Ngeri-Ngeri Sedap: Drama Komedi Keluarga Batak dengan Konflik yang Relatable & Bikin Kangen Kampung Halaman

0
0
Deskripsi

Ulasan oleh Admin Nona

Gambar

Sinopsis

Mak Domu dan Pak Domu yang tinggal bersama anak perempuannya Sarma di sebuah desa di Toba, semakin gelisah karena tiga orang anak laki-lakinya; Domu, Gabe, dan Sahat sudah jarang pulang untuk mengunjungi mereka di kampung halaman. Oleh karena itu, Mak Domu dan Pak Domu menyusun rencana untuk berpura-pura bertengkar hebat dan hendak bercerai agar anak-anaknya mau pulang

Sorotan

Dengan komedi ala Batak, Bene Dion selaku sutradara berhasil mengantarkan drama keluarga dengan konflik yang terasa nyata dan memang kerap terjadi di keluarga Batak, begitu juga dengan problem-solving yang heart-warming. Penonton berhasil dibuat menangis tersedu-sedu saat adegan one long take pada saat konflik memuncak, dimana Sarma sebagai anak perempuan di keluarga itu akhirnya ‘bersuara’ dan mengutarakan isi hatinya, cita-cita yang dia kubur, dan mencoba menyadarkan orang tua dan masing-masing saudara-saudaranya sambil berderai air mata.

Bene Dion melakukan keputusan yang benar dalam menyelesaikan konflik untuk film ini, tidak lupa tetap berada di garis utama film ini: menyelesaikan konflik dengan tetap menggusung kekayaan adat Batak, dan bisa menjadi lebih open-minded dengan acceptance (penerimaan), dan saling memaafkan. Pada akhirnya, film ini adalah tentang kerinduan yang amat sangat dalam orangtua terhadap anak-anaknya.

Teknis

Review Film #619 - Ngeri-Ngeri Sedap (2022) • Cinejour

Pengambilan gambar dalam film ini sangat memanjakan mata, keindahan Danau Toba disorot dengan sangat sinematik. Tidak boleh lupa diapresiasi semua lagu-lagu Batak yang sangat bagus-bagus mengiringi adegan-adegan dalam film ini, diaransemen oleh musisi & komposer Viky Sianipar.

Penyorotan kamera untuk ekspresi aktor-aktornya pada saat adegan-adegan emosional berhasil memecahkan tangis penonton, setidaknya di dalam studio saya saat menonton, orang-orang di jejeran seat saya tidak hentinya menyeka air mata. Hingga saat film ini berakhir, penonton di Medan memberi siutan dan applause sekitar 5 menit pada saat film berakhir.

Sejak awal penonton sudah dibikin ketawa terus-terusan, dan memasuki setengah bagian terakhir, penonton juga dibikin menangis. Tidak bisa dipungkiri, adegan-adegan permintamaafan Pak Domu merupakan salah satu pengalaman sinema Indonesia terbaik yang pernah saya saksikan.

Keakuratan dengan budaya Batak

Hari Pertama, Film 'Ngeri Ngeri Sedap' Ditonton 51.396 Penonton

Film ini membuat saya menjadi semakin bangga menjadi orang Batak. Saya disadarkan tentang betapa kaya dan sakralnya adat Batak dan betapa berharganya anak-anak di dalam keluarga Batak. Seperti perkataan Pak Domu pada saat konflik memuncak, “harta bapak itu ya kalian”.

Film ini pasti dibuat dengan banyak riset, kekayaan adat yang diangkat hingga set lokasi, rumah, dan suasananya benar-benar nyata, persis jika kita mengunjungi desa-desa di daerah Toba.

Keluarga Pak Domu diceritakan bermarga Purba. Rumah-rumah adat, musik batak, budaya minum tuak (minuman arak khas Sumatera Utara) di lapo, candaan ala lapo & nyanyian lapo, belanja ulos ke pasar souvenir, tarian tor-tor, inang-inang (ibu-ibu) yang membontot (membawa pulang) saksang dari pesta untuk dibawa pulang — persis sekali seperti realita di pesta adat Batak, makanan Batak bernama saksang dituang ke dalam ember, lalu dibagi-bagi ke piring tamu).

Ada pula acara sulang-sulang pahoppu (pengukuhan pesta pernikahan secara adat yang dilakukan oppung (kakek/nenek) dengan cucu-cucunya untuk melunasi hutang pesta adat di masa lalu), terasa sangat akurat adanya, bagaikan pulang ke kampung Batak saya.

