
Ulasan oleh Admin Rio

The Human Condition Trilogy merupakan trilogi yang mempopulerkan nama Masaki Kobayashi, selain Harakiri. Gw sebelumnya hanya menonton karya beliau Harakiri tanpa menonton yang lainnya. Masaki Kobayashi mungkin tidak seterkenal Akira Kurosawa atau Yasujirō Ozu, namun karya-karyanya amat penting untuk sinema Jepang
Trilogi ini dibuat dalam waktu lima tahun oleh Masaki Kobayashi. Dalam wawancara di Criterion Channel, trilogi ini juga bagian dari pengalaman pribadi Kobayashi pada...
Perbudakan oleh Pemerintah Jepang pada Perang Dunia 2

Dalam sejarahnya, perbudakan memang sangat terkenal di Jepang pada Perang Dunia 2, dimana musuh-musuh perang Jepang dijadikan tawanan dan disuruh kerja paksa oleh pemerintah Jepang di bagian pertambangan dan juga di sektor lainnya, termasuk kepada Indonesia pada saat itu (Romusha). Mendengar dan membaca seputar sejarah kerja paksa saja sudah membuat kita merasa bersimpati dan geram akan hal itu. Trilogi ini menggambarkan kerja paksa terhadap tawanan perang dari China. Sistem kerja paksa di Jepang pada saat itu berhasil membuat tawanan bekerja hingga tak kenal lelah. Saat itu juga ada yang namanya budak seks (jugun ianfu), dimana perempuan hanya dijadikan pemuas nafsu para laki-laki tentara Jepang pada periode itu, dimana dalam sejarahnya terkuak tentara Jepang meminta ke pemerintahan Jepang untuk menyediakan budak seks
Tema ini dibawakan oleh Kobayashi ke trilogi ini dengan se-realistis mungkin yang berlatar pada Perang Dunia 2. Hal ini menjadi fokus utama pada karakter-karakter budak dan masyarakat biasa di Jepang yang mengharapkan perang segera usai dan Jepang tidak memenangkan perang tersebut, dimana hanya tentara yang mengharapkannya. Selain itu, fokus utama yang dibawakan Kobayashi di trilogi ini ialah bukan seperti fim perang dengan menjunjung tinggi cerita patriotism dan nasionalisme, malah sebaliknya dan juga memang sangat cocok untuk lebih dinamakan trilogi anti-war
The Human Condition Part I: No Greater Love

Film pertama dari trilogi ini mengikuti Kaji yang sangat menunjung tinggi kemanusiaan terpaksa menerima bahwa dia dipindahkan ke pertambangan yang kental dengan penindasan dan perbudakan tawanan perang pada saat itu. Disitulah perjalanan Kaji untuk berjuang mengubah sistem pertambangan yang menggunakan penindasan sebagai suatu 'sistem' di pertambangan tersebut bersama pacarnya, Michiko dengan pindah ke perumahan dekat pertambangan. Kalau kalian suka dengan film Schindler's List karya Spielberg, mungkin kalian akan suka dengan film ini yang memotret perspektif tawanan perang di kamp. Di film ini sangat ditunjukan penderitaan tawanan perang di kamp pertambangan tersebut, penindasan yang menerpa mereka dan kekejaman yang membuat kita sebagai penonton ikut prihatin dan bersimpati kepada karakter-karakter tersebut
The Human Condition Part II: Road to Eternity

Film kedua dari trilogi ini menjadi puncak penderitaan dan penindasan kepada Kaji. Bukan hanya penderitaan tawanan perang, tetapi Kaji juga ikut merasakan penderitaan, penindasan dan manipulasi. Penderitaan dan penindasan kepada manusia di film ini sangat berfokus kepada Kaji yang ditindas habis-habisan. Ironisnya, penindasan tersebut bukan dari tentara Russia atau musuh-musuh Jepang, tetapi terhadap orang Jepang itu sendiri. Kita akan merasa ingin membela, memeluk, hingga bersimpati kepada Kaji. Kalau kalian suka Full Metal Jacket karya Stanley Kubrick, kalian mungkin akan suka pada film ini, karena sangat mirip dan mungkin menginspirasi Kubrick dalam membuat Full Metal Jacket, bedanya Full Metal Jacket terkadang dibawakan secara 'fun'. Film ini juga membahas toxic masculinity, dimana penindasan yang dilakukan oleh para tentara berprinsip kepada kalau seseorang merasa sakit, kecapean, bahkan gabisa lari itu merupakan seorang pengecut
The Human Condition Part III: A Soldier's Prayer

Film penutup dari trilogi ini dibalut dengan kekerasan dan penuh dengan adegan tembak-tembakan, tank, pesawat dan lain-lain. Di film ini, Kaji terpaksa mengikuti takdir yang membawanya menuju jalan penuh kekerasan dan penderitaan. Tetapi, Kaji semakin mempunyai banyak teman yang mendukung cita-citanya, yaitu perdamaian serta semakin jelas arah Kaji pergi dengan teman-teman seperjuangannya. Penutup yang sempurna untuk trilogi ini. Trilogi ini lengkap dalam mengambarkan penderitaan dalam diri manusia beserta dampak peperangan bagi manusia. Cinta, kehidupan, kemanusiaan, penderitaan, dan persahabatan pun ada di trilogi ini. Gw sangat yakin kalau kalian tidak akan bosan dengan trilogi ini. Meskipun dibawakan agak slow pace, namun setiap menitnya timbul konflik yang terjadi, terutama terhadap Kaji
THANK YOU, MASAKI KOBAYASHI

Sebuah trilogi yang amat panjang, tetapi terasa tidak membosankan berkat penyajian masalah dan konflik lika-liku dari Kaji yang timbul pada setiap menitnya. Trilogi ini memiliki teknis yang patut diapresiasi, dimana Kobayashi berhasil merampungkan adegan peperangan yang menakjubkan. Cinematography-nya yang apik dan plot yang spektakuler, bahkan terdapat beberapa adegan yang menginspirasi film-film perang terkenal, seperti Schindler's List, Full Metal Jacket, dan The Pianist. Trilogi ini menggambarkan keadaan perang yang sebenarnya, dimana perang dipenuhi dengan kondisi kelaparan, penindasan, perbudakan, dan kemunafikan
Gua suka cara trilogi ini menggambarkan realisme kehidupan di Jepang dan China pada saat perang dunia ke-2, dimana para petani memperjuangkan haknya dan adanya penindasan antar negara dan ras, bahkan sesama orang Jepang pun saling menindas. Gw sangat mengapresiasi tinggi Kobayashi dalam menarik simpati gua terhadap karakter Kaji dengan perjalanan yang selalu tidak berjalan sesuai harapannya. Menurut gua, inilah puncak akting seorang Tatsuya Nakadai sebagai Kaji, apalagi dalam mengekpresikan wajahnya. Gua bisa mengatakan bahwa The Human Condition merupakan salah satu trilogi terbaik sepanjang masa
THE HUMAN CONDITION TRILOGY DAPAT DITONTON DI CRITERION CHANNEL!
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
