Meminjam Hati Si Kutu Buku Part. 2

0
0
Deskripsi

Patricia, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Terkenal dengan sikap acuh tak acuhnya dan lebih senang bergumul dengan buku-buku dan tugas kuliah. Hingga dia bertemu kembali dengan Godfrey, teman SMPnya dulu. 

Buku-buku yang Patricia baca ternyata tak secara menyeluruh menjelaskan realita di lapangan. Kehidupannya yang kutu buku, membuat dia lugu akan pengertian cinta yang sebenarnya. Dia juga hampir kehilangan orang-orang di sekitarnya hanya karena lupa akan pentingnya hidup dari realita. 

Titik balik perjalanan Patricia agar lebih peka terhadap sekitarnya terutama kehidupan percintaannya

Cia... Apa kamu mau jadi pacarku?” Godfrey kembali menanyakan hal itu padaku. 
“Fri..” 
“Aku sudah menunggu jawabanmu selama 4 bulan.” Godfrey kembali menegaskan kesabarannya untuk menunggu jawabanku. Tangan meraih tanganku dengan lembut. 
“Baiklah, kita jalani bersama.” Aku luluh dengan kesabaran Godfrey. Hari itu kami berdua resmi menjadi sepasang kekasih. 
Aku memang terpesona olehnya tetapi rasa ragu itu selalu ada dalam benakku. Berpacaran di masa kuliah, membuatku sedikit ragu takut tak dapat berkonsentrasi dengan kuliahku sendiri. 


Setiap hari, Godfrey tak pernah absen menjemputku di sekolah tempat aku melakukan PPL. Sesekali teman-temanku bercanda tentang keromantisan Godfrey padaku di sela jam istirahat. Lukman terlihat cemburu saat Godfrey menjemputku, entah mungkin sudah dia adukan hubungan kami pada Mae atau belum, aku pun tak tahu. 


**Patris... Aku dengar kau dan Godfrey sudah berpacaran?**
^^Iya benar.^^
Pesan singkat dari Mae membuatku sedikit berhati-hati dalam menanggapinya. 
**Selamat ya, semoga betah.**
^^Maksudmu?^^ 
**Sudahlah, nanti juga kau tahu sendiri.**


Mae benar-benar membuatku berfikir negatif tapi tak ada yang salah dengan Godfrey selama kami berpacaran. Mungkin Mae hanya cemburu karena si kutu buku ini bisa merebut pacar dari primadona kampus seperti Maesyia. 

🌼🌼🌼
“Maesyia kenapa sih? Dia cemburu atau apa? Kayak kurang kerja saja.” Godfrey kesal setelah membaca pesan singkat di Whatsapp-ku
“Biarkan saja. Nanti juga berhenti.” Ujarku sambil melanjutkan bahan ajarku yang aku siapkan untuk besok. 
“Ronald? Kenapa dia minta bertemu denganmu?” tanya Godfrey yang menyodorkan  pesan Whatsapp dari Kak Ronald untukku. 
“Entahlah... Kemarin mau kutanya langsung tapi sepertinya dia sudah beberapa hari ini tak di kamarnya.” Jawabku terus melanjutkan pekerjaanku. 
“Blokir saja nomornya. Dia pasti naksir kamu.” Tanpa meminta ijinkan Godfrey langsung menunjukkan nomor Whatsapp Kak Ronald yang sudah dia blokir di handphoneku. 
“Kau sudah gila ya? Dia itu Kak Ronald, tetangga kosku sendiri.” Kurebut handphoneku dari tangan Godfrey. 
“Kalau begitu buat apa repot-repot mengirim pesan padamu? Cukup bertemu di depan pun bisa. Aku juga laki-laki, aku tahu maksud pesan seperti itu.” Godfrey kesal, mungkin pertengkaran pertama kami. 
“Tapi bukan begini caranya jika kau tak suka dengan sikap Kak Ronald. Dia temanku juga, tak bisa begitu saja memblokir nomornya.” Aku pun kesal dengan sikap Godfrey. 
“Ya sudah, berikan handphonemu.” Godfrey merebut handphoneku dan mengkoneksikan pesan Whatsappku dengan Whatsapp web di laptopnya. 
“Kenapa kau sambungkan ke Whatsapp web? Kau mau membaca pesan bapak dan ibuku juga?” Aku paling benci jika moodku berubah saat mengerjakan tugasku. 
“Tak apa-apa, kau itu kan pacarku.” Ujar Godfrey dengan santainya. 
“Tapi itu privasiku, berikan padaku.” Segera kurebut kembali handphoneku, kami berdua saling berebut hingga Godfrey melemparkan handphoneku ke luar kamar kosku. 
Prakkk!! Handphoneku menghantam paving block yang berada di depan teras kosku. 
“Kau gila ya?” teriakku benar-benar marah dengan kelakuan Godfrey. Pria itu tak juga menampilkan ekspresi penyesalan, yang ada dia semakin marah tak jelas. 
Segera kuambil handphoneku ku sudah tercecer casingnya bahkan layarnya pun retak. Aku menangis mengingat usaha ayahku untuk membeli handphone ini ketika aku hendak merantau untuk melanjutkan pendidikan tinggi. 
“Kenapa handphonemu Patris?” tanya Kak Ronald yang baru saja tiba entah dari mana. Hanya kujawab dengan gelengan kepala dan masuk ke kamarku, Godfrey pun pergi dalam keadaan kesal tanpa meminta maaf padaku atas tindakannya. 


Hari itu aku benar-benar kesal, hingga malam tiba-tiba pintu kamarku diketuk. Saat pintu dibuka ada sepaket makanan cepat saji yang diletakkan di depan pintu kosku. Bersama sebuah kertas memo :  

makanlah dulu, tidak baik belajar dalam keadaan perut kos⁠⁠⁠⁠⁠ong


Pesan itu membuat hatiku sedikit terhibur, setidaknya Godfrey memberikan perhatian padaku untuk terus menyelesaikan tugas-tugasku. 


Pagi harinya Godfrey datang dan membawakan sebuah sebuah kotak, dia membelikanku smartphone baru sebagai ganti handphoneku yang dia hancurkan. 
“Kamu butuh ini. Kemarin aku sudah berlebihan. Aku minta maaf.” Ujar Godfrey sambil menyerahkan smartphone baru itu padaku. 
“Ini mahal, aku tak bisa menggantinya dalam waktu dekat.” Ujarku yang sungkan menerima pemberian dari Godfrey. 
“Aku salah, dan ini permintaan maafku.” Godfrey memaksaku untuk menerimanya. 
Meski sungkan aku tetap harus menerimanya untuk menunjang aktivitas perkuliahanku. 


PPLku selama 6 bulan telah selesai, sisanya tinggal mengikuti kuliah kerja nyata dan menyelesaikan skripsi. Di saat yang sama Godfrey pun mengikuti kuliah kerja nyata, meski ada pertengkaran kecil dalam hubungan kami selama melakukan KKN di desa yang berbeda. Godfrey sering cemburu dengan teman-teman lelakiku di tempat KKN, setiap malam dia hanya menelfonku dan melarang untuk tidak terlalu dekat dengan teman-temanku itu. Bahkan akun media sosialku dia batasi pertemanan dengan para pria. Seringkali dia tak sengaja memblokir akun twitter sepupu lelakiku sendiri, karena tak begitu mengenali mereka. Berulang kali pula aku harus meminta maaf pada sepupuku karena kelakuan Godfrey. 


“Hebat kamu Patris. Kamu masih bertahan dengan Godfrey?” tanya Mae yang kebetulan satu kecamatan denganku di tempat KKN. 
“Maksudmu?” tanyaku tak mengerti maksud Mae
“Jangan terlalu kaku denganku hanya karena kamu berpacaran dengan Godfrey. Aku tak masalah soal itu.” Mae tersenyum sambil memangku kakinya di sampingmu. 
“Aku tak pernah sikap kaku padamu.” Kubantah ucapan Mae dengan membalas menyilangkan kakiku juga
“Satu kelas juga tahu kau melakukannya. Aku selalu iri dengan prestasimu di kelas. Tetapi setelah kau berpacaran dengan Godfrey, kurasa kau semakin menurun.” Ujar Mae yang menatapku dengan sinis
“Aku hanya bosan belajar.” Aku memilih untuk mengalihkan tatapanku ke arah depan. 
“Bosan katamu? Sudahlah, hanya saran saja kalau kamu sudah tak bisa menanganinya, putus saja. Atau buat seolah-olah kau itu bergantung padanya. Nanti juga dia jenuh dan mencari yang baru.” Saran itu mengingatkanku pada sikap Mae sebelum dia putus dengan Godfrey. Mae beranjak pergi dan meninggalkan kerisauan di hatiku. 
 

Sebenarnya apa yang dimaksud oleh Maesyia padaku. Apa benar Maesyia lebih mengenal Godfrey, pacar sekaligus teman SMPku dulu? 

BERSAMBUNG

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Meminjam Hati Si Kutu Buku Part. 3
0
0
Bagian terakhir dari Meminjam Hati Si Kutu Buku. Baca Part sebelumnya ya biar nyambung 🤭
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan