
#TSDP8
Menurut Kaivan, Kanina tidak lebih dari wanita berkepala cantik yang memiliki alasan hidup hanya untuk mengoles lisptick merah di bibir, mengecat kuku, dan mengenakan stiletto yang ketukannya kerap mengganggu saat memasuki ruangan.
Menurut Kanina, Kaivan tidak lebih dari pria control freak yang memiliki alasan hidup hanya untuk kopi, rokok, dan melihat seluruh paha wanita di kantor yang kerap menyambanginya sepulang kerja.
Kisah ini, hanya akan membawa kamu pada panasnya perdebatan. Juga, pada...
The Sweetest Revenge | [49. The Kainina’s Day]

Haiii. 🌸
Ini adalah terakhir kali kita ketemu KaiNina di Wattpad hehe. Tenaaang setelah ini akan ada beberapa extra part koook di Karyakarsa untuk mengobati kangen kita sama merekaaa. Isinya momen-momen after marriage meraka pokoknya 🤏🏻
Ada yang mau disampaikan sebelum baca part ini?
Terima kasih banyak karena sudah mengikuti kisah Kayi dan Nina sampai akhir dengan sabar yaaa. Selamat membacaaa. 🌸
Mana api terakhirnya niiih 😆
***
Kaivan yang merasa kacau hari ini, masih duduk di balik meja kerjanya. Dua hari lagi dia akan melangsungkan pernikahan, tapi pekerjannya belum membiarkan dia mengambil waktu cuti. Beruntung dua adik perempuannya bisa meng-handle segala hal yang harus diurus untuk akad dan resepsi pernikahan.
Namun, pada pukul sembilan malam, di balik meja kerjanya, Kaivan baru mengetikkan sesuatu di pencarian laman internetnya. “Apa gunanya ‘pingit’ untuk pengantin?”
Lalu, deretan jawaban itu muncul.
Yang pertama. Memupuk rasa rindu. Kaivan tertawa, memupuk rindu sampai rasanya mau gila begini?
Membangun rasa percaya dan sabar. Percaya? Sabar? Dari mana? Kaivan sejak kemarin bahkan sudah mengajak Kanina bertemu diam-diam di luar rumah, tapi Kanina menolak. Dan Kaivan benar-benar tidak memiliki kesabaran lagi untuk bisa menemukan wanita itu di depan matanya.
Menghindari marabahaya. Hah? Oh, bisa-bisa, memang bahaya sekali jika Kaivan bertemu dengan Kanina akhir-akhir ini.
Mempersiapkan diri. Jawaban bisa diterima.
Mempererat jalinan asmara. Kocak.
Melindungi dari perselisihan. Ini masuk akal juga.
Mendekatkan diri kepada Tuhan. Setelah membaca kalimat terakhir itu, Kaivan menutup laman internetnya dan berhenti mencari. Tidak ada yang bisa didebatkan sih kalau ini jawabannya.
Kini, Kaivan memasukkan ponselnya ke saku celana dan berjalan meninggalkan ruangan kerjanya setelah membereskan semua barang-barangnya. Dia berjalan di suasana kantor yang mulai sunyi. Berjalan di selasar, lalu dia temukan potongan-potongan kenangan di Kuok di mana mereka seringkali berpapasan dan berdebat hingga menjadi tontonan orang yang berlalu-lalang di selasar.
Kaivan tersenyum, wanita yang sejak dulu tidak pernah setuju atas apa pun ucapan atau gagasan yang keluar dari mulutnya itu, kini menyatakan bersedia untuk dia pimpin langkahnya sebagai seorang istri.
Wanita yang selalu memandangnya dengan wajah marah dan raut benci itu, kini seutuhnya menerima Kaivan di dalam hidupnya.
Kaivan tiba di mobilnya, di balik kemudinya dia mulai mengendara. Dia lalui perjalanan dari kantor menuju arah pulang. Namun, di pertengahan jalan, wajah Kanina tiba-tiba memenuhi isi kepalanya. Kaivan kadang tersenyum sendiri saat membayangkan wajah Kanina saat tersenyum. Kadang juga Kaivan merasakan sedikit nyeri saat tiba-tiba perasaan ingin memeluk itu datang.
Sehingga, di pertigaan ujung jalan saat seharusnya dia mengambil arah kiri, dia membelokkan mobilnya ke arah Kanan, mengambil arah putar balik untuk menuju kediaman orangtua Kanina. Wanita itu mengabarinya sudah berada di rumah orangtuanya sejak beberapa hari kemarin.
Dan kini, Kaivan tiba di depan pagar rumah yang terbuka itu. Kendaraan para kerabat dan keluarga dekatnya tampak memenuhi halaman. Lalu, di bawah pohon pucuk merah yang tidak tersorot oleh lampu jalan, Kaivan memarkirkan mobilnya.
Kaivan meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Kanina.
Satu dua nada sambung dia dengar, kemudian suara Kanina menggantikan cepat. “Halo, Mas?” Suara yang terdengar antusias itu membuat Kaivan tersenyum.
“Halo ....” Kaivan keluar dari mobil, berjalan ke arah pintu pagar. “Kamu lagi apa, Sayang?”
“Habis ngobrol—dan diceramahin—sama tante-tanteku, untung kamu telepon. Jadi ada alasan aku untuk menghindar dari mereka selama beberapa saat.”
Kaivan melepaskan tawa pelan mendengar jawaban itu. Wajah Kaivan mendongak, di balkon rumah itu, di lantai dua, dia berharap Kanina muncul agar dia bisa melihatnya. “Kamu selain cantik, hari ini udah ngapain aja?”
“Halah ....” Kata yang khas Kanina ucapkan saat kehabisan ide membalas. Namun, dia menjawab pertanyaan Kaivan juga. “Aku habis luluran, terus massage juga, facial treatment ....”
Suara itu agak terdengar samar, karena kini perhatian Kaivan tersita oleh pemandangan di balkon lantai dua itu, sosok wanita yang dia rindukan muncul. Mengenakan piyama marun, rambutnya seperti biasa dicepol asal, dia satu sikutnya bertumpu pada pagar balkon saat bicara.
“Kamu seharian ini ngapain aja selain kangen aku?” tanya Kanina.
Dan Kaivan membalasnya dengan tawa pelan. “Aku seharian ini nggak ngapa-ngapain lagi sih selain kangenin kamu, kerjaanku cuma sampingan aja sebenarnya.”
Kanina kembali bicara setelah tertawa. “Kamu makan siang sama siapa?”
“Sama Arjune, sama tim yang lain.” Karena menuju hari pernikahannya Kaivan diizinkan untuk tidak bolak-balik ke proyek Serang sehingga dia bisa bekerja seharian di gedung Advaya. “Sayang ....”
“Hm?”
“Aku bisa tebak kamu lagi pakai baju warna apa sekarang.”
“Apa?”
“Marun.”
“Ah, gampang banget. Baju aku kan kebanyakan memang warna—“ Suara Kanina terhenti karena kini tatapnya menangkap sosok Kaivan yang tengah berdiri di luar rumahnya. “Kamu kok ada di situuu? Cari tangga nggak?! Naik cepet! Culik akuuu!”
***
“Saya terima nikahnya, Kanina Rhea Binti Mahendra Naspati dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!” Suara itu diucapkan jelas dalam satu tarikan naps, terdengar yakin dan tegas.
Janji Kaivan yang baru diikrarkan itu disaksikan oleh semua orang yang hadir di sana. Di ruangan setengah terbuka di tepi danau. Doa-doa baik melambung tinggi, harapan-harapan yang manis mereka utarakan. Namun posisi saksi pernikahan yang diinginkannya, malah membuat Pak Andri menangkup wajah dan mengusap sudut-sudut matanya.
Mama dan Papa berpelukan sambil menangis. Kanesha mencari tisu. Lalu Atira dan Elia yang memiliki persiapan matang, tengah mengusapkan tisu di sudut-sudut matanya bersama Ayah yang kini mereka peluk.
Kanina menoleh, dia dapati Kaivan menunduk dalam-dalam. Pria itu tidak buru-buru mengangkat wajahnya, karena dia sedang sibuk menyingkirkan sisa air di sudut matanya.
Dan Kanina takjub sekali.
Bagaimana Kanina bisa menyaksikan seorang pria tampak begitu bahagia saat memilikinya? Seolah-olah masih belum percaya dengan keadaan itu, Kaivan bertanya. “Kamu udah sah jadi istri aku, kan?” tanyanya.
Kanina meraih tangan Kaivan, tangan yang lain Kanina gunakan untuk mengusap pundak suaminya itu. Tidak kunjung mengangkat wajahnya, segera Kanina peluk pria itu. “Aku istri kamu, tapi tolong jangan pernah berhenti berusaha mengejar aku, ya?”
Kaivan mengangguk, dan Kanina tersenyum.
Pria itu melakukan banyak hal untuk mendapatkannya. Dia juga menemukan masa-masa cemas dan takut kehilangan. Kanina menemukan seorang pria yang bisa melakukan apa saja di dunia ini agar dia tidak sakit. Melindunginya dari segala hal yang bisa membuatnya terluka.
Kanina lupa, memangnya harapan apa yang pernah dia langitkan hingga menemukan seorang pria seperti ini, ya?
Kanina mengurai peluk, kepalanya meneleng ke satu sisi. “Sekarang kita nggak akan kangen-kangen lagi,” ujarnya mencoba berbicara dengan Kaivan yang kini perlahan mengangkat wajah.
“Iya. Aku udah boleh peluk kamu kapan pun,” balas pria itu.
Dan Kanina tersenyum lebar. Tiga hari terakhir keduanya dilarang untuk bertemu. Padahal Mama bilang, “Waktu pingit itu harusnya dilakukan selama tujuh hari. Kalian nggak boleh bertemu, Kanina juga nggak boleh ke mana-mana.” Namun sebagai budak korporat, waktu cuti satu minggu tanpa melakukan kegiatan apa-apa adalah suatu malapetaka.
Lagipula, siapa yang mau menanggung pekerjaannya selama dia tinggalkan lama itu?!
Karena mereka tidak bertemu selama dua hari, malam kemarin, saat acara keluarga di rumah Kanina selesai, Kaivan diam-diam datang dan berdiri di depan pagar rumahnya sambil menelepon Kanina.
“VC aja nggak cukup, Sayang,” ujar Kaivan malam itu sambil memanjat tangga darurat untuk memeluknya yang berada di balkon lamtai dua. “Kangen aku.” Dia lanjut mengeluh.
Kanina tertawa. “Bisa-bisanya kamu melanggar aturan Mama kayak gini. Mana Mama bilang, kalau kita ketemuan sebelum masa pingit selesai, pernikahan kita bakal kena sial.”
Dan benar saja, pagi tadi, sebelum acara akad dimulai, tiara yang Kanina persiapkan sebelumnya untuk ditaruh di atas sanggul rambutnya itu tertinggal di rumah. Kanina panik, MUA terus-menerus menelepon seseorang yang mengambilkam tiaranya sedangkan waktu terus berjalan dan akad akan segera dimulai.
Saat keluar dari kamar, Kanina hampir menangis karena tiara yang dia idamkam ada di atas rambutnya tidak kunjung datang. Dia sudah pasrah dan tidak lagi berharap tiara itu datang di saat sebelum acara akad dimulai. Namun, siapa sangka asisten MUA itu datang dengan cara berlari-lari sebelum Kanina berhasil menjejak jalan setapak menuju ruangan setengah terbuka di tengah danau.
Dan akhirnya Kanina berhasil menggunakan tiara itu di rambutnya. Terekam di momen sakral, terpotret pada foto kenangan manis.
Mereka baru saja melakukan serangkaian acara sesuai dengan adat Jawa yang diusung selepas akad. Lalu, sebelum resepsi dimulai sore hari nanti, Kaivan dan Kanina tetap harus menyapa tamu-tamu yang hadir di acara akad itu. Tidak banyak, hanya keluarga dan kerabat dekat. Namun, foto bersesi-sesi dengan beberapa tamu berbeda jelas harus mereka lakukan.
Pak Andri yang tadi ikut duduk di kursi orangtua pengantin, dan merupakan bagian dari sungkeman oleh kedua pengantin, kini menghampiri Kanina yang tengah mengobrol dengan Nube dan Dhea. Pria itu, memang pantas menyandang sebagai orangtua pengganti selama di proyek, merupakan satu-satunya yang paling semangat menjodohkan Kaivan dan Kanina hingga mereka bisa sadar bahwa benci dan suka itu terlalu sulit dibedakan.
“Habis ini saya bisa pulang dulu, kan?” tanya Pak Andri. “Saya harus jemput istri saya untuk ikut datang ke acara resepsi nanti.” Pria itu memandang ke arah Kaivan yang tengah dikelilingi oleh teman-teman pria dan wanitanya. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas mereka tampak bahagia dan sesekali tertawa.
Dhea yang selalu tampak polos dan tidak tahu apa-apa tentang laki-laki itu tiba-tiba bertanya, “Aku nggak nyangka lho .... Mas Kaivan bisa nangis setelah selesai akad tadi.”
“Wah, kalau dia nggak nangis setelah akad tadi, aku minta ijab qabul-nya diulang sih, fiks.” Kanina menggeleng kecil, lalu menatap tajam ke arah Kaivan.
Padahal, Kanina juga merasakan hal yang sama. Dia pikir, pria seperti Kaivan terlalu gengsi untuk mengeluarkan air matanya setelah mengucapkan janji pernikahan seperti tadi.
Dhea menoleh pada Kanina setelah selesai memperhatikan Kaivan, pada Nube dan terakhir Pak Andri. “Aku selalu ingin tanya ke para pria yang nangis pas akad ... itu alasannya kenapa, ya? Kok, bisa mereka sampai nangis? Apa sebahagia itu?” tanyanya.
“Aku juga nggak tahu, sih ...,” gumam Kanina. Dia tidak bisa membaca benar-benar bisa membaca arti dari sikap Kaivan walau dia ingin menemukan jawaban yang diharapkan.
“Suami gue nggak sih .... Nggak nangis dia waktu akad,” ujar Nube. Lalu, dia menoleh pada Pak Andri. “Bapak waktu akad, nangis nggak?”
Pak Andri menggeleng. “Saya nggak sih .... Nggak nangis,” jawabnya. “Tapi teman saya dulu, ada tuh, yang nangis juga waktu akad. Pernah juga saya tanya kenapa.
“Kenapa katanya, Pak?” Pertanyaan Nube dan Dhea hampir terdengar bersamaan.
Pak Andri menjawab dengan yakin, wajahnya juga dibuat serius. “Kata dia sih, dia nangis pas akad karena ingat bahwa sudah bertambah lagi satu beban dalam hidupnya.”
***
Pesta pernikahan mereka masih berlangsung hingga waktu menuju malam. Lampu-lampu yang berpendar di sekeliling danau memantulkan cahaya di air yang tenang itu. Lagu diayunkan dari panggung dan sesekali vokalis akan digantikan oleh kerabat atau keluarga Kanina yang ingin mempersembahkan lagu dengan lirik-lirik berisi harapan yang manis.
Kini, di panggung yang berada di salah satu sisi lingkaran itu, tengah berdiri seorang Arjune dan Hakim yang tengah menyanyikan lagu ‘Kisah Romantis’ yang sebelumnya pernah Kanina dengar dinyanyikan oleh Kaivan. Apakah ini merupakan tradisi di setiap acara resepsi pernikahan, bahwa lagu itu adalah sebuah kewajiban?
Kanina tentu saja berdiri bersama Kaivan, masih menyambut tamu-tamu yang datang. Hingga lagu berganti, tamu-tamu terurai pulang. Dan yang tersisa di sana hanya orang-orang terdekat dan keluarga.
Kanina duduk bersama Kaivan di satu meja yang diduduki oleh teman-teman pria itu—bersama para wanita yang merupakan pasangan masing-masing tentu saja. Oh, ya, anak-anak kecil dari pasangan-pasangan itu masih berlarian di sekeliling, dijaga oleh para susternya. Anak-anak perempuan mengenakan kebaya marun, dan bocah laki-laki dengan batik-batik seragamnya.
“Jadi kalian beneran nggak akan nunda untuk punya momongan, kan?” tanya Davi.
“Semoga dikasih secepatnya!” tambah Jena.
“Kembar tiga sekalian nggak, sih? Biar bisa nyusul Janari?” tanya Kaivan. Dan ucapan itu membuat Kanina menoleh untuk protes.
“Om Kayi harus punya anak perempuan,” ujar Gege. Lalu, Gege berbisik pada Kanina. “Anak Tante Kanin harus tahu kalau dia punya ayah yang ganteng banget!”
Ucapan itu membuat Kanina tertawa. Dan orang-orang bertanya tentang apa yang Gege katakan.
Gege yang sejak tadi tampak ikut bahagia merayakan pesta pernikahan itu, sesekali akan memasang wajah cemberut karena Kama yang masih saja menolak memegang tangannya saat berjalan.
Namun, Kama justru melakukan hal itu pada adik-adik perempuannya yang lain, terutama Shana dan Shaneen.
Kanina keluar dari meja, dia angkat ujung gaunnya, saat melangkah, tapi ternyata Gege sudah berdiri di belakangnya untuk memegangi ujung gaun yang Kanina kenakan. “Ayo aku bantu, Tante Kanin,” ujarnya. “Biar nggak jatuh.”
Kanina tersenyum. “Terima kasih, Sayang.” Saat berjalan, sesekali Kanina menoleh ke belakang, memastikan gadis kecil itu berjalan dengan langkah yang benar, memastikannya tidak terjatuh. Lalu, tiba di meja minuman, Kanina mengambil satu botol strawberry milkshake untuk Gege. “Ini nggak teralu manis kok, Tante Kanin sudah coba tadi.”
Gege menerima minuman itu, yang telah Kanin buka setelah dia menyetujui akan meminumnya. Lalu, saat tengah menyedot minuman itu, tubuh Gege berbalik. “Tante Kanin mau rapiin rambut aku nggak?” tanyanya.
“Boleh.” Kanina mengambil satu kursi dan duduk. Dia bawa Gege mendekat, dan membenarkan ikat rambut gadis kecil itu.
Saat Kanina bsru saja selesai melakukannya, Gege kembali bicara dengan posisi yang masih membelakangi. “Aku mau cantik seperti Tante Kanin, seperti Bubu .... Agar laki-laki yang aku suka, bisa suka juga.”
Kanina membalikkan tubuh kecil itu dengan gerak yang lembut, dia usap sisi wajah berpipi bulat itu dengan ibu jarinya. “Kenapa bilang seperti itu? Gege itu perempuan yang cantiiik sekali,” puji Kanina.
“Tapi Kama nggak pernah suka. Kama suka Laika.”
“Sayang .... Tante Kanin pernah menyukai dan mengagumi seorang laki-laki, tapi dia nggak memiliki perasaan yang sama. Dia nggak suka Tante Kanin.”
“Tapi Tante Kanin kan cantik sekali?”
“Tante Kanin cantik bagi Om Kayi, Bubu juga cantik sekali bagi Yaya. Semua wanita akan terlihat cantik bagi seorang laki-laki yang menyukainya. Suatu saat, kamu akan menemukan seorang yang menyukai kamu dan menganggap kamu yang paling cantik—“
“Tapi bukan Kama?”
“Apakah harus Kama?” tanya Kanina. “Kenapa harus Kama?”
Gege mengerjap-ngerjap. Bibir bawahnya maju, lalu mencebik. “Iya ya .... Kenapa harus Kama?” Lalu, dia mendengkus seperti orang dewasa. “Aku akan berhenti suka Kama. Karena dia nggak pernah bilang aku cantik.”
***
Malam itu, Kanina dan wanita-wanita para pasangan dari pria-pria di hadapannya itu sudah beranjak lebih dulu menuju kamar-kamar yang telah disediakan di sana. Para anak kecil harus lebih cepat tidur. Namun, para pria masih duduk-duduk di salah satu meja saat semua tamu sudah bubar, saat pesta sudah usai.
“Serius lo nggak ada persiapan apa-apa buat malam ini?” tanya Janari.
Di sana, ketujuh temannya hadir, tidak ada terkecuali.
“Memangnya Kaivan harus bikin persiapan apaan, Ri? Lo pikir ini acara menyambut tujuh belas agustusan?” tanya Hakim. “Persiapan, persiapan.”
“Lho, sebagai pihak yang udah expert—“
“Malu sama Sungkara tuh, expart-expert.” Hakim kembali memotong ucapan Janari.
“Empat hal yang harus pria lakukan sebelum malam pertama.” Janari membaca artikel online yang dia caribdi ponselnya. “Yang pertama, mengkonsumsi makanan sehat, lalu olahraga, merawat diri, dan membersihkan pen—“ Wajah Janari mendongak, tidak melanjutkan ucapannya. “Ini lho maksud gue.”
Kalil menghardik. “Standar banget itu, gue aja yang nggak akan malam pertama pasti bersihin penis tiap hari.”
Ucapan kotor itu membuat sesisi meja tertawa. Namun, Janari belum mau menyerah. “Intinya sih menurut gue ada di lo. Malam ini, lo punya tanggung jawab penuh, Kai. Menciptakan suasana yang ... apa ya? Atraktif?”
“Kaivan harus jadi barongsai beneran maksud lo?” tanya Favian.
“Nggak. Gini lho .... Malam pertama saat lo nikah tuh beda sama malam-malam yang pernah lo habiskan sama cewek lain, Kai. Biasanya ....” Janari berbisik. “Penetrasinya lebih sulit dari yang lo bayangkan.”
“Ya terus kasih saran dong Kaivan harus ngapain, Pak Expert,” cibir Kaezar.
“Pertama-tama, hal yang harus lo lakukan adalah membangun komunikasi yang baik.” Janari kembali sok menggurui.
“Halah .... Secara naluriah juga nanti muncul sendiri usaha lo, Kai. Nggak usah lo dengerin Janari,” timpal Arjune.
Dan percakapan dari situ, perdebatan dimulai. Janari menjadi pihak yang tidak memiliki pendukung. Lama-lama diam di sana, Kaivan yakin dia akan melewatkan momen malam pertamanya karena perdebatan dengan Janari di meja itu tidak kunjung usai.
Kaivan memutuskan untuk beranjak dari meja dan menuju ke kamar di mana Kanina sudah menunggu. Di perjalanan menuju ke kamar itu, Kaivan sempat menyulut sebatang rokok untuk menghilangkan gugup. Aneh sekali, mengapa pria brengsek sepertinya bisa segugup ini saat hendak meniduri seorang wanita?
Kaivan berdiri di depan pintu, menunggu pintu terbuka setelah mengetuknya tiga kali. Lalu, daun pintu itu bergerak ke arah dalam. Menampakkan ruangan temaram di dalamnya dan seorang wanita yang kini berdiri di hadapannya dengan gaun marun mengilat setengah paha yang ditutup oleh robe pendek berbahan sama.
Riasan pengantin di wajahnya sudah Kanina hapus, tapi dia menggantinya dengan riasan lebib tipis—yang membuat wajah cantiknya lebih terlihat ... manis! Lalu, rambutnya dia biarkan terurai di satu sisi.
“Cantik banget kamu ....” Kalimat tu berhasil membuat Kanina tertawa.
Kata ‘Halah’ andalannya terdengar.
Mereka melangkah masuk ke dalam satu kamar yang sama, pertama kalinya sebagai suami-istri. Melihat Kanina sudah bersih dan wangi, Kaivan bergegas menuju kamar mandi untuk mandi dan berganti pakaian.
Dia mengenakan piyama hitamnya, menghampiri Kanina yang tengah berdiri di samping kabinet tempatnya menyambungkan ponsel ke charger. Menyadari Kaivan yang keluar dari kamar mandi, dia menoleh.
“Udah selesai?” tanyanya.
Lalu Kaivan mengangguk.
Selanjutnya, mereka berdiri saling berhadapan hanya untuk saling menatap. Diam-diam, Kaivan kembali memuji kecantikan yang dia miliki di hadapannya.
“Kenapa?” tanya Kanina saat Kaivan diam saja.
Kaivan mengajak Kanina duduk di tepi ranjang. Mereka duduk berhadapan. “Kanina, malam ini akan menjadi malam pertama kita sebagai suami-istri untuk tidur bersama.” Kaivan berdeham, jika teman-temannya mengetahui ucapan Kaivan yang resmi ini, pasti dia ditertawakan. “Jadi, aku akan melakukan apa yang kamu setujui.”
Kening Kanina mengernyit.
Bingung kayaknya?
Kaivan juga bingung dengan ucapannya sendiri.
“Malam ini kamu mau ... aku temenin istirahat? Atau ... mau langsung ....” Kaivan harap, tanpa menjelaskan ucapannya lebih jauh, Kanina akan mengerti.
“Aku terserah kamu sih.”
Akhirnya Kaivan terjebak dengan kata ‘terserah’ yang mengerikan itu. “Kalau terserah aku sih ....” Bakal habis kamu malam ini.
Kaivan mengubah posisi duduknya menjadi lebih dekat. “Oke, pertama-tama. Aku akan pegang kamu.” Kaivan memegangi sisi wajah Kanina. Lalu mengusapnya. Dan dia temukan sesuatu yang berdesir-desir yang menyebar dari dada ke setiap sudut tubuhnya.
Wajah cantik itu sudah berada dalam rengkuhan tangannya. Senyum manis itu kini hanya miliknya.
“Kamu mengizinkan aku untuk memulai—“
Ucapan Kaivan terhenti karena Kanina lebih dulu bergerak menciumnya. Di satu sudut bibirnya, ringan dan singkat. Tapi tentu saja tindakan kecil itu seolah-olah memberikan kejut listrik yang kuat di tubuh Kaivan.
Hingga Kaivan kini tidak ragu lagi meraih tubuh Kanina. Memindahkan tubuh itu di atas pangkuannya. Dan gaun licin marun yang mengilap itu sudah berhasil dia remas sekaligus sesuatu di baliknya. Ini gila, sensasinya lebih hebat dari sekadar yang dia bayangkan saat kain licin itu berhasil dia sentuh.
Ciuman bibir itu menghasilakn cecap-cecap yang basah, hangat, dan bisa Kaivan rasakan manisnya yang membuat candu. Lalu, sesaat wajah keduanya menjauh. Tatap mereka bertemu. “Aku minta izin untuk ... sedikit menyakiti kamu malam ini.”
“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Kanina. “Melawan atau diam?” Wanita itu, mengerling nakal. Dan Kaivan kembali meraih tubuhnya dalam rengkuhan.
Mereka, menemukan malam yang ... terasa lebih panjang dari biasanya. Mungkin karena, mereka tidak terpejam, sampai pagi?
~SELESAI~
WAAA. AKHIRNYA SELESAI JUGAAA. AKHIRNYA MAS KAYI BISA UNBOXING MBAK KANIN JUGA YAKKK. 😭 LENGKAPNYA NANTI ADA DI EXTRA PART 1. SEMOGA BESOK BISA PUBLISH HEHE.
TERIMA KASIH BANYAK YAAAAAAA.
Karena sudah mau menemani Kanina dan Kaivan menceritakan kisah mereka. Terima kaish banyak kepada semua yang mencintai mereka huhu. Senang sekali akhirnya mereka bisa berakhir bahagiaaa.
Ada yang mau disampaikan nggak buat mereka?
Kaivan
Kanina
Pak Andri
Gege
Kama
Yesa
Mbak Kanin Asli
Mas Kayi Asli
Citra Novy 😋
TUNGGU KISAH BARU SELANJUTNYA YA! POKOKNYA INI KISAH YANG SANGAT DITUNGGU-TUNGGU SEBAGIAN PEMBACA MEHEHE 😋 SAMPAI KETEMUU DI CERITA BARU NANTI YAAA.
KASIH API TERAKHIRNYA YANG BANYAK NGGAKKK? 🔥🔥🔥🔥🔥

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
