
Katakanlah ada satu prolog dalam sebuah fiksi yang bercerita suatu alur kehidupan. Dimana seseorang yang dengan keterbatasannya mampu mengubah dunia lewat fikirannya. Kebesaran Tuhan melalui kegigihannya adalah sebuah jawaban,atas setiap ucapan yang mencela dan memakinya,setiap kata yang sia-sia baginya hanyalah bebatuan kecil disetiap jalan yang Ia lalui,bukankah itu cukup kita singkirkan menggunakan kaki belaka,tak usahlah batu itu kita ambil kemudian kita bawa,cukup kembalikan batu itu pada pemiliknya,tentunya...
Katakanlah ada satu prolog dalam sebuah fiksi yang bercerita suatu alur kehidupan. Dimana seseorang yang dengan keterbatasannya mampu mengubah dunia lewat fikirannya. Kebesaran Tuhan melalui kegigihannya adalah sebuah jawaban,atas setiap ucapan yang mencela dan memakinya,setiap kata yang sia-sia baginya hanyalah bebatuan kecil disetiap jalan yang Ia lalui,bukankah itu cukup kita singkirkan menggunakan kaki belaka,tak usahlah batu itu kita ambil kemudian kita bawa,cukup kembalikan batu itu pada pemiliknya,tentunya dengan cara yang lebih layak dan semestinya,karena itulah sejatinya manusia yang berbudi pekerti luhur. Adapun keterbatasan itu baginya hanyalah sebuah metafora,yang Tuhan hadirkan melalu senyum bahagia dari berbagai pujian,sanjungan dan tepuk tangan dari setiap yang berakal,yang dengan akalnya tidak bisa menyangka,bahwa sesuatu yang terlihat mustahil,sejatinya adalah keniscayaan di tangan Tuhan. Namun ini hanya prolog dari sebagian kecil fiksi dalam sebuah kehidupan,selebihnya masih banyak bahkan tak terhingga,dari setiap keajaiban-keajaiban semesta,yang tak berbilang dan tak ada ujungnya.
---------------------------------
"Nduk,...damare sampun?".
Ucap ibuk dengan nada yang sedikit serak yang terdengar menggema di setiap sudut ruangan,rumah yang begitu sederhana yang hanya diterangi oleh lampu damar itu adalah surga bagiku,tempatku memulai sebuah mimpi,yang kuselipkan pada nyala lentera dikala malam,supaya Ia tetap bercahaya dan mampu menyinari seisi ruangan,sampai ibuk pernah bilang,bahwa tak perlu terang untuk bisa berjalan dalam gelap,cukup dengan cahaya dalam hati,walau dengan sinarnya itu hanya mampu menerangi langkah-langkah kecilmu,setidaknya kamu bisa sampai ke tempat tujuan dan tidak akan tersesat di jalan. Kata-kata indah itu bagiku laksana dunia dalam lentera,menerangi setiap langkah dan menuntunku untuk menjemput setiap kebahagiaan.
Setelah selesai menyiapkan damar untuk penerangan ruang tengah,aku bergegas menghampiri ibuk,dan menyiapkan segala kebutuhan yang beliau perlukan,karena tidak mungkin juga ibuk menyiapkannya seorang diri,sakit yang ibuk derita membuatnya tidak bisa lagi melihat dunia,beliau hanya bisa merasakan dengan setiap keadaan yang ada disekitar,sehingga setiap apapun dari keperluan ibuk aku yang mengurusnya,karena dirumah ini hanya tinggal aku,adikku sama ibuk,tidak ada siapa-siapa lagi dikeluarga ini,bapak telah lama meninggalkan kami,karena kecelakaan tunggal yang beliau alami,ketika umurku baru menginjak 10 tahun,dan bagus waktu itu masih kecil,masih belum bisa berjalan. Waktu itu beliau sedang bekerja disebuah tambang,yang aku sendiri tidak tahu pasti motif dari insiden itu,sehingga ingin sekali aku menyelidikinya,tapi apalah daya,kami hanya orang biasa yang hidup serba pas pasan,bagi mereka apa yang terjadi kepada bapak hanyalah hal biasa yang sering terjadi kepada sesama pekerja,walau bagiku sendiri kejadian ini adalah adanya campur tangan orang lain,dan lagi-lagi apalah daya kami,uang yang hanya lembaran-lembaran kertas itu adalah segalanya bagi mereka,sehingga dalam situasi maupun kondisi apapun uang adalah jawabannya,hingga sampai dengan kejadian itu membuatku sangat menderita dan seakan-seakan aku telah kehilangan separuh dari dunia ini.
