Hot 4

1
0
Deskripsi

"..tolong ambilkan pembalut di tas kecilku di atas meja itu.. Aku baru saja mendapatkan menstruasiku.." ucapnya sangat polos.

Tamat, lalu apa? Nyatanya hidup tidak seindah cerita Sinderella yang berakhir dengan pernikahan bahagia. Bagaimana setelah menikah?

Pesta pernikahan yang sangat melelahkan. Membuatku kapok menikah lagi, aku berjanji ini terakhir kali aku menikah. Tentu saja! Mana ada orang berniat menikah berkali-kali kan? Yakin, aku tak mau menikah lagi. Capek!!

Harusnya malam pertama adalah malam yang paling di tunggu, bikin deg-degkan, dan mmmhhhh yahhhh begitulah. Meskipun ini bukan yang pertama kali, tapi baginya ini adalah yang pertama kali. Dan aku tak sabar. Ya mestinya begitu. Tapi apa yang terjadi? Sungguh di luar dugaanku selama ini.

.

.

Aku telah bersiap, sengaja mandi air dingin. Kamar hotel paling suite room, di puncak gedung. Aku memesannya susah payah dan hampir memecat pegawainya walau tidak ikut menjadi bos nya, pokoknya hampir murka. Pasalnya aku memesan kamar itu H-1 dan kamar itu telah di booking orang, untung saja orang itu membatalkannya tepat sebelum aku mengamuk membabi buta. Merasa lega dan merasa Tuhan memihak ku.

Aku habis mandi dan duduk manis di ranjang menunggu gadis itu selesai mandi dengan sabar. Astaga pikiranku sudah ke mana-mana membayangkan dirinya meliuk-liuk di bawah tubuhku. Oh tidak, wajahku mulai memanas sampai ke telinga rasanya. Aku merasa deg-degkan sungguhan. Aku seperti anak SMU yang sedang kasmaran dan sepertinya ini yang pertama buatku juga. Aku sangat menantikannya dengan sabar.

Aku sempat terlonjak saat anak itu keluar dari pintu kamar mandi. Aku begitu terpana saat melihatnya hanya terlilit handuk sebatas dada sampai separuh pahanya. Percayalah, jantungku berdetak sangat keras.

Arion tersenyum ke arahku di pintu kamar mandi. Air menetes dari sudut-sudut wajah mungilnya. Serta rambut basahnya. Astaga… Jika aku tidak mengatupkan mulutku, jantungku pasti sudah melompat dan tergelepar di lantai seperti ikan laut yang tengah terdampar.

"..Gavinn..bisa minta tolong?.." ucapnya begitu lembut terdengar. Entah ini hanya fantasiku atau sengaja dia membuat suaranya menjadi begitu manja.

Tentu saja aku mengangguk dan beranjak ke arahnya tanpa curiga, seperti anjing yang patuh pada majikannya.

"..tolong ambilkan pembalut di tas kecilku di atas meja itu.. Aku baru saja mendapatkan menstruasiku.." ucapnya sangat polos dengan tatapan memelas.

Aku sudah sampai di meja yang dia maksud dan aku terdiam membeku. Aku tak tahu harus apa. Mendadak otak ku terlonjak seperti tersambar petir yang datangnya tanpa tanda-tanda.

"..Gavinn..cepatlah..perutku mulai nyeri dan punggungku mulai saikit.." keluhnya terdengar seperti hampir menangis.

Aku tak sanggup untuk marah apalagi kecewa. Wajahnya begitu tersiksa. Aku menuruti semua perintahnya.

Dan malam pertama tengah ku lalui dengan begitu berat.

Mengelus-elus punggungnya dan sesekali menyeka keringat dingin di keningnya. Dia meringkuk melipat tubuhnya memeluk perutnya dan merintih kesakitan.

Pukul 2 dini hari, gairah yang tadi telah membeku kini kembali meronta-ronta. Setelah memastikan anak itu benar-benar terlelap, aku melucuti semua kain yang meliliti tubuhku. Berjalan gontai ke arah balkon.

Air dingin dalam kolam renang ku selami untuk menenangkan gairah yang mulai tak terbendung. Mungkin aku harus bersabar untuk sesuatu yang, yah mungkin lebih hebat. Hahaaa sekedar menghibur diri saja.

***

2 minggu telah berlalu.

Jam digital di laptop menggambar angka 4 sore lebih sedikit. Aku masih harus bergelut dengan setumpuk berkas.

Ya, aku sudah mulai normal bekerja 5 hari setelah pernikahan itu. Honey moon? Jangan konyol, tahu yang terjadi malam pertama? Aku sudah lama membuang angan-angan honey moon sialan itu. Marah dan kecewa? Tentu saja! Tapi kecewa pada menstruasi perempuan? Itu sangat konyol kan? Jadi aku berlagak biasa saja di rumah. Tapi mungkin tentu saja dia menyadarinya.

Di rumah, ya. Aku menyewa sebuah flat sederhana di lantai 15 dari 24 lantai pada sebuah komplek gedung apartemenyang berlokasi tidak terlalu jauh dari tempatku bekerja. Untuk privasi saja. Kami berdua sama-sama anak tunggal. Tidak adil rasanya jika kami tinggal di salah satu dari keduanya.

Sebuah flat sederhana. Dengan dua kamar luas masing-masing memiliki kamar mandi dalam. Dapur dan set meja makan, ruang santai, dan ruang tamu yang terhubung. Serta sebuah balkon yang agak luas, lumayan untuk menjemur pakaian, sebuah kursi malas panjang, dan mungkin beberapa pot tanaman? Simpel saja, agar tidak susah mengurus rumah. Arion tak pernah setuju dengan adanya asisten rumah.

"Aku bisa mengurus rumah! Aku bisa mengepel lantai, aku bisa memasak, aku bisa mencuci baju!! Ada vacum cleaner! Ada mesin cuci dan kau membeli fasilitas dapur lengkap! Untuk apa pelayan? Mau menambah istri?!!" Makinya saat ku tawarkan seorang pelayan. Well, tak ada masalah. Selama dua minggu ini pula semua beres. Tapi tentu saja tidak termasuk urusan ranjang. Pasalnya aku tak tahu kapan dia selesai menstruasi.

Aku mengacak rambutku frustasi.

"Pak Lucero, pegawai keamanan bertanya apa Anda akan lembur? Saya akan pulang. Ini sudah lewat senja, pukul 6 sekarang" ucap Fay, memasuki ruanganku tanpa mengetuk pintu. Atau aku yang tidak dengar.

"M, ya pulanglah. Aku juga akan pulang"

Fay mengangguk lalu undur diri.

Ku pakai jas yang ku sangkutkan pada sandaran tahtaku. Bergegas menuju parkir mobil dan menancap gas pulang. Aku tak tahu kalau ini sudah jam 6. Arion pasti cemas. Aku tak pernah pulang selarut ini.

Sampai di depan pintu kulihat jam di tangan telah menunjuk angka 7 lebih sedikit. Sudah telat, macet pula. Lengkap kan? Capek sekali rasanya. Ingin mandi air hangat lalu segera tidur.

Ku buka pintu dan ruangan masih gelap. Tidak ada sambutan pulang dengan kecupan ringan di bibir seperti biasanya. Awalnya dia malu melakukan tradisi konyol yang dibuatnya sendiri itu. Tapi sekarang aku penasaran, kemana tradisi konyol itu?

Apa dia sedang keluar? Kemana? Untuk apa? Biasanya kemanapun dan kapanpun dia akan keluar pasti menghubungiku. Tapi, apa aku menghubunginya akan pulang telat? Impas kan? Ini bukan masalah adil atau tidak adil!

Kunyalakan lampu. Aku masih berdiri di ujung ruang tamu. Gadis itu menyandarkan kepalanya di meja makan. Tanpa suara aku mendekatinya.

Meja makan sudah penuh dengan berbagai masakan. Ada yang ulang tahun?

Burger, spagetti, chiken katsu, tempura, sup jamur, tumis sayuran sea food. Dua gelas tinggi wine, tapi bukan botol wine yang menyandingi, melainkan jus pomegranat. Ingin terbahak untuk yang itu. Arion sangat benci minuman alkohol. Dia mau merayakan apa?

Dan dia malah tertidur di meja. Makanan itu sudah dingin semua. Dadaku seperti tesenggol sebuah benang tipis. Tak tampak tapi perih. Perlahan ku letakkan tas kerjaku di lantai.

Ku kecup puncak kepala gadis itu. Dia menggeliat dan membuka matanya perlahan. Mengerjapkan matanya lalu terbelalak. "..Gavinn.." selalu, desahan itu yang membuat dadaku berdesir. Aku mulai bertanya-tanya. Itu desahan godaan atau memang caranya mengeluarkan suara?

"Tertidur?"

