
Kesuksesan seseorang tidak ada yang Instan. Mie Instan aja juga membutuhkan proses dimasak agar bisa dimakan. Jadi nikmati proses dan rasakan kebahagian terhadap Rasa yang terpendam ya 🥇
Pagiku dimulai dengan teregesa-gesa. Hari ini aku akan pergi ke tempat mengajar. Karena hari ini ada rapat kenaikkan siswa. Aku harus bergegas. Aku adalah seorang guru, tapi bukan PNS. Aku adalah guru honor yang dipekerjakan di salah satu sekolah swasta di kota Palembang. Aku sangat menyukai dunia pendidikan. Cita-citaku dari kecil ya menjadi guru. Kebahagian terbesarku adalah ketika siswa yang aku ajar mengerti dan bisa mengaplikasinya ke kehidupan sehari-hari. Aku mengajar di SMP untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. Siswaku memanggil ku dengan panggilan ”Miss Nola”. Kalau ditanya soal gaji, wuah gaji seorang guru honor jauh dari kata ”Layak” tapi ini lah kebahagiaan ku menjadi seorang guru.
Seperti biasa, Ibu sudah menyiapkan sarapan. Dan ibu mengerjakan semua pekerjaan rumah secara multitasking. Sebelum berangkat tidak lupa untuk menikmati nasi goreng. “Bu, aku berangkat yo! Assalamuaikum”, ujarku. ”Yo, nak, Waalaikumsalam”,ibu menyahutku.
Pagi ini terasa berbeda dari sebelumnya. Karena, hari ini setelah rapat kenaikkan siswa, hari ini juga hari penentuan apakah aku masih dipekerjakan lagi atau tidak di sekolah tempatku mengajar. Aku sudah mengajar disini sejak tahun 2014. Sudah lama sekali, tapi semenjak pergantian kepsek dan yayasan baru ya semua aturan berubah terutama setiap ajaran baru kita akan mendapat surat ucapan terima kasih yang bertuliskan “Terima kasih dan selamat bergabung kembali“ atau sebaliknya “Terima kasih dan maaf anda tidak bisa bergabung kembali”.
Langkah kaki berat menapaki jalan berbatu menuju tempat mangkal mobil angkutan kota. Aku naik ke mobil angkot dan pandanganku melayang ke pemandangan di pagi hari di kota Palembang. Diperjalananku, diiringi suara bising mobil angkot dan hiruk pikuk kota Palembang. Berselang 20 menit kemudian “Stop mang!” Ujarku ke sopir angkot. Mobil angkot memberhentikan lajunya. Lalu, aku turun dan membayar ongkos.
Kemudian, aku memasuki gerbang sekolah dan bertemu dengan teman sejawatku, usianya dibawahku. Dia adalah Ibu Mita, tapi kalau tidak ada siswa aku memanggilnya Mita. Ibu Mita mengajar seni budaya. Dengan bahasa Palembang Mita menanyaiku “Yuk, cakmano kalo kito dak dipake lagi disini? Ayuk lah punyo tempat ngajar laen?” Aku terdiam dan menjawab dengan santai “Yo sudah kalau dak dipake lagi, berejo cari tempat laen“.
Sampailah kami dikantor yang sudah penuh dengan guru-guru yang raut wajahnya ada yang was-was ada yang merasa percaya diri. ”Ahh, beginilah nasib guru honor”, ujarku dalam hati.
Tak lama kemudian rapat kenaikkan kelas pun dimulai, semua siswa dinyatakan naik kelas. Dan acara selanjutnya adalah acara yang ditunggu-tunggu pembagian amplop yang berisi ucapan terima kasih.
Yayasan dan kepala sekolah membuka dengan ucapan terima kasih telah membantu dan menutup tahun ajaran ini. Yayasan pun mengatakan setelah rapat akan dibagikan amplop penentuan tersebut. Rapat pun ditutup, tak lama kemudian, ibu Nela membawa setumpuk amplop. Ibu Nela adalah bagian administrasi sekolah. Ibu Nela membagikan amplop kepada kami guru-guru.
Teman-teman sejawat bergegas membuka amplop seketika banyak sekali raut ekspresi di wajah, ada yang menahan sedih dan ada yang menahan rasa bahagia. Mita pun demikian membuka amplop dan mendapati bahwa dia tidak dipekerjakan lagi tahun depan. Dan aku hanya terpaku memandang amplop di mejaku. Tidak ada hasrat mau membukanya. Lamunanku jauh memandang amplop didepanku. Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dan berkata, “Ayuk, Mita dak dipake lagi disini. Ngapo punyo ayuk belum dbuka?” Aku tersadar dari lamunanku. Perlahan aku membuka amplop tersebut dan disana telihat “Maaf anda tidak bisa bergabung lagi disini”.