"Buk,..ibuk jaga baik-baik yh,ayu mau ke surau dulu,sekalian jemput Bagus".
Dengan nada penuh kelembutan,ucapan itu selalu keluar dari mulutku,setiap kali menjelang maghrib,aku selalu berpamitan ke ibuk untuk pergi ke surau,sekalian menjemput bagus yang sedari sore ada disana,karena memang sudah kebiasaan kami,ketika sore tiba,bagus selalu pergi ke surau untuk mengaji bersama teman-temannya,pada seorang sesepuh yang dulu akupun mengaji kepada beliau,namun sekarang aku harus merawat ibuk,selalu berada disampingnya adalah sebuah keharusan dan kebahagaiaan tersendiri bagiku. Sehabis dari surau akupun langsung pulang ke rumah,karena memang itu pesan yang selalu ibuk sampaikan kepada kami,ibuk selalu berpesan kalau sudah selesai semua diusahakan langsung pulang,dan kamipun selalu mengindahkan nasihat itu,maka dari itu setelah semua selesai,kami langsung bergegas pulang.
"Assalamualaikum,ibuk..."
Suara mungil itu selalu mengawali pertemuan kami dengan gelapnya malam,suara yang ibuk tunggu-tunggu dari anak laki-lakinya yang begitu berharga,hingga sambil tersenyum manis ibuk menjawab salam dan memeluk kami berdua,seakan-seakan kami telah terpisah jauh dan baru hari itu bertemu,padahal kami hanya pergi sebentar,bahkan sampai terdengar adzan isya pun belum,akan tetapi rasa kangen dan Cinta ibuk kepada kami begitu besar,mungkin tak akan pernah bisa tergantikan,ketulusan Hati dan kasih sayangnya menyinari hidup kami,melebihi lentera yang menerangi gelap malam ini.
"Sudah sampai mana ngajinya nak,...?"
Ucap ibuk sembari menyuruh kami untuk duduk bersama diruang tengah,ruang yang bisa dibilang tidak terlalu besar,lantainya beralaskan tanah,tembok dan atapnya masih sama seperti dulu,anyaman bambu yang membuatku merasa nyaman dengan ketenangan dan kesunyian malam ini,ditemani dengan satu buah lampu damar yang bagiku tidak terlalu terang,namun mampu menyinari seisi ruangan.
"Alhamdulillah,bagus sudah sampai iqro' 5 buk"
Sambil tersenyum bahagia,anak kecil itu menunjukkan sebuah buku biru muda yg bertuliskan iqro' 5,yang dimana sebentar lagi dia akan selesai dan beralih ke Al Qur'an,itu adalah suatu prestasi yang sangat luar biasa bagiku,khususnya bagi ibuk sendiri,beliau tidak ada henti-hentinya berucap syukur,atas segala karunia Tuhan kepada keluarga kecil ini,dan bagiku semua pemberian adalah anugerah terindah Tuhan,selagi aku masih bersama orang-orang tercinta,kurasa semua akan baik-baik saja. Seperti halnya dunia dalam lentera,ia memang dikelilingi gelap gulita,namun kecil cahayanya mampu membuat setiap jiwa merasa nyaman dan tenang didekatnya. Itulah gambaran kecil kehidupan kami,dunia yang begitu luas dan tak terbatas,laksana sehelai senyuman yang terpancar dari setiap wajah bahagia.
Setelah dari obrolan pendek itu,kami bersiap untuk solat isya dan dilanjut makan malam bersama,tentunya dengan masakanku yang bisa dibilang sangat sederhana,sayur sop dan tempe goreng kesukaan bagus,yang aku buatkan sore tadi,telah siap untuk disantap bersama. Dengan semua kesederhanaan itu aku selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi keluarga,karena pada setiap kebahagiaan mereka terdapat kasih sayang Tuhan yang tiada batasnya. Yang bagiku tidak ada hal yang luar biasa dalam hidup ini,melainkan kebahagiaan yang tercipta dari kesederhanaan itu sendiri,hingga rasa syukur yang menuntun kami pada takdir yang penuh dengan keindahan ini.
