Hewan dalam Dunia Perfilman — Antara Tradisi, Inovasi, dan Penyalahgunaan

0
0
Deskripsi

Ditulis oleh Admin Kemal

Kehadiran hewan dalam dunia perfilman bukanlah suatu hal yang baru. Mereka telah difilmkan, dianimasikan, ataupun digambarkan dengan berbagai teknik yang ada. Sepanjang sejarah perfilman, kita telah melihat begitu banyak penggambaran baik dan buruk dari berbagai macam hewan yang ada. Akibatnya, timbul suatu pertanyaan: “Apakah hewan benar-benar dihormati atau tidak sama sekali oleh industri film?”

Dualitas dalam Penggambaran Hewan di Film

Hewan telah digambarkan di berbagai genre dalam sinema. Adapun tujuannya sebagai plot device untuk aspek penceritaan, sebagai objek tambahan untuk aspek sinematografi, dan lain sebagainya. Beberapa film pun telah menggambarkan hewan dengan cara yang relatif ramah, dimana hal tersebut dapat membuat penonton merasa bahwa kebanyakan hewan, bahkan yang tergolong liar sekalipun merupakan “teman terbaik” manusia. Adapun film-film yang telah “memanusiakan” hewan dengan menambahkan fitur dan karakteristik layaknya manusia kepada hewan tersebut supaya terlihat “lebih manis” dan “lebih disukai” di mata penonton. Selain itu, kegunaan lain dari karakter hewan dalam film adalah untuk menonjolkan pola pikir karakter tertentu, seperti kuda yang melambangkan kehormatan, rasa hormat, dan kesetiaan, maupun burung yang melambangkan kebebasan, ambisi, dan sebagainya.

Breakfast at Tiffany’s (1961), dir. Blake Edwards

Beberapa media film juga menggambarkan spesies hewan tertentu sebagai “musuh terburuk” bagi manusia. Spesies ini digambarkan sebagai pembunuh berdarah dingin yang haus akan darah manusia atau sebagai simbolisasi dari sesuatu yang lebih buruk. Penggambaran semacam ini dapat mempengaruhi pandangan kita terhadap spesies tertentu, salah satunya Jaws (1975) yang membuat banyak orang takut terhadap hiu. Simbolisasi spesies tertentu sebagai manifestasi makhluk gaib juga merupakan aspek plot yang penting, terutama dalam film horor.

Behind-the-Scenes Photograph from Jaws (1975), dir. Steven Spielberg

Banyak film dokumenter alam juga menggambarkan kehidupan banyak spesies di alam liar. Melalui lensa kamera film, kita sebagai penonton dapat mengamati cara hidup spesies lain melalui layar yang kita tonton. Beberapa film dokumenter juga menyoroti upaya mempertahankan populasi spesies yang terancam punah, dimana hal tersebut dapat meningkatkan kesadaran kepada masyarakat.

My Octopus Teacher (2020), dir. Philippa Ehrlich, James Reed

 

 

Penyalahgunaan Hewan dalam Film: Di Depan Kamera dan Di Balik Layar

TRIGGER WARNING: Mentions of Animal Abuse

Menurut The Rights of Animals and Future Generations karya Joel Feinberg, meskipun hewan bukanlah “agen moral” sejati dan sukarnya beralasan dengan hewan, tetapi hewan memiliki kepentingan dan hak. Walaupun hewan tidaklah layak untuk menjalani proses hukum dengan sendirinya demi membela hak-hak mereka, tetapi tidak disalahgunakan maupun tidak dianiaya merupakan bagian dari kepentingan mereka. Maka dari itu, peraturan hukum dibuat supaya mencegah hal-hal tersebut dapat terjadi, bahkan jika realita berkata lain. Hal ini dapat dicapai apabila seseorang menerima penilaian moral bahwa kita harus bersikap baik kepada hewan demi kepentingan mereka juga. Oleh karena itu, pentingnya mengakui bahwa hewan merupakan makhluk hidup yang memiliki hak.

"We must now ask ourselves, for whose sake ought we to treat (some) animals with consideration and humaneness? If we conceive our duty to be one of obedience to authority, or to one’s own conscience merely, or one of consideration for tender human sensibilities only, then we might still deny that animals have rights, even though we admit that they are the kinds of beings that can have rights. But if we hold not only that we ought to treat animals humanely but also that we should do so for the animal’s own sake, that such treatment is something we owe animals as their due, something that can be claimed for them, something the withholding of which would be an injustice and a wrong, and not merely a cause of damage, then it follows that we do ascribe rights to animals"

- Feinberg, 1974

 

Life of Pi (2012), dir. Ang Lee

Di berbagai sektor industri, terdapat peraturan hukum untuk mencegah tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan terhadap hewan. Dikarenakan banyaknya aktor hewan, maka industri film tentu tidak luput dari tindakan-tindakan tersebut. Oleh karena itu, kesejahteraan terhadap hewan menjadi aspek yang sangat penting dalam tahap produksi. Meskipun adanya peningkatan dalam menjaga kesejahteraan terhadap hewan pada abad ke-20 dan ke-21, tetapi industri film memiliki sejarah gelap yang menunjukkan bahwa industri tersebut sering memperlakukan hewan dengan cara yang tidak manusiawi. Adapun beberapa film yang memperlakukan hewan secara buruk selama tahap produksi, yaitu:

  • Topsy, seekor gajah yang dieksekusi dengan cara disetrum sampai mati oleh Thomas Edison dalam dokumenter Electrocuting an Elephant (1903).
  • Terdapat 100 kuda yang mati selama tahap produksi Ben-Hur (1925).


Beberapa film yang relatif baru juga tampaknya kurang memperhatikan aspek kenyamanan dan keamanan terhadap hewan-hewan yang digunakan selama tahap produksinya, antara lain:

  • Terdapat 27 hewan yang mati kelaparan, tenggelam, dan dehidrasi di lokasi syuting The Hobbit: An Unexpected Journey (2012).
  • Harimau Bengal yang digunakan dalam Life of Pi (2012) juga hampir tenggelam berdasarkan laporan dari The Hollywood Reporter dan orang-orang yang ada di lokasi syuting.

Beberapa dokumenter telah menunjukkan bahwa manusia tidak selalu memperlakukan hewan dengan cara yang manusiawi, terutama di industri peternakan dan lembaga-lembaga yang berkomitmen untuk konservasi hewan. Adapun beberapa dokumenter menarik untuk tiap industri di atas, sebagai berikut:

  • Blackfish (2013) yang menyoroti kisah Tilikum, seekor Orca yang bertanggung jawab atas kematian 3 pelatihnya yang menunjukkan konsekuensi mematikan dari bentuk penanganan yang salah terhadap hewan liar yang cerdas.
  • Le gavage en question: une enquête au pays de foie gras (2009) yang menunjukkan praktik tidak etis di balik produksi foie gras.

Dokumenter-dokumenter di atas maupun yang lainnya telah meningkatkan kesadaran mengenai kegagalan dalam menegakkan standar dari kesejahteraan untuk hewan dan mendidik masyarakat akan pentingnya kesejahteraan untuk hewan.

Hewan Buatan CGI — Solusi untuk Aktor Hewan Asli?

Perkembangan dalam teknologi CGI (computer-generated imagery) telah membuka banyak kemungkinan dalam dunia perfilman. CGI merupakan inovasi yang hebat, terutama bagi para sineas untuk menempatkan imajinasi mereka ke dalam suatu film dengan cara yang dapat dipasarkan kepada penonton, serta berdampak besar pada penggunaan hewan dalam media film.

Belakangan ini, semakin banyak sineas mengurangi penggunaan hewan asli dalam tahap produksi dan beralih menggunakan CGI yang memiliki banyak keuntungan, meskipun penggunaannya membutuhkan anggaran besar dan para aktor harus bersedia untuk berakting dengan green screen atau model hewan. Keuntungan utama dari CGI adalah para sineas memiliki lebih banyak kebebasan untuk mengekspresikan imajinasi mereka dengan cara yang lebih aman untuk para hewan dan anggota kru. Penggunaan CGI diterapkan dengan pemakaian hewan sebagai model untuk menganimasikan hewan lain. Model hewan yang digunakan adalah hewan domestik yang meminimalisir penggunaan hewan liar di lokasi syuting. Salah satu contoh dari hewan domestik yang digunakan adalah kuda besar yang dijadikan model animasi untuk badak perang di Black Panther (2018). Keuntungan lain dari penggunaan CGI adalah para sineas mampu menganimasikan hewan yang tidak ada di kehidupan nyata, baik yang sudah punah maupun makhluk fiksi. Betapa sulitnya untuk membayangkan hewan-hewan fiktif yang tampak nyata tanpa menggunakan CGI, seperti Caesar, Shai-Hulud, King-Kong dan Godzilla.

War for the Planet of the Apes (2017), dir. Matt Reeves

 

Referensi


Feinberg, J. (1974), The Rights of Animals and Future Generations. In: Philosophy and Environmental Crisis, University of Georgia Press, Athens http://www.animal-rights-library.com/texts-m/feinberg01.htm

American Humane Association (2015), Guidelines for the Safe Use of Animals in Filmed Media https://www.americanhumane.org/app/uploads/2016/08/Guidelines2015-WEB-Revised-110315-1.pdf

Malamud, R. (2015), Animals on Film: The Ethics of the Human Gaze https://english.gsu.edu/files/2015/06/Spring.pdf

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Ngeri-Ngeri Sedap: Drama Komedi Keluarga Batak dengan Konflik yang Relatable & Bikin Kangen Kampung Halaman
0
0
Ulasan oleh Admin NonaSinopsisMak Domu dan Pak Domu yang tinggal bersama anak perempuannya Sarma di sebuah desa di Toba, semakin gelisah karena tiga orang anak laki-lakinya; Domu, Gabe, dan Sahat sudah jarang pulang untuk mengunjungi mereka di kampung halaman. Oleh karena itu, Mak Domu dan Pak Domu menyusun rencana untuk berpura-pura bertengkar hebat dan hendak bercerai agar anak-anaknya mau pulang
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan