
Deskripsi
Extra Part Hello Dear, Mitha udah ada ya^^
Happy Reading!!
6,390 kata
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses
Kategori
Hello Dear Mitha
Selanjutnya
Replacement Of Heart (Part 1-10)
0
2
Perjalanan hidup yang tidak pernah di duga oleh Daninda Ayu. Menikah dengan Damar Pradikta yang seorang Pilot. Ia mengira rumah tangganya akan berakhir bahagia. Nyatanya pria itu menyimpan sebuah rahasia yang menyakiti Daninda dan juga putrinya. Damar sangat pintar menyembunyikannya.Di saat kebimbangan hatinya, ia mempunyai sahabat yang selalu mendukungnya, Deira. Daninda sangat bersyukur dengan persahabatannya mereka. Ia pun dipertemukan oleh Daniel Cambridge dengan tidak terduga. Pria kelahiran Carson City, Michigan, Amerika Serikat. Seseorang yang selalu membantunya. **** Part 1 Siapa yang tidak ingin menjadi ratu dalam rumah tangga adalah impian setiap wanita. Tidak ada yang bisa menggantikan. Namun ketika tempat yang ia duduki tidak terasa nyaman dan malah menjadi siksaan. Apa yang harus dilakukannya? Mengenalnya bertahun-tahun tidak bisa meyakinkan diri bahwa Damar adalah pria terakhirnya. Rumah tangganya hanya sekedar saja. Sekedar pulang ke rumah, sekedar memberi nafkah lahir dan batin dan sekedar janji. Tidak ada cinta lagi yang menyatukan 2 hati. Selama ini ia cukup bersabar menjalani biduk rumah tangga. Menikah 4 tahun dan mempunyai 1 putri berusia 3 tahun. Semuanya ia lakukan demi sang buah hati. Sabar dan bertahan. Pagi itu Daninda Ayu telah menyiapkan sarapan. Ia membuatkan nasi goreng dan juga susu untuk putrinya. Suaminya baru keluar dari kamar dengan pakaian seragam kebanggaannya sebagai Pilot. Daninda hanya melihatnya sekilas dengan wajah muram. Anak papa udah bangun? sapa Damar ramah pada Fahrania yang sedang duduk di kursi. Ia menghampiri lalu membungkuk untuk mencium kedua pipi putrinya dengan gemas. Tumben, pikir Daninda. Papa mau kelja? tanya putrinya polos. Iya, Papa mau kerja, Bawa pesawat? Damar terkekeh, iya, Papa yang bawa pesawatnya. Mas, sarapan dulu, ucap Daninda pada suaminya. Ia menaruh piring yang berisi telur mata sapi. Damar menegakkan tubuhnya lalu mendekati Daninda. Cupp.. Selamat pagi, sapanya manis. Daninda akhirnya ikut tersenyum karena perlakuan yang berbeda dari Damar pagi ini. Mungkin suaminya telah berubah, bisik hati kecilnya. Damar duduk dikursi utama, sebagai istri Daninda melayani suaminya. Dan mereka sarapan bersama. Setengah jam selesai sarapan, Daninda menatap punggung Damar yang telah menghilang dari balik pintu. Ia menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar. Entah mengapa hatinya menjadi risau. Damar Pradikta, suaminya bekerja sebagai pilot di sebuah penerbangan yang cukup terkenal yaitu Garuda Airlines. Resiko menjadi istri seorang pilot pasti besar. Tapi bukan itu yang takutkan. Daninda percaya jika jodoh, rezeki dan kematian merupakan rahasia Tuhan. Malah Daninda merasa kehampaan yang luar biasa dalam rumah tangganya. Mama, tegur Fahrania menarik-narik roknya. Dan itu menyadarkan Daninda dari lamunannya. Ya, sayang? Aku mau nonton ipin-upin. Siaap. Daninda menggendong putrinya menuju ruang TV. Ia menciumi Fahrania. Daninda merasa bosan sekali. Ia menemani Fahrania menonton TV. Iseng ia mengirim chat pada sahabatnya. Ping Daninda : Udah pagi, woy! Deira : Kamu pagi-pagi udah ngeganggu aja! Daninda : Jangan-jangan kamu baru bangun ya? Abis berapa ronde sama si Sumsum? Daninda tertawa kecil saat membalas chat tersebut. Deira : Beronde-ronde sampe badan aku pada sakit nih. Daninda : Gila kamu, anak udah banyak masih aja produksi!! Deira : Yaiyalah, Mas Kusuma nggak bisa liat aku menganggur sebentar langsung tancap gas mulu. Daninda : Amit-amit, kalian pasangan mesum!! Deira : Damar udah berangkat? Daninda : Udah. Deira : Kenapa? Kurang jatah bukan kamu? Daninda : Nanti aku cerita langsung aja sama kamu. Lewat chat pegal tanganku. Besok kamu ada acara? Deira : Owh, ya udah. Besok kamu kesini aja. Tapi jangan lupa bawa makanan yak.. Daninda membalas emoticon sebal. Mama kenapa senyum-senyum sendili? tanya Fahrania bingung. Putrinya sangat kritis, apapun yang ia lihat pasti ditanyakan. Ini Tante Deira lucu, sayang jawab Daninda sembari tertawa. Eum, Fahrania mengangguk lalu melanjutkan menonton TV. Mungkin ia tahu kalau Tante Deira itu memang lucu orangnya. *** Apa yang Daninda lakukan jika hanya berdua di rumah? Yaitu mengajak Fahrania jalan-jalan. Damar tidak pulang semalam karena bertugas. Lagi-lagi Daninda hanya bisa menerima nasib. Ia akan mengajak putrinya ke rumah Deira. Sebelumnya ia membeli kue sesuai pesanan sahabatnya. Mereka berteman dari sekolah dasar sampai sekarang. Daninda mampir ke Starbucks untuk membeli kue dan juga kopi. Wanita itu penggila kopi. Ia memarkirkan mobil di tempat yang telah