
********
"Apa yang kamu suka dariku? Aku tidak cantik juga tidak seksi. Aku masih muda dan umur kita jauh beda." (Swari)
********
"Memang kenapa kalau umurku jauh lebih tua, juga seorang duda. Aku orang yang tidak mudah jatuh cinta, sekali jatuh cinta maka aku akan memperjuangkannya." (Hangga)
*******
"Kamu bisa jadi pacarku, kakakku atau ibu tiriku!" (Arka)
********
Suatu sore Swari mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi dan menabrak mobil mewah yang terparkir di depan distro. Mobil itu dikendarai...
Eps 1
Brakk, Pyar
'Dasar nggak tahu diri apa ya, ini kan jalur searah. Tahu ada tabrakan malah nyelonong kabur,' umpat Swari dalam hati sembari menengok belakang disusul istighfar karena dia selamat tak kurang suatu apapun. Dia masih ingat Allah dan mengurangi berprasangka buruk biar selamat dimanapun berada.
Tapi, tunggu...ย
"Bagaimana dengan anak kecil yang motornya aku tabrak. Tadi aku lihat dia salto. Jangan-jangan kepalanya bocor."
Swari sudah jantungan berpikir kalau si anak bisa jadi gegar otak terluka parah dan lebih buruknya bisa meninggal.
'Aku tidak siap dipenjara,' teriak Swari dalam hati.
******
******
Swari mahasiswi tingkat akhir yang gesit dan lincah, tidak terlalu cantik tapi menarik. Dia kuliah sambil mengajar les privat. Suatu sore Swari naik motor ngebut karena memburu waktu.ย
Tak pernah disangka oleh Swari, dirinya akan bernasib buruk sore itu. Dia berniat memberikan les privat ke rumah muridnya di Jalan Ahmad Yani Kota pelajar.ย
Kebiasaan buruknya yang suka mengendarai motor ngebut untuk memburu waktu kini berbuah pahit. Dia harus mengalami kecelakaan tragis bukan murni karena kesalahannya.
Ada pengemudi motor yang melawan arah jalur lambat yang seharusnya untuk jalur searah.
Saat itu ada beberapa motor di depannya, Swari mengendarai dengan kecepatan tinggi mendadak harus menginjak remnya karena motor-motor di depannya melambat. Posisi ada mobil mewah terparkir di depan sebuah distro.
Dari posisinya, Swari masih sempat menginjak rem namun jarak begitu dekat. Hal yang sudah tidak bisa dibayangkan pasti terjadi pikirnya.ย
Oh tidak apa yang bisa aku pilih untuk ditabrak. Geser ke kanan maka aku menabrak pengemudi yang melawan arah. Jika tetap di tengah, aku menabrak pengemudi yang searah denganku dan memboncengkan anak kecil. Sementara kalau geser ke kiri mobil mewah taruhannya.
Pikiran itu berkecamuk di dalam otak Swari dalam hitungan detik.
Dia merapalkan doa, Ya Allah jika kiranya aku mencelakai orang semoga orang itu tidak mati karena bisa-bisa aku dipenjara.
Akhirnya Swari memilih banting setir ke kiri dan tetap saja menyenggol pengemudi motor yang memboncengkan anak usia SD berakhir motornya menabrak mobil mewah.
Satu keberuntungan yang perlu dsyukuri Swari adalah kondisinya tidak jatuh dan hanya lecet di bagian kaki karena mengerem mendadak dan berusaha menahan motornya untuk berhenti.
"Hei, kamu apakan mobilku? Jangan kabur, kamu harus ganti rugi, hah."
ย
********
********
Assalamu'alaikum readers,
Semoga sehat selalu.
Cerita baru dari D Lista semoga menghibur dan bermanfaat.
Jangan lupa subscribe dulu ya.
Tap love dan komennya biar lebih baik lagi nulisnya.
ย
Terjebak Cinta CEO Duda
Memperkenakan tokoh-tokoh dalam cerita:
1. Raditya Hangga (Hangga)-39th
2. Arka Putra Hangga (Arka)-17th
3. Prameswari Putri(Swari)-22th
4. Satria Muda (Satria)-23th
5. Farhana (Hana)-sepupu Arka-18th
6. Tante Almira-38th
7. Kartika-sekretaris Hangga-30th
8. Dena-kolega Hangga, teman kuliah Almira-37th
9. Bu Sari-nenek Arka-59th
10. Pak Dahlan-ayah Swari
11. Bu Mareta-ibu Swari
ย
Eps 2
Jangan lupa pastikan subscribe dulu ya teman2. Trimakasih sangat ;)
Suara teriakan seorang laki-laki muda yang keluar dari distro sangat menggema di telinga. Sementara orang-orang di sekitar lokasi Swari menabrak segera memberi pertolongan pada pengendara yang ditabraknya.
