lepaskan!” ronta perempua hingga badannya terlepas dari pelukan Levi. Napasnya ngos-ngosan karena sudah dirundung emosi yang begitu hebat.
“Kamu mempermaikan hidupku Levi! Kamu jadikan aku seperti barang! Bahkan wanita itu menghancurkan rumah tanggaku, membohongimu!” murkanya dengan kemarahan yang meluap-luap.
Nina sedari tadi hanya terpaku melihat peperangan sengit di depannya. Badannya bergetar hebat, ada ketakutan melihat adik iparnya yang mengamuk.
Levi semakin tak mengerti arah pembicaraan adiknya. Apalagi perempuan itu menyangkut pautkan Nina, istrinya. Ia sangat mengetahui jika Nina tidak masuk ke dalam permasalah pernikahan adiknya.
“Nina salah apa Dea? Bicara yang benar, jangan teriak-teriak,” tegas Levi dengan langkah yang semakin mendekat. Ia berusaha mendekati adinya yang sedang kesetanan. Ini pertama kalinya Levi melihat Dea begitu beringas.
“Tanyakan itu pada istrimu! Lihatlah dia sedang ketakutan sekarang.” Dea menatap tajam Nina. Perempuan itu langsung gelagapan mendapat tatapan tajam adik iparnya.
Levi menengok ke arah istrinya, dan hal yang dikatakan Dea memang benar. Terlihat Nina sedang melihat mereka dengan tatapan nanar dan badan yang bergetar ketakutan.
“Kamu masuk ke kamar sekarang!” bentak Levi yang kesal karena melihat istrinya lemah.
Dengan langkah tertatih wanita itu meninggalkan ruangan tempat Dea dan Levi berada. Dirinya merasa ketakutan melihat pertengkaran kedua bersaudara itu. Memilih untuk menjauh dari tempat perkara adalah pilihan yang tepat untuk Nina, ia tak ingin terlibat lebih jauh dengan masalah itu.
Kini Levi kembali menatap Adiknya yang sedang dirundung emosi, sedari tadi Dea tak bisa melepaskan pandangan dari istrinya. Ia menelan salivanya dengan paksa, Levi sadar jika ada salah pada perempuan kesayangannya tersebut.
Dan kini Dea sudah tahu mengenai kesalahannya, Levi hanya bisa pasrah mendapat kemarahan adiknya.
“Kakak minta maaf Dea,” lirih Levi mendekat pada adiknya. Tatapan penuh penyesalan terlihat pada wajah diamond dengan jambang tipis di dagu lelaki itu. Manik coklat itu menatap Dea lekat, berusaha meruntuhkan tembok kemarahan yang berdiri kokoh dalam tubuh adiknya. Sayangnya itu tak mempan pada Dea.
“Tidak, aku tidak bisa memaafkanmu Levi! Kamu sudah menghancurkan hidupku.” Dea mendorong lelaki itu menjauh darinya.
Levi semakin sedih mendapat penolakan dari adiknya. Sebelumnya ia memang dirundung emosi, tapi penyesalan itu dengan cepat menyeruak dalam hatinya. Pria itu memikirkan solusi atas permasalah yang sedang terjadi, jika ia tak bisa menurunkan emosi adiknya semua akan menjadi runyam.
“Apa yang kamu inginkan untuk menebus semua kesalahanku? Katakan pada Mas,” tanya Levi.
Tatapan nanar Levi ini membuat Dea semakin muak melihatnya.
“Kembalikan semua yang telah kamu ambil Levi, termasuk kebahagiaanku,” ucap Dea.
“A-aku-” kalimat Levi terpotong karena Dea buru-buru mengeluarkan ancaman.
“Kembalikan semua hartaku yang telah kamu dan Kevin curi! Balikkan semua namaku dalam surat kekayaan yang sudah kamu ubah menjadi nama Kevin!” ucapan yang penuh dengan penekanan. Dea menarik kerah Levi,“Atau aku akan memberitahu papa mama kalau kamu sudah menjual rumah mereka tanpa ijin!” ancamnya.
Nafas keduanya memburu seperti banteng, Dea yang dipenuhi dengan amarah sedangkan Levi ketakutan karena adiknya mengetahui rahasia terbesar.
Kedua mata mereka beradu tajam. Dea menatap kakaknya dengan dingin, namun ada banyak kemarahan yang tersimpan di dalamnya.
“B-baik! Lepaskan cengkeramanmu Dea,” pinta Levi gagap. Perempuan itu segera melepas cengkeramannya.
“Hahh...” Levi menghela napasnya yang sempat tercekat. Ia tak menyangka jika hari ini telah tiba, hari dimana ia di hajar habis-habis an oleh adiknya.
“Aku beri waktu seminggu, jika kamu tidak melakukan apa yang ku perintahkan. Jangan salahkan aku jika ada hal buruk terjadi dalam keluarga kecilmu,” ucap Dea dengan senyum smrik.
“Iya, kakak akan kembalikan semuanya padamu. Kamu yang sabar ya Dik, maafin Kakak,” ujar Levi penuh penyesalan. “Tolong jangan bilang masalah ini pada Mama Papa,” lanjut Levi sembari sujud di depan Dea.
Dea hanya menatap kakaknya dingin, tak ada belas kasihan kepada saudaranya itu. Rasa sakit yang telah ia tahan selama ini adalah ulah Levi, kakak yang selama ini ia idolakan dan menjadi pelindungnya. Namun, kini Levi hanyalah seorang penjahat di mata Dea.
“Katakan juga pada istrimu, aku menunggunya selama satu minggu. Jika tak segera menyelesaikan masalah yang ia buat, aku tak segan-segan memasukkannya ke jeruji!” ancam Dea sekali lagi. Tangannya mengepal mengingat ucapan Icha, dimana perempuan itu mengatakan jika Nina adalah orang yang membantu Kevin dan Icha bersatu. Ditambah Nina diam-diam mengkhianati kakaknya.
“Iya, iya, Kakak akan memberitahunya. Kamu percayakan sama Kakak?” harap Levi. Ia tak mengerti kesalahan apa yang diperbuat istrinya.
“Aku tidak bisa mempercayaimu Levi, bahkan sekarang kau terlihat seperti cunguk bodoh di depanku,” ucap Dea datar.
Mendengar sebutan cunguk dari adiknya membuat hati Levi teriris. Kepalan tangannya semakin menguat. Lelali itu menunduk menyesali semua perbuatannya.
Satu-persatu kejadian memilukan kembali terlintas di kepalanya. Bahkan ketika ia dipermalukan oleh temannya sendiri, Kevin.
“Maafkan aku.” hanya kalimat itu yang dapat ia ucapkan pada adiknya.
“Hahh...” Dea menghela nafas, kata maaf yang terlontar dari mulut saudara kandungnya terdengar seperti lelucon. Tanpa sadar air matanya jatuh melihat Levi yang tak berdaya.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun Dea melangkahkan kakinya keluar dari kediaman Levi. Meninggalkan lelaki itu yang masih sujud memohon ampun kepadanya.
Namun, ia belum bisa memaafkan kakaknya.
Sepeda motor yang sebelumnya tergeletak sembarangan kini sudah tertata rapi di depan. Dea menstater sepeda motornya dan melaju meninggalkan rumah megah Levi. Satpam yang berjaga tersenyum ramah padanya ketika membukakan gerbang.
“Hati-hati Mbak Dea!” teriak satpam itu. Dea hanya diam tak merespon apapun.
Perempuan itu membelah jalanan kota Surabaya yang padat. Peluhnya tak berhenti menetes, hatinya terasa dicabik-cabik.
Kesalahan apa yang ia perbuat di masa lampau hingga menghasilkan masalah yang begitu berat untuknya.
Tiba-tiba, Tiinnn!!! Tinnn!!!
Tubuh Dea sudah tersungkur di jalanan.
Ckittt!!! bunyi rem yang mendadak dari sebuah mobil yang melaju tepat di depannya.
“Aaaa!!!” pekik Dea.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
