
Nina sedang membersihkan meja di warung bekas para pelanggan makan. Warung makan sudah sepi karena sudah melewati jam makan siang. Sekarang sudah jam dua siang. Biasanya warung makannya ramai sebelum jam makan siang dan ketika jam makan siang.
“Assalamualaikum.” Tiba-tiba seseorang mengucapkan salam di depan pintu warung. Nina menoleh ke arah pintu warung.
“Waalaikumsalam,” jawab Nina. Cantika sedang berdiri di depan warung.
“Masuk, Cantika,” ujar Nina. Cantika masuk ke dalam warung lalu menghampiri Nina. Nina mencuci tangan di keran tempat cuci piring yang berada di warung lalu mengeringkan tangannya dengan lap. Cantika mencium tangan Nina.
“Rasman ada, Tante?” tanya Cantika.
“Ada di dalam. Masuk saja!” jawab Nina.
Namun, Cantika tidak masuk ke dalam rumah Nina. Ia tetap berdiri di dalam warung. Nina melanjutkan mengelap meja.
“Tante, ada yang hendak Cantika beritahu ke Tante.” Cantika berhenti sejenak. Nina berhenti mengelap meja lalu menoleh ke Cantika.
“Tanggal dua belas nanti Cantika diwisuda,” lanjut Cantika.
“Alhamdullilah. Syukurlah kalau Cantika sudah lulus kuliah. Tante senang mendengarnya,” ucap Nina.
“Tante datang, ya. Ke wisuda Cantika!” kata Cantika. Nina kaget mendengarnya.
“Kok, Tante yang datang? Nanti papa Cantika bagaimana?” tanya Nina.
“Papa dan Tante yang datang di wisuda Cantika. Kan, jatah kursi untuk orang tua ada dua. Satu untuk Papa dan satu lagi untuk Tante,” jawab Cantika.
“Rasman saja yang datang ke wisuda Cantika. Tante tidak usah ikut datang,” ujar Nina.
“Papa minta ditemani Tante ke wisuda Cantika,” kata Cantika. Nina menghela napas mendengar perkataan Cantika. Untuk apa ia hadir di wisuda Cantika? Dia bukan siapa-siapa Cantika. Ada-ada saja papa Cantika.
“Begini saja. Kalau Tante tidak ada pesanan dan acara, insyaallah Tante akan hadir,” ujar Nina.
Wajah Cantika langsung terlihat gembira mendengar perkataan Nina. “Terima kasih, Tante,” Cantika memeluk Nina.
“Sama-sama, Cantika,” jawab Nina sambil menepuk-nepuk punggung Cantika. Cantika melepaskan pelukanya kemudian Nina melanjutkan pekerjaannya. Cantika memandang ke dalam rumah. “Tante, boleh Cantika bertemu Rasman?” tanya Cantika.
Nina menoleh ke Cantika. “Boleh, masuk saja. Di dalam ada Lukman dan nenek,” jawab Nina. Sewaktu Cantika dan Rasman masih SMA, Nina melarang Rasman membawa Cantika masuk ke dalam rumah. Jika hendak masuk ke dalam rumah harus ada orang tua di dalam rumah. Rasman dan Cantika hanya boleh berbicara di teras rumah. Nina tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada Rasman dan Cantika.
“Cantika ke dalam ya, Tante,” pamit Cantika. “Iya,” jawab Nina. Cantika masuk ke dalam rumah Nina melalui pintu yang terhubung dengan warung. Nina kembali melanjutkan pekerjaannya.
Ketika hari menjelang sore Cantika pamit pulang. “Tante.” Cantika menghampiri Nina yang sedang mencuci piring di dapur. Nina sudah menutup warung makannya karena makanan di warung sudah habis.
Nina menoleh ke Cantika. “Cantika pamit pulang. Sebentar lagi Papa pulang dari kantor,” kata Cantika. Nina cepat-cepat mencuci kedua tangannya karena Cantika selalu mencium tangannya. Nina mengeringkan tangannya dengan lap yang menggantung di dekat tempat cuci piring.
“Hati-hati nyetir mobilnya!” ujar Nina. Cantika mencium tangan Nina. “Iya, Tante,” jawab Cantika. Nina mengambil rantang yang berada di dekat kompor lalu diberikan kepada Cantika.
“Apa ini, Tante?” Cantika memperhatikan rantang yang diberikan Nina.
“Itu makanan untuk Cantika dan papa Cantika,” ujar Nina.
“Terima kasih, Tante,” ucap Cantika dengan wajah gembira.