"Mbak tidak apa-apa?" tanya seorang laki-laki paruh baya mendekati Swari lalu dijawabnya dengan gelengan kepala.
"Alhamdulillah tidak apa-apa, anak kecil yang saya tabrak tadi bagaimana kondisinya Pak?" tanya Swari dengan perasaan cemas. Dia sudah mengabaikan anak muda yang teriak keluar dari distro. Dia lebih mementingkan nyawa orang daripada mengurusi mobil lecet.
"Anak itu baik-baik saja Mbak. Dia selamat."
Sebuah keajaiban apa yang dipikirkan di otak Swari ternyata berbeda dengan kehendak Tuhan. Mungkin Allah bersama anak yang baik. Swari menghela nafas lega dan segera menepi, sementara motornya dibawa ke pinggir oleh warga.
"Hei, kamu yang membuat mobilku jadi ringsek kan?"
Swari tak menggubris laki-laki yang kelihatan lebih muda darinya. Sepertinya anak sekolah kentara sekali dengan sikapnya. Harusnya dia peduli dan menanyakan keadaan orang lain bukan malah mengkhawatirkan mobilnya.
"Ciihh, memang kamu punya bukti kalau aku yang membuat mobilmu ringsek, hah?" sahut Swari ketus dan menantangnya.
"Lihat itu ada cctv," ucapnya sambil jari telunjuknya mengarah ke sisi atas pojok bangunan distro.
Swari tak mempedulikannya justru balik badan mencari anak kecil yang ditabraknya.
Laki-laki muda itu menarik tangannya secara kasar membuat dadanya sesak dan sebisa mungkin menahan emosinya yang sebentar lagi memuncak.
Dihempaskannya tangan itu, justru dia ingin mengajak berkelahi Swari.ย
'Isshh dasar bocah tak tahu diri mengajak berkelahi perempuan,' batin Swari.
Swari sudah akan mengayunkan tangkisannya namun salah satu warga segera melerainya.
Bisa jadi bukan Swari yang babak belur tapi laki-laki muda itu yang akan kena pukulan pemilik sabuk hitam itu. Ya, Swari selain jadi mahasiswi dia ikut bela diri karate dengan rambut yang dikuncir menyamarkan kesan tomboynya.
"Pokoknya kamu harus tanggung jawab dengan mobilku atau aku laporkan ke polisi. Bahkan bisa aku laporkan ayahku juga," gertaknya pada Swari.
"Siapa takut? Kamu juga salah, ngapain parkir di sini. Noh lihat ada tanda P di silang," cerocos Swari tak mau kalah."
"Ayo sekarang ikut aku!" Swari sudah di tarik masuk ke mobil oleh laki-laki muda itu.
Namun belum sempat masuk mobil, Swari berlari ke arah warga yang menuntun motornya.
Dia meminta salah satu warga membawa motornya ke bengkel terdekat dan akan segera kembali mengambilnya nanti.
Selain itu, Swari memastikan pengendara yang ditabraknya tidak apa-apa bahkan dia akan memberikan sejumlah uang untuk berobat namun ditolak oleh seorang ibu yang memboncengkan anak kecil tadi.
"Kami tidak apa-apa kok Mbak. Semoga urusan mobilnya segera beres ya. Maaf kami tidak bisa membantu banyak," terang sang ibu pada Swari.
Setelahnya, Swari meminta maaf dan berpamitan mengikuti keinginan bocah ingusan untuk ke kantor polisi.
Sepanjang perjalanan Swari melihat anak laki-laki di sampingnya tampak cemas.
'Jangan-jangan ini mobil bukan miliknya, sepertinya dia ketakutan sekali," batin Swari.
"Hei, kau kenapa ketakutan gitu. Jangan-jangan ini bukan mobilmu ya? Mana mungkin anak kecil diijinkan bawa mobil mewah begini," ejek Swari.
"Namaku Arka bukan hei, lengkapnya Arka Putra Hangga. Jangan mengataiku anak kecil. Ini memang mobil ayahku tapi beliau pasti marah karena mobil kesayangannya rusak. Dan semua ini gara-gara kamu."
"Panggil namaku Swari, bocah. Jangan bawel, tabrakan tadi bukan keinginanku. Salahkan saja pengemudi yang melawan arah jalur lambat dan kabur saat terjadi tabrakan!" pinta Swari dengan santai.
Swari heran pada Arka yang katanya membawanya ke kantor polisi kenapa justru melewati tempat yang dituju tidak segera berhenti.
Selang beberapa menit mobil berhenti di depan rumah besar bergaya modern. Ada satpam yang membukakan pintu gerbang dan mobil sudah terparkir sempurna.
"Ini rumah atau kantor polisi? Kenapa kita nggak berhenti di kantor polisi yang pertama kita lewati?" ungkap Swari heran.
Benar tebakannya Arka anak orang kaya, pasti dia takut dimarahi orang tuanya.
Biarlah nanti aku gunakan sebagai senjata membela diri kalau dia memojokkanku padahal dirinya parkir sembarangan, pikir Swari.
Mereka berdua turun dari mobil dan melangkahkan kaki ke rumah besar.
Rumah yang menurut Swari sangat sejuk dengan taman bunga dan air mancur menghiasi halaman depan.
Dilihatnya beberapa lukisan pemandangan yang terpasang di dinding ruang tamu serta beberapa kaligrafi indah menghiasi ruangan itu.
Hanya ada satu foto keluarga lengkap, Swari memandang lekat foto yang terdiri laki-laki dewasa tampan, anak laki-laki kecil yang pasti si bocah tadi dan perempuan paruh baya.ย
Eh sebentar, istrinya yang mana. Kenapa lebih tua. Tapi ini lebih mirip neneknya seharusnya.
Swari segera tersadar kenapa malah melamunkan kehidupan orang lain.
Dia digeret begitu saja oleh laki-laki muda mencari ayahnya.
ย
Eps 3
Jangan lupa subscribe dulu ya teman2 ;)
"Bi, Bi Marni...,"
"Ada apa, Mas arka?" jawab seorang ibu berusia sekitar 50an yang masih mengenakan celemek.
"Ayah mana, Bi?"
"Pak Hangga ada di teras belakang habis renang tadi. Mbaknya siapa, pacar Mas Arka?"
Arka hanya melotot kesal pada asisten RT yang sudah dianggapnya sebagai keluarga.
Arka menarik tangan Swari menuju keberadaan ayahnya.
"Ayah,..."
Pemilik sapaan yang merasa terpanggil segera mengarahkan pandangannya pada putra semata wayangnya.
"Ada apa, Arka? Kamu tiba-tiba menggandeng perempuan ini, dapat dari mana?" tanya Hangga heran.
Sementara Swari hanya diam terpaku melihat sosok ayah Arka sekaligus pemilik mobil mewah yang ditabraknya.ย
'Kenapa ayahnya jauh berbeda dengan anaknya. Sosok yang lebih kalem, tapi fix dia tampan. Ups, kenapa aku jadi kebablasan mikirin suami orang. Aku masih waras, banyak pria single di luar sana macam Satria tapi dari dulu dia juga hanya menganggapku sahabat tidak lebih,' Swari justru melamun dengan pemikirannya.
"Ini yah, mbaknya yang nabrak mobil ayah. Bagian lampu depan yang ditabraknya ringsek," terang Arka tanpa meminta Swari menjelaskan.
"Eits, tunggu dulu Om biar saya jelaskan. Dia nggak tau apa-apa karena ada di dalam distro," seru Swari tak mau kalah.
"...."
Dan mengalirlah cerita Swari tanpa ditambah kurang sedikitpun. Hangga sesekali mengangguk paham, tapi banyak juga menggelengkan kepala ataupun mengernyitkan dahi.
"Jadi gimana Om, bukan saya yang salah kan?
"Kamu... Siapa namamu?"
ย "Swari, Om."
ย "Iya Swari, kamu juga salah. Di jalan tidak boleh ngebut. Mengendarai motor tidak hanya untuk keselamatanmu saja tapi menyangkut keselamatan orang lain juga."
ย "Wek, wek," ledek Arka membuat Swari menghentakkan kaki ingin menghajar bocah dihadapannya.
ย "Awas, ya."
ย "Kamu juga salah, Arka. Kamu tidak izin memakai mobil ayah."
ย "Tapi, Yah," protes Arka namun segera dibantah Hangga.
ย "Sekarang kalian berdua harus bertanggung jawab karena sudah merusak mobil kesayangan saya."
ย Swari dan Arka dibuat melongo karena harus menanggung akibat kesalahan mereka.
ย "Tapi Om, saya tidak punya banyak uang untuk membayari bengkel mobil mewah itu. Saya masih mahasiswi semester akhir sambil kerja juga mengajar les privat," mohon Swari dengan wajah memelas dihadapan Hangga.
Hening, Swari melihat laki-laki dewasa yang berdiri di depannya sedang berpikir. Dia sedikit menjauh dan mengeluarkan ponselnya.
"Mau kemana kamu?" tanya Arka.
"Mau telepon teman sebentar."
ย Swari menelpon Satria untuk menjemput di rumah pemilik mobil yang ditabraknya. Dia harus bisa melarikan diri manakala keadaan darurat terjadi karena posisinya yang tidak membawa motor.
Tak berselang lama Satria sudah mengangkat panggilannya dan meminta Swari share lokasi.
"Baiklah, sanksi buat kalian berdua adalah."
Hangga menjeda kalimatnya dengan sedikit senyuman tersungging di bibirnya membuat Swari terkagum.
"Arka terima Swari jadi guru lesmu yang baru. Tidak ada penolakan titik."
"Apa?" Kedua anak muda di hadapan Hangga melongo tak percaya.
Swari tidak bisa membayangkan mendapat murid yang menyebalkan dan angkuh, sepertinya Arka terlihat ganti-ganti guru les seperti yang disebutkan ayahnya kalau dirinya menjadi guru les yang baru.
"Tapi yah?" protes Arka namun ayahnya tetap kekeh. Semua demi anaknya supaya belajar disiplin karena sebentar lagi kelulusan dan Arka akan masuk kuliah.
"Kamu sudah berapa kali ganti guru les, Ar? Kali ini ayah minta kamu bisa belajar lebih baik dari dia!" tunjuk Hangga pada Swari yang masih kaget dengan permintaan ayah Arka.
'Benar, sesuai dugaanku ini anak pasti nggak betah sama guru les sebelumnya. Hufh, cobaan macam apa ini aku disuruh ngurus bocah menyebalkan,' gerutu Swari dalam hati.
Sementara Arka tak kalah memandang sengit lawannya yang sebentar lagi menjadi guru lesnya.
'Tunggu saja, akan aku buat kamu tidak betah jadi guru lesku,' seringai Arka dengan kalimat yang muncul di benaknya.
Arka maju mendekati Swari dan menarik lengan kanannya, hendak memberi ancaman pada Swari.
"Semua ini gara-garu kamu tahu nggak? Tunggu saja, bisa kupastikan kamu nggak betah jadi guru lesku!" Ancam Arka sembari mengayunkan tangan kanan pura-pura ingin memukul Swari.
Reflek tangan Swari maju menangkis pukulan gertakan dari Arka. Melihat reaksi perempuan dihadapannya justru membuat Arka naik pitam, sebentar lagi bakalan ada adu jotos. Swari berniat memberi pelajaran pada bocah di depannya untuk tidak menyelesaikan masalah dengan kekerasan meski dilihatnya Arka hanya ingin menggertaknya.
Hangga yang kaget melihat jurus yang dikeluarkan Swari tidak biasa langsung menarik Arka dari posisinya.
'Perempuan ini sepertinya jago karate, bisa-bisa Arka dihajarnya,' batin Hangga.
"Sudah-sudah, jangan berkelahi!"
"Kamu tidak akan bisa menandinginya, Ar. Sepertinya dia jago beladiri," bisik Hangga lirih namun masih bisa didengar Swari.
Tin tin.
Terdengar klakson motor dari luar rumah memunculkan Bi Marni yang bermaksud memanggil Swari.
"Tuan, ada laki-laki muda mencari temannya."
"Oh itu teman yang jemput saya, Bi. Saya permisi dulu Om. Insya Allah saya siap menghajarnya, eh mengajarnya," seru Swari sembari menunjuk Arka.
"Baiklah, kasih nomer ponselmu dulu sebelum pergi," titah Hangga yang diamati Swari sebagai laki-laki dewasa minim ekspresi.
Swari segera berlari kecil keluar dari rumah besar itu setelah memberi nomer ponselnya pada Hangga dan menghampiri Satria yang masih berada di atas motornya.
Dia langsung turun menyambut Swari dengan salam ala atlet karate menurut versi mereka. Tangan kiri Satria menepuk punggung Swari.
"Apa yang terjadi,Ri. Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Satria dengan mimik khawatir.
"Aman," balas Swari sambil tos dengan tangan kanan mengepal.
Semua itu tidak luput dari pandangan Hangga dan Arka yang hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Arka kok kayak familiar dengan laki-laki tadi,Yah. Seperti..."
"Memang siapa laki-laki tadi?"
"Hah, dia atlet karate yang mewakili kota Yogya di ajang olahraga nasional.ย
"Masak sih? Harusnya ayah kenal dong."
"Ishh, beda generasi kali yah." Hangga hanya mengernyitkan dahi, dia memang rutin olahraga karate tapi itu dulu. Semenjak jadi CEO di perusahaan tekstil turun temurun milik kakeknya, pemilik sabuk hitam itu jadi tidak punya waktu mendatangi dojo milik pamannya untuk melatih karate.
"Ingat kamu harus belajar yang baik sama guru lesmu yang baru, atau kamu siap-siap babak belur," ucap Hangga sambil tertawa sedangkan Arka hanya bersungut mencari ide untuk membuat Swari tidak betah.
ย
TCCD 4
Swari diantar Satria menuju bengkel tempat motornya dititipkan sekaligus dicek jika ada kerusakan. Satria adalah orang yang sekarang dipercaya Swari.ย
Dia laki-laki yang pengertian dan penyayang. Swari kerap bertengkar dengan ayahnya yang bekerja di sebuah perusahaan besar dikota Yogya sebagai manager. Tapi Swari tidak begitu peduli ayahnya kerja di perusahaan apa.
Sejak ayahnya pisah dengan ibu kandungnya dan menikah lagi dengan janda 1 anak membuat Swari tidak mau menerima keputusan itu. Meskipun perpisahan ayah dan ibunya secara baik-baik karena merasa tidak cocok dan telah menemukan kembali pasangan masing-masing yang membuat mereka bahagia. Namun tidak dengan Swari, dia justru sering membuat ayahnya kesal.
Swari merasa tidak suka diatur ayahnya, padahal dengan ibu tirinya saja hubungannya baik. Mungkin ibu kandungnya dulu memilih pisah karena tidak cocok dengan sikap ayahnya.
Sebagai contoh Swari diharapkan ayahnya jadi perempuan yang lembut dan feminim karena ibu kandungnya keturunan putri Solo.
Sementara Swari jiwanya saat ini sedang berontak, dia justru berkeinginan mengekspresikan diri di bidang olahraga dan pendidikan.
Awalnya Swari tertarik karate karena ada Satria di sana, lambat laun Swari menemukan kebahagiaannya dan perlahan lupa dengan masalah keuarga yang membuatnya terpuruk.
"Hei, melamun aja. Ada masalah?" tegur Satria membuyarkan lamunan Swari.
"Aku kangen ibu, Sat,"ย
Satria sampai hafal betul kalimat yang diucapkan Swari. Jika sudah keluar ucapan itu bisa dipastikan Swari sedang kembali ke masalahnya dengan sang ayah.
"Jangan sedih, Ri. Kamu beruntung punya dua ibu yang sama-sama menyayangimu. Kamu bisa tinggal dengan salah satunya, kamu bisa juga ke Solo mengunjungi ibu kandungmu."
"Tapi aku belum bisa berdamai dengn ayahku. Aku selalu ingin memberontaknya," lanjut Swari yang menenggelamkan wajah di antara kedua lututnya.
Satria mencoba menenangkan Swari seperti biasa dengan mengelus lembut punggung perempuan yang kuat di luar tapi sejatinya rapuh di dalamnya.
"Ayo tunjukkan prestasimu, Ri. Aku yakin ayahmu akan bangga dan memahami kemampuan yang dimiliki putrinya. Mana Swarinya Satria yang ceria dan lincah. Ayolah tersenyum!" hibur Satria membuat Swari tersenyum.
Ada sedikit beban yang berkurang setelah Swari mencurahkan kesedihannya pada Satria. Laki-laki yang telah masuk dalam relung hatinya. Sayangnya Satria menganggapnya sebagai adik yang harus dijaganya seperti pesan ayah Swari padanya.
----
Hari ini Swari mengerjakan skripsinya di kos karena tidak ada jadwal konsultasi dengan dosennya.ย
Meski kampus dan rumahnya hanya satu kota, dia memilih tinggal di kos untuk menghindari konflik dengan ayahnya.
Sesekali Swari pulang untuk bertemu ibu tirinya yang sangat sayang padanya atau kalau libur panjang dia ke Solo mengunjungi ibu kandungnya.
Siang nanti Swari mulai mengajar Arka anak dari Pak Hangga yang menurutnya tampan dan berwibawa.
'Ishh, kenapa aku jadi membayangkan ayahnya Arka. Dasar otak sudah tercemar,' guman Swari dalam hatinya lalu melanjutkan mengetik tugasnya.
Meskipun Swari punya masalah keluarga, dia tidak mau terpuruk denagn mengabaikan kuliahnya. Dia harus bisa lulus dengan memuaskan.
Menjelang Asar, Swari selesai bersujud pada-Nya kemudian memastikan bajunya sopan untuk mengajar les dengan mengenakan celana katun dan kaos tunik lengan 3/4. Rambut disisirnya dan tali rambut warna pink menghiasi kepalanya.
Tak lupa dibawanya tas cangklong kesukaannya pemberian dari ibu kandungnya.
Swari suka mengenakan sepatu ketz dan tidak menyukai pantofel seperti yang disarankan ayahnya biar feminim.
Perjalanan dengan motor supra miliknya kurang lebih menempuh 20 menit sudah sampai di depan rumah besar milik orang tua Arka.
Satpam bernama Pak Agung di name tag yang tertera sudah membukakan gerbang untuk Swari dan menyambutnya dengan ramah.
"Arka ada,Pak?" tanya Swari ingin memastikan anak itu sudah pulang dari sekolah.
"Mas Arka barusan masuk rumah setengah jam yang lalu mbak. Mari silakan masuk!"ย
Swari melangkahkan kaki dengan pasti namun perasaannya masih belum tertata. Dia belum yakin strategi apa yang akan dipakai untuk menaklukkan sikap angkuh Arka murid baru yang awal dikenalnya mengesalkan.
"Assalamu'alaikum, Bi."
"Wa'alaikumsalam, nyari Mas Arka ya?"
Swari mengangguk sembari duduk di teras.
Tak lama kemudian datanglah sosok yang dicari Swari, namun apalah ini Swari hanya bisa mengelus dada sembari istighfar.
Arka masih muka bangun tidur, rambut acak-acakan.
Keduanya terduduk diam membisu, tak ada yang mau memulai obrolan. Swari sedang mengeluarkan jurus meluluhkan hati dosen, eh murid maksudnya.
'Biarkan saja, dia yang butuh kok. Mau diam sampai magrib pasti aku layani,' batin Swari.
Arka yang melihat Swari berekspresi santai makin kesal, niatnya mau ngerjain guru lesnya justru dia yang dibuat bete apalagi kondisinya yang sedang lapar pulang sekolah langsung memeluk bantal.
"Ehm ehm," Arka mencoba bersuara dengan deheman.
"Apa, lihat-lihat?" seru Swari dengan bersusah payah menahan untuk tidak tertawa, bisa-bisa hilang wibawanya.
"Katanya mau menghajarku, eh mengajarku? Mana, kenapa diam aja."
"Ckckck, memangnya situ sudah siap? Muka bantal gitu, mandi dulu kek biar segar. Nggak mood banget mau belajar matematika kayak gitu," ledek Swari.
Tampak Arka memikirkan sesuatu yang diyakini Swari pasti ada udang dibalik batu.
"Mbak Swari bisa masak?"
"Maksudnya kamu minta diajari masak? Jangan salah, gini-gini aku pintar masak," jawab Swari dengan pedenya.
"Perfect, masakin aku dulu dong mbak. Aku lapar dari siang belum makan."
"Eits, kenapa nggak minta sama bibi aja?"ย
Swari mulai berpikir ini alibi pertama dari Arka untuk menghindari belajar matematika pastinya.
"Kasihan bibi mbak kerja dari subuh, sekarang pasti istirahat. Jangan-jangan mbak nggak bisa masak ya? Ishshh gimana nanti kalau nikah suami dan anaknya mau dikasih makan apa," tantang Arka denagn senyum meledek membuat hormon adrenalin Swari meningkat.
'Ini bocah nggak tahu kalau aku lulus les keputrian yang dipaksakan ayah untuk kuikuti,' guman Swari.
"Ayolah nasi goreng 2 porsi sama jus jambu 2 porsi ya, please habis itu aku belajar," lanjut Arka dengan senyum seringainya.
Terjadi tawar menawar antara guru les dan muridnya. Pantas saja guru sebelumnya pada nggak betah, ini anak kreatif banget ngerjain gurunya.
"Aku mau masakin, tapi ada syaratnya."
"Apa?"
"Kerjakan halaman ini sampai ini, aku balik bawa pesananmu semua harus selesai tanpa ada yang tak terjawab. Gimana?"
tawar Swari tak mau dirugikan.
Arka menimbang-nimbamg beberapa kali, artinya sama aja dia harus mengerjakan. Tapi tak apalah demi nasgor dan jus jambu, pikirnya.
Kesepakatan dicapai, Swari sudah berkutat di dapur memakai celemek. Sementara itu Arka mau tak mau harus mengerjakan dua halaman soal matematika persiapan ujian akhir yang diberikan Swari.
Sebenarnya tidak masalah bagi Arka mengerjakannya karena otaknya yang cerdas hanya saja tingkat kemalasannya memang harus dikalahkan.
Swari yang merasa dikerjai, kini balik mengerjai Arka. Nasgor yang dimasaknya berasa pedas level atas karena Arka nggak pesan level pedasnya. Alhasil Swari membuatnya pedas tingkat dewa. Jus jambu juga sengaja tidak dikasih gula. Swari hanya senyum-senyum sendiri membayangkan Arka makan kepedasan dan minum jus tanpa gula.
Tidak sampai 30 menit nasgor dan jus 2 porsi dibawa Swari ke teras.ย
"Wah, baunya harum sekali. Tapi tunggu dulu jangan kepedean, aku belum ngasih testimoni rasa," seru Arka membuat Swari senyum menahan tawanya.
"Mana kerjaannya?"
Akhirnya nasgor dan jus ditukar dengan hasil kerjaan Arka yang sungguh telah penuh jawabannya.
"Aku cobain dulu ya."
Swari menatap lekat tingkah Arka.
'Sebentar lagi pasti dia kepedasan, biar jadi pelajaran ngerjai guru les disuruh masak,' pikirnya.
"Huhh, haah," Arka mengernyitkan dahinya mungkin menahan pedas pikir Swari.
Dia siap-siap untuk riang gembira melihat reaksi Arka.
ย
TCCD 5
Di sebuah kantor perusahaan Wijaya Textil, sang CEO yaitu Raditya Hangga sedang berkutat dengan laptopnya di meja kerja.
Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang namun sang empunya kantor belum juga mengakhiri kegiatannya.
Sampai suara ketukan pintu menggema di telinga dan masuklah seorang perempuan cantik yang tak lain adalah sekretaris Hangga bernama Kartika.
"Ini berkas yang harus ditandatangani, Pak. Untuk meeting besok siang sudah saya booking tempatnya di restoran Nusantara," ucap Tika dengan penuh santun berharap bosnya terpesona padanya.ย
"Baik, bawa sini!"
Hangga menerima berkas yang diserahkan Tika. Sekretarisnya menunggu sambil duduk di depannya.
Dia sekretaris yang sudah bekerja lima tahunan dengan Hangga. Setelah sebelumnya sekretarisnya berkeluarga dan memilih resign.
Sekretaris Hangga kali ini masih single, orangnya cantik dan menarik bahkan kentara ada rasa sama pimpinan perusahaan Wijaya namun sang CEO tidak pernah membalas perasaannya.ย
Hangga orang yang tidak mudah jatuh cinta. Sejak istrinya meninggal, dia memilih membesarkan putra semata wayangnya dan sibuk mengurus perusahaan.
Sikapnya yang dulu hangat terhadap perempuan, kini berubah menjadi dingin dan lebih cuek.
Selain sekretaris, ada satu lagi kolega Hangga yang juga teman dari Almira adiknya Hangga yakni Dena, tidak pernah menyerah mendekati nya.
Dia selalu berusaha menarik perhatian Hangga meski tak sedikitpun lai-laki itu move on dari istrinya yang sudah meninggal.
Drrtt,drrt,
"Ini Tika, tolong siapkan bahan presentasi buat meeting besok ya!"
"Baik, Pak."
Tika berlalu keluar ruangan, sementara Hangga berdiri dan mengangkat ponselnya yang sedari tadi berbunyi.
"Halo, ada apa?"
"Bisa makan siang bareng nggak? Aku tunggu di restoran Jepang 10 menit lagi."
"Ya,"
Hangga jarang menolak ajakan Dena, namun juga tak pernah memberi harapan palsu pada perempuan itu. Dia hanya menjaga hubungan baik karena Dena sahabat adiknya.
Hangga berusaha menghindari fitnah dengan meminta Dena mengajak Almira saat memintanya makan bersama.
"Saya keluar dulu Tik, kamu nggak makan siang?" tanya Hangga yang dijawab dengan senyuman oleh sekretarisnya.
"Sudah tadi, Pak."
Tika yakin bosnya pasti makan siang bersama perempuan cantik koleganya. Dia hafal betul perempuan bernama Dena sering mengunjunginya di kantor namun lambat laun si bos menyuruhnya menunggu di restoran tentunya bersama adiknya karena bosnya jarang mau diajak makan berdua.
----
Di Restoran Jepang sudah ada dua perempuan cantik satu berjilbab dan satunya dengan gaun modis selutut dengan rambut panjang diurai.ย
Hangga melangkah menuju tempat duduk mereka dan melambaikan tangan dari kejauhan.
"Ayo Ngga duduk dulu, kamu mau pesan apa?" ucap Dena dengan penuh kelembutan tak kurang dari biasanya menunjukkan perhatiannya pada CEO Wijaya textil yang berstatus duda anak satu.
"Seperti biasa aja, samain dengan Almira," jawab Hangga singkat. Dia memang minim ekspresi membuat Dena harus lebih cerdas meluluhkan hatinya.
Almira hanya mengulum senyum setiap kali Dena mengajak makan pasti kakaknya tak banyak berekspresi.
"Kabarnya Arka gimana, Mas? Masih suka ganti-ganti guru les?" ungkap Almira yang hafal tingkah ponakannya.
"Ya gitu deh, aku harap kali ini dia cocok dengan guru yang baru."
"Oh, pasti gurunya yang ini serem dan lebih tua ya," seru Almira.
"Tidak juga, masih sama anak muda tapi jago karate. Biar saja Arka dihajar kalau nggak mau nurut," terang Hangga membuat dua perempuan di depannya terbahak.
Beberapa menit kemudian pelayan datang membawa pesanan, mereka makan dengan diselingi obrolan ringan dan candaan.
Tak terasa satu setengah jam mereka makan siang bareng, Hangga pamit langsung pulang karena ingin melihat situasi pertama di rumahnya. Ini hari pertama Swari mengajar putranya. Dia tidak mau Arka bertingkah aneh hingga membuat guru lesnya tidak betah.
----
Suara deru mobil memasuki halaman rumah besar setelah satpam membuka pintu gerbang.
Arka heran melihat ayahnya pulang lebih awal kali ini.ย
Hangga keluar dari mobil, melangkahkan kaki menuju keberadaan putranya yang sedang duduk berdua bersama guru barunya yakni Swari.
Dia mengernyitkan dahi tatkala melihat di meja terhidang dua porsi makanan dan 2 gelas jus warna pink.
'Ckckck, terlambat. Arka pasti sudah mengerjai Swari,' pikirnya.
Dilihat Hangga, Swari sedang menahan tawanya sambil mengoreksi kerjaan Arka. Sementara Arka makan dengan lahap sepiring nasi goreng dan masih ada satu porsi utuh di depannya.
" Eh ayah, ayo makan. Ini nasgor lezat yang pernah Arka makan, jusnya juga pas banget rasanya," ungkap Arka membuat Swari menelan ludahnya. Pasalnya dia ingin balik mengerjai Arka kenapa justru si anak bersorak gembira nasgor dan jus buatannya enak.
'Hufh aku pikir dia akan kepedasan ternyata zonk, dia maniak pedas tingkat dewa,' batin Swari.
"Masak sih. Ayah cobain sini!" Hangga sudah menarik porsi yang masih utuh yang disodorkan Arka.
"Eh, jangan om ini nasgor khusus buat Arka dua porsi. Kalau om mau bisa aku buatin lagi," bujuk Swari dengan rasa was-was kalau ayah Arka nggak berselera dengan masakannya.
"Nggak usah Mbak, Ayah nggak suka merepotkan orang lain, iya kan yah?"
Hangga hanya mengangguk sembari menikmati nasgor buatan Swari.
Satu suap, dua suap, tiga suap
Hangga menikmati nasgornya, sementara Swari hanya mengernyitkan dahi melihat tingkah kedua laki-laki beda usia di depannya.
"Uhhh, hah, huh huh, Ini nasgor kamu kasih berapa cabe Swari?"
Hangga sudah mengipasi mulutnya dengan tangan kanan lalu mengambil jus di depannya.
Dengan sedikit terpaksa alias jaim Hangga menelan suapan nasgor pedas tingkat dewa dan juga jus tanpa gula. Dia tidak ingin terlihat buruk di depan Arka lebih tepatnya di depan Swari gurunya Arka.
"Ayah beneran nggak apa-apa? Tumben doyan pedas," celetuk Arka santai membuat Swari semakin khawatir.
"Maaf om, saya buat sesuai pesanan Arka," jawab Swari menutupi rasa bersalahnya padahal itu inisiatifnya ingin membalas Arka.
Hangga sudah tidak menggubris dua anak muda di depannya, dia menggeliat aneh sambil memegang perutnya.
Tak ingin ketahuan Swari kalau perutnya sakit, Hangga berlari ke dalam menuju kamar mandi lalu memuntahkan isi perutnya.
"Hoek, hoek."
Swari dan Arka menyusul Hangga. Mereka saling berpandangan di luar kamar mandi.
Wajah Swari memucat, sementara Arka justru tak bisa menahan tawanya.
"Mbak Swari sudah meracuni ayahku. Awas nanti bisa dilaporkan ke polisi," ancamnya pada Swari yang semakin tak enak hati sembari melototi Arka.
Lama tidak keluar, Swari berinisiatif mengetuk pintu kamar mandi.
Tok.tok
"Maaf, Om Hangga baik-baik saja kah?" ucap Swari lirih.
Beberapa menit kemudian Hangga keluar dengan muka pucat dan tangan memegang perutnya. Wajahnya masih basah dengan air.
'Fiks di saat genting begini si Om tetap saja tampan,' guman Swari yang pikirannya sudah kacau.
"Om, maafkan aku. Om tidak apa-apa kan?"
Hangga hanya melambaikan tangan dan berjalan tergopoh menuju sofa ruang tamu. Dijatuhkan badannya ke sofa dengan mata terpejam sambil tangan menegangi perutnya.
Swari ketakutan melihat kondisi Hangga.
"Gimana ini Arka?"ย
"Hah ayah pingsan, Mbak," seru Arka membuat Swari semakin kalut.
"Oh tidak...,"ย
Swari segera memutar otaknya, dia tak mau dilaporkan polisi dan menjadi headline news telah membuat ayah muridnya terkapar tak berdaya gara-gara makan nasgor dan jus buatannya.
Tbcโฆ.
ย
Simak kisah berikutnya di Next episode ya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