Ucapan-ucapan Pak Domu juga sangat relate saya saksikan dan rasakan sendiri. Misalnya ketika Pak Domu menyinggung anaknya yang paling besar, Domu, saat Domu salah membawakan ulos (kain adat Batak yang terdiri dari banyak warna dan motif untuk dipakai pada acara-acara adat). Saya sendiri pernah diminta oleh bapak saya untuk mempelajari warna dan corak ulos, “kau pelajari corak-corak ulos, jangan sampai gak tau, ada ulos yang untuk orang meninggal, ada ulos untuk acara sukacita, jangan sampai terbalik-balik, jangan pula acara sukacita kau pake ulos berduka” hehe.

Belum lagi barang-barang di dalam rumah Pak Domu, tipikal rumah orang-orang Batak pada umumnya. Lukisan Perjamuan Kudus, Tuhan Yesus, sprei tempat tidur, gelas, kursi-kursi di ruang tamu, piring kaleng khas rumah orang Batak, terasa sangat realistis. Hingga ke makanan khas Batak yang ditunjukkan dalam film ini seperti makanan Tombur, Mie Gomak, saksang, benar-benar terasa dekat dengan kultur saya.

Lagu-lagu Batak yang semuanya saya tahu maknanya, membuat saya menangis tersedu-sedu, terutama lagu Uju Di Ngolukon Ma Nian yang dimainkan di momen-momen tersedih di film ini. Lagu ini bermakna tentang kasih sayang orangtua, yang dinyanyikan dari sudut pandang orang tua kepada anak-anaknya, yang bermakna bahwa harta paling berharga orang tua adalah anak-anak mereka, maka harapan orang tua adalah agar anak-anak mereka yang sangat mereka sayangi itu dapat bersabar menyayangi dan menghadapi mereka di usia tua mereka. Bagaimana tidak bagian ini membuat saya merasa menyesal pernah membentak orang tua saya yang mulai memasuki masa tuanya?

Detil-detil kecil seperti kebaya yang dikenakan Mak Domu dan Sarma untuk menghadiri acara adat, berwarna merah menyala dengan gincu merah juga, tikar dan tenda di acara adat, pakaian tamu-tamu yang menghadiri acara adat, pakaian jas Pak Domu, tarian tor-tor, musik gondang Batak yang dimainkan oleh grup pargocci/parmusik (pemusik), penampilan si Oppung, terasa seperti sedang melihat acara adat Batak secara langsung. Semua detil yang disajikan tidak terasa seperti dibuat-buat, terasa nyata, tidak di-sugarcoat, tidak dilebih-lebihkan, tidak dibuat menjadi lebay. Apa yang ada di Tanah Batak, benar-benar disajikan ke dalam layar apa adanya.

Dilema Toxic Masculinity

Film Ngeri-ngeri Sedap DampaknyaTerhadap Promosi Pariwisata Indonesia

Kerap masih banyak bapak-bapak yang masih berprinsip sama dengan Pak Domu, tidak terkecuali bapak-bapak Batak. Toxic Masculinity menjadi isu yang diselesaikan dan dipecahkan dalam film ini. Pak Domu sendiri mengaku bahwa caranya mendidik anak hingga kekakuannya terhadap anak laki-lakinya diturunkan dan dia dapatkan dari bagaimana orangtuanya mendidiknya semasa kecil. Toxic Masculinity yang masih dipegang Pak Domu menjadikan keluarganya memiliki dinamika dimana bapak dengan anak laki-lakinya tidak terbiasa menyampaikan perasaan satu sama lain. Sementara zaman telah berubah, anak-anak Pak Domu sudah menjadi anak-anak yang berpendidikan dan merantau jauh mencari kehidupan masing-masing; ada yang menjadi pegawai BUMN dan bertunangan dengan perempuan Sunda dan bukannya perempuan Batak, ada yang menjadi komedian terkenal di Jakarta, dan ada yang menjadi wiraswasta muda di Yogyakarta. Namun, Pak Domu menganggap apa yang anak-anaknya jalani tidak sesuai dengan ambisinya dalam membesarkan anak, sehingga dia menjadi keras dan memaksakan keinginannya ke anaknya seolah-olah pilihan hidup anak-anaknya harus mengikuti permintaannya. Hal inilah yang menjadikan anak-anak laki-laki Pak Domu enggan pulang kampung karena merasa Pak Domu adalah sosok ayah yang egois, kolot, keras kepala, dan tidak bisa menerima perbedaan pendapat.

