Remember You (Part 21-25)

1
0
Deskripsi

Update nih gaesss,, ^^ 

Part 21

 

"Apa benar itu, Rain?" tanyanya. Raina duduk dengan gelisah di sisi ranjang. Tangan kiri Bayu menangkup wajahnya. Pria itu tersenyum manis membuatnya meleleh. Raina mengangguk seperti anak kecil. "Jadi kamu benar mencintaiku?" ia menegaskan.

"Aku kira kamu sudah jelas mendengar isi hatiku sewaktu kamu tidur." Raina menyela kemudian mengerucutkan bibir. Detik kemudian Bayu mencium pipinya lembut.

Cup..

"Terima kasih." Sekejap pipinya memerah. Panas dari bibir Bayu menjalar ke semua tubuhnya. "Apa yang membuatmu berani berterus terang, eum?"

"Aku lelah dengan perasaanku ini. Setiap aku memungkirinya semakin tersiksa batinku, Bayu. Sekarang aku tidak punya beban lagi. Selama ini aku memikirkan perasaan Reno."

"Lalu, laki-laki itu bagaimana?"

"Dia melepaskanku, untukmu."

"Untukku?" Raina malu mengakuinya. "Kamu memang hanya untukku," lanjutnya mengikrari bahwa takdir itu ada.

"Tapi.. Aku juga merasa jahat. Aku tidak memikirkan perasaan Tiara. Aku egois, Bayu." Pria itu melingkarkan tangannya di pinggang Raina agar mendekat duduk bersandar.

"Terkadang cinta butuh keegoisan, Rain. Jangan merasa bersalah, di sini aku lebih bersalah. Dari awal aku tidak menyimpan perasaan apa pun pada Tiara. Bertunangan dengannya ternyata tidak merubah isi hatiku. Hanya ada kamu dan kamu. Aku mencoba menekan dan mengosongkan hatiku. Tapi hatiku dipenuhi oleh dirimu." Raina menatapnya.

"Begitu pun diriku, hatiku dipenuhi oleh dirimu." Seulas senyum bahagianya berikan pada Bayu.

"Selama ini kita hanya saling menyakiti,"

"Iya, kamu benar."

"Jadi sekaranglah waktunya untuk kita bahagia," ucapnya.

"Di atas penderitaan orang lain?" napas Raina tercekat di tenggorokan.

"Aku akan bicara pada Tiara untuk memutuskan pertunangan kami."

"Bagaimana dengan keluargamu? Apa mereka akan menerimanya?" Bayu mengusap dahinya.

"Menerima atau tidak, aku tidak peduli. Bisakah kita jangan membicarakan mereka dulu. Aku ingin menikmati malam ini bersamamu." Ia memeluk Raina.

"Sebentar lagi aku akan pulang, Bayu." Raina mengeratkan tangan di punggungnya.

"Ini sudah larut malam, menginaplah," seraya melepaskan pelukan itu.

"Memangnya ini hotel lagi pula. Aku akan tidur dimana?!" ucapnya garang.

"Di ranjang ini aku tidak keberatan berbagi denganmu." Bayu memainkan kedua alisnya, jenaka. Raina mencubit perutnya. "Aww, sakit sayang. Ranjang ini besar, kita bisa tidur berdua." Wajah wanitanya memerah. Mereka tidur bersama?. Bayu menariknya untuk naik ke atas ranjang. "Lepaskan high heels mu," bisiknya lalu memundurkan tubuhnya agar Raina disampingnya. Rok span yang dipakainya memendek karena posisi kaki menekuk. Bayu berinisiatif menutupi pahanya dengan selimut. Raut wajahnya berubah Raina tidak mengerti. Bayu malah mendesah panjang dan berbaring.

"Ranjang rumah sakitnya sempit. Aku pulang saja." Raina yang masih duduk disebelahnya.

"Apa aku harus menidurimu dulu? Agar kamu mau menginap?!" ucapannya sungguh frontal. Raina memukul dadanya. Ia berpura-pura mengaduh kesakitan.

"Mulutmu kenapa mesum begitu!!" Raina memelototinya. Bayu tergelak. Tanpa sadar Raina tersenyum tipis.

"Tidur," rajuknya sembari mengulurkan kedua tangannya. Raina mendelik, namun ikut berbaring juga. Bayu, menaruh kepalanya di dada bidang. Jantungnya berdebar cepat sekali. Raina merapikan selimut menutupi hingga jari kakinya. "Kamu mendengarnya?"

"Apa?"

"Detakkan jantungku begitu menggila didekatmu. Mungkin dia tahu kalau ada pemiliknya." Dasar gombal, Raina tersenyum sendiri. "Apa jantungmu sama sepertiku?. Coba aku dengar," ia hendak bangun, Raina mencubitnya lagi. "Perutku bisa kurus kalau dicubiti terus." Omelnya. Raina mengalungkan tangan diperutnya. Kenyamanan ini yang ia rindukan. Malam ini tidurnya akan sangat nyenyak.

"Selamat tidur, sayang." Dikecupnya kening Raina. "Di malam bulan purnama yang dingin. Aku selalu disampingmu, sebelum kamu mengatakan kamu kedinginan. Aku akan memelukmu erat, hingga kamu tidak akan melupakan hari ini. Bahkan setelah waktu yang lama." Bayu membacakan sebuah puisi. Kata-katanya sungguh menggelikan. Dewi batinnya tertawa terpingkal-pingkal.

***

Cerahnya cahaya pagi menyambut mereka. Raina mau bangun setiap pagi mencium aromanya. Subuh ia sudah bangun, takut keluarga Bayu memergoki mereka tidur di ranjang yang sama. Bu Donna belum datang hingga Raina yang mengurusi keperluan Bayu dari mengantarnya ke kamar mandi, menggantikan pakaiannya. Jangan salah sangka hanya pakaian atasnya saja. Ia menyuapinya juga, Bayu berakting layaknya bocah kecil yang minta perhatian.

"Cuci mulutnya belum," Raina menyergir, ia baru saja menghabiskan buahnya.

"Tadi kan buahnya sudah kamu makan!" Raina menatapnya dengan pandangan aneh.

"Maksudku ini," Bayu memajukan wajahnya lalu mencium bibirnya cepat. Raina yang terkejut ingin menjitaknya. Pintu terbuka, tangannya melayang langsung diturunkan.

"Mama!" sapa Bayu. Raina segera berdiri.

"Oh, ada Raina?" Bu Donna menghampiri putranya. Bayu mengecup pipi paruh baya itu. "Kamu sudah makan?"

"Sudah tapi tidak enak, apa mama membawakan sarapan lain?" ia merajuk.

"Ada, sebentar Bi Sarah yang membawanya. Sepertinya ia kerepotan membawa Sheila."

"Sheila?"

"Iya, keponakanmu itu rewel ingin bertemu Om nya." Raina memperhatikan obrolan mereka. "Raina, kamu sudah sarapan?"

"Belum, Ma."

"Mama nanya sama Raina bukan kamu!" Ibu Donna sewot sendiri.

"Kita ini kan sehati, ma," matanya membulatkan. Tante Donna malah terkekeh. Apa yang ada otak Bayu! Apa pantas!. Bayu malah berbicara seperti itu apa ia lupa kalau sudah mempunyai tunangan dan itu bukan dirinya. Raina tidak hadis pikir.

"Omah!!" pintu terjeblak lebar, Gadis kecil itu berlari. "Om Bayuuuuu!!" teriaknya senang. Gadis kecil yang lucu dan menggemaskan. Usianya kira-kira 4 tahun. "Om, gendong Chela." Ia merentangkan tangan. Mungkin putri kecil Raina seusianya saat ini. Hatinya ngilu mengingatnya.

"Jangan di gendong, sayang. Omnya lagi sakit."

"Eum, Om dipelban palanya ya Omah?. Om sakit?" tanyanya sembari mengangguk sekali.

"Iya, sayang. Sini duduk di dekat Om saja. Kalau minta gendong nanti kalau Om sudah sembuh ya," Ibu Donna menaikkan Sheila di pangkuan Bayu.

"Mama mau menemui Dokter dulu. Mama ingin mengetahui hasil lab. Kalau tidak ada perubahan yang signifikan kondisi mu. Kita ke singapura saja. Rain, tolong jaga mereka ya." Menyuruh Raina menjaga mereka. Ia bingung dengan Bu Donna tidak menanyakan kehadirannya ada disini dan hubungannya  dengan Bayu.

"Iya, Tante," jawab Raina ragu. Ibu Donna keluar menemui Dokter.

"Om," panggil Sheila.

"Onty itu pacal Om?"

"Iya." Sahut Bayu sambil tertawa sambil melirik. Raina masih berdiri kaku ditempat. "Cantik ya,"

"Eum, cantik kayak cheila." jawabnya lugu. Bayu dan Raina tertawa terbahak-bahak.

"Bayu, sepertinya aku harus pulang." Raina mengutarakan keinginan untuk pulang.

"Kenapa?"

"Aku harus mengganti pakaian." Ia meringis sendiri. Dari kemarin belum mandi. Rasanya badannya gatal tidak nyaman.

"Baiklah, nanti ke sini lagi. Aku menunggumu!"

"Iya," Raina mengambil tas.

"Sheila salim dulu sama Onty Raina." Ia mencium tangan. Refleks Raina mencium pipinya yang gembil. "Rain, kamu lupa?"

"Apa?"

"Aku belum di cium," Bayu menyengir menampakkan gigi putihnya. Ia sudah menciumnya  tadi!.

"Tidak mau!"

"Onty tidak boleh gitu, kacian Om ental nangis lho," Sheila memasang wajah marahnya. "Dicini kan tidak ada balon. Cium Omnya." Ya ampun gadis kecil ini memerintahnya?

"Tuh, dengarkan Sheila. Aku harus di cium nanti aku menangis." Terpaksa Raina mencium pipi Bayu.

"Sudahkan, aku pulang dulu."

"Hati-hati, Sayang." Ia dan Sheila melambaikan tangannya. Raina pun membalasnya.

 

 

Part 22

 

Dua minggu kemudian Bayu sudah keluar dari rumah sakit. Syukurlah luka dikepala tidak mengkhawatirkan. Bayu sudah mengantongi nama yang telah menyabotase rem mobilnya. Ia karyawan dari divisi pengembangan perencanaan. Pak Restu di pecat dengan tidak hormat dan dipenjara. Ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Rain, di panggil Pak Direktur." Mira dengan wajah menyelidik dan dipenuhi seringaian. Raina jengkel dengannya.

"Untuk apa?" tanyanya santai.

"Urgen katanya," lanjut Mira. Urgen apa? Tidak ada berkas yang diinginkannya. "Cepat, nanti Pak Direktur marah karena karyawan kesayangannya tidak mau."

"Kesayangan?" Raina memelototinya. Mira menyengir tidak jelas lalu kabur. Apa Bayu bilang kepada Mira?. Ia malu. Raina harus memberinya pelajaran!!. Dengan hari kesal menemui Bayu. Sekretarisnya langsung menyuruh masuk. Tanpa mengetuk ia masuk ke dalam ruangan Pak Direktur.

"Kamu datang?" Raina melipat tangan dan menampakkan wajah marah. "Hey, ada apa sayang?" ia berdiri dari kursi kebanggaannya melangkahkan kakinya menghampiri.

"Kamu bilang apa sama Mira?" tanya Raina ketus.  Bayu tertawa terbahak-bahak.

"Sepertinya kamu sedang marah?" Raina berdecak.

"Jawab pertanyaanku!"

"Mira, memang ratu gosip. Telinganya ada di mana-mana. Apa kamu percaya dengannya?"

"Dia bilang aku karyawan kesayanganmu, Bayu! Di kantor ini tidak ada yang tahu dengan hubungan kita." Bibir Bayu berkedut menahan tawanya kembali.

"Aku tidak bilang apa-apa. Dia menyimpulkan sendiri, mungkin. Setiap hari kamu datang menemuiku." Wajah Raina memerah. Memang setiap hari ia menyempatkan datang ke ruangan Bayu ingin bertemu dengannya dan membawa makanan rumahan buatannya. Raina menjadi salah tingkah.

"Besok aku tidak mau menemuimu lagi kalau begitu!" Raina menahan rasa malunya.

"Eitz, jangan!" Bayu menggerakkan jari telunjuknya di depannya. "Itu sudah menjadi rutinitasmu untuk datang keruanganku setiap hari. Dan itu tidak bisa di ganggu gugat!"

"Tapi bagaimana dengan pandangan karyawan lain?"

"Aku tidak memperdulikan mereka. Kalau mereka tidak senang pecat saja." Jawabnya mudah. Aish! Dasar Direktur arogan.

"Kamu masih bertunangan dengan Tiara, Bayu." Ucap Raina menatap nanar.

"Secepatnya aku akan bicara dengan Tiara agar kamu bisa tenang. Aku ini bukan suami orang, Rain. Hanya pertunangan bisa aku batalkan." Ia memeluknya melingkupi tubuh wanitanya yang kecil. Raina menyukai dada Bayu yang hangat. Ia ingin merasakannya setiap hari. Mencium aroma dari parfumnya membuat tenang. Kepala menyurukkan lebih dalam ke dadanya. Segenap hati Raina hanya untuknya.

“Bayu, buatlah diriku lebih bahagia. Melupakan pahitnya masa lalu dan merasakan manisnya masa depan bersamamu.”

***

Mereka melangkah di jalan yang cerah. Berbicara tentang masa depan tanpa disadari. Dengan berpegangan tangan dan berjalan. Sebuah hubungan yang tanpa di duga keduanya untuk bersama kembali. Keseriusan menjadi komitmen mereka dan tidak ada kata pisah. Mereka sudah dewasa untuk tahu akan dibawa kemana hubungan mereka saat ini.

"Cuacanya sangat mendukung ya," Raina menoleh padanya dengan seulas senyuman.

"Iya,"

"Aku harap kalau kita menikah cuacanya seperti ini "

"Menikah?" Raina menghentikan langkahnya. Bayu berbalik menatapnya.

"Ya, menikah apa ada yang salah?" tanyanya dengan dahi mengerut.

"Itu terlalu cepat." Raina pun bingung akan di bawa ke mana hubungan ini. Keluarga Bayu apa akan menerima status jandanya dan pernah keguguran. Mengingat itu menohok hatinya.

"Kita sebaiknya duduk untuk membicarakan ini." Bayu menariknya ke kursi taman. Tautan tangan tidak mau lepas. Mereka duduk berdampingan. "Mama sudah tahu statusmu, Rain." Raina terkejut, matanya membulat besar. "Aku selalu curhat ke Mama apapun yang aku alami. Saat aku pulang ke Singapura. Aku menceritakannya kalau aku menyukai seorang gadis bernama Raina." Aku bukan gadis lagi, serunya dalam hati. "Mama cukup perihatin kamu menolakku. Setelah tahu statusmu, aku pun bercerita kembali padanya. Mama terdiam, aku harus memantapkan hatiku ini untuk siapa karena aku sudah bertunangan dengan Tiara. Mungkin Mama merasakan aku tidak mencintai Tiara, ia memutuskan untuk mendukungku mendapatkanmu." Ibu Donna sudah tahu. "Beliau ingin aku bahagia "

"Pantas Tante Donna seolah mengenalku dan tidak kaget waktu pagi itu aku menemanimu," ucap Raina tidak percaya.

"Ya, Mama sudah tahu kalau kamu pun mencintaiku. Sebenarnya sebelum kamu mengakui perasaanmu aku sudah tahu." Ia terkekeh.

"Maksudmu?"

"Mantan calon suamimu mendatangiku. Dia berbicara panjang lebar mengenai dirimu. Reno mengikhlaskan dirimu untukku. Kamu tahu, dia datang ketika kamu memberikanku box makanan." Jadi pria yang ia anggap keluarga Bayu itu, Reno? "Sewaktu menerima box makanan darimu, aku berpikir kamu serius untuk memberiku kesempatan." Setelah ini Raina akan bertemu Reno meminta penjelasan. Pria itu cukup membantunya.

"Dan kamu berpura-pura dingin padahal kamu sudah tahu aku sedang memperjuangkan cintaku?" tanyanya sebal. Bayu menaikkan bahunya. Ia cubit perutnya.

"Bagaimana dengan Tiara?"

"Tiara lebih dulu memutuskan pertunangan kami."

"Kenapa? apa dia tahu hubungan kita?!"

"Bukan, dia cuma bilang kalau dia tidak pantas untukku. Memang ada ketidakwajaran saat kami bertemu. Tiara terlihat pucat dan tatapannya kosong seolah mempunyai beban. Aku tidak tahu kenapa, dia sangat berbeda."

"Apa kamu mengancamnya?" selidik Raina.

"Ya, ampun Raina. Aku bukan pria yang suka mengancam apalagi pada seorang wanita!" apa ini ada hubungannya dengan Reno. Apa ia yang mengancam Tiara? Raina berpikir keras. Ia tidak mau mendapatkan Bayu dengan menghalalkan segala cara. Walaupun Reno membantunya dengan picik. Raina tidak mau! Sepertinya ia harus cepat-cepat menemuinya.

"Rain, kalau ada alasan kita dilahirkan di dunia yang sama. Itu karena kamu, jodohku denganmu. Dengan kepercayaan kamu menitipkan hatimu untukku. Kamu satu-satunya bagiku," ucapnya sungguh mengesankan dan manis.

"Apa kita akan bersama selamanya?"

"Tentu, selamanya." Bayu merangkul pinggangnya dan mencium pelipis. "Minggu ini aku akan melamarmu," Raina mengangguk mengiyakan. Bayu sudah berulang kali bilang ingin ke Bogor menemui keluarganya bermaksud melamar secara resmi. Mereka melanjutkan mengelilingi taman berumput dan mencium bunga. Itu membuat Raina tersenyum.

Besok akan dipenuhi dengan satu sama lain. Akankah mereka berjalan lagi?

 

Part 23

 

Di langit malam musim panas, bintang yang menyerupai dirinya berhamburan. Bahkan setelah waktu berlalu, setelah musim panas ini. Dengan hati ini, Raina akan menjaganya.

Bayu adalah pria satu-satunya baginya.

Ting tong

Siapa yang malam-malam datang? Raina yang sedang berdiri di balkon membukakan pintu. Reno berdiri di hadapannya dengan tersenyum lebar. Terbalik dengan keadaannya yang miris. Kemeja yang berantak dan wajah lelahnya.

"Malam.." sapanya.

"Kenapa, malam-malam datang Mas?"

"Aku tidak boleh datang?" tanyanya dengan raut wajah terkejut. Raina tertawa.

"Masuklah.." Reno mengekoriku ke ruang TV. "Dari kemarin aku memang mau ke apartemen Mas, tapi takut tidak ada."

"Aku memang sibuk mengurusi seseorang, Rain." Ia membanting tubuhnya ke sofa sembari mengurut keningnya.

"Siapa? Wanita?"

"Eum,"

"Aku buatkan minuman dulu, sepertinya sedang lagi ada masalah." Raina ngeloyor ke dapur untuk membuatkan teh lemon. Kopi tidak baik, Reno akan tidak bisa tidur ia malah akan terus memikirkan masalahnya. Secangkir teh lemon tersaji di meja ruang TV.

"Rain," wanita menunggu ia bercerita.

"Apa?" Raina yang duduk di sofa single dengan tidak sabaran.

"Aku akan menjadi ayah."

"APA????!" teriak Raina terkejut sampai terlonjak dari duduknya.

"Iya," Reno mengusap wajah lelahnya. Satu bulan lebih berpisah dengannya dan kini ia akan menjadi seorang ayah? Sulit di percaya, siapa wanita itu?!

"Accident?"

"Bisa di bilang begitu, aku tidak merencanakannya," jelasnya ragu. "Tapi aku akan bertanggung jawab."

"Lalu?"

"Wanita itu tidak mau, itu yang aku pikirkan. Dia malah pergi meninggalkanku."

"Siapa wanita itu, Mas?" tanyanya penasaran. Reno seakan tidak mau menjawab.

"Aku harus bagaimana, Rain. Wanita itu membawa anakku pergi." Reno seperti ingin menangis. Ya ampun, Reno yang berbadan besar menangisi seorang wanita?? Raina tertawa geli, hampir saja ketelepasan.

"Jangan menahan tawamu, Rain!" ucapnya setengah menggeram dan menatap tajam.

"Aku tidak menertawakanmu, Mas. Sumpah!!" Raina mengangkat tangan dan bertanda peace kearahnya. Bisa gawat orang sedang emosi lalu di tertawakan bisa di kick. "Mas, tahu ke mana gadis itu?"

"Wanita, Raina." Yaelah, Raina tahu sudah tidak gadis lagi. Ia mendelik kepadanya. "Dia menghilang aku tidak tahu di mana," bisa merasakan kegusaran itu.

"Pakai detektif, Mas. Seperti di novel-novel," sahut Raina.

"Kamu yang kebanyakan baca novel!" Reno menjitaknya. Raina pura-para mengiris.

"Aku sedang serius, Raina."

"Memangnya dari tadi aku melawak, apa?" Raina menarik napas panjang. "Apa dia tidak punya keluarga di Jakarta. Kalau ada Mas bisa menghubungi keluarganya mencari keberadaan wanita itu."

"Aku tidak tahu," jawabnya lemas.

"Ya, ampun Mas!! Giliran begituan saja tahu, batin Raina. Nah, kalau alamat wanita itu mas tidak tahu sama sekali atau malas mencari informasi tentangnya!" Raina berang dengan tingkahnya. Untuk apa diam dan menyesali tanpa mencari. "Kalau begitu aku akan membantu Mas mencari perempuan itu." Reno sudah membantunya mendapatkan Bayu sekarang giliran Raina membantunya. "Siapa nama perempuan itu" Reno menahan bibirnya untuk berucap. "Siapa, Mas?" bibirnya berkedut ingin memberitahu jati wanita itu namun seperti ada keraguan dalam dirinya. Ia menghela napas.

"Tiara, namanya Tiara."

"APA??!!" teriak Raina seraya refleks berdiri. Reno meringis mendengar teriakannya.

***

Raina mondar-mandir di ruangan Bayu. Sesekali ia menggigiti kuku saking gelisahnya. Ya, ampun jadi Tiara memutuskan pertunangannya dengan Bayu karena ia sedang hamil anak Reno. Pucat dan tatapan kosong? Mungkin ia stres. Kasihan Tiara, kenapa jadi begini, serunya dalam hati. Raina membenci dirinya sendiri. Tiara menjadi korban atas hubungannya dengan Bayu.

"Raina?" di panggil namanya ia menengok. Raina tidak tahu kehadiran Bayu yang sudah menutup pintu. "Ada apa meneleponku subuh tadi, memintaku datang jam enam pagi. Aku masih mengantuk." Ia meletakan tas kerjanya di meja. Ia masih sempat-sempatnya mencium bibir Raina. Wanita itu mendorong tubuhnya menjauh. Sesi romantis saat ini dihindarinya karena sedang kalut.

"Bayu, katamu Tiara pulang ke Singapura?" ia mengangguk seperti anak kecil. Tangannya belum lepas dari pinggang Raina. "Kita susul Tiara."

"Apa? Menyusulnya? Raina hubungan kami sudah berakhir untuk apa aku menyusulnya. Kamu tidak percaya?" ada keterkejutan dari raut wajahnya. Alisnya naik ke atas. Raina ingin tertawa dengan ekspresinya.

"Ada sesuatu yang harus diselesaikan dengannya. Kata kamu ekspresi Tiara saat memutuskan pertunangan itu sangat menyedihkan?"

"Ya, dan dia juga menangis."

"Kasian Tiara, mungkin dia bingung harus berbuat apa. Bebannya terlalu berat," ucap Raina perihatin. Hamil di luar nikah ia pernah merasakannya. Walaupun Vino bertanggung jawab dengan terpaksa. Tapi Raina yakin Reno bukanlah seperti Vino. Ia, pria yang berani bertanggung jawab dan juga akan melakukan apapun demi keluarganya. Terlebih lagi Tiara mengandung anaknya.

"Aku juga kasihan padanya setidaknya dia akan menemukan seorang laki-laki yang mencintainya nanti." Reno, pria itu Reno.. Bayu. Cinta di antara mereka memang belum ada namun Raina yakin suatu saat nanti cinta akan hadir di hidup mereka. "Kita tidak perlu menyusulnya, oke. Permasalahan kita sudah clear." Matanya meminta persetujuan.

"Belum, karena aku mau dia juga bahagia. Aku akan membuatnya bersatu dengan Ayah anak yang di kandungnya." Bayu mangut-mangut seolah mengerti.

"Ayah anak yang di kandungnya?" ulang Bayu pelan mencoba mencerna arti kata-kata Raina. "APA??!!" teriaknya setelah sadar. Kini giliran Raina meringis ngeri.

"Iya, Tiara hamil dan ayah calon bayi itu adalah Reno, mantan calon suamiku." Bayu menahan napas dan mulutnya menganga lebar, syok dengan apa yang di dengarnya. Raina menutup mata, takut. Bayu akan memuntahkan semua amarahnya.

 

Part 24

 

Bayu menenggakkan kepalanya di sofa. Ia mengeluh kepalanya sakit dan dadanya sesak. Dasinya sudah Raina di buka. Bayu tidak menyangka jika mantan calon suami Raina menghamili Tiara mantan tunangannya yang berusia 23 tahun. Perbedaan yang cukup jauh dengan Reno.

"Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa Reno berbuat seperti itu pada Tiara. Aku saja yang mencintaimu tidak berbuat nekat!" ucapnya kesal. Kalau ia berani melakukan itu akan Raina getok kepalanya dengan vas bunga.

"Diminum dulu obatnya, Bayu." Raina menyodorkan obat aspirin dan segelas air putih. Ia meminumnya. Raina juga tidak habis pikir. Reno membantu memisahkan mereka dengan cara seperti ini.

"Telepon Reno untuk datang ke kantorku sekarang juga!" bentaknya. Raina mencoba menenangkannya dan menyabarkan diri. Ia segera menghubungi Reno untuk datang.

"Assalamua'alaikum, Mas,"

"...."

"Mas, bisa datang ke kantorku sekarang juga?" Bayu memperhatikannya yang sedang menelepon.

"...."

"Ini mengenai Tiara, Mas. Baiklah, aku tunggu." Raina memutuskan sambungan telepon itu. "Jangan menatapku seakan kamu mau memakanku hidup-hidup, Bayu." ucapnya pada Bayu sembari merengut.

"Kamu memanggilnya, ‘Mas’?"

"Iya," jawab Raina  polos.

"Kenapa denganku, tidak? Aku pacarmu terlebih lagi calon suamimu." Matanya memelototi Raina.  “Ya, ampun Bayu!! Apa harus membahas bagaimana caranya memanggil?”

"Itu karena Mas Reno lebih tua, Bayu. Bisa kita membahas ini nanti? Tiara lebih penting," elaknya. Ia mendengus, menyandarkan tubuhnya kembali ke sofa.

Setengah jam berlalu..

Sekretaris Bayu memberitahu jika ada seseorang yang bernama Reno ingin bertemu. Bayu menyuruhnya langsung masuk saja. Disinilah mereka duduk dengan keadaan tegang. Raina semakin gelisah dengan cara pandang mereka. Auranya begitu menyeramkan. Ia berdehem untuk memulai pembicaraan ini.

"Bisa kamu jelaskan bagaimana bisa kamu menghamili Tiara?" Reno yang duduk di seberang mereka menghela napas. Raina pun penasaran bagaimana ceritanya.

"Dia datang ke sebuah klub malam. Dalam keadaan mabuk karena aku mengenalnya, aku berinisiatif untuk mengantarnya pulang. Namun di perjalanan dia malah tidur, saat aku memeriksa KTP nya alamat yang tertera bukan alamat di Indonesia. Karena sudah menjelang dini hari, aku membawanya ke apartemenku. Dan terjadilah..." singkat ceritanya. Raina menahan napasku, menutup mulutnya dengan tangan. Ia melirik Bayu yang menahan amarahnya.

"Apa kamu memanfaatkannya selagi mabuk?!" tanya Bayu geram. Reno mengusap wajahnya kasar.

"Aku tidak tahu kejadian itu sangat cepat hingga aku tidak berpikir rasional."

"Apa kamu tahu kalau Tiara mantan tunanganku?" pertanyaan itu menohok hati Raina. Jangan bilang Reno membantunya untuk mendapatkan Bayu dengan cara picik seperti itu.

"Aku tahu," sahut Reno menyesal.

"Bagaimana bisa kamu tahu?" Bayu mengorek lebih jauh lagi. Jantung Raina berdebar ketakutan, jika Reno bilang itu rencananya untuk memisahkan Bayu dan Tiara.

"Aku pernah bertemu dengannya beberapa kali, di tempat yang tidak terduga. Pertama kali aku mengenalnya saat acara peresmianmu sebagai Direktur perusahaan. Aku datang bersama Raina." Bayu menoleh lalu Raina membenarkan dengan cara mengangguk.

"Apa benar kamu mau bertanggung jawab atas tindakanmu?" Bayu serius, ia menatap Reno tajam. Raina mengangguk ke arah Reno.

"Iya, aku akan bertanggung jawab." Jawaban Reno dengan penuh keseriusan. Raina menghela napas lega begitu pun Bayu.

"Aku akan membantumu menemui Tiara kalau kamu mau."

"Tentu saja aku mau." Sahut Reno cepat.

"Besok kita ke Singapura bertemu dengan orang tua Tiara. Memintanya secara resmi. Aku tidak mau kalau Tiara perutnya semakin besar padahal dia belum menikah. Tiara sudah aku anggap adikku sendiri. Aku sangat kecewa padamu," ada raut kekecewaan dari Bayu. Reno sangat menyesalinya.

"Maafkan, aku.." ucapnya dengan nada pelan.

Reno sudah pulang hanya ada Raina dan Bayu. Mereka saling terdiam menelaah yang telah terjadi. Mereka bertukar pasangan? Itulah yang ada di benak Raina. Bayu memejamkan matanya sedangkan Raina meneliti wajahnya yang ada di pangkuannya.

"Aku harap Reno bisa mencintai Tiara," ucapnya.

"Iya, aku yakin Reno bisa membimbing Tiara yang lebih muda darinya. Masalah cinta kita serahkan pada mereka. Dengan seiringnya waktu aku percaya cinta akan hadir di antara mereka. Bayu, besok aku boleh ikut ke Singapura?" Bayu membuka matanya.

"Tidak!" ucapnya singkat.

"Apa?!! Aku ingin ikut Bayu!" rajuk Raina..

"Untuk apa kamu ikut? Mau jalan-jalan sama Reno?" ia menyipitkan matanya. Raina memukul bibirnya pelan.

"Sembarangan! Aku mau bertemu Tiara setidaknya memberi dukungan."

"Memangnya kamu dari organisasi mana sampai mau memberi dukungan?" candanya garing. Raina merengut, Bayu malah menarik tengkuk lalu mengecup bibirnya. Kekasihnya itu mengerjapkan mata berulang kali.

"Aku bercanda, sayang. Sudah pasti kamu ikut. Di sana sekalian bertemu dengan keluargaku. Meminta restu hubungan kita ke jenjang yang lebih serius. Aku mau sebulan lagi kita menikah." Sebulan, katanya?? "Aku ingin segera menjadi suamimu" Raina merona. "Dan mewujudkan cita-citaku." Bibirnya melengkung lebar.

"Cita-cita?"

"Iya, cita-citaku menjadi Papa dari enam anak." Ia memamerkan senyum lebarnya. Enam anak katanya, Raina tercengang hebat

 

Part 25

 

Singapura adalah sebuah negara kecil di sebuah pulau kecil. Namun karena pemerintah Singapura pintar menata kotanya, 50% daerahnya hijau. Singapura memiliki lebih dari 50 taman kota. Kotanya bersih dan modern. Pusat kota terletak di bagian selatan - terdiri dari daerah pertokoan Orchard yang terkenal, Riverside, Marina Bay dan distrik keuangan Shenton way - orang Singapura menyebutnya CBD (Central Business District). Rumah bertingkat yang dibangun pemerintah dikarenakan biaya perumahan di negara ini teramat mahal.

Raina menghirup udara di negara terkecil di dunia. Betapa bersihnya negara Singapura. Mataku mengedarkan ke segala arah. Tujuan kami sesampainya adalah mencari hotel. Reno yang duduk di belakang termangu. Sepertinya ada kebimbangan dalam dirinya. Apa lagi Bayu memberitahu jika orang tua wataknya keras.

"Mas," Bayu mendelik saat Raina memanggil Reno. "Tidak jet leg, kan?" Reno tersenyum.

"Tidak kok," Raina beroh ria, dalam hatinya tertawa mungkin ia takut dengan ayahnya Tiara. Raina menengok ke samping Bayu yang sedang menyetir tersenyum miring. Setelah di hotel, Bayu memaksa untuk satu kamar dengannya. Reno yang mendengar itu langsung waspada. Ia menarik Bayu masuk ke dalam kamarnya.

"Kita satu kamar saja!" ucap Reno dingin. Raina memeletkan lidah kepada Bayu sebelum menutup pintu kamar hotel.

"Dadah... sayang.." ucapnya sembari mengedipkan mata jail. Di kamar hotel Raina segera mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.

Sore harinya, Bayu menelepon agar siap-siap karena akan mengantar Reno ke rumah Tiara. Dengan dress sederhana dipadu padakan dengan sepatu flat. Raina keluar menuju lobi hotel. Bayu dan Reno sedang asyik mengobrol.

"Kita berangkat sekarang?" mereka bangkit dari duduknya. Reno berjalan di depan. Bayu segera melayangkan ciumannya ke pipinya. Raina mendesis, "Ini di depan umum Bayu!"

"Itu hukuman karena kamu tidak mau sekamar!" ucapnya enteng. Raina ingin mencubit Bayu malah berlari. “Awas nanti!!” omelnya dalam hati.

"Sebaiknya besok saja kita ke sini lagi." Reno yang memandangi rumah Tiara. Mereka belum turun karena pintu gerbang garasi belum di buka. Muncullah seorang satpam yang membukannya.

"Pulang lagi maksudmu?" tanya Bayu. Reno mengangguk pelan. Detik kemudian Raina dan Bayu tertawa terbahak-bahak hingga perutku kram. "Kita sudah sampai sini. Ibaratnya perjuanganmu sudah delapan puluh persen. Sisanya tinggal keberanianmu meminta putrinya ke Pak Robby untuk dinikahi." Bayu menerangkan panjang lebar.

"Benar, Mas. Kamu datang tidak sendiri. Kami akan membantumu. Mas, masih tetap mau bertanggung jawabkan?" agar ia tahu niatnya datang ke sini.

"Tentu, baiklah. Apa pun yang terjadi aku akan menanggungnya walaupun nyawaku melayang." Reno membuka pintu mobil yang pertama. Bayu menggandeng tangan kekasihnya setelah keluar dari mobil.

"Semangat, Mas!" seru Raina. Pelayan di rumah itu membimbing Mereka ke ruang keluarga Tiara. Reno berkali-kali menarik napas panjang. Mereka tegang menunggu Pak Robby, orang tua Tiara.

"Bayu?" pria yang belum bisa dikatakan tua itu yang turun dari tangga.

"Malam, Om," mereka berjabat tangan giliran Raina dan Reno. Dahi Reno berkeringat, gelisah. "Dulu Om kira kamu yang akan menjadi menantu Om," ucapnya kecewa.

"Belum, jodoh Om." Timpal Bayu. Raina hanya tersenyum. Pak Robby, syukurlah menerima pembatalan pertunangan Putrinya.

"Ada apa kemari?" tanyanya sembari menyilangkan kaki.

"Tiara ada, Om?"

"Sudah beberapa hari ini Tiara berdiam diri di kamar. Mamanya sampai bingung dengan perubahan Tiara yang pulang dari Indonesia." ucapnya sedih.

"Om, ada sesuatu yang Reno ingin bicarakan." Belum mengatakan sudah dipotong karena kedatangan seorang Ibu berwajah indo.

"Pa, Tiara tidak mau makan lagi," seorang wanita berwarga negara asing berumur datang sambil menangis. Raina langsung melempar tatapan kepada Bayu dan Reno.

"Maaf Tante, bisa saya bertemu dengan Tiara?" ucap Raina seraya  menatap istri Pak Robby.

Tubuh itu bergelung selimut di atas ranjang. Raina menatapnya nanar. Ia merasa kembali ke masa lalu yang ia alami. Dulu begitu sakit mengetahui ada janin dirahimnya yang lebih sakit adalah Vino tidak mau bertanggung jawab. Pria itu terpaksa menikahinya karena diancam orang tuanya.

"Tiara," panggil Raina dan perlahan mendekat ke tepi ranjang. "Tiara, ini aku Raina." Ada gerakan ragu saat ia membuka selimut yang menutupi suruh tubuhnya.

"Raina?" ucapnya lirih menyedihkan. Tiara duduk sembari menatapnya. Raina langsung menghambur tubuhnya. Mereka berdua menangis meluapkan emosi yang menumpuk di dada sesama wanita. Memeluknya memberi kehangatan sebagai seorang kakak. Tubuhnya begitu ringkih. "Raina, aku hamil," lanjutnya menangis tergugu.

"Aku tahu, Tiara. Aku tahu.." balas Raina lalu menghapus air matanya.

"Bagaimana kamu bisa tahu?" mungkin ia bingung Raina sudah tahu. Raina perihatin dengan fisik Tiara. Hatinya pasti sakit dan lebih menyakitkan jika tahu Reno adalah mantan calon suaminya.

"Tiara, apa kamu akan mempertahankan bayi ini?" tanya Raina menelisik menatap matanya yang sayu. Tangannya memegang perutnya yang masih datar.

"Iya, aku akan menjaga sampai dia lahir ke dunia. Tapi aku mengkhawatirkan orang tuaku. Kalau mereka tahu aku akan di usir." Ia tertunduk. Ada kelegaan dalam diriku, Tiara mengharapkan janin itu terlahir di dunia yang fana ini.

"Kenapa kamu tidak meminta pertanggungjawaban dari laki-laki itu?" Raina menjebaknya dengan pertanyaan. Ia ingin tahu apa benar Reno memang mau menanggung atas tindakannya.

"Aku tidak tahu, ketika aku memberitahunya kalau aku hamil. Dia tidak pernah menemuiku lagi. Sehingga aku memutuskan untuk pulang ke Singapura." Tiara tertunduk sedih. Raina yakin jika Reno belum percaya apa yang dilakukan hingga benihnya menjadi seorang bayi.

"Laki-laki itu akan bertanggung jawab, Tiara." Ia mendongakkan kepalanya.

"Maksudmu?"

"Laki-laki itu sekarang ada di bawah," balas Raina. Dahi Tiara mengerut bingung. "Dia datang untuk melamar untuk menikahimu."

Raina menyuruh Tiara berdiri dan mengikutinya. Dengan pelan Raina menuntunnya, wajah Tiara pucat pasi dan lemas. Ada lingkaran hitam di bawah matanya, ia stres. Raina sedikit mengkhawatirkan janin yang dikandungnya. Mereka menuruni tangga dengan hati-hati. Sampai di anak tangga terakhir mata kami terbelalak melihat apa yang sedang terjadi. Pria itu terkapar dilantai dengan memar diwajahnya dan berdarah. Pak Robby menghajar Reno habis-habisan. Bayu memegangi tubuh Pak Robby yang terus saja memukuli Reno yang tidak berdaya.

"PAPA!!" teriakan Tiara menggema hingga membuat Pak Robby menghentikan aksi kekerasannya. Ia berlari menghampiri Reno yang terkulai lemas. Ia memangku kepala Reno yang berdarah. "Panggilkan ambulans, cepat!! Bayu, tolong panggilkan ambulans!!!" Tiara memohon dengan berurai air mata kepada Bayu yang diam. Mama Tiara lah yang menghubungi ambulans. Raina terkesima karena yang terjadi di depannya ini. Tiara menangisi Reno yang telah menghancurkan hidupnya. Ia yakin cintai itu akan bersemai di antara mereka. Ada kebahagiaan tersendiri, itu pasti akan hadir.

Tidak lama ambulans datang lalu membawa Reno. Tiara ikut masuk ke dalamnya, air matanya tidak habis-habis. Orang tua Tiara pun mengantar ke rumah sakit dengan mobil pribadi. Sedangkan Raina dan Bayu tidak ikut.

"Kita masih ada urusan yang belum selesai. Sepertinya bantuan kita cukup untuk Reno sampai sini." ucapnya dengan tatapan senang. Memang cukup sepertinya. Mereka berpandangan dan tersenyum.

"Besok kita menjenguknya, Bayu. Kasihan kan. Aku harap Mas Reno akan baik-baik saja."

"Itu ganjarannya, sayang. Ya, paling tulang hidungnya bergeser. Aku sampai deg-degan ketika Reno mengutarakan niatnya dan bilang menghamili putri Om Robby. Dengan membabi buta Om Robby memukulinya. Reno diam tidak membalas sama sekali. Aku salut padanya," oh, jadi begitu ceritanya. Orang tua mana yang tidak marah, kecewa dan sedih jika anak gadisnya seperti Tiara.

"Aku harap orang tua Tiara menyesal dan merestui mereka."

 

Sorry typo & absurd 

Thankyuuu^^ 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Remember You
Selanjutnya Remember You (Part 26-Extra Part
1
0
Udah tamat ya, ^^
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan