
Aku pernah menolak cinta gadis ABG di tempatku bertugas. Kupikir itu hanya cinta mo nyet. Setelah lima tahun berlalu, aku bertemu lagi saat menjadi narasumber di kampus eh dia moderatornya. Sungguh dia berbeda sekali sekarang. Ingin menyapa lagi, dia terlanjur....
Bab 5
'Ishhh, kenapa dia jadi tambah nyebe lin. Hufh, dulu aja... ingatan Sasti terlempar ke masa lima tahun lalu. Saat itu, ia baru lulus SMP.
"Mas Agha, mau nggak jadi pa carku?" Dengan pedenya Sasti yang bertubuh mungil kulit sawo matang mengungkapkan perasaannya.
"Anak kecil tuh belajar yang rajin biar pinter. Nggak usah paca ran. Besok kalau udah besar baru cari pasangan."
"Eh ni kah maksudnya, Mas?"
"Iyalah, ga usah paca ran nanti ujung-ujungnya nggak jadi. Kamu yang ru gi sendiri."
"Oh jadi Mas Agha nggak punya pa car, ya?" tanya Sasti antusias. Ia bermain di markas Agha tanpa rasa canggung dan takut. Padahal di sana penghuninya kaum Adam semua. Ada sih yang tukang masak tapi bisa dihitung jari.
"Nggak." Agha menjawab disela kesibukannya membetulkan tenda sembari mengutak-atik ponsel. Wajah Agha sesekali berubah serius. Sasti tak mengerti apa yang terjadi.
Sejatinya Agha dilem par tugas ke pelosok karena sang ayah ingin menjauhkannya dari wanita yang dicintai namun beda status sosial. Rania namanya, mahasiswi yang kalem, jelas berbeda jauh dengan Sasti.
"Mas langsung mau ni kah? Sudah punya calon belum? Kalau belum gimana sama aku aja? Mas bisa jadi penduduk di sini. Memajukan kampungku, ide bagus, kan?"
Sasti berceloteh tanpa henti membuat Agha jeng kel setengah ma ti. Sasti memang tipe anak yang ceria dan banyak omong. Entah bawaan bayi atau sebenarnya hanya sikapnya yang menghibur diri sendiri sebagai anak ya tim pia tu. Ia hanya tinggal dengan nenek yang sangat menyayanginya.
"Kamu bisa diem nggak, sih? Kamu itu bukan tipeku. Aku suka perempuan kalem, lemah lembut. Cantik, kulit putih, anak kuliahan. Dah jangan bermimpi muluk-muluk. Belajar saja yang rajin biar otaknya encer nggak mikirin paca ran. Kasian itu nenek kamu, Sas. Harusnya kamu buat bangga beliau." Ucapan panjang lebar Agha disertai raut yang mene gang membuat Sasti tercengang. Ucapan reflek Agha tadi dianggap serius oleh Sasti.
"Begitu, ya," ucap lirih Sasti. Tenggorokannya terce kat. Kebaikan dan keramahan Agha selama ia kenal pun terhem pas begitu saja oleh ucapan kasar barusan.
"Sana pergi! Jangan ngganggu, aku lagi sibuk."
"Jadi, selama ini Mas Agha baik sama aku bukan karena suka, ya?" tanya Sasti polos.
"Bukanlah."
"Mas Agha cuma kasi an sama aku karena anak ya tim pia tu?" Akhirnya tetesan bening lolos tanpa permisi. Sasti menatap sendu lawan bicaranya. Dalam hati seolah berkata kalimat menge jek dirinya sendiri yang terlalu kepedean.
"Mungkin," balas Agha tanpa pikir panjang. Ia masih serius menatap ponsel.
Jiwa muda Sasti yang amat bergejo lak seketika redup hanya karena kalimat singkat barusan. Ia begitu mene lan kecewa. Terlihat dari pelupuk mata yang berusaha keras menahan kembali cairan bening.
Seketika itu, Agha telah mengukir jejak lu ka dalam hatinya. Hingga ia mema tri dalam diri tidak akan menaruh hati kembali dengan lelaki berpangkat AKP itu.
"Sasti," seru Rizky membuyarkan lamunan Sasti.
"Eh iya, Pak."
"Kalian berdua sudah saling kenal?"
"Itu Pak Rizky, hmm saya..."
"Baru kenal tadi di jalan. Dia yang na brak mobil Almira," terang Agha
'Ah, mungkin ia sudah lupa masa lalu. Untung aja,' batin Sasti.
"Ia tadi kami bertemu Pak Agha di jalan, Pak," imbuh Nina berusaha memecah kete gangan.
"Syukurlah. Saya khawatir bertambah sai ngan," canda Rizky. Agha dan Sasti berusaha mencerna ucapan dosen muda itu.
"Maksudnya?" tanya Agha penasaran membuat Rizky mendekat ke arahnya.
"Kamu kan tahu aku masih single. Aku mendekati mahasiswi buat dikenalin Mama," bisik Rizky ke Agha tanpa bisa didengar Sasti dan Nina. Kedua laki-laki itu mempunyai hubungan saudara sepupu.
"Apa?! Tipe dia bukan DOSEN tapi POLISI." Ucapan Agha tidak sengaja menggema di ruang dosen membuat orang disekitarnya terkejut.
"Hah kok tahu?"
Bab 6
"Apa?! Tipe dia bukan DOSEN tapi POLISI." Ucapan Agha tidak sengaja menggema di ruang dosen membuat orang disekitarnya terkejut.
"Hah kok tahu?" tanya Rizky dengan tatapan penuh selidik.
"Bercanda. Biasa kan anak muda suka yang ganteng dan pemberani, iya kan Mbak Sasti?" ucap Agha dengan sikap tenang. Barusan ia keceplosan karena syok sepupunya menyukai gadis muda yang dulu saat ABG pernah menembaknya dan sekaligus ditolaknya mentah-mentah.
"Eh, enggak juga. Profesi dosen juga sama bagusnya dengan polisi. Sama-sama pahlawan kan. Dosen pahlawan pendidikan."
"Cerdas. Tak salah kamu jadi mapres, Sas. Kalau gitu ayo segera ke auditorium. Acara sudah mundur lima menit," ajak Rizky yang diangguki Sasti.
"Mbak Sasti nggak tanya-tanya CV saya?" ucap Agha sambil berjalan beriringan menuju lokasi acara. Nadanya terkesan sengaja menggoda Sasti yang sedikit kesal akibat ulahnya di ruang dosen tadi.
"Hmm, boleh," jawab Sasti sambil fokus ke arah depan. Sesekali ia menoleh saat yang sama Agha justru fokus dengan arah depan.
"Bisa saya kirim melalui WA? Saya adanya file CV."
"Oh, ya. Sebentar, nanti kalau sampai ruangan ya, Pak."
"Siap."
"Modus kamu, Gha. Awas nggak usah deket-deket Sasti," celetuk Rizky sambil berbisik di telinga Agha. Lelaki itu membalas dengan tertawa lirih. Sementara Sasti dan Nina hanya saling pandang melihat dua lelaki di dekatnya dengan tatapan kepo.
Sontak saja Agha tersenyum penuh kemenangan. Sasti tidak menyadari kalau itu hanya akal-akalan Agha saja. Dia bisa mendapatkan nomer kontaknya tanpa meminta langsung.
"Sas, amalan baik apa kamu dikerumuni dua cowok ganteng gini?" goda Nina dengan ucapan li
"Hush, geli ah, Nin." Sasti hanya menutup telinga akibat bisikan sahabatnya.
"Baik mari kita mulai acaranya." Suara Sasti terdengar lugas dan enak di dengar. Pembawaannya benar-benar memukau. Padahal baru bicara sepatah kata setelah MC membuka acara.
Agha dibuat takjub dengan perbedaan sikap Sasti dulu dan sekarang. Wanita itu terlihat dewasa sekarang. Meski penampilannya sederhana tak mengurangi kadar kecantikannya. Membuat seseorang tak bosan memandangnya.
"Nara sumber kita kali ini adalah AKP Agha Rahmawan. Bisa dipanggil Kapten Agha. Kasat baru di bidang Napza. Ia akan bertugas selama lima tahun ke depan. Bekerja sama dengan beberapa kampus di kota pelajar." Ucapan Sasti berjeda diikuti intonasi menurun. Sesaat ia menelan ludahnya susah payah.
CV Agha beserta catatan singkat yang ia baca justru membuat dadanya mendadak berdebar. Ia merapalkan istighfar berulang di dalam hatinya.
'Astaga, ni orang akan tinggal di kota ini. Kerja sama dengan kampus. Duh, semoga cuma sekali ini ngisi di sini.' Begitulah doa Sasti dalam hati.
"Sebelum dilanjutkan pemaparan materi, apakah ada yang ingin ditanyakan tentang Pak Agha?" ungkap Sasti sambil mengedarkan pandangan ke audiens yang memenuhi ruang auditorium berkapasitas 200 orang itu. Mayoritas peserta sosialisasi Napza kali ini adalah mahasiswa baru.
"Boleh tahu status Pak Agha apa ya?" tanya salah satu mahasiswi dengan antusias. Sepertinya ia sedang taruhan dengan rekannya yang duduk di samping kanan kiri. Terlihat dari sikap kedua temannya seolah mengompori.
"Saya Kasat baru di bidang Napza. Tadi sudah disebutkan Mbak Sasti, kan?" balas Agha dengan seulas senyum. Lelaki yang irit senyum malah seringnya mode cool itu sekalinya senyum runtuhlah gunung Es di Alpen. Audiens yang sebagian besar mahasiswi terlihat terpukau. Sasti bisa menangkap perubahan sikap audiens. Ia mendecak kesal sambil melirik sosok narsum di sampingnya.
'Ishh, sok tebar pesona padahal sudah punya pasangan.' Sasti hanya ngedumel sendiri.
"Maksudnya status single atau sold out, Pak," seru Rizky dengan nada bercanda. Suasana awalnya tegang dan serius pun mendadak cair.
"Hufh, kenapa Pak Rizky malah memperjelas," gerutu Sasti. Nina yang duduk di kursi audiens berdampingan dengan pak dosen pun hanya bisa menahan tawa.
"Status Pak Agha sold out ya teman-teman. Jangan berekspektasi tinggi," celetuk Sasti. Mendadak ia menyesal kenapa tak tahan mulutnya ember. Sebab di awal ketemu, Agha memang bersama wanita cantik. Akhirnya ia tergelitik menyahut.
"Maaf, mari kita lanjutkan materinya ya," ujar Agha sambil menoleh ke Sasti. Ia menatap Sasti dengan tatapan penuh arti dan dingin. Senyum yang sempat ditebarkan ke audiens mendadak kabur. Sasti pun tak mau kalah. Ia justru membalas dengan tatapan tajam seolah ingin mengatakan.
"Nggak usah tebar pesona bikin PHP mahasiswi aja."
Bab 7
"Baik, langsung saja materi yang ingin saya sampaikan adalah tentang bahaya Napza. Akhir-akhir ini banyak berita kriminal yang muncul salah satunya diakibatkan penggunaan Napza."
Sasti menyimak dengan seksama. Pandangannya tak henti mengamati Agha dalam bertutur.
"Mas Agha tidak pernah berubah. Selalu terlihat cerdas. Kenapa sekarang semakin mempesona. Astaga, ingat Sasti pantang balikan sama masa lalu. Dia sudah mempermalukan dan menyakitimu."
Sejenak logika Sasti berjalan normal lagi. Gegas ia mengalihkan pandangan ke audiens. Suara Agha kembali menggema. Semakin Sasti mencoba menepis rasa kagumnya suara itu semakin menembus kalbu.
"Perlu diketahui bahwa salah satu bentuk penerapan P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika), kitap berkomitmen untuk turut serta dalam proses terapan P4GN di masyarakat, karena napza ini memang sangat merusak kaum muda, korbannya sudah banyak” papar Agha.
Pecandu napza akan menyebabkan berbagai efek negatif seperti :
Dampak Fisik : dapat merusak tubuh kita secara perlahan, melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga lebih rentan terhadap penyakit.
Dampak Psikologis: pengguna sering mengalami perubahan suasana hati yang drastis, depresi, kecemasan, dan bahkan halusinasi.
Walaupun dapat dimanfaatkan dalam beberapa prosedur medis, sering kali disalahgunakan untuk tujuan rekreasional dapat memicu otak melepaskan dopamin dan menciptakan rasa gembira untuk sesaat."
Tak terasa 40 menit waktu berlalu, Sasti tersentak, begitu menikmati suara Agha yang menentramkan. Ia kembali dari alam bawah sadarnya.
"Baiklah suara Pak Agha memang menghinoptis semua audiens, sekarang saatnya sesi tanya jawab." Ucapan Sasti seolah melambungkan hati Agha hingga senyum kilat terukir di bibirnya.
"Pak Agha bagaimana anak muda dengan mudah bisa terjerumus?" tanya seorang mahasiswi yang duduk di tengah pinggir kanan.
"Baik pertanyaan bagus. Biasanya salah satu celah untuk sasaran yakni anak muda yang sedang putus asa dan terpuruk. Masalah keluarga, putus dengan pasangan atau patah hati. Memang dibutuhkan mental yang kuat supaya bisa melewati masalah hidup seperti itu. Benar begitu kan Mbak Sasti?"
Reflek Sasti menoleh lalu tersenyum paksa. Bisa-bisanya Agha melempar tanya ke dirinya.
"Mbak Sasti pernah putus cinta atau patah hati lalu terpuruk mungkin?" tanya Agha disengaja. Ia menyembunyikan senyum di balik tatapannya yang mengarah ke Sasti. Membuat wanita itu sedikit gugup.
"Oh ya, kalau saya memilih terpuruk amatlah rugi. Kayak nggak ada lelaki lain aja. Di dunia ini lelaki nggak cuma satu kan. Meski patah hati, life must go on." Ucapan Sasti begitu menggebu membuat audiens terpana. Bahkan Rizky dan Nina ikutan menyimak dengan serius. Agha justru semakin tergelitik merespon kembali pertanyaannya.
"Jadi apa yang dilakukan Mbak Sasti kalau bertemu kembali orang yang menyebabkan masalah tadi?" lanjut pertanyaan Agha mengusik Sasti.
'Eh lha ni orang sengaja banget nanya gitu. Ngomongin Napza kenapa malah ke masalah patah hati. Nyebelin banget, ishh.' Bahu tegak Sasti mendadak merosot. Semangat pun surut.
"Saya?" Tunjuk Sasti pada dirinya sambil menoleh ke samping. Agha mengangguk.
"Oh jelas saya pantang balikan sama masa lalu dong, Kapten. Hidup akan berwarna dengan bertemu orang-orang baru. Boleh menengok ke belakang tetapi cukup sesaat. Jangan sampai hilang arah. Fokus menatap masa depan." Sasti begitu pede menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja setelah lima tahun berlalu. Entah kalimat itu dari hatinya atau sekedar terbawa suasana. Yang pasti ia lega mengucapkannya di depan Agha.
"Bagus. Inilah contoh anak muda yang mentalnya baja bukan mental kerupuk yang mudah melempem," puji Agha pada Sasti. Wanita itu segera meraup oksigen agar bernapas dengan lega. Sepertinya ia terlalu membawa hati dalam menjawab. Ia kembali menoleh ke arah Agha yang juga memandangnya penuh arti.
'Nggak usah nanya-nanya lagi bisa nggak, sih. Sengaja kali dia,' gerutu Sasti dalam hati. Ia memutar bola matanya jengah.
Rizky tiba-tiba memberi tepuk tangan diikuti audiens lain. Ia memberikan dua jempolnya untuk Sasti. Tak mau kalah, Sasti justru membalas dengan kode sarangheyo. Jelas saja Agha kesal setengah mati. Ia lalu mengalihkan perhatian dengan melempar tanya ke audiens.
"Terima kasih Pak Agha atas kesediaannya mengisi acara sosialisasi ini. Semoga lain waktu ada kesempatan berjumpa kembali." Begitulah ucapan basa-basi Sasti menutup acara. Namun, Agha tak henti mengaminkan doa itu dengan antusias.
"Terima kasih Pak Agha. Lain kali kita bisa follow up lagi kegiatan bagus ini," ungkap Rizky.
"Dengan senang hati, Pak Rizky. Mumpung saya akan lama tinggal di kota ini. Kita bisa diskusikan acara lain yang mendukung kegiatan ini. Bukan begitu Mbak Sasti?"
"Iya, Mas. Eh, Pak. Maaf." Sasti menutup mulutnya yang keceplosan. Sementara Rizky hanya mentap penasaran bergantian antara Sasti dan Agha yang tersenyum singkat.
Keduanya bergegas mengantar Agha ke depan kampus. Ia telah dijemput mobil serupa yang ditabrak Sasti di jalan.
"Tuh kan, bisa-bisanya nggak mau ngaku sudah sold out di depan mahasiswi." Sasti ngedumel sendiri.
"Sas, kenapa muka kamu manyun gitu?" celetuk Rizky sambil tertawa lucu melihat tingkah mahasiswi kesayangannya itu.
"Itu Kapten Agha udah punya pasangan juga masih TP TP tadi." Seketika Rizky langsung terpingkal.
"Dia itu..."
"Playboy?" sahut Sasti makin geram.
"Ah sudahlah yang penting kamu nggak terpesona sama Kapten Agha."
Reflek Sasti tersedak ludahnya.
"Tuh kan malah kesedak. Jadi kamu juga ikutan terpesona, Sas?"
"Nggak, Nggak akan."
"Eh iya nggak mungkin kan."
"Saya paling nggak suka sama lelaki berprofesi polisi. Pokoknya anti."
"Kenapa sih, Sas?" lanjut Rizky penasaran.
"Ribet aja," celetuk Sasti asal.
"Syukurlah. Kamu sukanya sama dosen aja, Sas. Saya misalnya."
"Pak Rizky jangan bercanda," balas Sasti mengalihkan pembicaraan yang menjurus. Ia pasti ujung-ujungnya akan terpojok.
"Serius, Sas."
"Eh maaf Pak Rizky saya harus nyari Nina dulu ada janjian. Maaf banget." Sasti menangkupkan kedua tangan lalu bergegas pergi. Rizky hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum.
Sesampainya di kos, Sasti merebahkan badannya. Lelah seharian membuat matanya tidak mau diajak kompromi.
"Hey mandi dulu, awas nanti kebablasan, Sas," tegur Nina yang lewat depan pintu kamar Sasti.
"Iya, iya. Bawel ih Nina." Nina membalas dengan tawanya lalu melangkah ke kamae mandi.
Ting, notif pesan masuk ke ponsel Sasti. Ia enggan melihat karena mata tinggal beberapa watt, tapi penasaran juga.
"Siapa sih?" Ia menggeser layar. Tampak nomer asing yang belum tersimpan.
[Temani saya makan malam ya. Agha.]
Mendadak mata yang lengket langsung membelalak.
"Astaga dia modus banget kirim CV. Jadi tahu nomerku. Sasti nggak pinter amat sih jadi orang," umpat Sasti sambil menepuk jidat berulang. Gegas ia mengetikkan balasan.
[Maaf nggak bisa, Kapten. Saya sibuk ada tugas dari Pak Rizky]
Sudut bibir Sasti tertarik ke samping. Ia menggunakan alibi tugas dari dosen padahal deadline masih minggu depan.
[Masak narsum nggak dijamu panitia. Ditemenin misalnya] Lagi balasan Agha membuat Sasti terpancing merespon.
[Kan sudah ada yang nemenin. Tadi yang antar jemput]
[OH IYA]
"Tuh kan nyebelin."
Sasti melempar ponselnya ke samping, lalu rebahan. Belum sempurna merebah sudah terdengar nyaring ponselnya.
"Pak Rizky. Halo... Assalamu'alaikum."
"Sasti temani makan malam ya. Kita akan menjamu Kapten Agha di Resto Nusantara."
"APA? Tapi Pak Rizky, saya...."
"Ini PERINTAH, Sasti, bukan tawaran." Rizky tertawa lirih dari seberang, lalu memutus sepihak panggilannya. Sasti menggebrak kasurnya sambil menghentakkan kedua kaki.
"Aarghh Pak Rizky, Kapten Agha menyebalkan."
________
Lanjut ga? Tap love dan komen dong biar rame. Makasih sdh baca.🥰
Sambil nunggu update teman2 bisa baca ceritaku yang sudah tamat ya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