disediakan. Nah, kita beli kue dulu untuk Tante Deira ya, Daninda membuka sabuk pengaman Fahrania. Menggendongnya lalu membuka pintu mobil. Di dalam Starbucks Daninda membeli kue terlebih dahulu sambil menunggu pesanan minuman kesukaannya. Ia mencari meja kosong untuk menyuapi Fahrania kue. Saat pesanannya sedang dibuat. Makannya pelan-pelan, sayang. Daninda menyeka bibir Fahrania. Dan.. ! panggil pelayan itu samar-samar. Tanpa mendengar lebih lanjut Daninda buru-buru beranjak dari kursinya hendak mengambil minuman itu. Pelayan itu menatapnya aneh. Karena ada dua orang di depannya kini. 1 wanita dan 1 pria. Daninda menoleh ke sebelahnya. Ia sampai menenggakkan kepalanya saking tingginya pria itu. Daninda terdiam melihat pria itu. Pesanan atas nama Daniel? ucap Pelayan itu. Ya? ucap Daninda. Esspresso dengan gula dua puluh persen. Pelayan menerangkannya. Owh, bibir Daninda membulat. Itu bukan pesanannya. Itu punya saya, suara pria itu berat. Daninda sampai merinding. Pelayan memberikan minumannya pada pria itu. Daninda merutuki betapa bodoh dirinya. Sampai salah dengar. Ia tidak fokus karena harus menyuapi Fahrania. Pria itu meliriknya sebentar dengan tatapan dingin. Wajah Daninda memerah karena malu. Syukurlah ia belum mengambil minuman tersebut. Ada beberapa orang memandanginya aneh dan membuatnya kikuk. Daninda tersenyum kaku. Tanpa berbasa-basi pria itu pergi setelah mengucapkan Terima kasih pada pelayan. Daninda kembali ke kursi menunggu pesanannya. Ya ampun, Rania. Mama maluuuuu!!! bisiknya. Ia menutupi wajahnya dengan tangan. Ini kuping harus dibersihin kayaknya. Sampe salah denger gitu! ia mengomel sendiri. Putrinya menatap polos sang Mama. Ia mengambil kacamata hitam dari dalam tas untuk menutupi rasa malunya. *** Daninda menekan bel rumah Deira dengan tidak sabar. Sampai yang punya rumah menggerutu tidak jelas. Ia sudah tahu siapa yang datang. Pintu terbuka, dan siapa lagi yang ada di hadapannya kini kalau bukan Daninda. Wajah Deira masam namun ketika melihat Fahrania dan apa yang dibawa tamunya berubah menjadi ceria. Daninda memeluk tubuh sahabatnya erat. Deira sampai sesak napas. Hey!! Kamu mau matiin aku ya?! tanya Deira sewot. Ia berusaha melepaskan diri. Nggak kok, kasian si Sumsum entar nggak ada yang ngelonin, timpal Daninda menyengir. Gila kamu! umpatnya. Daninda melotot. Disana ada Fahrania juga bagaimana jika ia mengikuti ucapan Deira. Maaf, aku ketelepasan. Ia menutup bibirnya dengan tangan. Eh, ada Rania. Sini Tante cium dulu. Ia berjongkok menyejajarkan tubuh Fahrania yang mungil. Muuuaahh, Tante kangen kamu, sayang. Masuk yuk, Deira menggandeng Fahrania masuk ke dalam rumah di ikuti Daninda. Rumah Deira minimalis namun sangat nyaman. Sahabat Daninda itu mempunyai 2 orang anak kembar laki-laki dan perempuan. Daninda duduk di sofa dengan nyaman. Sedangkan Deira membawa putrinya ke ruang bermain bersama kedua anaknya. Mau minum apa? tanya Deira setelah kembali dari ruang bermain anak-anak. Aku bawa minuman sendiri. Kopi? tebak Deira. Yupz, bener banget itu, sahut Daninda senang. Deira menggelengkan kepalanya. Jangan kebanyakan minum kopi kamu. Deira duduk di sebelahnya. Daninda mengeluarkan minuman dari plastik. Kenapa? Aku nggak bisa berenti kayaknya. Nggak minum sehari aja bisa pusing kepalaku. Ngomong-ngomong hari ini aku malu banget. Daninda memperhatikan tempat kopinya. Kenapa? tanya Deira yang ingin tahu. Eum, masa iya. Aku salah denger, hampir aja aku ambil minuman orang. Ini kuping harus sering-sering dibersihin kayaknya. Bersihinnya sekalian pake pacul, timpal Deira tertawa terbahak-bahak. Itu mah kamu kali. Abisnya aku denger nama depannya aja. Nama kita sama. Untung aja pelayannya ngasih tau kopi apa itu. Cowok? Daninda mengangguk. Ganteng? lanjut tanya Deira excited. Eum, Daninda mengingat pria tersebut. Kepo ah, Yaelah, kamu tau sendirikan aku memang kepo! Deira berdecak. Tinggi, ganteng, lumayan mateng juga sih. Daninda menjelaskan seraya membayangkan pria tersebut. Entah mengapa mata Deira berseri-seri. Kenapa nggak minta nomor hapenya? seru Deira. Gila kamu! Emangnya aku cewek apaan?! Lagian kamu apa nggak liat nih! Daninda menunjukkan cincin perkawinannya tepat di depan mata Deira. Ah, kamu ini. Buat selingan nggak apa-apa juga kan. Apalagi kita punya suami kayak nggak punya suami. Ditinggal-tinggal tugas terus. Tiap hari aku di rumah cuma mikirin suami yang lagi terbang. Itu udah resiko kita jadi istri pilot, Deira. Tapi kok kamu kayaknya tenang-tenang aja. Kenapa? Ada masalah sama Damar? Daninda terdiam sejenak. Eum, begitulah.. ucapnya pelan. Aku ngerasa kalau pernikahanku hambar, De. Ibaratnya udah nggak ada gairah lagi gitu, kenapa ya? Damar nggak bertingkah mencurigakan kayak selingkuh gitu? tanya Deira serius. Amit-amit! Jangan sampai! Aku bakal cerai