Conclusion

Puan Dukung Ngeri-Ngeri Sedap yang Berlaga di Piala Oscar, Semoga Bisa  'Pecah Telor'

Dengan keakuratannya menampilkan realita keluarga Batak, film ini tentu saya anggap sebagai film Indonesia terbaik di tahun 2022, bukan hanya karena kedekatannya dengan saya, tapi karena keindahan, kelucuan, dan detil yang disajikan. Gelak tawa bertubi-tubi lalu dibikin menangis berkali-kali, pastinya akan menjadikan Ngeri-Ngeri Sedap sebagai pengalaman komedik terbaik saya dalam sinema Indonesia. Film ini menurut saya berhasil menampilkan bakat akting serius hingga konyol dari komedian-komedian Indonesia. Mimik dan ekspresi para aktor yang meyakinkan tanpa terkesan dipaksakan, merupakan poin paling utama yang saya acungi jempol.

Dibalik segala keseruan dan keunggulan yang saya sebutkan mengenai film ini, hal yang mungkin terasa kurang menonjol buat saya sebagai anak Batak yang lahir dan besar di Tanah Batak adalah kurangnya penggunaan bahasa Batak. Film ini masih menggunakan banyak bahasa Indonesia ketimbang bahasa Batak. Padahal, jika melihat realita, masyarakat Tanah Batak sehari-hari justru sedikit berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Mungkin keputusan ini dilakukan sutradara untuk mempermudah audiens yang tidak begitu familiar dengan adat dan bahasa Batak, tapi saya merasa, jika film Yuni saja bisa 100% menggunakan bahasa Jawa Serang dan bisa dimengerti oleh audiens hingga ke luar pulau Jawa, maka Ngeri-Ngeri Sedap pun seharusnya bisa menggunakan banyak bahasa Batak. Tetapi kekurangan ini tidak menjadi masalah, karena yang terpenting adalah representasinya yang juara, akan tetap menjadi salah satu film Indonesia favorit dan kebanggaan saya. Semoga lebih banyak lagi sineas-sineas yang menyajikan kultur di berbagai daerah di Indonesia, menyatukan dan saling mengenalkan seisi nusantara lewat sinema.

Bagian favorit saya dalam film ini adalah di 40 menit terakhir film, yang tidak hentinya menguras air mata saya, momen terbaik dalam film dimana akhirnya Pak Domu melepaskan gengsi, ego, dan kekerasan hatinya, dan mulai menebus kesalahannya, berkunjung ke Bandung, Jakarta, dan Yogya tempat anak-anaknya mencari kehidupan, disini Pak Domu membuka dirinya terhadap perbedaan pendapat dan mencoba memahami dunia tempat anak-anaknya hidup. Penampilan memukai dari aktor kawakan Arswendy Beningswara Nasution ini sangat melelehkan hati saya. Seketika membuat saya sangat merindukan ayah saya di kampung.

Sai Tuhan ta ma na mangaramoti mu saleleng na, amang-inangku na burju!

(Biarlah Tuhan yang memberkahimu selama-lamanya, bapak dan mamakku yang baik

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya The Human Condition Trilogy: An Anti-War Trilogy by Masaki KobayashI
0
0
Ulasan oleh Admin RioThe Human Condition Trilogy merupakan trilogi yang mempopulerkan nama Masaki Kobayashi, selain Harakiri. Gw sebelumnya hanya menonton karya beliau Harakiri tanpa menonton yang lainnya. Masaki Kobayashi mungkin tidak seterkenal Akira Kurosawa atau Yasujirō Ozu, namun karya-karyanya amat penting untuk sinema JepangTrilogi ini dibuat dalam waktu lima tahun oleh Masaki Kobayashi. Dalam wawancara di Criterion Channel, trilogi ini juga bagian dari pengalaman pribadi Kobayashi pada waktu menjadi bagian dari militer pada saat itu. Trilogi ini dibagi menjadi tiga film dengan masing-masing film berdurasi kurang lebih tiga jam. Kobayashi menggaet sinematografer yang popular di Jepang pada saat itu dan bisa dibilang terbaik, yaitu Yoshio Miyajima. Mereka berdua bekerja sama dalam membuat film ini, dimana Kobayashi mengatakan sangat susah dalam membuat film pertama dan kedua. Kobayashi juga mengatakan bahwa pertama kali film pertama dan kedua keluar, para kritikus film menilai keduanya sebagai sebuah film yang burukTrilogi ini berkisah tentang Kaji (Tatsuya Nakadai), seorang idealis dan humanis yang sangat menentang peperangan, menjunjung tinggi perdamaian dan anti perbudakan. Semua idealismenya terpaksa ia kubur saat ia akan dipindahkan oleh atasannya untuk bekerja di pertambangan yang sangat kental dengan perlakuan perbudakan. Perbudakan terhadap tawanan perang Jepang pada saat itu menjadi titik awal perjalanan Kaji dalam menghadapi semua masalah tentang kemanusiaan
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan