
Nadia dan Aldo memutuskan menikah tanpa memikirkan cinta. Mereka percaya cinta akan datang setelahnya. Saat Nadia memutuskan bekerja sebagai sekretaris dari Arda bos yang sangat dikenalnya sekaligus sahabat lamanya, hidupnya menjadi rumit.
Bagaimana perjalanan rumah tangga Nadia?
Haruskah mengejar cinta atau kembali pada rasa cinta yang masih tersimpan di sudut ruang hatinya?
Prolog
Sepasang laki-laki dan Perempuan sedang menatap indahnya pemandangan di puncak dataran tinggi Dieng. Dinginnya udara tidak menyurutkan keduanya menikmati alam ciptaanNya.
"Sebenarnya ada masalah apa, Ar?"
Nadia menanti jawaban Arda namun tak ada balasan. Justru laki-laki itu mendekat dan sepasang lengan kekar melingkar di pinggang Nadia. Bahkan dagunya iya sandarkan di pundak perempuan itu.
"Lepasin, Ar. Tolong jangan bikin ini makin rumit!"
"Sebentar saja, Nad. Aku butuh kekuatan."
"Kalau butuh kekuatan bukan padaku kamu meminta. Tapi pada Tuhan, Ar."
Arda hanya bergeming. Dia semakin mengeratkan pelukannya.
Seketika Nadia merasa bersalah pada Aldo suaminya. Dia seakan menghianati suaminya itu. Suami yang selalu sabar mendampinginya. Apalagi Arda juga sudah punya istri, dia tidak mau jadi pelakor.
Nadia menghela nafas berharap pusing di kepalanya berkurang.
"Sungguh ini benar-benar gila."
Aarghhh, ----
Hai-hai... Assalamu'alaikum readers,
Semoga setiap cerita yang dibuat dapat menghibur dan menginspirasi.
Jangan lupa like, komen n subscribe ya, biar tambah semangat menulis.
Semangat Berkarya.
Bab 1 Mengambil Keputusan
Nadia masih merasa canggung mengawali hidup bersama Aldo. Mereka memutuskan menikah setelah tak lama bertemu dalam reuni SMA. Karena niat yang baik lebih bagus disegerakan menurut saran orang tua mereka.
Aldo yang berprofesi sebagai guru olahraga honorer sekolah yayasan mendapat gaji cukup untuk hidup berdua. Mereka mencoba hidup dalam kesederhanaan. Menikah dengan tidak dilandasi rasa cinta membutuhkan perjuangan. Seiring waktu mereka berharap dapat tumbuh benih-benih cinta diantara keduanya.
Drrtt...
Dering ponsel Aldo terdengar langsung diangkatnya.
"Halo, Bu. Apa...? Iya Bu, Aldo usahakan. Sekarang ibu tenang saja ya. Jangan kawatir."
"Ada apa, Mas?
"Bapak jatuh dari sepeda Nad. Beliau harus operasi supaya kakinya bisa berjalan." Tersirat kesedihan di wajah Mas Aldo dan Nadia tak tega melihatnya.
"Astaghfirullah, jadi kondisi Bapak gimana sekarang?"
"Harus operasi, butuh biaya lumayan besar."
"Hmm, pakai tabungan kita dulu gimana, Mas?"
"Tapi, itu satu-satunya simpanan kita. Aku cari pinjaman di kantor aja ya. Ini kan untuk biaya bapakku"
"Jangan, Mas. Bapak Mas Aldo kan bapakku juga. Hmm, kalau aku cari kerja diijinkan nggak?" Nadia mengatakan dengan sedikit takut jika suaminya nggak berkenan.
Nadia lulusan sarjana jurusan sekretaris. Dia bisa melamar di sebuah perusahaan untuk membantu memulihkan keuangan keluarga kecilnya.
Akhirnya pembicaraan dari hati ke hati membawa kesimpulan Nadia boleh bekerja asal bisa menjaga diri dan juga tak lupa perannya sebagai seorang istri. Aldo tidak menuntut istrinya wajib bekerja tetapi lebih kearah biar istrinya tidak bosan di rumah karena mereka masih tergolong pengantin baru dan belum ada momongan.
Hari ini, Nadia sudah bersiap memasukkan lamaran ke sebuah perusahaan tekstil di wilayah kota Semarang. Dia mendapat info dari temannya semalam saat bingung mencari lowongan kerja. Dengan menghubungi beberapa teman akhirnya sampailah dia di perusahaan ini.
Nadia telah menghubungi CP dan diminta membawa berkas lamaran sekaligus mengikuti tes wawancara.
Dia menunggu di lobby karena janjian setengah jam lagi dengan pihak HRD untuk menyerahkan berkas sekaligus tes wawancara.
Nadia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan lobby perusahaan yang membuatnya terpukau. Perusahaan besar yang terkenal memberikan gaji besar bagi karyawannya. Konsekuensi itu sebanding dengan tingkat kedisiplinan karyawan yang dituntut oleh perusahaan. Saat melihat ke arah resepsionis tak sengaja Nadia melihat sosok laki-laki yang tak asing baginya.
"Astaga, kenapa dari sekian banyak laki-laki harus ada dia di sini."
Meski sudah lama tak bertemu, Nadia bingung kenapa jantungnya bergetar hanya dengan melihat wajah itu. Nadia panik tak terkira. Dia lari ketakutan ingin bersembunyi karena laki-laki itu berjalan mengarah ke tempatnya. Nadia yang panik justru asal masuk sebuah ruangan. Tak disangka laki-laki itu ternyata ada perlu ke ruangan yang dimasuki Nadia.
"Hei, siapa kamu. Jangan sembarangan masuk ruangan. Nggak lihat tulisan yang di pintu ya?"
Apa tadi ada tulisan staff only? pikir Nadia.
"Oh Tuhan, rasanya aku ingin menghilang dari sini. Gimana kalau dia lihat aku."
"Ma..af, saya salah masuk. Saya mencari ruang HRD." Beruntung alasan itu spontan keluar dari mulut Nadia yang memang mau ketemu pihak HRD.
"Oh, ruang HRD di seberang ruangan ini." ucap laki-laki itu yang tak melihat wajah Nadia karena posisinya saling membelakangi.
"Terima kasih."
Nadia segera kabur dari ruangan itu dengan wajah memerah dan nafas ngos-ngosan. Jantungnya pun tak kalah masih berdesir. Hanya melihat wajahnya sekilas apalagi mendengar suaranya membuat pikiran Nadia terbang ke masa lalu.
'Apa dia juga karyawan di sini?'gumannya.
Terbesit keraguan untuk melamar kerja di perusahaan ini.
'Jadi, enggak, jadi, enggak, ...' Nadia justru menghitung kancing blazernya seperti anak sekolah menerka jawaban.
'Duh kenapa harus ada masa lalu yang menghantui, pikirkan nasib bapak, Nad.'
Gumannya menyemangati diri.
Bab 2 Awal Bertemu
Laki-laki itu adalah Arda masa lalu Nadia saat masih duduk di SMA. Bukan mantan ya, karena jadian aja belum hehe. Nadia memang menyukai Arda pun sebaliknya Arda sepertinya juga punya perasaan yang sama pikir Nadia.
Saat itu Arda adalah ketua OSIS, dan Aldo wakilnya. Sementara Nadia adalah sekretaris. Nadia dan Arda kemana-kemana sering bareng, bahkan banyak yang mengira mereka jadian.
Semakin jauh kedekatannya tak menunjukkan Arda mengatakan sesuatu yang diharapkan Nadia. Artinya Nadia salah mengira kalau kebaikan dan perhatian Arda karena rasa suka terhadapnya.
Tidak ada kata yang terucap, justru tiba-tiba Arda menjauhi Nadia. Belakangan Arda memang sudah dekat dengan siswi lainnya membuat Nadia patah hati.
Lima tahun kemudian, saat reuni SMA Arda tidak datang, Nadia justru bertemu Aldo yang saat itu mengutarakan perasaannya. Nadia mendapat info kalau Arda sudah menikah, akhirnya hilanglah kesempatannya untuk mengejar cintanya.
Nadia pun memutuskan menerima Aldo dengan alasan cinta bisa tumbuh setelah menikah jika memang diniatkan karena ibadah pikirnya.
Tok..tok
"Masuk." Suara tegas CEO perusahaan membuat kegugupan Nadia semakin meningkat. Dia mengira bosnya ini pasti orang yang galak, tak ramah, berumur kepala 5. Issh menyeramkan pokoknya.
"Maaf, Pak. Saya diminta menghadap Bapak untuk wawancara."
Sang CEO pun memutar kursinya menghadap Nadia yang berdiri kaku di depan meja kerjanya."
Sontak Nadia pucat mendapati bosnya adalah laki-laki masa lalunya yang ditemui di lobby tadi.
'Arda bos di sini? Ya Tuhan bolehkah aku menghilang saja dari sini. Kenapa harus dia bosnya. Ganteng sih iya, muda dan energik pastinya dilihat dari penampilannya. Tapi aku sudah menikah. Astaghfirullah, cobaan berat nih.' Nadia hanya mampu bermonolog dalam hatinya.
"Kenapa kamu ketakutan seperti melihat hantu?"
'Eh, sebentar. Tapi sepertinya dia tak mengenaliku.'
Aku dulu yang lugu dan polos memang berbeda dengan sekarang. Karena kuliah di jurusan sekretaris mau tak mau aku mengubah penampilanku supaya menarik di depan umum. Berpakaian rapi dengan blazer dan celana panjang, bersepatu pantofel, rambut disanggul rapi, make up natural tak mencolok dan tentunya pakai kaca mata karena penglihatanku agak berkurang. Mas Aldo saja pangling melihat penampilanku tadi pagi.
"Silakan duduk!" titahnya.
Nadia tak berani melihat wajah bosnya. Hanya sesekali curi pandang lalu menunduk takut matanya bersirobak dengan mata Arda. Bisa-bisa hatinya meleleh dibuatnya.
Nadia menyodorkan berkas lamarannya, lalu Arda membacanya sekilas di bagian pengalaman kerja.
"Namamu siapa?"
"Nadia Pak. Kenapa Bapak cuma melihat bagian daftar pengalaman kerja di CV saya?"
"Justru itu yang penting buat saya. Kenapa harus lihat lainnya. Ini bawa kembali ke HRD nanti!"
Nadia pun mengangguk patuh.
"Karena belum ada pengalaman sama sekali, kamu bekerja kontrak satu tahun dulu, setelah itu akan dipertimbangkan lagi."
'Dia benar-benar tidak mengenalku kan. Atau hanya pura-pura tak mengenal?'
"Kenapa kamu gusar gitu?" serunya.
"Eh, Alhamdulillah. Terima kasih Pak. Saya akan bekerja dengan maksimal," jawabku mantap namun dalam hati berkata lain. Gimana ini godaan berat kalau Mas Aldo tahu pasti aku disuruh resign.
"Baguslah. Ini berkasnya silakan dipelajari. Hari ini kamu mulai kerja!"
"Apa? Hari ini Pak?" Nadia hanya bisa melongo kaget ditodong hari ini juga mulai kerja.
"Ba..baik, Pak." ucap Nadia sedikit gugup.
Di tengah mengerjakan tugas pertamanya, Nadia menyemangati diri dengan kalimat sakti bahwa tidak akan tergoda dengan bosnya. Dia selalu ingat pesan suaminya untuk menjaga diri dan kehormatan terutama di tempat kerja.
Arda yang tidak menyadari kalau sekretarisnya adalah teman lamanya, tetap bersikap santai dan sengaja memberi tugas awal pada nadia dengan merekap setumpuk berkas. Dia ingin menguji pertahanan Nadia bekerja sebagai sekretarisnya.
Bab 3 Masihkah Ada Rasa
Hufh, hari pertama kerja berkasnya setumpuk gini ya. Semangat Nad, demi apa coba kamu kerja keras begini. Ingat Bapak sedang butuh pengobatan.
Tapi harus ada perang batin nih tiap hari. Membaca berkas setumpuk gini tiap lembar ada namanya. Ya Allah, hanya melihat namanya saja hatiku berdesir. Mana bisa aku ngetik tidak sekaligus baca namanya di layar.
"Kamu ngapain geleng-geleng kepala nggak jelas?" Sontak Nadia terbangun dari lamunannya.
Jantungnya tambah berdetak kencang seiring Arda yang mendekat ke mejanya. Saat Arda mencondongkan badan tepat wajahnya di depan wajah Nadia, spontan Nadia menahan nafas dan memundurkan badannya.
'Kenapa saat seperti ini dia bertambah tampan. Ingat suami Nad. Astaghfirullah.'
"Ba...pak mau apa?"ucap Nadia terbata.
"Bisa buatkan saya secangkir kopi?"
'Haduh, kirain mau ngapain Pak. Bikin senam jantung saja.'
"Baik, Bapak tunggu sebentar ya."
Nadia membawakan secangkir kopi untuk bosnya dan segera meletakkan di meja kerja Arda.
"Terima kasih, cantik."
'What? Dia bilang aku cantik, hufh kalau ingat dulu waktu sekolah kamu selalu mengataiku lugu dan polos enggak modis. Aslinya mau bilang jelek tapi nggak tega kali ya sama teman.'
"Terima kasih pujiannya Pak tapi saya sudah menikah," ucap Nadia seraya tersenyum.
"Memang kenapa kalau sudah menikah? Suamimu pasti juga sering memujimu cantik kan?"
'isshh, dasar bos nggak paham.'
Nadia menuju kursinya dengan wajah kesal. Semakin merasa dibuat kesal oleh Arda, Nadia semakin teringat masa lalunya.
----
Sepanjang perjalanan pulang naik motor, Nadia memikirkan pertemuannya kembali dengan Arda. Gimana caranya nih nanti kalau ditanya Mas Aldo siapa bosnya atau gimana suasana kerjanya. Duh, jadi pusing tujuh keliling nih.
Aldo yang sudah santai di rumah sejak siang kini sedang menyiram tanaman bunga koleksi Nadia.
"Hai, sudah pulang. Gimana hari pertama di kantor? Sepertinya melelahkan."
Nadia memasang senyum tak ingin memperlihatkan rasa kesalnya terhadap kelakuan Arda bosnya.
"Ahamdulillah lancar, Mas."
"Bosnya galak ya, sudah tua pastinya?"tanya Aldo penuh semangat menanti cerita dari Nadia.
Deg, duh kenapa harus nanya yang itu Mas. Kalau kamu tahu bosku adalah Arda pasti kamu nggak ngijinin aku kerja disana.
"Hmm, nggak galak kok cuma bikin kesal aja." jawab Nadia sambil menyengir.
"Aku mandi dulu ya, Mas." Perasaan Nadia jadi tak enak menyembunyikan identitas bosnya ke Aldo. Dia belum siap melihat respon suaminya karena mereka dulu bertiga teman satu SMA. Nadia juga nggak pernah cerita kalau dulu dekat dengan Arda bahkan sakit hati karenanya.
Nadia keluar kamar mandi dengan wajah yang segar, ternyata Aldo sudah duduk manis di ranjang kamar.
"Ayo lanjutin ceritanya tentang bos kamu."
Hwaaa, kenapa Mas Aldo masih penasaran sih.
Tiba-tiba terlintas dibenak Nadia untuk melakukan ini agar suaminya tak bertanya lebih lanjut.
Nadia menatap lekat mata suaminya. Dia menyelami mata itu semakin dalam dan mendekatkan wajahnya. Aldo justru kaget melihat tingkah istrinya yang tidak biasa.
"Hei, aku belum mandi tau." Aldo spontan langsung masuk kamar mandi.
Yes, syukurlah Mas Aldo segera kabur.
'Hmm Bos..., menyingkirlah dari pikiranku.'
Nadia harus berpikir keras bagaimana bersikap biasa pada Aldo supaya tidak terbongkar identitas bosnya. Bagaimanapun niat Nadia membantu keuangan keluarganya. Jika dirasa sudah stabil, dia berjanji dalam hati akan mencari pekerjaan lain.
Untuk sementara biarlah aku bekerja pada Arda, pikirnya.
Nadia juga menimbang-nimbang sebenarnya dirinya masih punya perasaan pada Arda atau hanya rasa rindu yang sesaat karena lama tidak bersua. Dia segera menepis pikirannya supaya tidak ngelantur kemana-mana. Dia harus fokus pada Aldo yang sudah menjadi suaminya. Dia tidak ingin semangat membangun cintanya Bersama Aldo runtuh begitu saja.
Bab 4 Lihat kelebihannya
Pagi hari Nadia dan Aldo sudah rapi dan bersiap sarapan. Nadia tetap menyempatkan memasak sarapan meski mulai bekerja. Kaki ini nasi goreng telur ceplok dilengkapi segelas susu. Masalah sarapan memang nomer satu untuk dipikirkan. Nadia tidak mau suaminya berangkat kerja tanpa sarapan. Kalaupun tidak sempat sarapan di rumah karena tergesa, dia pasti membawakan bekal untuk suaminya.
"Hari ini berangkat bareng, ya!" pinta Aldo pada Nadia yang masih fokus sarapan.
"Mas Aldo nggak telat kalau nganter aku dulu?" Nadia sebenarnya senang bisa diantar jemput layaknya pasangan yang sedang menikmati masa pacaran setelah menikah. Tapi di sisi lain, dia takut Aldo ketemu Arda. Bukan hal yang mustahil mereka berdua bisa ketemu di kantor saat Aldo mengantar Nadia.
"Kebetulan jadwal ngajar pagi dipakai tes pendalaman materi kelas XII. Jadi aku free pagi ini."
ucapnya sambil mengulas senyum menatap Nadia yang suda tersipu malu. Saat seperti ini, hati Nadia berdesir menatap wajah Aldo yang tak kalah tampan dibanding Arda. Aldo memiliki badan lebih atletis mengingat dia adalah guru olahraga juga pelatih karate. Mungkin hal-hal macam inilah yang perlu diingat Nadia untuk menumbuhkan cintanya pada Aldo. Meski Aldo bisa beladiri, dia tak sembarangan menggunakan kemampuannya. Dia hanya menggunakan untuk perlindungan diri serta saat melatih siswanya.
"Kenapa malah ngalamun? Masih mau menikmati wajah mempesonaku?" Aldo spontan mencium kening Nadia yang tengah melamun membuatnya terbelalak kaget dan malu.
"Isshhh, pede banget sih jadi orang. Gak apa-apa kan lihatin suami sendiri daripada lihatin orang lain."
"Yeay, nggak usah sewot kali. Nanti cantiknya hilang. Udah yuk berangkat nanti dimarahi bosmu kalau terlambat. Bisa dipotong gaji nanti."
Aldo mengantar Nadia menggunakan motornya. Sampai di depan gedung, Nadia salam takzim dan Aldo berpesan akan menjemputnya nanti. Lalu dia bergegas menuju sekolah tempat mengajarnya.
"Nadia, diantar siapa tadi?"
"Eh, Pak Arda ngagetin saya aja."
"Lha kamu dari tadi saya jalan di belakangmu malah lihat kesana kemari."
'Duh ini bos kok ya ingin tahu banget apa yang aku lakuin. Padahal aku kan baru lihat situasi kali aja bos melihat Aldo saat nganter aku.'
"Diantar suami?" Arda masih bertanya karena Nadia tak kunjung menjawab.
"Suami kerja di mana?"
"Hmm, guru karate Pak." Nadia tidak bilang kalau suaminya guru SMA di sekolahnya dulu, bisa-bisa dia akan mengungkit masa lalu sampai ke identitasnya.
"Oh, hebat dong. Bisa menghajar orang-orang yang mengganggumu." ucap Arda seakan menggoda Nadia.
"Iya..., termasuk Bapak kalau mengganggu saya." Arda hanya tertawa mendengarnya.
Kini keduanya masuk ke lift untuk naik ke ruang kerjanya. Nadia merasa canggung berada satu lift dengan Arda. Dia segera menghela nafas untuk menetralkan gugupnya.
"Kamu kenapa, Nad? Sesak nafas atau punya sakit jantung?"
"Ah, itu...enggak Pak. Saya hanya sedikit gugup." jawab Nadia sembari jujur.
"Hmm, kenapa kamu gugup?" Arda justru menggoda Nadia dengan pertanyaan konyolnya.
"Sa..saya nggak tau Pak. Tiba-tiba saja begitu."
Arda semakin mengikis jarak keduanya dan menatap tajam manik mata Nadia. Nadia semakin gugup tak.terkira dan menahan nafasnya.
"Melihat matamu mengingatkan saya pada seseorang, Nad."
Seketika Nadia mendorong bosnya untuk menjauh. Dia memperbaiki posisi berdirinya dan menghela nafas panjang mengurangi kegugupannya.
"Apa-apaan Pak Arda membuat saya senam jantung tau nggak?"
"Hahaha, segitunya kamu kalau dekat sama saya."
"Bapak, jangan bercanda."
"Sudah, ayo segera bekerja," ajak Arda melangkah lebih dulu meninggalkan Nadia yang kesal dibuatnya.
'Hufh, semua akan berat kalau aku tak mengingat kebaikan-kebaikan Mas Aldo nih.'
Jangan lupa like dan komentarnya ya.
Ikuti next episode.
Salam sehat selalu.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