detik itu aja kalau tau dia selingkuh! ucap Daninda marah. Terus? Kenapa dong? Damar nggak selingkuh kok tapi nggak tau juga sih. Tapi dia cuek, sibuk sama pekerjaannya. Apa dia nggak tau kalau aku butuh perhatian dari dia. Ibaratnya dia berperan sebagai suami tapi nggak menjiwai peran itu. Berat banget kata-kata kamu, Deira tertawa. Daninda mendelik. Coba kamu tanya si Sumsum kalau di tempat kerjaan Damar gimana? Mereka kan satu kerjaan kan. Laki aku namanya Kusuma Wijaya. Bukannya Sumsum!! ucap Deira sewot. Enak aja kamu ganti-ganti nama orang! Males aku menyebut nama Kusuma kebagusan, kelakar Daninda. Iya nanti aku tanyain. Nama cowok itu siapa? Deira masih ingin tahu mengenai pria itu. Yang mana? Yang pesan kopi juga. Kok aku malah jadi penasaran sama dia ya? Kamu mah nggak boleh ngedenger yang mateng. Pasti suka, emang si Embul kurang mateng?! Dia mateng kalau di ranjang, kedua pipi Deira merona. Daninda mencebikkan bibirnya. Siapa namanya? Daniel... ucap Daninda agak ragu dan lambat. Part 2 Eum.. Namanya bagus. Sekeren orangnya menurutku. Deira mengedipkan matanya pada Daninda. Walau pun nama dan orangnya ketjeh belum tentu sifatnya juga baguskan, timpal Daninda mengingat bagaimana cara pria itu melihatnya, sinis. Yee, kamu kan belum kenal dia. Jangan menilai orang lain sebelum kamu mengenalinya lebih jauh. Kadang yang kita anggap baik aja ternyata jahat. Udah ah, ngapain kita ngomongin dia sih. Kenal juga nggak. Aku kan ke sini mau curhat sama kamu! Daninda mendesah lalu menyenderkan punggungnya ke sofa dan menegakkan kepalanya ke atas menatap langit-langit ruang TV. Aku lelah, De. Kalau kayak gini terus. Apa Damar nggak peka ya? Apa dia nggak tau apa yang aku rasain sekarang? keluhnya. Deira melihat sahabatnya yang sedang galau. Ini bukanlah sifat Daninda. Biasanya wanita itu ceria dan juga gila sepertinya. Itulah yang membuat persahabatan mereka langgeng sampai saat ini. Lebih baik kamu tegur Damar. Kenapa dia begitu, Daninda menarik napas panjang. Damar selalu menyimpan masalahnya sendiri. Dia bukan tipe cowok yang ingin berbagi masalah. Selama aku pacaran dan menikah dengannya. Dia nggak pernah cerita kalau lagi punya masalah. Apalagi dipaksa, Damar pasti marah. Ia menceritakan seraya matanya memandangi langit rumah Deira. Kamu masih cinta Damar, kan? tanya Deira. Bukannya menjawab, Daninda malah merubah posisi duduknya menjadi tegak. Ia mengambil cup kopi miliknya lalu di sesapnya. Dan, kamu masih cinta, kan? ulangnya dengan pertanyaan yang sama. Masih. Daninda mengucapkannya singkat setelah menaruh cup kopinya di meja. Entah kenapa hati ragu akan kata yang keluar dari bibirnya itu. Syukurlah, berarti tinggal kamu pupuk lagi. Memangnya taneman, balas Daninda berdecak. Ninda, kamu jangan egois dalam mengambil keputusan. Berumah tangga itu komitmen seumur hidup apalagi kalau udah ada anak. Sebisa mungkin kamu harus mempertahankannya. Kecuali kalau memang kamu udah nggak kuat lagi dan kamu tau risikonya. Apalagi kalau dia ngekhianatin kamu, selingkuh gitu. Silahkan aja.. Memang menasihati orang lain itu mudah ya, sindir Daninda. Tapi kamu akan berubah pemikiran setelah kamu yang terkena masalah itu, De. Suasana berubah serius. Aku akan bertahan demi Rania. Tapi cobalah bicara sama Damar. Jangan diam kayak gini seolah-olah nggak ada masalah. Kamu bisa ngebatin, Dan. Deira mencoba memberikan solusi. Gimana mau bicara dianya aja jarang pulang. Punya ponsel kayak di zaman purba nggak pernah dipake. Aku bingung sama orang kayak gitu kok betah ya. Aku aja nggak chat sehari sama kamu, uring-uringan. Deira tertawa mendengarnya. Sama aku juga. Kalau Kusuma malah rajin banget telepon. Tapi lebih banyak telepon sama si kembar sih, hampir tiap jam kalau lagi nggak tugas. Daninda tersenyum. Dalam hatinya mengatakan jika Deira lebih beruntung mempunyai suami seperti Kusuma. Iri, tentu saja. Damar tidak seperti Kusuma. Damar menelepon Fahrania seingatnya saja. Putrinya kurang kasih sayang seorang ayah. Mereka mengobrol sampai lupa waktu. Dan Fahrania senang ada teman bermain dengan si kembar Bani dan Hana. Di rumah ia hanya seorang diri, kesepian. *** Pukul 01.00 WIB Daninda merasakan ada yang memeluknya dari belakang. Menciumi telinganya dengan intens. Ia tahu jika itu adalah Damar. Pria itu membalikkan tubuhnya. Menatapnya berbeda terdapat nafsu dari pancarannya itu. Daninda membalasnya dengan tatapan kosong. Tanpa bicara Damar menyambar bibirnya dengan cepat. Dan mereka melakukan layaknya suami istri. Daninda menatap kosong langit kamarnya. Disebelahnya Damar telah terlelap tapi dirinya masih terjaga. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Tidak ada gairah lagi dalam hubungan itu. Daninda tidak merasakannya yang ada hanya nafsu belaka. Ia memiringkan tubuhnya. Tangannya terulur membelai pipi Damar. Pria inilah yang dulu meyakinkan dirinya untuk menikah. Pria inilah yang membuatnya jatuh cinta. Tapi sekarang?Hatinya bertanya-tanya, kenapa seperti ini?Apa benar cinta itu telah hilang darinya?Pertanyaan-pertanyaan itu melintas begitu saja di pikirannya. Sampai ia tidak bisa tidur hingga pagi. Ketika Damar bangun. Daninda menutup matanya. Berpura-pura tidur. Keningnya di cium pria itu. Merasakan ranjangnya kosong. Wanita itu membuka matanya kembali. Hatinya mencelus. Pria itu tidak mengatakan apa-apa. Batinnya bergejolak. Ia tidak mau seperti ini. Harus bicara, mungkin inilah waktu yang tepat. Mendengar pintu kamar mandi terbuka. Daninda bangun. Mas, panggilnya. Eoh, kamu sudah bangun? Damar berdiri hanya mengenakan handuk di pinggul saja. Aku ingin bicara. Tentang apa? Damar membuka lemari pakaian. Tentang kita, jawab Daninda. Kenapa kita? Damar malah berbalik tanya. Sembari memilih pakaian yang akan dikenakannya. Nggak, Daninda mengurungkan niatnya. Lidahnya terasa kelu untuk mengatakan semuanya. Tolonglah, luangkan waktumu untuk Rania. Dia ingin jalan-jalan sama Papanya. Aku kan kerja, Ninda. Aku lakuin ini juga buat keluarga kita. Buat kamu dan Rania, ucap Damar membela diri. Tapi apa nggak ada liburnya? keluhnya. Damar mulai mengenakan kemejanya. Dan sekarang kamu mau pergi lagi? Aku pergi untuk kerja. Damar mulai sedikit emosi. Daninda masih duduk di ranjang hanya berbalut selimut. Ia tidak bisa berkata-kata lagi. Perasaannya kecewa luar biasa. Yang ia perjuangkan adalah hak Fahrania. Putrinya membutuhkan figur seorang ayah. Dan sekarang kamu mau pergi kerja lagi? sindir Daninda. Iya, aku harus menggantikan temanku. Daninda tersenyum kecut. Demi teman ia rela mengorbankan waktunya bersama keluarga. Demi Fahrania, Damar tidak melakukan apa-apa. Aku pergi dulu, ucapnya selesai berpakaian. Ia menghampiri untuk mencium pipi Daninda. Kamu istirahat aja. Aku sarapan diluar. Selepas Damar pergi, ia menangis. Hatinya sakit sekali, sebagai seorang ibu dirinya tidak bisa berbuat apa-apa untuk putrinya. Tidak apa-apa jika Damar bersikap dingin padanya. Tapi jangan pada Fahrania. Air matanya semakin mengalir deras. Aku hamil, ucapnya senang. Damar terkejut mendengarnya. Kamu beneran hamil?? Sang istri mengangguk pasti. Argh!! Aku jadi Papa!! teriaknya senang. Ia merengkuh Daninda dalam pelukannya. Hal yang tidak terduga. Mereka baru saja menikah 2 bulan dan sekarang Daninda hamil. Memang mereka tidak menunda untuk memiliki momongan. Tapi tidak percaya akan secepat ini. Bulan demi bulan Damar dan Daninda menanti kelahiran anak pertamanya. Mereka sengaja tidak melakukan USG. Ingin memberi kejutan. Tepat tanggal 10 Februari, putri pertama mereka lahir ke dunia. Fahrania Ayu Pradikta, nama untuk anak perempuan mereka. Dari sanalah sikap Damar berubah. Pria itu tidak begitu excited setelah anaknya lahir. Dan Daninda tahu jika suaminya menginginkan seorang putra bukan putri. Setelah tahu barang-barang yang dibeli Damar yang tersimpan rapi di gudang. Ia tidak tahu kapan Damar membelinya. Semuanya pernak-pernik untuk anak laki-laki. Pria itu mungkin kecewa. Anak yang ia idam-idam adalah anak laki-laki bukan anak perempuan. Daninda menutupi perasaannya. Kehadiran Fahrania semangat hidup baginya. Daninda lebih banyak mengurus Fahrania daripada Damar. Seharusnya mereka berdua. Suaminya lebih sering bekerja daripada diam di rumah. Kasih sayang pada Fahrania pun hanya sekedarnya menurut Daninda. Meskipun Damar tidak menunjukkannya. Tapi Daninda bisa merasakan ketulusan seseorang terutama ayah pada anaknya. Empat tahun ini Daninda bertahan demi Fahrania. Nyatanya Damar tidak merubah sikapnya pada Fahrania. Malah semakin menjadi. Pria itu hanya menyapa dan mencium sesekali. Dimana figur seorang ayahnya? Itulah yang menjadi pertanyaan Daninda. Padahal Fahrania adalah darah dagingnya sendiri. Ia merahasiakan ini dari siapa pun termasuk sahabatnya Deira. Daninda ingin sekali memberikan Damar anak laki-laki. Tapi sampai detik ini dirinya belum hamil juga. Mungkin Damar kecewa dengan dirinya. *** Di tempat lain sepasang suami-istri sedang membuat sarapan bersama. Deira membuat roti isi dan Kusuma membuat susu untuk anak kembar mereka. Kehidupan rumah tangga Deira lebih beruntung daripada Daninda. Mas, agak ragu sebenarnya Deira menanyakan tentang Damar. Eum, Kusuma sedang mengaduk susu di gelas si kembar. Putra-putri mereka berusia 5 tahun. Hana Wijaya dan Bani Wijaya. Di kantor Mas Damar kayak gimana? tanya Deira tidak berani melihat wajah Kusuma. Ia memfokuskan diri membuat roti isi. Wanita itu tahu jika Kusuma dan Damar adalah sahabat. Seperti dirinya dan Daninda. Kenapa memangnya? Kusuma menaruh sendok di atas meja. Apa Ninda dan Damar punya masalah? Nggak sih, ya aku cuma nanya aja. Deira menjadi gugup. Jangan bohong sama aku, De. Aku udah tau kamu. Kusuma memicingkan matanya. Ia melihat istrinya mendesah. Deira memandangi rotinya yang sudah jadi. Ninda cerita sama aku kalau Mas Damar berubah. Dalam hal apa? Sikapnya, dan juga jarang pulang. Kusuma tertegun. Kalau itu aku juga nggak tau. Deira bisa menangkap ada sesuatu yang disembunyikan dari raut wajah suaminya. Bener kamu nggak tau? tanya Deira mendesaknya. Iya, aku bangunkan si kembar dulu ya, ucap Kusuma seraya mengalihkan pembicaraan dan meninggalkannya dapur. Pria itu menuju kamar anak-anak mereka. Eum, sepertinya memang ada yang nggak beres sama mereka berdua! Tunjuk Deira ke arah punggung Kusuma. Aku bakal cari tau sendiri kalau begitu! Demi Daninda! tekadnya penuh semangat. Deira tidak mau ada yang menyakiti sahabatnya. Terlebih itu suaminya Daninda. Ia akan menjadi tameng paling depan untuk melindungi Daninda. Deira sangat sayang pada Daninda. Sejak sekolah dasar mereka selalu bersama. Part 3 Daninda membuka pintu kamar putrinya. Melihat Fahrania masih terlelap di atas ranjang. Hatinya terluka, Fahrania masih kecil untuk menerima semua ini. Sebagai seorang ibu, Daninda berusaha agar putrinya tidak kekurangan kasih sayang. Namun nyatanya, ia tidak bisa menggantikan figur seorang ayah. Ia berjalan lalu duduk di pinggir ranjang. Mengusap punggung Fahrania. Putrinya menggeliat.Maafin Mama ya, sayang. Suaranya bergetar menahan tangis. Maafin Mama.. Tanpa di duga Fahrania berbalik dan menatap sang ibu. Nyawanya belum terkumpul sepenuhnya. Daninda mencoba tersenyum meskipun hatinya menangis. Anak Mama udah bangun ya? Daninda menciumi wajah Fahrania sampai kegelian. Putrinya tertawa. Air mata Daninda menetes di sela tawanya. Setidaknya ada malaikat kecil yang menemani hidupnya. Kita mandi dulu yuk. Kamu bau ih, Mama juga bau, balas Fahrania. Mama udah mandi, Nia. Daninda mengangkat Fahrania lalu menggendongnya. Nanti kita buat susu kesukaanmu. Ia mengisi air bath up dan juga sabun ke dalamnya. Ia memandikan Fahrania sembari bernyanyi. Nah, udah selesai. Fahrania mengenakan bathtrobe. Anak Mama cantik amat sih. Anak siapa?Anak Mama, jawabnya polos. Daninda gemas di ciumnya kembali pipi Fahrania. ***Daninda menitipkan Fahrania di rumah orang tuanya. Ia ada janji dengan Deira di sebuah Cafe. Di sana sahabatnya sudah menunggu. Si kembar sedang sekolah sehingga Deira leluasa pergi. Maaf menunggu lama, ucap Daninda baru datang. Nggak apa-apa kok. Aku nggak bisa lama ya. Soalnya harus menjemput si kembar di TK. Iyo, tenang aja. Aku nggak akan nyulik kamu kok. Oia, gimana apa kata si Sumsum? todong Daninda. Eum, pesan minum dulu gih sana.Iya, Daninda memanggil pelayan untuk memesan minuman. Cappucino aja ya, Mbak. Deira menggelengkan kepalanya. Kopi lagi dan kopi lagi. Nah, sekarang cerita deh. Daninda siap mendengarkan. Aku rasa memang ada sesuatu deh, Dan. Maksudnya? Tadi pagi aku nanya ke Kusuma. Masa dia malah ngalihin omonganku. Kayak ada yang di sembunyiin gitu. Feeling aku, ada sesuatu sama Damar tapi Kusuma nggak mau cerita. Aku juga nggak tau apa itu.Hati Daninda mencelus, apa Damar selingkuh? Deira terdiam sekaligus kaget. Jangan menyimpuli kayak gitu dulu, Dan. Kita kan belum tau pasti. Lebih baik kita cari tahu sendiri aja. Percuma nanya ke Kusuma. Mereka kan sahabatan. Pasti saling ngelindungin gitu kayak aku sama kamu. Aku takut nerima kenyataan kalau memang itu bener, De, ucapnya sedih.Hush! Ini belum pasti. Mendingan kamu cari dia di kantornya aja. Deira menyemangati sahabatnya. Pesanan Daninda datang. Siang ini kamu ke kantor Damar. Kamu tanya sama teman kerjanya apa jadwal Damar sibuk banget?Iya, nanti siang aku ke sana. Tangannya memainkan bibir cangkir Cappucino miliknya. Perasaan Daninda tiba-tiba menjadi resah dan gelisah. Aku pasti bantu kamu tenang aja, apapun itu. Nanti aku mau nanya-nanya sama Kusuma lagi. Awas aja kalau dia nggak ngasih tau. Aku nggak bakal ngasih jatah sama dia! Deira mengancam. Mau tidak mau Daninda menjadi tertawa. Kalian ini pasangan mesum amat yak? Eum, nggak gitu juga sih. Wajahnya memerah, malu. Jangan ngomong gitu di sini. Banyak orang tau, malu!! bisiknya. Emangnya kamu masih punya rasa malu? ledek Daninda. Deira merengut. Setelah dari Cafe, Daninda ke kantor Damar. Dan ia menanyakan jadwal penerbangan Damar. Memang benar semalam ia menggantikan temannya untuk menjadi pilot ke Singapura. Tapi minggu lalu Damar tidak melakukan penerbangan. Daninda bertanya-tanya dalam hati. Tidak ada perusahaan yang boleh menugaskan seseorang untuk bertindak sebagai awak pesawat dan penerbang juga tidak boleh menerima tugas-tugas tersebut jika total waktu penerbangan atau jam terbang awak tersebut melebihi 100 jam dalam 30 hari berturut-turut. Ke mana perginya Damar? Dalam waktu lama itu? Daninda mulai curiga memang ada yang tidak beres pada suaminya. Pulang dari kantor. Ia segera menghubungi Damar tapi tidak aktif. Wanita itu menjadi kesal. Apa kamu ngelakuin sesuatu di luar sana, Damar?! Giginya bergemeletuk. Tangannya mengepal, marah. Ia masih duduk di mobilnya. Belum masuk ke rumah orang tuanya. Setelah cukup menenangkan diri. Daninda baru masuk ke rumah orang tuanya. Teriakkan Fahrania membuatnya senang. Ia merentangkan tangannya. Fahrania berlari memeluknya. Kamu nggak nakal kan? Buat pinggang Nenek sakit? tanyanya. Nggak kok, iya kan, Nek? Fahrania bertanya pada ibu Daninda, Kamila. Cucu Nenek nggak nakal kok, jawabnya. Kamu dari mana, Ninda? Abis ketemuan sama Deira, Ma. Daninda menggendong Fahrania. Papa ke mana? tanyanya sembari melihat sekeliling rumah tidak ada. Papa lagi mancing, tadi disamper temannya, jawab Kamila. Daninda mengangguk samar. Orang tuanya adalah seorang PNS. Kini sudah pensiun. Hendra suka ke sini, Ma? Daninda mengambil gelas di meja yang di tuangkan air oleh Kamila. Adikmu itu pulang kalau inget aja. Jarang ke sini, telepon aja nggak. Wajah Kamila terlihat tidak senang. Nanti aku tegur dia. Masa iya, jengukin orang tua nggak bisa. Kerja apa sih sampai nggak inget orang tuanya! ucap Daninda sebal pada adiknya. Biarin ajalah, kalau dia susah nanti baru inget orang tuanya. Gimana kabar Damar?"Baik, Ma. Daninda masih menutupi kegalauan hatinya. Ma, tulunin aku mau lihat Momo, ucap Fahrania. Momo, kucing milik Neneknya. Jangan di galakkin ya nanti nyakar, nasehatnya. Iya, Mama. Fahrania berlari ke belakang rumah. Daninda duduk di meja makan. Pikirannya sedang kacau saat ini. Nggak ada masalahkan? tanya Kamila seraya melihatnya. Eum, nggak kok, Ma. Ninda, bilang sama Damar jangan kerja terus. Mama kasihan sama Rania. Dia cerita kalau pengen jalan-jalan sama Papa nya. Iya, Ma.. balasnya sembari tersenyum tipis. Tapi hatinya menangis. ***Damar sedang duduk di sofa sambil fokus pada ponselnya. Kusuma duduk di sampingnya. Ia memperhatikan Damar. Seru banget lagi chat sama Ninda ya? tanya Kusuma. Eoh, ucap Damar gugup. Iya nih, Kusuma melirik ponselnya. Yang Damar gunakan bukan ponsel yang biasa ia lihat. Kali ini ponsel baru. Damar mempunyai 2 ponsel? Ingin sekali ia menanyakannya namun tidak jadi. Curiga pasti ada tapi Kusuma mencoba percaya. Damar mengantongi ponselnya di saku. Oia, gimana Bani? Bani? Iya anak kamu yang cowok? Oh, dia baik-baik aja.Seru ya, punya anak cowok, imbuhnya dengan wajah yang sulit diartikan seperti murung.Ya gitu deh. Kamu juga kan punya Rania, ucap Kusuma. Damar diam saja. Kamu harusnya ajak anak kamu jalan-jalan, Mar. Kasian Rania, pasti dia kangen sama Papanya. Ini kamu malah sibuk kerja dan jarang pulang. Punya anak cowok seru kali ya, ucap Damar tanpa sadar. Ia malah tidak mendengarkan Kusuma bicara. Pria disebelahnya mengerutkan kening. Apa maksud dari kata-kata Damar?Kamu mau punya anak cowok? tanya Kusuma. Iya, tapi aku malah punya anak cewek, jawabnya datar. Ya bikin lagilah. Lagian Rania juga kan darah daging kamu. Nggak boleh begitu. Udah ah, aku mau jalan dulu. Damar bangkit dari sofa. Ke mana? Ada janji, jawabnya sambil berlalu. Dengan buru-buru Kusuma mengambil kunci mobil dan mengikuti mobil Damar. Ia penasaran sangat ingin tahu ke mana Damar pergi dan ada janji dengan siapa? Mobil Damar berhenti di sebuah universitas. Tidak lama pria itu keluar ketika ada seorang gadis yang melambaikan tangannya ke arah mobil Damar. Mata Kusuma terbelalak tidak percaya. Saat Damar menggandeng tangan gadis muda itu dan mereka naik ke mobil. Terlihat mesra. Mulutnya terbuka lebar.Damar berselingkuh? Kusuma berpikir. Pantas Ninda merasa ada yang aneh sama Damar. Aku juga ngerasa ada yang dia sembunyiin. Apa aku harus bilang sama Deira ya. Tapi kalau aku cerita pasti dia bakal cerita juga sama Ninda. Aku jadi bingung! Ia mengacak-ngacak rambutnya frustrasi. Di satu sisi ia tidak mau sahabatnya itu menyakiti Daninda. Di satu sisi lagi dirinya tidak bisa mengkhianati Damar. Kusuma menjadi serba salah. Dalam lubuk hatinya yang terdalam ia sangat kasihan pada Fahrania, putri sahabatnya itu. Ia akan menjadi korban keegoisan orang tuanya nanti. Damar!! Kamu udah gila! Berani-beraninya dia main api! umpat Kusuma. Ia kembali mengikuti mobil Damar ke sebuah Cafe. Melihat tingkah sahabatnya membuat Kusuma muak. Bisa-bisanya Damar mengkhianati Daninda.Apa yang kurang dari istrinya? Part 4 Kusuma pulang ke rumah dengan keadaan seperti orang linglung. Deira sampai heran. Suaminya menjadi pendiam. Tidak seperti biasanya, aneh. Deira sesekali melihat wajah suaminya memastikan tidak ada yang terluka. Tapi semuanya baik-baik saja, masih tampan. Dari pulang, makan malam dan sekarang sedang menonton TV. Kusuma tidak banyak bicara.Hadeuuhh, kenapa sekarang banyak Pelakor ya! Apa itu cewek nggak punya hati! Seenaknya ngerebut suami orang. Deira marah-marah seraya menatap ponselnya.Kusuma sampai menoleh. Kenapa? tanyanyaNih, liat deh. Deira menyodorkan ponselnya. Kusuma mengambilnya dan menonton video seorang wanita yang sedang duduk di sofa yang dilempari uang. Itu cewek pelakornya. Nggak tau diri banget. Mereka sahabatan taunya malah nusuk dari belakang! Kusuma menelan ludahnya. Dalam hati mengiyakan sekarang banyak pelakor, perebut suami orang. Awas aja kalau kamu begitu. Abis kamu sama aku! Terutama... Ia melirik tajam ke arah celana Kusuma.Ya nggak lah sayang! seru Kusuma ketakutan. Aku nggak mungkin kayak gitu. kalau Damar iya, lanjutnya dalam hati.Deira berdecak, tapi sekarang aku malah curiga sama Mas Damar. Kusuma menyerahkan ponselnya. Apa benar kamu nggak tau sesuatu tentang dia?Aku... Aku.. Nggak tau.. ucap Kusuma terbata-bata. Deira memicingkan matanya. Bener nggak tau? ulangnya.Iy.. Iya.. Kusuma bukanlah tipikal orang yang suka berbohong. Jika terlalu ditekan pasti ia merasa gelisah sendiri. Fix kamu tau sesuatu! ucap Deira mengetahui tingkah suaminya yang janggal. Cerita sama aku! todongnya. Nggak ada apa-apa, De. Damar baik-baik aja. Kusuma mencoba tenang. Ia harus bisa menyimpan rahasia ini. Meskipun dirinya tahu bahwa tidak lama pasti akan ketahuan juga. Awas kalau kamu bohong! ancamnya.Iya, sayang.. jawab Kusuma panjang. Udah malem kita bobo yuk. Anak-anak juga udah tidur, Kusuma mengedipkan matanya menggoda Deira. Pipi istrinya merona. Ia tahu maksud suaminya. Kusuma segera mengangkat tubuh Deira ke kamar. Mereka memang pasangan mesum. ***Damar memberikan sebuah kartu undangan pada Daninda. Yang ditanggapi dingin oleh istrinya. Daninda menatapnya. Apa ini? tanya Daninda seraya mengambilnya. Ini undangan dari Bos. Anaknya nikah, besok malam kita ke sana. Daninda membacanya. Acaranya di adakan di Hotel dengan konsep Garden Party. Kenapa ngasih taunya mendadak sih. Aku kan belum nyiapin bajunya.Kamu tau kan aku sibuk. Mana aku ingat, ucap Damar santai. Daninda kesal. Hari ini Damar tidak kerja. Dan Fahrania sedang main dengan temannya yang tinggal disebelah rumah.Kita jalan-jalan yuk, Mas. Ajak Rania main. Daninda mencoba merayu suaminya. Damar yang duduk di sofa tidak menanggapinya. Mas! panggilnya. Aku cape, Ninda. Mau istirahat di rumah aja. Kita jalan-jalannya besok aja ya. Daninda masih mencoba bersabar. Ia tersenyum kecut, besok-besok kamu pasti alasannya kerja, seru batinnya. Banyak tingkah Damar yang mencurigakan. Rania pengen banget ke Taman Safari, Mas. Daninda masih membujuknya. Ninda, kamu nggak ngertiin kalau suami kamu lagi cape sih! ucap Damar marah. Ia bangkit lalu meninggalkan Daninda ke kamar.Mas! Aku mau tidur! sentak Damar. Dada Daninda terasa sesak. Dimana letak kebahagiaan keluarga mereka? Jika seperti ini terus. Ia menahan air matanya agar tidak jatuh. Daninda bertahan demi Fahrania. Itulah yang menguatkannya. Ponselnya berdering. Ia segera mengambil benda persegi panjang itu di atas meja. Daninda tersenyum tipis siapa yang meneleponnya. Halo, assalamua’alaikum.. Wa ‘alaikumsalam.. Dan. Ya? jawab Daninda. Kamu dapet undangan dari anaknya Bos suami kita nggak? tanya Deira di telepon. Oh, iya aku baru dikasih tau sama Damar tadi, jawab Daninda. Sama dong, Kusuma lupa katanya jadi baru ngasih tau tadi. Kamu punya gaun? Eum, nggak punya De. Aku juga bingung ini. Kita cari ke butik aja yuk, ajak Deira. Boleh deh, kapan? Siang ini, kebetulan ada Kusuma jadi aku bisa nitip anak-anak sama dia. Damar juga libur kan? Rania jadi ada yang jaga. Aku bawa Rania aja, De. Damar tidak mungkin mau menjaga Fahrania di rumah. Ia tahu akan itu. Keheningan membentang.. Deira merasa ada yang aneh dari nada bicara Daninda yang datar. Oh, ya udah kamu ajak Rania. Kamu jemput aku di rumah ya.Iya, siap komandan! canda Daninda. Mereka tertawa. Daninda mengambil Fahrania dari rumah temannya. Ia tidak meminta izin lagi pada Damar. Suaminya sudah tidur. Tidak mau mengganggu. Daninda tidak tahu setelah dirinya pergi Damar bangun lalu menyalakan ponsel barunya menghubungi seseorang. Daninda ke rumah Deira. Di sana ia bertemu Kusuma. Pandangan Kusuma selalu tertuju pada Fahrania. Tatapan kasihan. Pria itu menggendong putrinya Damar dan bercanda. Dan itu tidak luput dari penglihatan Daninda. Andai saja Damar seperti Kusuma. Hatinya mencelus sedih. Deira berpamitan pada suaminya ke butik. Mereka ke salah satu butik langganan. Daninda dan Deira memilih gaun malam untuk acara besok. Mereka tidak mau kalah untuk tampil cantik di pernikahan putri Bos suami mereka. Dan Fahrania pun dibelikan sebuah gaun yang mungil dan cantik. ***Di sebuah hotel ternama di Jakarta acara resepsi itu dilaksanakan. Putra selaku Direktur dimana