Seketika, badanku menjadi lemas dan diam. “Udah yuk! Dak apo, berarti rezeki kito lah habis disini, kito cari ngajar tempat laen”. ujar Mita. Aku hanya bisa menganggukan kepala serasa untuk bicara “iya Mit“ saja tidak mampu.
Semua guru beranjak pulang. Aku pun bangkit dari kursi dan menuju ke ruang HRD sekolah. Hati ku berontak ingin mengetahui apakah alasanku tidak dipekerjakan lagi di sekolah ini. Padahal aku sudah mengabdi lama disini, hampir delapan tahun lamanya. Dan aku merasa aku sudah baik dalam mengajar. Untuk memuaskan rasa penasaranku aku mengetuk pintu ruangan HRD “Tok-tok”!, bunyi pintu yang aku ketuk. “Assalamualaikum bu Ita”. ”Wa’alaikumusalam miss Nola, masuk miss”, Ujar ibu ita kepala HRD sekolah . “Ada apa miss?” , lanjut ibu Ita. Aku menunjukkan amplop tersebut, dan berkata sambil terbata-bata “Bu hari ini kami dbagikan amplop ini dan aku mendapatkan hasil tidak dipekerjakan lagi disekolah ini. Bu Ita, saya ingin sekali bertanya alasan apa yang membuat yayasan tidak mau lagi memakai saya”.
Ibu Ita menarik napas dan menjelaskan bahwa ini adalah keputusan yayasan sekolah. Mereka punya kriteria guru yang akan mengajar tahun depan itu harus yang aktif salah satunya sehat dan loyal terhadap sekolah. Miss Nola guru yang bagus dalam mengajar tapi mengingat kondisi miss Nola yang sakit, hal tersebut menjadi pertimbangan yayasan. Dengan senyum aku pun menarik napas “Baiklah bu. Terima kasih penjelasannya”. Bu ita pun menjawab “Sama-sama miss Nola, semoga sukses ditempat yang baru”
Kaki ku melangkah menjauhi gerbang sekolah. Berat terasa. Jantungku berdetak kencang. Karena rasa cinta yang terlalu besar tehadap dunia pendidikan terutama mengajar. Aku sering melupakan bahwa aku adalah seorang pasien gagal ginjal. Sejak aku SMA aku divonis menderita gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah dua kali seminggu. Tapi, sakit kronis pun tidak menghalangi ku untuk melanjutkan study ku dan aku bisa selesaikan SMA ku dan masuk Universitas Negeri terbaik di kota Palembang. Mengajar di sekolah ini sejak tahun 2014, aku merasa seperti rumah ketigaku (rumahku, ruang cuci darah dan sekolah). Kepala sekolah dan yayasan terdahulu, ibu Shinta salah satu orang yang sangat mendukung aku yang memiliki kekurangan karena penyakitku. Aku teringat perkataan beliau, Ibu Shinta, “Miss, yang sakit kan ginjalnya bukan otak dan kemampuanya, selama mau mengajar dan seneng dengan dunia pendidikan. Miss harus tetap ngajar disini”.
Duduk di halte angkot aku menahan air mataku. Dengan rasa kecewa, aku berpikir mengapa penyakitku menjadi alasan. Ya terasa tidak adil aku tidak diperkerjakan lagi bukan karena aku tidak bisa mengajar dengan baik tapi karena aku guru yang punya penyakit. Padahal orang yang punya penyakit gagal ginjal tetap bisa hidup normal dan berkualitas asal mereka cuci darah rutin. Bisa tetap beraktifitas dan makan makanan yang mereka sukai asal rutin cuci darah. ”Ahh, aku didiskriminasikan!”, ujarku.
Mobil angkot tidak kunjung datang. Aku tidak mau berdiam di halte yang letaknya didepan gerbang sekolah saja, karena air mataku tidak tertahankan. Aku tidak mau orang-orang disekolah melihatku menangis. Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan sembari menunggu angkot yang melintas. Cukup jauh aku berjalan, kepala ku merunduk. Tiba-tiba tanganku merasakan tetesan hujan bersamaan dengan tetesan air mata ku yang tiba-tiba jatuh tak tertahankan. Aku menangis sejadi jadinya dan hujan pun semakin lebat. Ya, langit pun bersedih dengan perjalanan karir ku yang pupus. Aku berlari mencari tempat berteduh, tiba-tiba aku melihat sebuah warung tua yang menjual mie instan, aku menuju sebuah warung tua untuk berteduh, di warung ini aku berdiri dan berteduh dari hujan yang semakin lebat. Orang-orang bermotor pun demikian. Tapi mereka tidak menyadari kalau saat ini aku sedang menangis. Karena sekujur badanku sudah basah karena hujan. Saat berdiri di teras warung tua dengan suasana yang sejuk dan damai. Hatiku yang saat ini sedang sangat bersedih tetapi tidak menghalangi indera penciumanku untuk merespon aroma yang mengunggah selera ini. Indera penciumanku terahlikan dengan harumnya aroma kuah indomie rasa kaldu ayam dan wanginya aroma bumbu indomie goreng. Harumnya tidak asing, aku seperti terbawa ke masa lalu ketika hujan-hujan ibu selalu membuatkan mie indomie rasa kaldu ayam atau saat susahnya mengerjakan skripsi, mie goreng indomie andalanku. Tak lama, padanganku terpaku kepada pemilik warung tua yang kakinya pincang. Untuk jalan saja sulit, pak tua berusaha sekali untuk berjalan dengan nampan ditangannya. Tanpa sadar aku pun masuk ke warung dan mencari tempat duduk kosong. Bapak tua pincang pun mengampiri dan berkata, “Mau pesen apo nak?” Aku bimbang untuk memutuskan apakah mie goreng atau mie kuah, pak tua pun menunggu keputusanku dengan sabar. Kemudian aku memutuskan dan berkata dengan tegas, “Mie indomie rasa kaldu ayam pak”. “Mau minum apo nak?” Suara lembut bapak tua. “Es jeruk pak!” ujarku
Aku melihat disekelilingku sembari menunggu pesananku datang. Kemudian aku terpaku dengan tulisan yang tertempel didinding dan membuatku tersenyum “Untuk meraih kesuksesan itu tidak ada yang INSTAN, Mie aja yang INSTAN butuh proses dimasak agar bisa diMAKAN”.
Tak lama kemudian, dari dapur aku melihat bapak pincang tersebut keluar dengan nampan berisi pesananku. Dari jauh aku tersadarkan bahwa “aku tidak sendirian kok. Setiap orang punya kekurangan masing-masing. Aku sudah berjuang selama ini untuk hidup seperti orang sehat. Untuk menjalani cuci darah tidak mudah apalagi bangkit dan tetap semangat beraktifitas. Kenapa aku harus bersusah hati sekarang? Ketika tempat tersebut mempermasalahkan kekuranganmu maka cari lah tempat lain yg menerima kekuarangmu“ ujarku dalam hati. Tak diduga, Air mataku pun mengalir dan aku coba menghapusnya.
Kemudian, si Bapak meletakkan mie indomie rasa kaldu ayam dan es jeruk di mejaku Aroma kaldu merasuki hatiku yang hancur berkeping-keping menjadi bersatu kembali. Aroma ini mengisi kembali energiku yang hampir habis. Mood kebahagian ku bangkit hanya dengan mencium aromanya. Kucoba hirup sesendok kuah kaldu ayamnya. “Wuah ini rasa yang terpendam”, ujarku dalam hati dan kuseruput mienya secara perlahan-lahan. Begitu kenyal dan nikmat. Tidak butuh lama, aku menghabiskan mie tersebut semangkok. Aku seperti orang yang bangkit dari keterpurukkan. Yang tadinya badanku dingin lemah kini terbakar dan terasa panas berkeringat karena nikmatnya kuah kaldu ayam tersebut. Hatiku yang tadinya sedih berontak seketika mulai melunak dan mencoba menerima keadaan. Otakku kembali merancang apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Apakah aku harus mencoba melamar pekerjaaan di sekolah lain?
Saat aku beranjak membayar biaya makanku. Tiba-tiba, terdengar suara pesan masuk dari hp ku. Aku membuka dan membaca pesan dari temanku Lisa. Dia teman semasa SMA dulu, Lisa mempunya anak usia 7 tahun, bersama 5 teman-temannya mau belajar Bahasa Inggris denganku. Ahh seperti durian runtuh. Aku pun menerima permintaan les tersebut. Aku mengatakan, “Ya udah dateng be kerumah, seminggu tiga kali pertemuan”. “Oke minggu depan ye dimulai les nyo!” Ujar teman SMA ku.
Aku membayar biaya makanku dan mengucapkan terima kasih kepada bapak tua tersebut karena tulisannya di warungnya membuatku bahagia. Dan indomie rasa kaldu ayam nya juga membangkitkan gairah semangat ku. Si Bapak keheranan dan tertawa, “Samo-samo nak, tetap semangat. Semoga sukses!” Ujar bapak. Aku menahan tangis dan bergerak meninggal bapak tua.
Wuah langit tiba-tiba cerah, secerah masa depanku. Aku melangkah kan kaki menuju tempat pemberhentian mobil angkot. Di mobil angkot otakku sudah merancang media pembelajaran apa yang menarik untuk anak SD biar mereka semangat belajar Bahasa Inggris. Aku benar-benar menyukai dunia pendidikan.
#CeritadanRasaIndomie
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