Dia melompat dalam pelukanku. "Selamat datangh..! Aku tak tahu Gavinn akan pulang telat.."

Ku belai kepalanya merasa bersalah. "Maaf tidak memberi kabar" ucapku.

"Sudah makan malam..?"

"Aku berharap kau tidak menghabiskan makan malam bagianku karena kau marah-marah" cengirku.

Arion mencubit pinggangku, bukan sakit darahku malah berdesir. Gila, semua tingkahnya membuatku berpikir yang tidak-tidak. Oh mungkin ini efek puasa terlalu lama.

"Ayo makan. Ku hangatkan dulu ya, duduklah" Gadis itu dengan cekatan merawat semua makanan itu. Entah ini hanya otak kotorku saja atau bukan.

Dia mengenakan dress super mini dan ketat. Dia memakai baju yang bahkan belum pernah ku lihat keberadaannya.

Dress itu memang memiliki leher dan kancing hidup lurus sampai ujung bawah sedikit mengembang yang panjangnya hanya menutupi bokongnya. Tapi kancing itu terbuka hingga tiga biji, leher, dada, dan separuh buah dadanya. Walau aku tidak mencuri lihat, dada kenyal itu mengintip keluar, bahkan warna pink bra-nya sangat jelas terlihat. Tanpa lengan. Dress itu menempel ketat di tubuhnya yang menggambar dengan sangat jelas lekuk tubuhnya. Dia sama saja dengan telanjang. Aku bersumpah jika sampai dia memakai baju itu untuk keluar, aku akan membakar baju itu sampai habis.

"Sudah selesai.." Arion duduk di seberang meja dengan senyum merekah luar biasa.

"Kau ulang tahun? Aku tak tahu, aku tak membawa kado untukmu?" Ucapku agak jengkel. Sebenarnya acara apa ini?

Anak itu mendekatiku. Mengendus sekitar bajuku.

"Hei!! Kau tahu aku baru saja pulang" kujauhkan wajahnya dari pundak ku. Tapi dia malah tersenyum begitu bahagia.

"Aku tidak pernah sebahagia ini mencium aroma capek Gavinn.." lalu dia kembali ke kursinya.

Dia mendekatiku hanya untuk menciumi bau busuk ku?

"Ayo makan.." ajaknya yang tentu saja kuterima. Perutku sudah keroncongan dari tadi.

Selesai makan dia menarikku masuk ke kamar dan mendorongku ke kamar mandi setelah memberikanku sebuah handuk.

"Cepatlah mandi. Kau capek kan?" Ucapnya di pintu kamar mandi. Dia dengan cekatan melepas dasi, membuka kancing serta melepaskan kemeja dan melepas ikat pinggang.

"Tidak sekalian kau lepaskan celanaku?" Gadis itu tersenyum malu-malu. Ya ampun, baru kali ini aku melihat senyumnya yang itu. Membuat darahku kembali berdesir. Aku segera mandi, dari pada otak mesumku ke mana-mana. Melihat bokongnya saja yang mengayun ke sana ke mari sudah membuat adik tercinta berdenyut-denyut.

Karena dia tidak memberiku sebuah kimono atau piyama, aku berjalan santai saja masuk kamar. Dia sibuk di sisi lain ranjang menggeledah laci tempat aku menyimpan benda-benda kecil.

"Apa yang kau cari?" Tanyaku.

Dia menoleh agak kaget. Dua genggam tangannya penuh dan dia hampir kuwalahan.

"Apa yang akan kau lakukan dengan itu?!!" Tanyaku gusar. Itu benda keramat milikku.

Arion berjalan perlahan dengan--kentara sekali meliuk-liukkan pinggangnya-- perlahan ke arahku setelah memutari ranjang. Dia berhenti tepat di depanku. Astaga, kancing bagian dadanya terbuka!!

Dia menunduk, entah lagi-lagi sengaja atau tidak. Puncak kepalanya menyenggol benda superku. Tentu saja benda itu tegang seperti diberi aba-aba.

"Kita tidak memerlukan kondom itu lagi Gavinn.." setelah, ternyata dia membuang kondom dalam dua genggannya di tong sampah dekatku, dia yang masih tetap menundukkan badannya itu menghadap badanku. Tentu saja dia yang pendek itu wajahnya tepat berada di penisku. Ya Tuhan..cobaan apalagi ini.

Arion mencium penisku di atas handuk tipis itu. Astaga!! Otakku menjerit hebat. Dan mulutku, hanya melongo. Iya, melongo.