Damar dan Kusuma bekerja. Menikahkan putrinya dengan pengusaha. Tentu saja para tamu adalah orang-orang penting. Daninda mengenakan gaun panjang berwarna mustard dengan belahan sebatas paha. Rambut yang di gelung mempertontonkan lehernya yang putih bersih. Dan make up yang simpel dengan warna-warna natural. Fahrania cantik dengan gaun warna putih sedangkan Damar hanya mengenakan kemeja putih dan jas warna hitam. Acaranya ramai ya, Mas. Daninda baru saja datang. Eum, jawab Damar. Ia sedang menggendong Fahrania.Ninda!! panggil Deira heboh dari kejauhan. Tidak kalah hebohnya dengan sambutan Daninda. Padahal mereka baru bertemu kemarin. Aish, kamu cantik banget. Kamu juga, ucap Daninda. Ia menyapa Kusuma dan juga si kembar.Damar tiba-tiba menurunkan Fahrania. Ia malah menggendong Bani, putra Kusuma. Wah, ini jagoan tambah gede aja. Udah lama nggak ketemu sama Om ya. Damar begitu excited bertemu Bani. Daninda terdiam, segera melihat Fahrania yang memandangi ayahnya sayu. Sontak dada Daninda begitu sesak. Kita masuk ke dalam yuk, foto-foto sama pengantinnya, usul Kusuma. Mereka setuju. Daninda menggandeng tangan mungil putrinya. Dan Damar masih menggendong Bani. Di acara itu Daninda lebih banyak diam hanya menanggapi sesekali obrolan. Pikirannya sedang tidak bisa konsentrasi. Sampai ia tidak menyadari jika Fahrania lepas dari pandangannya. Ia berjalan mengelilingi sampai melihat meja yang banyak makanannya. Dan di sana ada kue kesukaannya. Ia menjinjit kakinya ingin mengambil kue di meja. Tangannya terulur namun tidak sampai. Tanpa ada yang sadar jika ada seseorang yang memperhatikannya. Beberapa kali Fahrania mencoba tetap saja tidak berhasil. Tunggu sebentar, ucap pria itu meninggalkan rekannya. Ia segera menghampiri gadis kecil yang sedang kesusahan mengambil kue. Hai, Fahrania menoleh. Kamu mau kue? Gadis mungil itu mengangguk. Eum, yang mana? Fahrania dengan antusias menunjuk kue pie buah yang di inginkannya. Yang ini? Kepala gadis mungil itu mengangguk. Ini, Pria berjongkok lalu menaruh kue tersebut di atas tangan mungil Fahrania. Namun gadis mungil itu tidak langsung memakannya. Ia malah membuang buah yang menjadi hiasan kue pie itu. Ditaruhnya di atas meja. Pria itu mengerutkan keningnya. Setelah tidak ada buahnya baru Fahrania memakannya. Ia sangat menyukai kulit pie nya saja. Pria itu tersenyum tipis. Setelah habis Fahrania memintanya untuk mengambilkan kembali. Sampai habis 4 kue pie. Lagi? tanya pria itu. Fahrania menggeleng. Ia menyeka tangan yang kotor pada gaunnya. Jangan seperti itu, pria itu mengambil sapu tangan dari saku celananya. Dibersihkannya tangan Fahrania. Gadis mungil itu memperhatikan pria itu bagaimana mengelap tangannya. Ia memandangi wajah pria bertubuh tinggi dengan pakaian yang rapi itu. Nah, sudah selesai. Mata pria itu mengedarkan ke sekeliling. Dimana orang tuamu? Fahrania diam. Eum, kita cari kalau begitu, oke? Di gandengnya tangan Fahrania untuk mencari orang tuanya. Langkah Fahrania berhenti. Merasakan ada yang aneh. Pria itu menunduk untuk melihat gadis mungil yang digandengnya. Mata Fahrania tertuju pada dua orang yang sedang bicara. Tempat itu sepi dari para tamu. Apa mereka orang tuamu? tanyanya. Fahrania malah bersembunyi di belakang kakinya. Hey, kenapa? Pria itu berbalik lalu mengangkatnya. Sepertinya mereka memang orang tuamu, iya kan? Kamu dari tadi bukannya perhatiin anak! Rania jadi hilang! Damar menyalahkan Daninda. Jaga anak aja nggak becus! Apalagi ngasih aku anak laki-laki! teriaknya. Deg Jantung Daninda seperti tertusuk beribu pisau. Sakit, nyeri tapi tidak berdarah. Napasnya tercekat. Jadi benar selama ini? Tanya batinnya. Langkah pria itu terhenti setelah mendengarnya. Fahrania menundukkan kepalanya. Matanya sudah berkaca-kaca. Ia mendengarnya juga. Jadi selama ini kamu bersikap seperti itu pada Rania karena dia perempuan? tanya Daninda dengan berurai air mata. Kamu mau punya anak laki-laki? Damar terdiam. Rania juga darah daging kamu, Mas. Anak kita! teriak Daninda emosi. Pria itu sejenak tertegun. Eum, sebaiknya kita jalan-jalan dulu. Nanti kita akan menemui orang tuamu. Pria itu membawa pergi Fahrania ke tempat lain. Ia memanggil sekretarisnya untuk menemani Fahrania. Dan meminta tolong untuk segera menghubungi orang tua anak tersebut. Ia memberitahu tempat dimana orang tuanya bertengkar. Pria itu tidak mau terlibat masalah apapun itu. Ia tidak habis pikir. Ada seorang ayah yang mengatakan hal seperti itu. Terlebih kini gadis kecil itu mendengarnya. Walaupun masih kecil, gadis itu mempunyai perasaan. Apa yang ia lakukan jika ayahnya tidak menyukainya? Pria itu berdecak dan menggelengkan kepalanya. Untuk apa pria macam itu menikah? ucapnya sembari mengemudikan mobilnya hendak pulang.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan