BAB 3 - Mentari dalam Cakrawala

11
0
Deskripsi

BAB 3 - Mentari dalam Cakrawala

Cover by pinterest

Tubuh Mentari menabrak sebuah benda keras yang membuatnya terjatuh hingga ke tanah. Namun sayangnya bukan benda yang ia tabrak, melainkan sosok tampan penuh pesona yang kini berdiri menjulang tinggi dihadapannya. Seorang laki-laki gagah berpakaian kemeja rapi berwarna merah yang terlihat sangat mahal berdiri dengan sangat angkuh. Laki-laki itu hanya terdiam, mengamati Mentari yang masih terlihat kesakitan. Mengenakan pakaian mahal dengan hidung mancung dan rambut yang tertata rapi, aura disekitar laki-laki itu dingin namun menyejukkan, dan jangan lupakan wangi khas yang membuat Mentari sedikit kehilangan logikanya. 

Mentari tersadar ternyata dia berada jauh dari rumahnya, membuatnya agak sedikit takut karena dia sama sekali tidak mengenal wilayah perkebunan ini. Mentari memaksakan tubuhnya yang masih sakit untuk berdiri dihadapan Sang Juragan Muda.

"Ma ... maaf Juragan," ucap Mentari sambil menundukkan wajahnya takut.

Tak mendapatkan respon dari Juragan muda dihadapannya, Mentari mendesis dengan pelan. Dalam hati Mentari sangat menyesal sudah menabrak seorang Juragan di tanah yang cukup jauh dari rumahnya.

"Maaf Juragan Muda, saya tidak sengaja. Saya sangat berharap Juragan Muda mau memaafkan dan melepaskan saya," mohon Mentari.

Mentari yang tidak mendapatkan jawaban, menundukkan tubuhnya berkali-kali kemudian hendak melangkah pergi. Namun cekalan dan tarikan kuat di tangannya membuat tubuhnya berbalik seratus delapan puluh derajat dan kembali menabrak tubuh Juragan Muda yang wangi. Mentari ingin melepaskan tubuhnya dari cengkeraman Juragan Muda, tetapi justru tangan Juragan muda itu membelit tubuhnya hingga tidak bisa bergerak.

"Maaf Juragan muda, tolong lepaskan saya," pinta Mentari takut-takut. Gadis itu menatap ke sosok yang menjulang tinggi di hadapannya, tersenyum tipis menakutkan. Dilihatnya orang-orang yang berada di sekitar, tetapi mereka hanya melihat ke arah Mentari sekilas kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya memetik daun teh.

"Lain kali kalau jalan hati-hati, untung sekarang ini kamu yang jatuh, coba kalau lain kali justru aku yang jatuh dengan pesonamu," ucap Juragan muda itu. Mentari menemukan suara bariton penuh wibawa dalam kalimatnya, dipadu dengan seringai tipis pada bibirnya yang membuat Mentari semakin merasa terancam.

Tangan bebas milik Juragan Muda terarah ke rambut Mentari yang tergelung rapi, dengan cepat ia mengurai gelungan itu. Tusuk konde melati dan bunga melati yang terselip di gelungan rambut Mentari ikut terlepas, terjatuh, bertemu dengan tanah. Rambut Mentari yang hitam kelam bak gelapnya malam terurai indah dengan wangi aroma bunga yang menyusup dalam indera penciuman Sang Juragan Muda. Tangan Juragan Muda dengan kurang ajar menyusuri kelembutan rambut Mentari, lalu mendekatkan ke hidungnya dan menyesap wanginya.

"Wangi," desisnya pelan.

"Wong Edan," ucap Mentari geram. Mentari memberanikan diri menggigit tangan Juragan Muda agar ia bisa terlepas. Persetan dengan respon Juragan Muda ini, toh Mentari belum tentu juga akan bertemu lagi dengan beliau.

"Aaa ... Aaa ...." Sontak tangan Juragan Muda terlepas dan kesempatan itu digunakan Mentari untuk lari terbirit-birit menjauh dari Juragan Muda.

"Hati-hati kalau lari, jarikmu bisa sobek nanti," teriak Juragan Muda menggoda Mentari.

Setelah Mentari menghilang dari pandangannya, Juragan Muda mengambil bunga melati dan tusuk konde milik Mentari yang tergeletak di tanah. Ia mendekatkan bunga itu kehidungnya, dan tersenyum tipis. Juragan Muda menyimpan tusuk konde milik Mentari, dimasukkannya benda itu kedalam saku kemejanya.

**

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan akhirnya pernikahan Juragan Darma dan Biyungnya terlaksana. Semenjak pembicaraan bersama biyungnya waktu itu, Mentari tidak sekalipun kembali membahas rencana pernikahan. Lestari mengutarakan bahwa persetujuan Mentari adalah salah satu syarat penting terlaksananya pernikahan, tetapi dengan atau tanpa persetujuan Mentari, pernikahan Juragan Darma dan biyungnya tetap terlaksana. Ada secuil rasa sakit yang Mentari bisa rasakan, Biyungnya sudah tidak menepati janjinya kepada Mentari.

Mentari memilih duduk jauh dari pesta pernikahan, berjalan dengan pelan menaiki bukit yang ada di dalam lingkungan rumah Juragan Darma. Tidak ada sanak saudara yang datang baik dari pihak Biyungnya ataupun dari keluarga Juragan Darma. Perceraian Juragan Darma yang baru saja terjadi, hingga begitu cepat pernikahan itu dilaksanakan membuat kedua keluarga memilih untuk tidak ikut campur dengan pernikahan Biyung dan Juragan Darma yang jelas menjadi gunjingan. Walaupun tidak ada yang berani berucap di hadapan Mentari, namun ia yakin bahwa gunjingan terlaknat pasti akan disematkan kepada dia dan biyungnya. Mungkin karena pengaruh Juragan Darma yang membuat orang-orang tidak berani mengemukakan langsung ke arah Mentari, tidak seperti dulu mereka menghina Mentari langsung di hadapannya.

"Den Ayu jangan jauh-jauh perginya!" Mbok Sumi, yang katanya adalah pelayan khusus untuk melayani Mentari mengikuti Mentari kemana pun ia pergi.

Begitu luar biasa kehidupan Mentari setelah Biyungnya memiliki hubungan dengan Juragan Darma, bahkan sekarang Mentari memiliki pelayan yang siap membantunya kapan saja. Mbok Sumi terlihat sedikit kesulitan saat menaiki bukit, karena selain ia hanya mengenakan jarik sama seperti dirinya, tubuh Mbok Sumi yang sedikit tambun menyulitkan langkahnya.

"Udah, Mbok Sumi disana aja, Mentari mau sendiri," usir Mentari.

"Sendiri piye, toh? Nanti dicariin Juragan dan Nyonyah."

Ah, panggilan untuk mantan buruh cuci Lestari sekarang berubah menjadi Nyonyah, membuat Mentari sebal.

"Mbok ...."

"Den Ayu, ayo balik," pinta Mbok Sumi.

Mentari merasa kasihan dengan wajah memelas Mbok Sumi yang memintanya untuk kembali. Hati Mentari sedikit terenyuh, lalu gadis itu mengikuti saran Mbok Sumi untuk kembali ke pesta. Rumah Juragan Darma sangatlah luas, lebih mirip seperti istana yang terlindungi pagar tinggi dengan halaman dan jalannya sendiri. Mereka harus melalui taman dengan kolam ikan hingga jembatan kecil yang bawahnya di aliri parit bersih dan jernih. 

Mentari dan Mbok Sumi berjalan beriringan sambil bercerita tentang kegiatan Mentari belajar menjahit. Kata Mbok Sumi, wanita itu sendiri yang akan memberikan pelajaran kepada Mentari, tetapi sebelumnya Mentari harus ikut les dasar menjahit di tempat yang sudah Mbok Sumi pilihkan. Mbok Sumi pintar menjahit sombongnya.

"Mentari! Romo cari kemana-mana ternyata malah disini."

Juragan Darma. Seorang laki-laki dengan tubuh yang tegap walaupun di usianya yang sudah tak lagi muda. Laki-laki yang dari tatapannya, semua orang bisa menemukan sebuah kebijaksanaan dan kelembutan di waktu yang sama. Juragan Darma adalah sosok laki-laki yang luar biasa menurut Mentari. Selama perkenalan singkatnya dengan Juragan Darma, Mentari selalu melihat Juragan Darma bersikap baik kepada para pelayannya, kepada pekerja-pekerja di kebun dan di ladang. Mungkin itu semua yang membuat biyungnya kepincut dengan sosok Juragan Darma.

"Maaf Juragan, Mentari tadi jalan-jalan." Ada raut wajah kecewa yang dapat Mentari tangkap, tetapi bagaimana pun masih ada jarak antara Juragan Darma dengan dirinya.

"Jangan panggil Juragan, toh! Aku romomu sekarang. Aku yang akan bertanggung jawab atas dirimu dan biyungmu," ucap Juragan Darma tegas.

Juragan Darma mengambil tangan Mentari, kemudian mendudukkannya di salah satu kursi yang berada di dekat kolam. Mbok Sumi terlihat sedikit menjauh untuk memberikan kenyamanan kepada Tuannya untuk berbincang dengan putri barunya.

"Mentari, boleh Romo meminta waktumu sebentar? Romo ingin mengatakan sesuatu hal yang sangat penting."

Malam sunyi ditemani seseorang yang Mentari anggap sebagai bencana. Sosok laki-laki berwibawa yang memiliki kasta jauh dari dia dan ibunya. Entah kenapa, laki-laki itu meminang seorang wanita buruh cuci seperti Lestari, menjadikan semua orang merasa bisa menghakimi ibu Mentari.

"Mentari, Romo tahu bahwa pernikahan ini terlalu cepat untuk kamu terima," ucap Juragan Darma dengan nada yang lebih lembut dari sebelumnya. "Ini semua terlalu cepat bagi kita semua, tetapi Romo berharap kita bersama-sama belajar untuk beradaptasi dengan kehidupan baru ini."

Mentari menatap lekat ke arah mata Juragan Darma yang penuh keteduhan. Mentari yakin, bahwa siapapun akan terpesona dengan laki-laki itu, termasuk biyungnya yang tentu bisa dibilang adalah wanita yang beruntung karena bisa mendapatkan Juragan Darma sebagai suami.

"Aku sangat mencintai biyungmu, dan aku berjanji akan membahagian kalian berdua," papar Juragan Darma dengan suara tertahan. "Kamu tahu biyungmu sudah menderita hidup tanpa pasangan selama ini, mungkin sekarang ini adalah waktu untuk biyungmu mendapatkan kebahagiaan, sama sepertimu."

Satu tetes air mata jatuh mengalir di pipi Mentari. Memang benar apa yang diucapkan Juragan Darma, selama ini biyung bersusah payah sendirian merawat Mentari. Walaupun mendapatkan gunjingan dan cacian karena bekerja sebagai buruh cuci, biyung tetap selalu kuat dan tidak pernah mengeluh. Tidak mengeluh bukan berarti dia kuat, mungkin saja biyungnya selama ini sebenarnya lemah hanya berusaha kuat di hadapan Mentari.

"Tapi, Juragan ...."

"Jangan pernah mendengar omongan orang, mereka tidak tahu kenyataan apa yang sudah kita alami," sanggah Juragan Darma.

"Kenapa Juragan bercerai dengan Ny. Rukma? Apa itu semua karena Biyung Mentari?" tanya Mentari memastikan.

Selama ini pantang bagi Mentari jika menyebabkan kesulitan atau kesakitan untuk orang lain. Hal inilah beban yang dirasakan Mentari, jika kehadiran biyungnya adalah sumber kenestapaan Ny. Rukma.

"Bukan, Romo bercerai dengan mantan istri Romo bukan karena kehadiran Biyung Mentari," jawab Juragan Darma Tegas. "Ada beberapa permasalahan orangtua yang mungkin belum bisa Mentari pahami. Tetapi yang jelas, keinginan Romo dan mantan istri untuk bercerai sudah jauh sebelum kedatangan Lestari dalam hidup Romo."

Mentari tersenyum, jawaban Juragan Darma cukup mengurangi sesak dan beban yang selama ini ia rasakan. Senyum yang sama menular ke wajah laki-laki di hadapannya.

"Apapun yang kamu dengar nanti, selalu ingat untuk hanya percaya pada ucapan Biyung dan Romo. Bisa begitu, Nduk?"

Mentari mengangguk.

"Sekarang kita kembali ke pesta, biyungmu sendirian di sana, Romo ndak tega."

Juragan Darma menengadahkan tangannya yang kemudian disambut oleh Mentari. Mereka berjalan beriringan sambil bercerita tentang aktivitas Mentari selama ini. Mentari menceritakan bahwa ia sangat suka menjahit. Mbok Sumi yang berada di belakang sesekali ikut nimbrung  dengan pembicaraan mereka, bahkan Mbok Sumi berjanji akan membuat Mentari menjadi handal dalam menjahit.

Senyum Lestari terbit, hingga tetes air mata tak lagi bisa Lestari sembunyikan ketika melihat putrinya bergandengan tangan dengan suaminya. Ia berlari menghambur kedalam pelukan Mentari yang dibalas Mentari dengan hal yang sama.

"Terima kasih Mentari, terima kasih Kangmas," ucap Lestari.

Lestari mengambil tangan kanan Juragan Darma dan menciumnya tanda menghormati suaminya. Dia sangat berterima kasih kepada suaminya karena berhasil meluluhkan hati putrinya. Sebelum ini, Lestari hendak menunda pernikahan mereka karena Mentari yang tidak memberikan izin, tetapi Juragan Darma berjanji bahwa izin Mentari akan ia dapatkan sambil berjalannya waktu. Ia tidak bisa menunda lagi keinginanya menikahi Lestari, ia sangat mencintai wanita itu dan ingin memiliki seutuhnya.

Di suasana penuh haru dalam keluarga kecil Juragan Darma dan Lestari, tiba-tiba beberapa pengawal Juragan Darma berhambur memasuki pesta. Laki-laki serba berpakaian hitam seperti sedang mencari sesuatu, lalu saat manik matanya menemukan sosok Juragan Darma mereka mendekat.

"Ada apa?"

"Juragan Muda datang."

"Oh, ya? Dimana anak itu?" tanya Juragan Darma antusias.

"Aku disini Romo, anakmu ada disini"

Semua orang yang berada di sana langsung mengarahkan matanya ke sumber suara, termasuk Mentari. Mentari sedikit memiringkan kepalanya untuk melihat ke arah belakang tubuh Juragan Darma yang tinggi. Tak jauh dari mereka berdiri, seorang laki-laki tampan berbalut kemeja mahal dengan hiasan bunga melati di dada sebelah kanannya tersenyum menyapa Juragan Darma. Seperti tak asing, Mentari mencoba mengingat sosok itu tapi nihil, Mentari menyerah dan menganggap laki-laki itu adalah sosok baru dalam hidupnya.

"Anakku Cakrawala, akhirnya kamu datang menemui Romomu ini." Suara Juragan Darma teduh, menyambut sosok yang Mentari yakini adalah putra Juragan Darma.

Mentari pernah mendengar dari para tetangga, bahwa Juragan Darma sudah memiliki dua orang anak laki-laki yang kini sedang menimba ilmu di Batavia. Sekarang ini, Mentari bisa melihat sosok itu secara langsung.

Anak Juragan Darma memiliki garis wajah sempurna sama seperti milik Juragan Darma. Tegas namun teduh dalam waktu bersamaan. Bedanya, laki-laki itu terlihat memiliki kulit yang lebih putih dan bersih, sedangkan untuk posturnya jauh lebih menjulang tinggi dibanding romonya.

"Cakra ndak mau Romo menikmati pestanya sendirian" ucap laki-laki itu. Namun entah kenapa, kalimat itu terdengar sumbang di telinga Mentari.

Kedua laki-laki itu berpelukan, melepas rindu. Setelah cukup lama, Juragan Darma mulai mengenalkan istri barunya kepada anaknya.

"Kenalkan, Lestari," papar Juragan Darma, "Romo berharap kamu bisa menganggap Lestari sama seperti biyungmu sendiri," tambahnya.

"Tentu saja, Romo" ucap laki-laki itu. "Saya sangat senang bisa mengenal sosok Biyung Lestari."

"Oh ya, ini Mentari, putri satu-satunya Biyung Lestari. Romo harap kamu bisa menerima Mentari seperti adikmu sendiri."

Laki-laki itu menatap Mentari dengan intens, lalu tersenyum tipis dan menganggukan kepalanya tanda setuju.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya BAB 6 - Mentari dalam Cakrawala
10
0
BAB 6 - Mentari dalam CakrawalaKedatangan Ainur, kekasih Cakra.Cover by pinterest*** Sudah puas mengintipnya?Aku tidak mengintip. Mentari berniat pergi tetapi tangannya di cekal dengan kasar, lalu tubuhnya dihentakan dengan cukup kuat ke pohon.Awwww.Sakit? tanya Juragan Muda.Aku mau pergi, ucap Mentari tanpa mau menjawab pertanyaan Juragan Muda.Kamu pikir semudah itu?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan