
Hai pembaca setia karya DLista. Ini ada karya temanku Rahmi Aziza. Cerita Romantis pastinya.
Yuk, baca ceritanya. Sambil nunggu update cinta beda usia.
Bagi yang ingin lanjut baca bisa ke link berikut ya
https://karyakarsa.com/rahmiaziza/oh-my-lovely-teacher-4-9
Atau
*OH MY LOVELY TEACHER*
1. Prolog
“Apa lagi ini Arka?” murka Papa. Dilemparnya selembar kertas yang baru ia baca ke depan mukaku.
Aku hanya bisa menunduk. Memandang surat itu melayang ke lantai. Surat yang dikirimkan guru BK sekolah, melaporkan kelakuan burukku pada Papa dan meminta beliau datang ke sekolah. Untuk kesekian kalinya.
“Papa tidak mau datang ke sekolahan!” putusnya.
“Biar saja kau dikeluarkan dari sekolah. Papa tidak akan mencarikan sekolah baru untukmu!” ia beranjak lalu jalan menuju pintu, meninggalkanku.
“Dan satu lagi,” langkahnya terhenti.
“Jabatan CEO yang Papa siapkan untukmu, akan Papa berikan pada orang lain.”
Glek! Aku terhenyak, kalau aku tak jadi mendapatkan jabatan CEO itu, mau jadi apa aku nanti. Sudah dikeluarkan dari sekolah, nilai semua mata pelajaranpun tak ada yang bagus kecuali olahraga. Mana selalu keluar masuk kantor polisi pula, karena ketahuan tawuran dan balapan liar. Gimana aku bisa dapat surat kelakuan baik untuk mencari pekerjaan coba kalau begitu.
“Reno!” Papa lalu menyebut nama sepupuku. Sepupu kebanggaan keluarga besarku, yang mereka sebut pintar, berakhlaqul karimah, mantan ketua OSIS. Cuih! Mereka tidak tahu saja kelakuannya di sekolah, di balik semua prestasi yang ditonjolkannya, ia seorang playboy!
“Reno yang akan Papa persiapkan untuk menduduki jabatan CEO itu saat ia lulus kuliah nanti.”
Mataku membeliak, buru-buru kuraih kaki Papa.
“Ja- jangan Paa. Arka janji, nggak akan bikin ulah lagi, Arka janji serius belajar. Arka kan anak Papa satu-satunya, jangan berikan jabatan itu pada Reno Pa.”
“Kamu sudah selalu Papa beri kesempatan Arka. Bagaimana mungkin para pemegang saham lain mau menerima kalau kelakuanmu seperti itu!”
“Tolong Pa, kasih Arka kesempatan sekali lagi,” rengekku sambil memeluk kaki Papa.
Lalu kudengar Papa menghela napas, “Baiklah!”
Ah, Papa mau memaafkanku? Aku pun mengangkat kepala menatapnya
“Papa beri kamu kesempatan, dengan syarat …”
“Apa itu P?" Aku berdiri, lalu mengggenggam tangan Papa. “Arka akan melakukannya, pasti!”
“Menikah,” jawab Papa.
“Oh, Papa mau menikah lagi?” Aku menanggapi santai. “Ngga ada masalah. Arka ngerti kok!”
Sudah lama memang Papa menduda. Usiaku baru 10 tahun, ketika Mama meminta cerai karena tak tahan hidup menderita saat Papa mengalami kebangkrutan. Yang lebih menyakitkan lagi, tak lama setelah itu, Mama menikah dengan pesaing bisnis yang mencurangi Papa. Kasihan Papa.
“Bukan Papa, Arka! Tapi kamu!”
“A-Arka Pa? Arka menikah? Papa nggak salah?”
2. Ada Guru Baru
Sebulan yang lalu ...
“Mas Arka, mau ke mana?” Budhe Yati tergopoh-gopoh keluar rumah menghampiriku sambil membawa sutil, nampaknya dia sedang memasak. Budhe Yati ini sudah ikut keluargaku semenjak aku kecil, asisten rumah tangga lah istilahnya. Dulu, Papa pernah memecatnya. Bukan, bukan karena ada kesalahan yang diperbuat Budhe, tapi karena Papa tak sanggup menggaji ART lagi, ketika sempat bangkrut dulu. Tapi Budhe Wati memilih bertahan, tak digaji juga tak apa katanya.
“Kasian Mas Arka nanti siapa yang urus kalau Bapak kerja, Nyonya kan sudah ngga di sini.” Sambil berurai air mata, ia meminta agar tetap diijinkan bekerja pada Papa.
“Mau pergi lah Budhe, nongkrong sama teman-teman,” jawabku sembari mempersiapkan mobil.
“Mas Arka ada les lho, hari ini!”
“Les?” Alisku saling bertaut. “Bukannya guru lesnya sudah mengundurkan diri?”
“Ada guru baru, Mas Arka.”
Aku berdecak, dalam hati merasa kasihan pada calon guruku itu. DIa belum tahu apa ya nasib guru-guru sebelumnya. Tak terhitung berapa kali Papa mencarikan guru les, tapi tak ada yang mampu bertahan, paling sebulan, mereka lalu resign. Sengaja aku bersikap tak baik pada mereka, ntah itu karena tak kuacuhkan saat pelajaran, atau diam-diam kabur dari pintu belakang ketika mereka datang. Pernah juga aku mengerjai guru-guru itu. Ada yang kulempar dengan mainan ular hingga mereka lari terbirit-birit, ada juga yang minumannya kukasih obat yang bikin mules.
Aku mengambil ponsel dari saku celana, menghubungi Bimo. “Mo, besok aja deh perginya, gue ada les nih!”
“Etdah tumben lo mau ikut les? Napa? Gurunya cakep?” Ia terkekeh dari ujung telepon.
“Ini hari pertamanya, biar gue kerjain dulu!” Aku tertawa.
Kulihat Budhe geleng-geleng kepala, lalu kembali masuk rumah.
“Udah, ya, Mo, gue siap-siap dulu.” Sambungan telepon kumatikan.
“Budhe!”
Budhe Yati menoleh begitu mendengar panggilanku.
“Jangan bilang Papa, ya!”
Budhe nampak menarik napas panjang menepuk-nepuk pelan dadanya. “Mas Arka, apa ya ndak kasihan sama Papa? Belajar yang bener to. Mas. Mau jadi apa Mas Arka kalau ndak serius sekolah gini?"
“Ya mau jadi CEO di kantornya Papa lah, Budhe," jawabku pede.
“Arka nongkrong sama temen-temen itu juga belajar lho, Dhe. Belajar berelasi dan bernetworking!” kilahku. Kulihat kening Budhe berkerut mungkin tak mengerti dengan yang kubicarakan.
“Ya pokoknya gitu deh, Budhe. Udah, Budhe lanjutin lagi aja masaknya, nanti gosong lho!” Aku mendorong punggungnya pelan agar segera kembali ke dapur, lalu sibuk berpikir gimana cara mengerjai guru les baruku nanti ya?
3. Pertemuan Pertama
“Ini guru les barunya Mas Arka!”
Aku menatap seorang perempuan yang dibawa Budhe ke hadapanku. Guru kali ini beda dari guru-guru sebelumnya. Masih muda dan… cantik. Ops! Fokus Arka, fokus! Dia hanya akan menjadi penghalangmu menikmati masa muda, kau harus buat dia tak betah di sini!
“Oh, selamat sore, Bu Guru.” Aku tersenyum, berusaha bersikap sesopan mungkin. Ini masih permulaan Arka, jadilah anak baik di matanya.
“Sore." Ia membalas sapaanku dengan singkat dan lugas, nampak tak ramah. Kurasa dia tipikal guru yang tidak disukai murid-muridnya, yang jika tidak masuk kelas karena sakit, spontan para murid akan mengucap hamdalah bersama-sama.
“Namanya Mbak Yura, Mas. Panggil Mbak saja, masih muda gini.” Budhe tertawa. “Mbak Yura ini masih kuliah, sedang mengerjakan skripsi.”
Hmm mahasiswa toh ternyata, pasti ia golongan mahasiswa miskin, uang kiriman ortu pas-pasan, suka nebeng makan di kondangan, makanya harus nyambi jadi guru les.
“Ya sudah, Budhe tinggal ya. Silakan, Mbak Yura.”
Baru budhe jalan selangkah tiba-tiba ia menoleh lagi, “Mas Arka, jangan bertingkah yang aneh-aneh lagi, ya!” katanya sambil mengacungkan jari telunjuk ke arahku.
“Heem iya budhe, iya…” Aku menjawab malas. Curigaan amat, sih!
“Baik Arka, saya akan memberi kamu soal." Bu Guruku itu mengeluarkan selembar kertas dari tasnya.
“Saya perlu tahu sampai di mana kompetensi kamu.”
“Ijin ke belakang sebentar Bu!” Aku mengangkat tangan.
“Baik silakan,” jawabnya lalu membalikkan badan ke arah papan, menulis sesuatu.
Di dapur kulihat Budhe sedang mengaduk-aduk teh. Ah itu pasti buat Bu Guruku.
“Biar Arka yang bawakan, Budhe.”
Budhe menatapku curiga, “Mas jangan dikasih yang aneh-aneh lho!”
“Ih Budhe, suuzon aja nih,” kataku lalu menyambar nampan dengan dua cangkir teh di atasnya.
Sebelum memasuki ruang tamu, buru-buru aku meraih sesuatu dari saku. Kumasukkan serbuk ke dalam salah satu cangkir teh. Habis ini, bu guru itu pasti kapok datang ke rumah ini lagi. Aku tertawa dalam hati.
“Bu Guru, diminum dulu, ibu pasti haus, tadi ke sini naik angkot kan bu?” tanyaku sotoy, ya pasti naik angkot lah guru les miskin seperti dia. Huh!
“Saya puasa,” jawabnya sambil tersenyum.
Sial, plan satu gagal. Sejahiliyah-jahiliyahnya aku, nggak mungkin juga maksa orang membatalkan puasanya, aku masih takut masuk neraka jahannam bo!
Oke plan dua harus dijalankan kalau begitu. Aku mengambil kotak yang kusembunyikan di bawah mejaku. Di dalamnya terdapat aneka mainan hewan yang menyerupai wujud aslinya. Kucoba menerka kira-kira hewan apa yang ditakuti Bu Yura.
Oh mungkin kecoa! Segera kukeluarkan mainan kecoa dari kotak itu. Saat Bu Yura sedang asik menulis di papan berwarna putih, kulemparkan mainan kecoa ke arahnya.
“Aaaak kecoa!” teriakku biar dramatis.
Tapi Bu Yura hanya menoleh dengan tenang. Ah, nggak asik, tidak sesuai ekspektasiku!
Ia bahkan masih bisa tersenyum, “Tenang Arka, kalau ada kecoa, saya punya predator yang bisa memangsanya,” ucapnya dengan anggun.
“Mas Deny…” Setengah berteriak ia memanggil sopirku.
Tak lama sopirku datang, “Ini Mbak." Ia memberikan kotak yang tampak misterius pada Bu Yura. Apa itu?
Saat Bu Yura membukanya, kulihat sesosok mahluk melompat.
“Aaaak kodok!!!!” Aku menjerit lalu lari terbirit-birit. Kulihat Bu Yura hanya berdiri menatapku sambil tersenyum. Sialan, pasti ada persekongkolan antara Mas Deny dan Bu Yura! Seketika aku merasa dikhianati.
“Mas Deny! Singkirkan kodok itu!” bentakku.
Mas Deny menurut, dengan sigap ia menangkap sang kodok, dimasukkannya ke dalam kardus lalu membawanya pergi ntah ke mana.
Gara-gara berteriak, tenggorokanku jadi terasa kering. Segera kusambar teh yang ada di atas meja.
Setelah kuminum sampai tandas, baru kusadar teh itu punya Bu Yura! Dan tentu saja, bisa kutebak apa yang akan terjadi setelah itu.
Sambil memegangi perut aku berlari terbirit-birit ke kamar mandi.
“Aaaak Muleees!!!”
-----
Bab 4
POV Yura
“Seriusan Ra, mau ngajar di sana?” mata Febi membulat, menatapku tak percaya.
“Yap!” Aku mengangguk mantap.
“Kemaren aja Mbak Sari nyerah ngadepin anaknya Ra, bandel banget!”
Mbak Sari adalah dosen di kampusku, sekaligus mahasiswa senior di jurusan yang sama, angkatannya 7 tahun di atasku. Beberapa kali aku membantu beliau saat ada project, makanya kami kenal cukup dekat. Pengalaman ngajarnya sudah banyak dan lama, mulai dari anak TK hingga mahasiswa. Beda denganku yang paling mentok ngajar les anak SMP, itupun baru setahun ini.
Sebenarnya bukan keinginan Mbak Sari ngajar les bocah SMA, ya ngapain juga gajinya sebagai dosen udah gede. Tapi karena ini permintaan khusus dari Papa si bocah, yang merupakan keluarga dari sahabat salah satu dosen senior di kampus, akhirnya Mbak Sari menerima. Dengan berat hati tentunya, setelah mendengar track record tu bocah kaya apa di sekolahan.
“Gajinya gede Feb! Tiga kali honorku ngajar biasanya!”
“Iyaa, tapi resikonya juga gede kan. Mbak Sari sampai hampir pingsan dikerjain tu bocah!”
Aku tersenyum miris, inget cerita Mbak Sari kemarin sore. Katanya ia nyaris pingsan saat hendak merogoh pulen dari tasnya, malah menemukan ular. Ular mainan sih, tapi kata Mba Sari mirip banget sama ular asli. Yah Mbak Sari mah dilemparin tali rafia juga udah jerit-jerit, saking phobianya sama ular.
“Tenang Feb, Papanya bilang, tu bocah bebas kuapa-apain, udah desperate banget sama anak sendiri kali ya. Mau aku gampar kalo dia kurang ajar juga boleh!” Aku tersenyum penuh kemenangan, sudah terbayang apa saja yang bakal kulakukan untuk menaklukkan anak itu. Lihat saja nanti!
Sehari sebelum jadwal les, aku sudah datang ke TKP. Sengaja aku pilih jam di mana Arka, si bocah badung itu sekolah. Aku menemui Budhe Yati, asisten rumah tangga dan Mas Deny sang supir, untuk mengenal Arka lebih dekat. Aku perlu tahu tentang kebiasaannya, tempat nongkrong favoritnya, hal-hal yang ditakutinya, dll. Udah kek orang mau taaruf aja. Huh!
“Mbak Yura waspada aja, Mas Arka emang usil banget, tapi sebenarnya anaknya baik kok! Budhe kan ngasuh dia dari bayi, jadi tahu. Mungkin karena kurang kasih sayang ibu aja makanya begitu.”
Aku manggut-manggut. Budhe lantas bercerita bagaimana guru-guru sebelumnya dikerjain Arka, sehingga kapok balik lagi ke rumah itu. Bagi mereka uang yang banyak tak ada artinya dibanding harga diri mereka yang terinjak-injak oleh kenakalan Arka. Tapi bagiku, aku benar-benar membutuhkan uang itu. Ada ibuku yang sedang sakit di kampung dan membutuhkan biaya. Juga adik lelakiku yang masih duduk di bangku SMU kelas tiga, yang kularang keras untuk bekerja.
“Harusnya Jay yang kerja bukan Mbak. Dalam agama, jika seorang Ayah sudah meninggal maka anak lelaki baligh yang harus mengambil peranan Ayah untuk mencari nafkah.” Zaydan, adik lelaki satu-satunya yang paling kusayang itu berkata suatu hari.
“Nggak Jay, kau bahkan SMA belum lulus. Mau kerja apa dengan ijazah SMP? Sekolah yang bener dan jagalah ibu dengan baik. Mbak ingin cita-citamu jadi dokter tercapai. Nanti kalau sudah jadi dokter baru boleh menjadi tulang punggung keluarga. Oke!”
Dan Zaydan pun mengangguk pasrah.
“Ada ngga sesuatu yang ditakutin Arka budhe?” tanyaku.
“Hmmm apa ya,” budhe mengingat-ingat.
“Kodok!” sahut Mas Deny yang dari tadi ikut menyimak obrolan kami.
“Iya Mas Arka itu paling jijik sama kodok!” Budhe membenarkan ucapan Mas Deny.
Hmm kodok. Baiklah. Seulas senyum terbit di bibirku.
“Arka, Arka… kelakuan boleh badung, tapi sama kodok saja kau takut rupanya.”
Bab 5
"A-Arka Pa? Arka menikah? Papa ngga salah?” Sampai terbata-bata aku bertanya saking kagetnya. Mengurus diri sendiri saja aku belum bisa, sekarang malah mau ditambahin beban ngurusin anak orang.
“Iya, kamu menikah!" Papa menjawab santai.
"Papa sudah putus asa menghadapi kamu Arka. Saatnya Papa menggunakan cara lain agar kamu jadi pria yang lebih bertanggung jawab. Kamu akan belajar banyak hal dengan menikah, yakinlah!”
“Tapi Pa, Arka masih SMA, belum cukup umur! Pasti akan ditolak sama petugas KUA deh!"
“Kamu sudah dua puluh tahun Arka. Lupa ya, kalau kamu sudah dua kali tinggal kelas?” Papa menyunggingkan senyum penuh kemenangan.
Argh benar juga! Aku menarik napas, lalu membuangnya kasar, sambil berpikir alasan apalagi yang harus kugunakan untuk menolak ide gila Papa ini.
“Pa, pernikahan itu kan, sesuatu yang harus dipikirkan masak-masak,” suaraku melembut, sok bijak, mencoba mengambil simpati Papa. “Arka ngga mau gagal berumah tangga seperti Papa dan Mama.”
“InsyaAllah tidak Arka, Papa sudah kirim orang untuk menyelidiki calon istrimu. Dia perempuan solehah, baik, pintar, sayang keluarga, dan yang paling penting, Azyura satu-satunya yang bisa menaklukkan kamu.”
“A-apa Pa? Azyura?” Aku terlonjak.
“Azyura, seperti nama guru les Arka.”
“Tepat sekali! Memang Azyura guru les kamu. Hanya dia yang bisa menaklukkan kamu kan?” Papa tertawa.
“Astaga Papa, kaya ngga ada perempuan lain aja!” sungutku.
“Perempuan lain banyak Arka, tapi hanya Azyura yang bisa menghadapi kebadungan kamu!”
------
Waah kalau mereka menikah kira-kira gimana serunya rumah tangga mereka yaa. Baca lanjutannya yuuk.
https://karyakarsa.com/rahmiaziza/oh-my-lovely-teacher-4-9
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