“Papa bisa mencicipi masakan Tante,” lanjut Cantika.
“Cantika pulang dulu, Tante. Assalamualaikum,” ucap Cantika lalu berjalan keluar dari rumah Nina.
“Waalaikumsalam,” jawab Nina. Rasman menemani Cantika menuju ke mobil Cantika. Mobil Cantika di parkir di depan rumah Nina.
***
Nina baru selesai sholat isya, tiba-tiba terdengar suara pintu kamarnya diketuk. Nina cepat-cepat bangun dan membuka pintu kamar. Rasman berdiri di depan pintu sambil memegang ponsel.
“Om Baskara mau bicara sama Mama,” kata Rasman.
“Mau bicara tentang apa?” tanya Nina dengan suara pelan agar suaranya tidak terdengar dari ponsel.
“Tidak tau. Terima dulu, saja.” Rasman memberikan ponsel kepada Nina. Terpaksa Nina menjawab telepon dari Baskara.
“Assalamualaikum,” ucap Nina.
“Waalaikumsalam,” jawab Baskara dari seberang sana.
“Bu Nina, terima kasih atas makanan yang Bu Nina berikan. Rasanya sangat lezat sekali,” ucap Baskara.
“Sama-sama, Pak. Kebetulan saja tadi pagi saya masak makanan banyak,” kata Nina.
“Masakan Ibu Nia benar-benar istemewa sekali,” ujar Baskara.
“Tidak istimewa, Pak. Itu hanya masakan rumahan,” kata Nina merendah.
“Buat saya masakan Ibu Nina sangat istemewa. Karena saya jarang makan masakan rumah selezat masakan Ibu Nina,” ujar Baskara.
“Pak Baskara bisa saja,” kata Nina.
“Saya jadi ingin setiap hari makan masakan Ibu Nina,” ujar Baskara.
“Kalau Cantika datang ke sini, akan saya bawakan makanan lagi untuk untuk Pak Baskara,” kata Nina.
“Saya ingin makan langsung di warung Ibu Nina, tapi saya sibuk sekali sehingga tidak punya waktu untuk makan siang di warung Bu Nina,” ujar Baskara.
“Tidak apa-apa, Pak. Lain kali saja Bapak ke sini,” kata Nina.
“Oh, iya. Kata Cantika, Ibu bisa ikut ke acara wisuda Cantika,” ujar Baskara.
“Insyaallah, Pak. Kalau saya tidak ada pesanan dan tidak ada acara,” jawab Nina.
“Saya sangat berharap Ibu Nina ikut ke acara wisuda Cantika,” ujar Baskara.
“Mudah-mudahan Ibu Nina tidak ada halangan,” ucap Baskara.
“Aamiin,” ucap Nina.
***
Hari terus berlalu, hari ini adalah hari Cantika diwisuda. Pagi-pagi sekali Cantika datang menjemput Rasman. Gadis itu terlihat cantik sekali menggunakan kebaya tradisional berwarna biru muda dan menggunakan kain batik yang diwiron. Wajahnya di rias dengan warna natural namun terlihat sangat cantik. Rambutnya ditutup dengan hijab yang warnanya senada dengan kebaya. Cantika membawa tas tangan yang membuat penampilannya tambah elegant.
“Masyaallah. Cantik sekali. Tante sampai pangling melihat Cantika,” ucap Nina ketika melihat Cantika.
“Terima kasih, Tante,” ucap Cantika.
“Kalau pakai kain bisa menyetir, tidak?” tanya Nina. Nina tidak dapat membayangkan Cantika dengan menggunakan kain wiron yang ketat harus menyetir mobil sendiri. Sedangkan Rasman tidak bisa menyetir mobil sama sekali. Selama ini jika Cantika dan Rasman pergi, selalu Cantika yang menyetir mobil.
“Tidak, Tante. Cantika bawa supir,” jawab Cantika.
“Syukurlah kalau bawa supir,” ucap Nina.
“Duduk dulu. Tante panggilkan Rasman,” ujar Nina.
“Iya, Tante.” Cantika duduk di kursi ruang tamu. Ia harus duduk dengan berhati-hati karena kain batik wiron sangat ketat. Nina masuk ke dalam untuk memanggil Rasman. Tidak lama kemudian Rasman turun dari lantai atas lalu berjalan menuju ke ruang tamu. Ia menggunakan kemeja batik lengan panjang. Putra sulung Nina terlihat sangat tampan.
“Kita berangkat sekarang?” tanya Rasman.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