Seperti biasa,setelah makan malam bagus langsung menyiapkan buku-buku pelajaran untuk esok hari,sedang aku sibuk membuat makanan untuk jualan besok,makanan yang dulu pernah ibuk ajarkan kepadaku sebelum sakit yang ibuk derita semakin parah,beliau pernah mengajarkan kepadaku bagaimana caranya membuat sebuah makanan pedesaan yang terbuat dari tepung ketan,yg didalamnya dikasih gula merah dan rempah-rempah yang lain,yang kemudian dibungkus dengan daun pisang dan dikukus,rasanya itu begitu manis dan gurih,dan kujual makanan itu dengan harga 2000 per bungkusnya,karena memang membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan aku harus menyiapkan semuanya sebelum gelap,seperti halnya daun pisang dan bahan-bahan yang lain. Hingga aku memulai jualan ini sudah cukup lama,dari awal aku lulus SMP,aku memutuskan untuk merawat ibuk dan memenuhi semua kebutuhan keluarga. Adapaun hasil dari jualan itu cukup untuk memenuhi kebutuhan kami,walau terkadang tidak setiap hari makanan itu terjual habis,bahkan pernah sama sekali tidak ada pembeli,dan akhirnya hari itu kami bagikan kepada tetanggga dan orang-orang yang kami temui dijalan,dan sisanya kami makan untuk pengganti makan malam.
"Ibuk tahu nggak,bagus paling nggak suka sama pelajaran matematika"
Sambil membolak-balikkan buku yang dipegangnya,bocah mungil itu menunjukkan wajah ketidak sukaannya pada apa yang dia rasakan,yang bagiku sendiri itu adalah wajah paling lucu darinya.
"Loh,kenapa?"
Jawabku sambil mengaduk adonan yang sebentar lagi jadi.
"Gurunya galak,bagus nggak suka"
Masih dengan ekspresi yang sama,dia mencoba mengutarakan isi hatinya.
"Kan yang galak gurunya,kenapa pelajaran matematikanya yg nggak disuka?"
Dengan senyum yang sedikit mengejek,aku membuat bocah mungil itu berfikir panjang,entah apa yang akan dikatakan selanjutnya,aku tidak tahu lagi,karena terlanjur terbuyarkan oleh tawa dariku yang disusul oleh ibuk juga.
Aku memang menyadari pada apa yang dikatakan bagus tadi,memang beliau guru yang bisa dibilang galak,namanya Buk Indah,guru matematika di SDN 01 tempat kami sekolah,walau terbilang galak,bagiku beliau adalah orang yang bijak dan disiplin waktu,itulah mengapa aku sangat mengagumi beliau,begitupun dengan pelajaran matematikanya. Tapi tidak dengan si bocah mungil itu,dia justru bertolak belakang denganku,dia lebih suka menggambar daripada berfikir dalam berhitung,baginya menggambar itu adalah menuangkan setiap imajinasi kedalam bentuk yang indah,yaitu sebuah pemandangan alam,yang sering ia gambar,padahal menurutku itu biasa-biasa saja,pemandangan gunung yang diatasnya ada matahari,lalu dibawahnya terdapat ladang sawah yang sangat luas. Bahkan terkadang pada lingkaran matahari Itu dia kasih gambar mata,hidung dan mulut,layaknya manusia saja bathinku dalam hati,itu adalah gambar yang selalu bocah mungil itu tunjukkan kepadaku,dan aku selalu memujinya dengan sebaik-baik pujian,walau dalam hati ingin rasanya tertawa sekencang-kencangnya.
Setelah aku menyelesaikan semua adonannya,aku lanjut membungkusnya dengan daun pisang,yang aku tusuk dengan potongan-potongan lidi kecil,agar bungkusnya tidak mudah terlepas dan isinya tidak mudah keluar.
Sebelum menata semua makanan yang sudah dibungkus,aku terlebih dahulu membantu ibuk yang ingin beranjak ke kamar untuk istirahat,mungkin karena malam semakin larut,ibuk memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu,dan sebelum tidur beliau selalu berpesan kepada kami untuk tidak tidur terlalu larut malam. Karena besok aku harus bangun pagi buat jualan dan bagus berangkat ke sekolah. Setelah selesai membantu ibuk ke kemar,aku segera menata semua bungkusan makanan itu kedalam tempat yang sudah aku sediakan,sebelum nantinya dikukus dan siap untuk dijual,biasanya aku mengukus makanan-makanan itu pada jam 3an,maka dari itu setiap hari aku harus bangun lebih awal untuk menyiapkan segala sesuatunya untuk jualan,agar nantinya ketika makanan itu telah siap dijual,masih hangat dan nikmat untuk dirasakan.
"Bagus,...sudah siap semua bukunya?"
Sambil sesekali aku menata makanan-makanan yang siap dikukus,aku mencoba merasakan ketenangan dalam sebuah bangunan kecil ini,rumah dari anyaman bambu dan beralaskan tanah,yang pada ruang tengahnya terdapat sebuah kursi panjang dan lebar yang terbuat dari anyaman bambu juga,yang mana ketika kami duduk maupun beranjak dari tempat itu,akan terdengar suara reotan bambu,yang membuat candu suasana dalam keluargaku. Kursi itu adalah tempat kami menghabiskan waktu malam,dengan segala kebahagiaan. Sehingga malam yang kami lewati itu terasa begitu cepat. Keheningan yang hanya bertemakan lampu damar,sebagai lentera untuk menemani dinginnya malam,senyapnya sunyi dan gelapnya kekhawatiran pada setiap perjalanan hidup,membuatku merasa cukup dengan segala pemberian Tuhan. Sebuah dunia kecil yang membingkai setiap do'a dan senyuman adalah bentuk keajaiban dari keagungan Tuhan.
"Bagus,...ayo tidur"
Dengan nada yang mulai sedikit melemah,akupun sebenarnya menahan rasa kantuk sedari tadi,namun aku harus menyelesaikan pekerjaanku agar esok hari aku bisa memulainya dengan bahagia.
"Iyha kk"
Sambil memasukkan semua buku kedalam tas ranselnya,bocah mungil itu menguap dan beranjak meninggalkanku yang masih duduk di kursi tengah itu,aku memandanginya menjauh dariku,dalam hati,akankah kelak semua orang yang aku cintai juga seperti ini,akan meninggalkanku,semua akan pergi dan kembali kepada yang Maha Kuasa,baik itu yang dekat maupun yang jauh,semua akan menghadap kehadiratNya.
Sebelum aku beranjak juga untuk istirahat,aku sempatkan untuk menulis setiap keadaanku hari ini,aku ambil buku catatanku yang sudah lusuh,buku sisa waktu aku sekolah SMP dulu,yang lucunya pada setiap sampul di buku pelajaranku itu tertulis kata:
"Aku adalah dunia dalam lentera"
Sedang aku sendiri tidak begitu mengerti dengan maksud dari kata-kata itu,awal mulanya aku menulis kata itu,waktu aku kelas satu SMP,yang mana aku sangat suka sekali bermain lampu damar yang sekarang ada dihadapanku,ya,...itu adalah lentera yang kami pakai untuk menerangi rumah disaat malam tiba,hingga muncul dalam fikiranku untuk menjadi sebuah lentera yang mampu menerangi malam dan membuat orang-orang merasa nyaman berada disekitarku. Itulah mengapa dalam setiap sampul dibuku pelajaranku tertulis kata itu,mungkin saja dulu aku berfikiran agar aku lebih giat dalam belajar,semangat dalam mengejar mimpi,dan itu masih aku rasakan sampai sekarang,ketika aku membuka catatan-catatan yang dulu. Setelah itu aku mencari lembaran-lembaran yang masih kosong dan aku menuliskan semua perasaanku hari ini disitu.
-------------------------------------
Aku adalah dunia dalam lentera
Tempat bersinggah segala rasa
Aku adalah dunia dalam lentera
Bukti nyata semesta disetiap do'a
Aku adalah dunia dalam lentera
Keagungan Tuhan yang Maha Cinta
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