"KAU!!" Tak kuat rasanya kalau di goda seperti itu kan.

Aku menarik lengannya sampai dia berdiri tegak dan menatapku. Dia malah tersenyum dan langsung meraih leherku dan bergelayut di sana.

"Gavinn.." dia menarik handuk yang menutupi sebagian kecil tubuhku. Kemudian dia menempelkan tubuhnya pada tubuhku kelewat erat. Dia menelusupkan sebelah kakinya di antara kakiku. Dan menempelkan tubuh selatannya di pahaku dengan samar menggesek-gesekkannya. Ya ampun!!

Gadis itu melingkarkan lengannya di seputar perut dan menciumi perutku. Gejolak hebat menendang-nendang dasar perutku. "Gadis kurang ajar.." bisikku. Tapi dia hanya terkekeh.

Gavin mengangkat tuan putri itu dan dengan lembut meletakkannya di atas ranjang. Gavin menciumi dengan lembut bibir yang ranum itu.

Arion menggapai tubuh besar di atasnya dan memeluknya. Menempelkan tubuhnya pada tubuh suaminya.

Iya, sekarang Gavin telah resmi menjadi suaminya. Suami seutuhnya dengan mengetahui segala kebusukan dirinya, dan Gavin tetap melangkah menikahinya. Dia bahkan telah bersabar menunggunya setelah menikah karena dia mendapatkan menstruasi di saat yang sangat tepat. Hatinya benar-benar mantap memilih lelaki yang yang 15 tahun lebih tua darinya itu. Sekarang, Gavin adalah segalanya dalam hidupnya.

"..Gavinn.." panggil gadis itu parau. Suaranya basah dan bergetar oleh nafsunya sendiri. Jantungnya berdetak hebat.

"Ya.." suara Gavin tak kalah parau pula. Di ciuminya gadis dalam pangkuannya yang masih mengenakan pakaian lengkap itu.

Arion menelan ludahnya susah payah. "..bolehkah aku menyentuhnya..?" Ucapnya dengan memandang kedua mata Gavin dengan serius.

"Sentuhlah apapun yang ingin kau sentuh.." bisik Gavin pada telinga istrinya. Dia kembali menciumi leher kecil itu. Dia tak perduli apa yang ingin di sentuh istrinya itu. Semua miliknya milik istrinya juga kan?

Dengan tangan gemetar entah takut, penasaran, atau tak sabar bergelut nafsu, mengulurkan tangannya untuk menyentuh tubuh suaminya.

Gavin terlonjak ketika Arion menyentuh penisnya. Seketika itu penisnya semakin mengencang.

Kedua mata Arion makin terbelalak melihat hal menakjubkan itu. Dia tak tahu benda yang telah tegang itu bisa semakin membesar dan lebih kencang. Dia makin meluaskan sentuhannya. "..besar sekali Gavinn.. tubuhku di sana sudah mulai memikirkannya.." ucap gadis itu lirih tanpa mengalihkan perhatiannya dari benda yang kini tak muat dalam genggamannya.

Gavin kesusahan menelan ludahnya sendiri. Dia sudah tak sanggup berkata-kata lagi.

Arion mulai menggenggam dengan kedua tangannya. Membuat darah Gavin tak berhenti berdesir hebat. Gadis itu menggerak-gerakkan genggamannya naik turun.

"..kalau kau menyentuhnya seperti itu, aku tak bisa menahannya sayang.." kata Gavin makin parau. Arion melepaskan kedua tangannya, membuat Gavin menyesali ucapannya.

Arion mundur beberapa senti dari pangkuan Gavin semakin membuat Gavin menyesal. Dia menghela nafas lesu.

Arion dengan perlahan dan tangan bergetar membuka kancing bajunya. Meski beberapa kali gagal membukanya namun dia tidak menyerah hingga akhirnya kancing itu berhasil terbuka seluruhnya. Menampakkan perut rata dan pinggul yang ramping. Panggul yang bulat menggoda terbungkus celana dalam mini senada dengam warna bra. Naik ke atas, tersembul dua dada kembar nan kenyal yang hampir tumpah dari wadahnya. Dan gadis itu tersenyum padanya, meski dengan wajah merah padam sampai ke telinganya tanda malu luar biasa.

Gadis perawan ini benar-benar membuatnya hot. Gavin kelimpungan menebak-nebak gerakan demi gerakan yang tak terbaca olehnya. Gadis ini benar-benar pengalaman baru baginya. Bersamanya seperti kembali merasakan cinta monyet yang malu-malu yang dapat membuatnya marah, kecewa, berdebar-debar, penasaran, tak sabar, dan bergairah dalam waktu yang bersamaan. Kesabaran tak akan pernah menghianati akhir kan?

"..sayang, apa kau yakin? Kau yakin denganku?" Suara Gavin terdengar makin berat.

Arion mengangguk beberapa kali. Nafasnya tercekat dan oksigen di sekitarnya terasa menipis. "..dadaku seperti di pukul-pukul. Aku tak bisa menenangkan suaranya Gavinn.." jawabnya lirih.

Gavin mengulurkan tangannya yang di sambut oleh Arion. Gavin menariknya ke dalam pelukannya. Melapaskan dress yang masih tersangkut itu dengan perlahan. "Bolehkah aku mencintaimu sayang.." bisik Gavin di telinganya.

"..apakah aku pantas kau cintai Gavinn.." gadis itu menatap lekat kedua mata suaminya. Di raihnya wajah pria itu dalam kedua tangannya dan diciumnya dengan perlahan. Menjilati bibir itu hingga bibir itu basah dan terbuka. Menyusupkan lidahnya lalu mencari lidah yang biasanya menyerangnya itu dengan lembut. Membelainya. Arion menekan lebih keras bibirnya pada bibir lelaki itu. Membelai dada bidangnya dengan tangan yang lain.

Gavin menahan desahannya. Di tariknya tubuh mini itu dalam pelukannya.

Mereka menempel erat seolah tak ada hari esok untuk berpelukan. Mereka saling mencium dan menarik lidah pasangannya.

"..sayang.." Gavin tak kuasa menahan gejolak di dasar perutnya lagi. Meraih salah satu gunung kembar itu dan meremasnya perlahan.

"..ohh.. Gavinnn.." Arion menatap langit-langit dan mendesah merasakan kenikmatan di dadanya.

Gavin segera melepas sangkar benda kenyal itu. Membelai lembut dada itu lalu mengecup puncaknya yang telah mengeras sempurna itu dan menyesapnya.

"..auhhhh... Gavinnn... Ahhhhh...." Membuat gadis itu semakin keras melenguh.

Gavin tak membiarkan dada kembarannya menganggur. Di remas-remasnya dengan gemas. Tubuh Arion bergerak-gerak menahan nikmatnya pijatan pada dadanya. "..Gavinnnhhh.... Nggghhhh..."

Gavin berganti mengulum puncak yang lain dan meremas yang tadi. "..uuggghhhh Gavinnn.. jangannnnnhhhh..."

Gavin malah semakin kuat menyesap puncak di dalam mulutnya itu. Membuat dada itu terbusung ke arahnya. "...aauuggghhhhh ....Gavinnnhhhh ohhhhh...... Tidakkkhhhhh.... Aaahhhhh...." Gadis itu semakin gencar mendesah membuat suami kasmaran itu makin jahil.

Masih tetap mengulum dan mempermainkan puting itu dengan lidahnya, Gavin menyusupkan tangannya di balik celana dalam mini pink. Membuat Arion terlonjak.

Spontan kedua tangan Arion memegangi tangan Gavin yang makin nakal berulah di balik celana mini itu. "..mmmmhhh Gavinn.... Hhh.. Gavinn tunggu.... Ahh!!"

"Apa yang harus ku tunggu Arion sayang..." Bisik Gavin di telinga Arion. Salah, mendesah lebih tepatnya. Gavin memasukkan jarinya di pusat tubuh Arion. Arion terkejut dan memandang lekat ke mata suaminya.

Dengan menggeleng, "..Gavinn jangan.." pintanya memelas.

"Kenapa? Sudah sebasah ini. Kau ingin main yang bagaimana?" Kata Gavin. Senyum lebar tergambar di wajahnya. Namun jemarinya masih bermain di sana.

"..jangan yang seperti kemarinhhh..."

"Kenapa? Kau menikmatinya kan? Kau sudah klimaks kemarin itu"

Arion mencubit pinggang suaminya dengan keras membuat pria itu meringis. Dengan menunduk dalam, dia berkata sangat lirih. "..aku malu.. mengeluarkan suara begitu.."

Gavin terbahak sangat keras. Tak bisa di tahannya lagi. Dia benar-benar tertawa. Sialan benar gadis perawan ini. Dia tak berhenti membuat perasaan Gavin kembang kempis melihat tingkah polosnya.

Merasa malunya dipermainkan oleh pria yang sudah menikahinya itu membuatnya sedikit kecewa. Segitu amatirnya perawan di mata suaminya. Arion berbalik dan memunggungi suaminya, melipat kedua tangannya di dada.

Gavin masih juga tertawa meskipun tidak sekeras tadi. Sekarang istrinya merajuk dan memunggunginya. Mendapat sikap seperti itu malah timbul berbagai gagasan jahil dalam benaknya.

"Sayang..ayo main yang enak-enak dan sayangku tidak perlu malu" Gavin menempelkan dadanya di punggung istrinya itu.

Sejenak Arion terperanjat. Detak jantung lelaki itu juga berdetak sangat keras.

"Kenapa? Kau pikir kamu saja yang deg-degkan dan gugup?" Arion menoleh pada suaminya. "Tentu saja aku juga. Sejak kau bangun dari tidurmu tadi jantung ini sudah melompat-lompat. Kau menggoyang bokongmu ke sana ke mari menggunakan baju super mini itu. Kau pikir sesuatu di selangkanganku tidak meronta-ronta? Siapa yang memulai ini hum?"

Arion kembali menatap lurus ke depan. Yang di katakan lelaki itu memang benar. Dia memang sengaja memasak banyak dan mengenakan pakaian yang baru di belinya itu untuk menggoda suaminya. Tapi yang ditunggu tak kunjung datang. Berbagai pikiran kotor menyelimutinya.

Jangan-jangan suaminya kabur pada mantan-mantannya para model itu karena lelah menunggunya. Kentara sekali sikap Gavin yang agak dingin. Dia tak perlu bertanya, suaminya sangat kecewa karena dia mendapatkan menstruasi di malam pernikahan mereka. Dan menstruasi itu selalu menyiksanya.

2 jam lebih dia menunggu. Padahal biasanya sebelum pukul 5 sore suaminya sudah pulang, dan bahkan jam menunjuk pukul 7 pria itu belum kunjung datang. Pria itu pasti sudah bosan dengannya. Dia pasti mencari pelampiasan lain. Meskipun bukan kategori selingkuh, dia pasti mencari pelukan lain. Dia masih yakin Gavin tak pernah mempermainkannya, tapi urusan ranjang tak bisa main-main.

Ciuman Gavin di tengkuknya membuatnya kembali pada dunia nyata. "..ohhhh..." Arion merasakan sengatan panas di sana. Gavin menyesap dan meninggalkan bekas kemerahan di sana.

Memeluk istrinya dari belakang seperti ini hal baru baginya. Dia dapat dengan leluasa meremas kedua dada kenyal itu sekaligus.

"..auhhh... Gavinn.. auhhh... Aahhhhhsssshhhh..... Nghhhhh.... Aahhhhhhhnngggg..." Membuat yang punya mendesah tak karuan. Dia berpegang erat pada kedua lengan nakal itu.

Gavin kembali menggerayangi pusat tubuh istrinya lalu memasukkan jarinya dan memainkannya.

Arion menggeliat menahan desakan dalam dadanya. Dia tak bisa menahan kenikmatan dari dua tempat yang berbeda itu. "..ohhhh.. Gavinnn... Iya Gavinn... Oouuhhhhh..."

Gavin tersenyum penuh kemenangan. Gavin memasukkan jarinya lagi dalam lubang itu. "...anngggghhhhh Gavinn..."

Arion merasakan sesuatu menonjol mendesak punggung bawahnya.

Gavin semakin semangat memainkan jemari di dalam pusat kenikmatan itu. "..ooohhhhh Gavinnn
.. aahhh... Tungguuhhhh... Tunnnnggguhhhh Gavinn.."

"Kenapa sayang,"

"..uuuhhhhhhh berhhh... Hentiiihhhh... Aaauuuughhhhhh"

Gavin menghentikan jemarinya seketika dan menariknya keluar. "Apa aku menyakitimu?" Gavin menempelkan dagunya di bahu kecil itu.

Arion menggeleng. Lalu dia berbalik dan menatap suaminya lekat-lekat.

"Jangan menatapku begitu. Membuatku tak tahan untuk tidak mencium mu"

Arion tersenyum malu-malu lalu menunduk. Di sentuhnya benda keramat suaminya itu sangat pelan karena masih merasa malu.

___***___

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Hot 5
1
0
Apakah semalam hanya mimpi? Tapi ngilu di semua bagian tubuhnya begitu nyata. Ciuman dan sentuhan itu masih dapat dengan jelas dia ingat. Dimana Gavin??
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan